Anda di halaman 1dari 14

Makalah

antropogi
(kebudayaan sumatera selatan)

OLEH:

¤RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA ¤ANDREAS simanjorang

¤ lia akhsin mafrukha ¤trianita purba ¤fatimah nurhidayah

Guru pembimbing : FAAIZA SUPANDI S.psi

MATA KULIAH : ANTROPOLOGI


Pendahuluan

1.1 Kata Pengantar


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas keberhasilan penulis
menyelasaikan tugas “Antropologi”yang diberikan ibu dosen kepada penulis, semoga isi
pembahasan dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca sekalian, amin. Kebudayaan
daerah merupakan kumpulan dari ciri khas berbagai daerah di indonesia. Penyatuan dari
unsur - unsur budaya daerah tercermin menjadi satu – kesatuan budaya nasional yang
utuh. Budaya nasional adalah cerminan dari budaya daerah – daerah yang beragam.
Indonesia memiliki aneka macam kebudayaan daerah, mulai dari bahasa, pakaian adat,
budaya tradisi, tari – tarian daerah, dan kebudayaan lainnya.
Disini saya sebagai penulis akan menjelaskan keanekaragan budaya dari daerah
Sumatera Selatan yaitu Palembang.

1.2 Latar Belakang

Latar belakang penulis menulis makalah ini adalah untuk memberitahukan kepada para
pembaca bahwa kota Palembang memiliki kenaekaragam corak budaya. Dalam makalah
ini penulis akan menjelaskan beberapa kesenian dan budaya serta yang khas dari adat
Palembang. Semoga dengan dibuatnya makalah ini, pembaca dapat menambah
pengetahuan mengenai kota Palembang.

1.3 Letak Geografis

Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas


wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari
permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas
Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu di Palembang
juga terdapat Sungai Musi yang dilintasi Jembatan Ampera dan berfungsi sebagai sarana
transportasi dan perdagangan antar wilayah.

Pembahasan

Penduduk Palembang merupakan etnis melayu dan menggunakan bahasa melayu yang telah
disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai bahasa Palembang. Namun
para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti
bahasa Komering, Rawas, Musi dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan kadang-
kadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau
komunitas kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang
lain.Penduduk asli umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar
sehari-hari. Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga
keturunan, seperti dari Jawa, Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar. Warga keturunan
yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang
memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung
Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa serta Kampung Al Munawwar,
Kampung Assegaf, Kampung Al Habsyi, Kuto Batu, 19 Ilir Kampung Jamalullail dan
Kampung Alawiyyin Sungai Bayas 10 Ilir yang merupakan wilayah Komunitas Arab. Agama
mayoritas di Palembang adalah Islam. Di dalam catatan sejarahnya, Palembang pernah
menerapkan undang-undang tertulis berlandaskan Syariat Islam, yang bersumber dari kitab
Simbur Cahaya. Selain itu terdapat pula penganut Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan
Kongucu.

2.1 Rumah adat Sumatera selatan

Rumah Limas
Rumah Limas merupakan prototipe rumah tradisional Sumatra Selatan. Selain ditandai
dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah tradisional ini memiliki lantai bertingkat-
tingkat yang disebut Bengkilas dan hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti
hajatan. Para tamu biasanya diterima diteras atau lantai kedua. Adat yang kental sangat
mendasari pembangunan Rumah Limas. Tingkatan yang dimiliki rumah ini disertai dengan
lima ruangan yang disebut dengan kekijing. Hal ini menjadi simbol atas lima jenjang
kehidupan bermasyarakat, yaitu usia, jenis, bakat, pangkat dan martabat. Detail setiap
tingkatnya pun berbeda-beda.
Pada tingkat pertama yang disebut pagar tenggalung, ruangannya tidak memiliki dinding
pembatas, terhampar seperti beranda saja. Suasana di tingkat pertama lebih santai dan biasa
berfungsi sebagai tempat menerima tamu saat acara adat. Kemudia kita beranjak ke ruang
kedua. Jogan, begitu mereka menyebutnya, digunakan sebagai tempat berkumpul khusus
untuk pria. Naik lagi ke ruang ketiga yang diberi nama kekijing ketiga. Posisi lantai tentunya
lebih tinggi dan diberi batas dengan menggunakan penyekat. Ruangan ini biasanya untuk
tempat menerima para undangan dalam suatu acara atau hajatan, terutama untuk handai
taulan yang sudah separuh baya. Beranjak ke kekijing keempat, sebutan untuk ruang
keempat, yang memiliki posisi lebih tinggi lagi. Begitu juga dengan orang-orang yang
dipersilakan untuk mengisi ruangan ini pun memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat dan
dihormati, seperti undangan yang lebih tua, dapunto dan datuk. Nah, ruang kelima yang
memiliki ukuran terluas disebut gegajah. Didalamnya terdapat ruang pangkeng, amben tetuo,
dan danamben keluarga. Amben adalah balai musyawarah. Amben tetuo sendiri digunakan
sebagai tempat tuan rumah menerima tamu kehormatan serta juga menjadi tempat pelaminan
pengantin dalam acara perkawinan. Dibandingkan dengan ruang lainnya, gegajah adalah yang
paling istimewa sebab memiliki kedudukan privasi yang sangat tinggi. Begitulah setiap ruang
dan tingkatan Rumah Limas yang memiliki karakteristiknya masing-masing.
Bagi pemilik rumah yang masih memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat
Palembang, mereka akan membuat lantai bertingkat untuk menyesuaikan kasta tersebut.
Lantai Rumah Limas yang bertingkat itu pada umumnya dibuat menjadi tiga tingkat sesuai
dengan urutan keturunan masyarakat Palembang, yaitu Raden, Masagus, dan Kiagus. Pada
umumnya bentuk Bangunan Rumah Limas memanjang ke belakang. Ukuran bangunan rumah
bervariasi ada yang mempunyai lebar sampai 20 meter dengan panjang mencapai 100 meter.
Semakin besar ukuran Rumah Limas semakin besar dan terpandanglah status sosial sipemilik
rumah tersebut. Rumah Limas dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan bentuk pada
lantainya, yang pertama Rumah Limas yang dibangun dengan ketinggian lantai yang berbeda,
dan yang kedua Rumah Limas dengan ketinggian lantainya sama atau sejajar. Rumah Limas
yang lantainya sejajar ini kerap disebut rumah ulu.
Bangunan Rumah Limas memakai bahan dasar dari kayu Unglen atau Merbau, kayu ini
dipilih karena kayu tersebut mempunyai karakteristik tahan akan air. Dindingnya terbuat dari
papan-papan kayu yang disusun tegak. Pada bagian depan terdapat dua tangga dari kiri dan
kanan ada yang saling berhadapan bertemu jadi satu dibagian ujung atas menuju teras rumah
ada juga yang berlawanan arah dari kiri dan kanan.Bagian teras rumah biasanya dikelilingi
pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung. pagar tersebut mempunyai Makna filosofis
untuk mencegah supaya anak gadis tidak keluar dari rumah. Pintu masuk ke dalam rumah
cukup unik, terbuat dari kayu jika dibuka lebar akan menempel pada langit-langit teras.
Untuk menopangnya, digunakan kunci dan pegas.
Bagian dalam terdapat ruang tamu yang cukup luas .
dan ini merupakan bagian terluas dari Rumah Limas, yang disebut kekijing. Ruangan ini
menjadi pusat kegiatan berkumpul jika ada hajatan. Ruang tamu juga berfungsi sebagai ruang
pamer untuk menunjukkan kemakmuran pemilik rumah. Pada umumnya dinding ruangan di
cat dominasi warna merah, hitam, coklat tua dan selalu dihiasi dengan ukiran-ukiran bermotif
flora yang dicat dengan warna emas. Tak jarang juga, pemilik rumah yang mampu
menggunakan bahan dari timah dan emas sunguhan untuk mengecat ukiran dan lampu-lampu
gantung antik pada ruangan tersebut sebagai aksesori.dibawah terdapat dokumentasi dimana
ada lemari,ukiran,guci,gong,baju pernikahan,tempat duduk,tempat pernikahan,ruang tamu .
2.2 Songket Palembang

Indonesia kaya sekali dengan aneka ragam kebudayaan daerah, diantaranya kain - kain khas
daerah yang memiliki corak serta bahan khas dari daerah masing - masing. Sebagai orang
Indonesia, Mode Dengan Kain Songket Palembang tentu kita sangat bangga dengan aneka
ragam kain daerah yang ada di Indoensia ini. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kain
khas daerah yang berupa kain tenun. Seperti kain tenun Troso - Jepara, kain songket
Palembang, dll. Walaupun sama - sama dibuat dengan cara ditenun, namun setiap daerah
memiliki corak yang berbeda. Begitu pula dengan Mode Dengan Kain Songket Palembang.
Mode Dengan Kain Songket Palembang merupakan sejenis kain tenun tradisional yang
dibuat / ditenun dengan menggunakan tangan (handmade). Kain songket Palembang ini biasa
digunakan di acara - acara resmi. Bahan utama dari pembuatan kain songket Palembang ini
berupa benang emas dan benang perak sehingga kain songket Palembang ini memang akan
terlihat sangat “blink-blink” dan mewah. Mode dengan kain songket Palembang tidak hanya
digunakan sebagai bahan dasar pakaian saja. Namun Mode Dengan Kain Songket Palembang
terkadang juga digunakan sebagai bahan pembuatan aksesoris rumah yang dipajang di
dinding rumah atau yang biasa disebut dengan tapestry.

2.3 Seni Musik Tradisional Sumatera Selatan Jidur

Musik Jidur sudah terkenal di seluruh Sumatera Selatan, entah kapan lahirnya musik ini.
Nama musik Jidur ini di bawa oleh kaum kolonial yang akhirnya menjadi musik kolonial.
Musik ini sering di bawakan pada saat acara pernikahan dan acara perayaan lainnya. Musik
Jidur seirng di sebut juga dengan “Musik B’las” karena di mainkan oleh belasan orang dan
ada juga yang menyebut Musik Jidur sebagai “Musik Brass” yang artinya kesenian musik
yang alat musiknya merupakan alat tiup yang berasal dari logam. Disebut musik jidur karena
musik ini sering di pakai untuk mengiringi (Ngarak) pengantin dan yang paling menonjol
pada jidur ini adalah alat musik yang bulat dan besar yang di pikul oleh 2 orang, dan kalau di
tabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sehingga suasana lebih meriah.
Awalnya kesenian ini memerlukan 14 orang untuk memainkan 14 alat musik yang terdiri dari
:

 2 Buah Terompet
 2 Buah Sak Alto / Saxopone Alto
 1 Buah F Larinet / Clarinet
 1 Buah Tenor Sak / Saxopone Tenor
 1 Buah Bariton / Bariton Horn
 1 Buah Tenor / Tenor Horn
 3 Buah Alt Horn / Alto Horn
 1 Buah Bass /Shau Shophon
 1 Buah Tambur / Snare Dram
 1 Buah Jidur / Bass Dram

Tetapi seiring perkembangan waktu personil yang memainkan jidur ini juga berkurang tidak
sampai lagi 14 orang, tetapi walau tidak komplet musik yang di hasilkan tidak jauh berbeda.

2.4 MAKANAN KHAS PALEMBANG

1. PEMPEK

Yang paling terkenal dari Palembang di seluruh penjuru nusantara tentunya makanan yang satu
ini. Makanan ini terbuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan daging ikan belida, tenggiri
ataus gabus yang digiling dan digoreng. Makanan ini lalu disajikan dengan kuah yang
mengandung cuka, gula merah dan cabe dilengkapi cacahan mentimun agar rasanya nikmat.
Pempek juga memiliki berbagai jenis dan nama berdasar bentuknya. Ada yang diisi kulit ikan,
telur ayam atau tahu. Mengapa disebut “pempek”? Konon, dulu pempek atau empek-empek
dijual dengan menggunakan sepeda yang mengelilingi kampung. Jadi, ketika ingin menyetop
sang penjual, calon pembeli memanggilnya “Pek, Apek!” yang merupakan panggilan untuk lelaki
keturunan Tionghoa yang telah berumur. Yang paling terkenal adalah pempek kapal selam.
Selain itu, ada juga pempek lenggang, pempek kulit, dan pempek panggang.
2.TEKWAN

Ini adalah satu lagi makanan khas Palembang yang berasal dari olahan ikan. Namun, bukannya
dicampur dengan tapioka, tekwan diolah dengan tepung sagu. Tekwan disajikan dengan kaldu
udang sebagai kuahnya degna bahan-bahan pelengkap seperti bihun, jamur kuping dan
bengkoang.
3.PINDANG TULANG

Yang ini merupakan olahan yang berasal dari bahan tulang sapi yang masih mengandung sedikit
daging dan sumsum. Tulang-tulang tersebut lalu direbus dengan racikan bumbu-bumbu
tradisional yang mengandung serai, cabe hijau, lengkuas, kunyit, serta bawang merah dan
bawang putih. Hidangan ini memiliki cita rasa yang kaya, ada asam, ada manis, dan ada pula
pedasnya.

4.KUE MAKSUBA

Kue maksuba , kue khas palembang yang berbahan dasar utama telur bebek dan susu kental
manis . dalam pembuatannya telur yang dibutuhkan dapat mencapai sekitar 28 butir . adonan
kemudian diolah mirip adonan kue tapis . rasanya tentunya pasti enak dan manis . kue ini
dipercaya sebagai salah satu sajian istana kesultanan palembang yang seringkali disajikan
sebagai untuk tamu kehormatan . namun saat ini kue maksuba dapat ditemukan diseluruh
palembang dan sering disajikan dihari raya
2.4 Sejarah Kesenian dan Budaya Palembang

Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan
kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar,
penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang
pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti
"lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun
bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak
berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain
"Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang,
Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival
memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan dan Tahun Baru Masehi.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:

 Festival perahu hias dan lomba bidar di Sungai Musi


 Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang)
 Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada
tamu-tamu dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan.
 Syarofal Anam adalah kesenian Islami yang dibawa oleh para saudagar Arab dulu,
dan menjadi terkenal di Palembang oleh KH. M Akib, Ki Kemas H. Umar dan S.
Abdullah bin Alwi Jamalullail.
 Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang
Kemambang.
 Letak geografis dari Palembang dibelah oleh sungai Musi dan dikelilingi ratusan anak
sungai, rawa-rawa di sebagian besar wilayah daratannya. Pada tepian sungai banyak
terdapat Rumah Limas yang pintunya menghadab ke sungai, dan alat transportasi air
seperti perahu, kapal dan getek menjadi alat transportasi utama yang banyak
digunakan mayarakat di tepian sungai.

 Sebutan untuk Sungai-sungai yang bermuara ke Sungai Musi adalah Batanghari


Sembilan terdiri dari Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai
Enim, Sungai Hitam, Sungai Rambang dan Sungai Lubay. Seiring perkembangan
zaman, dan perubahan pola hidup masyarakat Palembang, lingkungan perairan sungai
dan rawa justru semakin menyempit. Rumah- rumah limas yang tadinya berdiri bebas
di tengah rawa atau di atas sungai akhirnya dikepung perkampungan.

Kesimpulan

Demikian penulis sampaikan kepada para pembaca sekalian walaupun mungkin masih ada
kekurangan dalam makalah ini, harap dimaklumi. Bukan hal baru lagi bahwa telah sangat
banyak budaya - budaya yang kita miliki perlahan - lahan diakui sepihak oleh negara
tetangga. Dan kita sebagai rakyat Indonesia yang terkenal dengan sikap ramah dan sopan
santun nya, hanya bisa mengelus dada melihat kebudayaan daerah bangsa kita di akui begitu
saja. Oleh karena itu kita butuh hal - hal yang konkrit atau bukti yang pasti yaitu dengan cara
:

 Kita harus mengenali dan memiliki sikap bangga akan budaya daerah yang kita miliki
yang notabene milik Republik Indonesia.
 Kita harus mengapresiasikan kebijakan Pemerintah untuk ikut serta dalam kegitan
melestarikan kebudayaan milik Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai