Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIK

KURVA KALIBRASI

Dosen pengampu :
Umar Mansur, Drs., M.Sc
Yardi, Ph.D., Apt.
Marvel, M.Farm., Apt
Suci Adha, M.Si., Apt

Disusun oleh Kelompok 3C Farmasi 2015:


Maulidina Safitri (11151020000034)
Salman Al Farisi (11151020000035)
Siti Maimunah (11151020000042)
Icha Putri Mideva (11151020000044)
Aisyah Karimah (11151020000048)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu kimia analisis saat ini memiliki tantangan dalam pengembangan metode
untuk analisisnya dengan bantuan sejumlah teknik analisis yang tersedia untuk penilaian
terhadap obat dan kombinasinya. Analisis monitoring produk farmasi atau kandungan
spesifik di dalam suatu produk diperlukan untuk memastikan keamanan dan efisiensinya,
termasuk penyimpanan, distribusi, dan penggunaannya (Kondawar, dkk, 2011). Analisis
farmasi mengacu pada analisis kimia molekul obat atau zat aktif obat dan metabolitnya.
Ini terdiri dari penilaian kualitas dan kuantitas obat dan zat kimia murni yang digunakan
dalam sediaan farmasi (Audu, dkk, 2012).
Pada praktikum BFFK kali ini kami menganalisis obat parasetamol. Parasetamol
dipilih atas dasar banyak dijumpai dalam sediaan obat yang dijual secara bebas, sehingga
perlu dilakukan penelitian tentang penetapan kadarnya untuk menjamin kualitas sediaan
obat. Menurut farmakope edisi IV, penetapan kadar parasetamol dapat dilakukan dengan
metode spektrofotometri UV. Metode spektrofotometri UV digunakan untuk
menganalisis senyawa tunggal maupun analisis multikomponen.
Penentuan konsentrasi analit dalam sampel secara kuantitatif dengan
menggunakan instrumentasi kimia secara umum dapat dilakukan melalui kurva kalibrasi
yang memiliki linearitas yang memenuhi batas keberterimaan. Kurva kalibrasi
merupakan grafik yang membentuk garis lurus (linear) yang menyatakan hubungan
antara konsentrasi larutan kerja termasuk blanko dengan respon yang proporsional dari
instrumen yang digunakan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana menentukan kadar parasetamol dengan cara mengukur absorban pada
panjang gelombang parasetamol menggunakan spektrofotometer UV-Vis
2. Bagaimana tahap-tahap dalam pembuatan kurva kalibrasi?
1.3. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat menentukan kadar parasetamol dengan cara mengukur absorban
pada panjang gelombang parasetamol menggunakan spektrofotometer UV-Vis
2. Mahasiswa dapat memahami tahap-tahap dalam pembuatan kurva kalibrasi
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran
menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan
spektrofotometri (Basset,1994). Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa
yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur
larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan
monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor ( Underwood,2001 ).
Spektrofotometer menghasilkan sinar dan spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Spektrofotometer dibandingkan dengan fotometer
adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh
dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer filter
dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang
gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang
benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti
prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang
kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel blanko dan suatu alat
untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding.
Sinar yang melewati suatu larutan akan terserap oleh senyawa-senyawa dalam larutan
tersebut. Intensitas sinar yang diserap tergantung pada jenis senyawa yang ada,
konsentrasi dan tebal atau panjang larutan tersebut. Makin tinggi konsentrasi suatu
senyawa dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap.
2.2. Jenis-jenis Spektrofotometri
Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sumber cahaya yang
digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Spektrofotometri Vis (Visible) Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai
sumber sinar/energy dalah cahaya tampak (Visible). Cahaya visible termasuk
spectrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang
gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat
dilihat oleh mata manusia, maka sinar tersebut termasuk kedalam sinar tampak
(Visible).
b. Spektrofotometri UV (Ultra Violet) Berbeda dengan spektrofotometri Visible,
pada spektrofometri UV berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar
UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat
digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy hydrogen. Dia
merupakan isotop hydrogen yang stabil tang terdapat berlimpah dilaut dan
didaratan. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata manusia maka
senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak
memiliki warna. Bening dan transparan.
c. Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara
spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya
berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat
yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber
UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator.
Penyerapan sinar uv dan sinar tampak oleh molekul, melalui 3 proses yaitu : a.
Penyerapan oleh transisi electron ikatan dan electron anti ikatan. b. Penyerapan
oleh transisi electron d dan f dari molekul kompleks c. Penyerapan oleh
perpindahan muatan. Interaksi antara energy cahaya dan molekul dapat
digambarkan sbb :

E = hv
Dimana : E = energy (joule/second) h = tetapan plank v = frekuensi foton
d. Spektrofotometri IR (Infra Red) Spektrofotometri ini berdasar kepada penyerapan
panjang gelombang Inframerah. Cahaya Inframerah, terbagi menjadi inframerah
dekat, pertengahan dan jauh. Inframerah pada spektrofotometri adalah adalah
inframerah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000
mikrometer. Hasil analisa biasanya berupa signalkromatogram hubungan
intensitas IR terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sampel akan
dibandingkan dengan signal standard.
Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu :
a. Sumber Cahaya Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki
pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang
biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah
lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini
mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350 –
2200 nanometer (nm).
b. Monokromator Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan
cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang
tertentu(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
c. Cuvet Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars,
plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm
dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau
plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca
mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di
daerah sinar tampak (visible).
d. Detektor Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi
sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk
jarum penunjuk atau angka digital. Dengan mengukur transmitans larutan sampel,
dimungkinkan untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer. Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati
sampel (I), dan membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati sampel
(Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam persentase (%
T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T.

2.3. Kurva Kalibrasi


Pembuatan kurva kalibrasi atau kurva standar bertujuan untuk mengetahui
linieritas hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya,
sehingga praktikan mengetahui apakah langkah kerja yang dilakukan telah sesuai atau
tidak. Agar memperoleh hasil akurat dalam penentuan absorbansi pada sampel.
Didalam pembuatan kurva kalibrasi, digunakanlah hasil pengukuran absorbansi dari
masing – masing larutan standar yang telah dibuat dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Didalam pengukuran dengan
menggunakan spektrofotometer , digunakan kuvet yang terbuat dari kuarsa yang
berbentuk persegi panjang. Dimana kuvet ini merupakan kuvet yang paling bagus
untuk pengukuran absorbansi.
Didalam pengukuran absorbansi ini, perlu dilakukan pembilasan pada kuvet
dengan larutan yang akan diukur dan pastikan bagian kuvet yang berwarna bening
bersih dengan Tissue kering dan jangan sampai tersentuh dengan tangan. Karena hal
tersebut dapat mempengaruhi absorbansi. Setelah didapat absorbansi dari masing –
masing konsentrai larutan, dilakukan pembuatan kurva dengan memplot antara
konsentrasi ( sumbu x) dan absorbansi sampel ( sumbu y), lalu titik tersebut
dihubungkan dengan garis lurus. Selanjutnya ditentukan linieritasnya dengan
menggunakan koefisien korelasi. Dimana kurva tersebut dapat dikatakan linear, jika
nilai koefisien korelasinya mendekati satu (1).
Penyimpangan dari garis lurus dapat disebabkan oleh adanya kekuatan ion yang
tinggi, perubahan suhu, serta reaksi ikutan yang terjadi. Setelah data absorbansi dan
konsentrasi dimasukkan dalam persamaan garis linier, diperoleh kurva yang
membentuk garis lurus, dimana menyatakan bahwa kurva standar yang dibuat telah
linier atau hubungan antara konsentrasi dan absorbansi sudah linier.
Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi vs konsentrasi tidak linear:
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko,
yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat
pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai
dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau
pemekatan).

2.4. Hukum Lambert Beer


Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel (b)
yang disinari, dengan bertambahnya sel, maka serapan akan bertambah.
A = k. b
Menurut Beer, yang berlaku untuk radiasi monokromatis dalam larutan yang sangat
encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi.
A = k. c
Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah,
sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini digabungkan dalam Hukum
Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan
ketebalan sel yang dapat ditulis dengan persamaan:
A = k.c.b
Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi,
karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapan. Artinya
konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun
sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah. (Hukum
Lamber-Beer dan syarat peralatan yang digunakan agar terpenuhi hukum Lambert-Beer.
Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai
absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah
berlaku hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan
absorbansi tidak linear lagi.
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan
konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum
Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu:
 Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
 Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama.
 Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang
lain dalam larutan tersebut.
 Tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi.
 Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

2.5. Parasetamol

Parasetamol di kenal dengan nama lain asetaminofen merupakan turunan para


aminofenol yang memiliki efek analgesik serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Penggunaan
parasetamol mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan derivat asam
salisilat yaitu tidak ada efek iritasi lambung, gangguan pernafasan, gangguan
keseimbangan asam basa.
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan asam salisilat (Gunawan et al, 2007). Namun penggunaan
dosis tinggi dalam waktu lama dapat menimbulkan efek samping methemoglobin dan
hepatotoksik (Siswandono & Soekardjo, 1995). Pemerian : hablur atau serbuk putih,
tidak berbau, rasa pahit. Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dan dalam 9 bagian propilen glikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida P.
BM C8H9NO2 : 151,16 (FI IV hal 649)
BAB III
METODOLOGI KERJA

3.1 Alat dan Bahan


Alat Bahan
- Beker glass - Air suling
- Spektrofotometer - Parasetamol
- Labu ukur - NaOH
- Pipet gondok
- Pipet tetes

3.2 Prosedur Kerja


3.3.1 Pembuatan Larutan Induk (1000 ppm)
 Timbang paracetamol 50 mg
 Larutkan paracetamol 50 mg dalam beberapa ml air add 50 ml
3.3.2 Pengenceran larutan menjadi 10 ppm dari larutan induk (1000 ppm)
 Diambil 0,5 ml dari larutan induk dan masukkan ke dalam labu ukur 50 ml
 Lalu ad 50 ml volume larutan
 Baca serapannya dengan spektofotometer UV
3.3.3 Membuat Kurva Kalibrasi
 Pembuatan larutan 100 ppm dari larutan induk 1000 ppm
 Ambil 5 ml dari arutan induk dan masukkan kedalam labu ukur 50 ml
 Lalu ad 50 ml volume larutan
 Pembuatan seri larutan 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm
 Diambil sejumlah larutan induk hasil perhitungan dan dimasukkan ke dalam
masing-masing labu ukur 50 ml
 Lalu ad 50 ml volume larutan pada masing-masing labu
 Baca serapannya dengan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang
maksimal hasil pengeluaran 242 nm
 Dibuat persamaan kurva baku
NB: Praktikum dilakukan secara duplo
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Data kelas B
Konsentrasi Absorban (A) Rata-rata
Paracetamol 1 2 3
6 ppm 0.326 0.325 0.326 0.3256
8 ppm 0.439 0.440 0.440 0.4396
10 ppm 0.546 0.546 0.546 0.546
12 ppm 0.652 0.651 0.652 0.6526
14 ppm 0.753 0.753 0.753 0.753

Kurva:

Kurva kalibrasi
0.8
y = 0.1068x + 0.223
0.7 R² = 0.9995
0.6
0.5
0.4 Kurva kalibrasi

0.3 Linear (Kurva kalibrasi)

0.2
0.1
0
0 2 4 6

4.1.2 Data Kelas A dan C


Konsentrasi (ppm) Absorban (A)
6 ppm 0.308
8 ppm 0.436
10 ppm 0.610
12 ppm 0.692
14 ppm 0.820
Kurva kalibrasi
0.9 y = 0.128x + 0.1892
0.8 R² = 0.9898
0.7
0.6
0.5
Kurva kalibrasi
0.4
Linear (Kurva kalibrasi)
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6

4.1.3 Data Kelas D


Konsentrasi (ppm) Absorban (A)
6 ppm 0.308
8 ppm 0.562
10 ppm 0.638
12 ppm 0.830
14 ppm 0.943
Kurva kalibrasi
1.2

1 y = 0.1538x + 0.1948
R² = 0.9738
0.8

0.6 Kurva kalibrasi


Linear (Kurva kalibrasi)
0.4

0.2

0
0 2 4 6

Perhitungan:
A. Pembuatan larutan induk (1000 ppm)
50 𝑚𝑔 50.000 𝜇𝑔 1000 𝜇𝑔
= = = 1000 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝑙 50 𝑚𝑙 𝑚𝑙

B. Pengenceran larutan 1000 ppm ke 10 ppm


M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 10 ppm x 50 ml
500 𝑝𝑝𝑚/𝑚𝑙
V1= = 0.5 ml
1000 𝑝𝑝𝑚

C. Pembuatan kurva kalibrasi


 Pembuatan larutan 100 ppm (dari larutan induk 1000 ppm)
M1 x V1 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 100 ppm x 50 ml
5000 𝑝𝑝𝑚/𝑚𝑙
V1 = = 5 ml
1000 𝑝𝑝𝑚

 Pembuatan seri larutan dalam 50 ml


1. Pembuatan larutan 4 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 4 ppm x 50 ml
200 𝑝𝑝𝑚/𝑚𝑙
V1= = 2 ml
100 𝑝𝑝𝑚

2. Pembuatan larutan 6 ppm


M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 6 ppm x 50 ml
300 𝑝𝑝𝑚/𝑚𝑙
V1= = 3 ml
100 𝑝𝑝𝑚

3. Pembuatan larutan 8 ppm


M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 8 ppm x 50 ml
400 𝑝𝑝𝑚/𝑚𝑙
V1= = 4 ml
100 𝑝𝑝𝑚

4. Pembuatan larutan 12 ppm


M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 12 ppm x 50 ml
600 𝑝𝑝𝑚/𝑚𝑙
V1= = 6 ml
100 𝑝𝑝𝑚

5. Pembuatan larutan 14 ppm


M1 x V1 = M2 x V2
100 ppm x V1 = 14 ppm x 50 ml
700 𝑝𝑝𝑚/𝑚𝑙
V1= = 7 ml
100 𝑝𝑝𝑚
4.2 Pembahasan
Parasetamol dikenal N-asetil-4-aminofenol dengan rumus molekul C8H9NO2 merupakan
metabolit aktif fenasetin yang bertanggung jawab bagi efek analgesik dan antipiretik.
Parasetamol mempunyai BM 151,16 mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari
101,0% C8H9NO2. Bentuknya hablur atau serbuk hablur berwarna putih tidak berbau dan
rasa pahit dan memiliki suhu lebur 169o C sampai 172o C. Larut dalam 70 bagian air, dalam
7 bagian etanol 95%, dalam 13 bagian aseton, dalam 40 bagian gliserol dan dalam 9 bagian
propilenglikol, larut dalam alkali hidroksida.
Pada praktikum kali ini yaitu membuat kurva kalibrasi dari larutan obat parasetamol.
Kurva standar atau kurva kalibrasi merupakan standar dari sampel tertentu (larutan obat
parasetamol) yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk sampel tersebut
pada percobaan. Pembuatan kurva kalibrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui.
Sebelum dilakukan pengukuran kurva kalibrasi dengan larutan obat, dilakukan
pengukuran kurva kalibrasi dengan larutan blanko. Larutan blanko merupakan larutan yang
tidak mengandung analat untuk dianalisis (Basset 1994). Larutan blanko digunakan sebagai
kontrol dalam suatu percobaan sebagai nilai 100% transmittans.
NaOH digunakan sebagai pelarut paracetamol dan digunakan untuk mengukur kadar dari
paracetamol dengan metode spektrofotometri. Paracetamol mempunyai spectrum ultraviolet
dalam suasana asam pada panjang gelombang 245 nm dan dalam susasa basa pada panjang
gelombang 257 nm (Moffat, 1986). NaOH digunakan sebagai pelarut karena paracetamol
larut dalam NaOH (Depkes RI, 1995). Pada saat praktikum pelarut yang digunakan
merupakan aquadest sehingga kurva kalibrasi yang dihasilkan tidak linear dan nilai regresi
linearnya tidak mendekati 1.
Setelah dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 6 ppm, 8 ppm, 10ppm, 12 ppm, dan
14 ppm dilakukan pengujian kadar dengan spektrofotometri UV-Vis. Didapatkan panjang
gelombang maksimum parasetamol sebesar 242 nm, pengukuran panjang gelombang untuk
mengetahui perubahan absorban untuk setiap satuan konsentrasi sehingga diperoleh
kepekaan analisis maksimal. Pengukuran panjang gelombang parasetamol pada panjang
gelombang ultra violet yaitu 200-400nm. Menurut teori, serapan maksimum untuk
parasetamol adalah 244nm namun yang didapatkan saat praktikum adalah 242 nm. Hal ini
dapat terjadi karena adanya pergeseran pada gugus parasetamol yang memiliki gugus
auksokrom yang terikat pada gugus kromofor. Setelah memplotkan nilai absorban dengan
konsentrasi larutan standar yang bervariasi menggunakan panjang gelombang maksimum
didapatkan persamaan regresi linear dengan nilai R2 = 0,9745. . Nilai koefisien korelasi
tersebut tidak memenuhi persyaratan karena minimal nilai koefisien korelasi yang baik
adalah 0,9770. Sedangkan koefisien relasi yang didapat oleh kelas lain adalah 0,999.
Perbedaan nilai koefisien korelasi karena perbedaan perlakuan dalam mengerjakan sampel
sehingga tidak mendapatkan hasil yang akurasi dan presisi. Semakin besar nilai koefisien
korelasi yang didapat semakin besar kelinieran yang didapat.
Aspek – aspek yang dapat mempengaruhi posisi dan intensitas pita serapan molekul pada
spektrofotometer UV-Visibel yakni pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel,
konsentrasi, Ph, dan suhu. Pemuaian pelarut organik akibat suhu dapat menyebabkan
perubahan dalam pembacaan, seperti yang terjadi pada penguapan maka sel sampel harus
tertutup, terutama jika yang digunakan adalah pelarut organik.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a. Panjang gelombang yang diperoleh 242. Panjang gelombang parasetamol berdasarkan
literatur adalah 244 nm. Dapat dilihat bahwa panjang gelombang yang maksimum yang
dihasilkan tidak berbeda jauh dari literatur.
b. Persamaan regresi linier yang diperoleh Kelas C adalah Y = 0,0769x – 0,1128 dan
R(Faktor Korelasi) =0,9738
c. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan karena minimal
nilai koefisien korelasi yang baik adalah 0,9770.
DAFTAR PUSTAKA

Aryasa, I Wayan Tanjung., dkk. 2018. Penentuan Kadar ParasetamolPada Obat dan Jamu
Tradisional Menggunakan Metode Spektrofotometer Uv/Vis. Jurnal Media Sains
2(1): 48-53

Audu, Sani Ali., Taiwo, Alemika Emmanuel., Mohammed, Bala Fatima., Musa, Sani.,dan
Bukola, Ragmat, 2012, Analysis Of Different Brands Of Paracetamol 500 mg
Tablets Used in Maiduguri Using Ultra Violet Spectrophotometric and High
Performance Liquid Chromatographic (HPLC) Method, International Research
Journal Of Pharmacy ,Vol. 3 / Maiduguri, Nigeria.
Basset, J, et al. 1994. Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta.
Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta : Erlangga.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995.
Gunawan, S.G., 2008, Farmakologi dan Terapi ed 5, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Kondawar, M.S., R.R. Shah, J. J. Waghmare, N. D. Shah, M. K. Malusare. “UV
Spectrophotometric estimation of Paracetamol and Lornoxicam in Bulk drug
and Tablet dosage form using Multiwavelength Method”. International Journal
of PharmTech Research. Vol.3 (3) . Maharashtra. India.

Moffat, A.C., 1986, Clarke’s Isolation and Identification of Drugs. Edisi 2. London. The
Pharmaceutical Press.

Numayasari, Sinta. 2014. Penetapan Kadar Parasetamol dalam Sampel D (Ibuprofen,


Kafein, Parasetamol) Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis. Diakses
dari www. Academia.edu/8513188/Laporan_Praktikum_Parasetamol
Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga University
Press, Surabaya
Warono, Dwi., Syamsudin. 2013. Unjuk Kerja Spektrofotometer Untuk Analisa Zat Aktif
Ketoprofen. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Jakarta. KONVERSI Vol 2, no. 2
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai