Anda di halaman 1dari 21

BAHAN AJAR

PEMULIAAN DAN PERBENIHAN TANAMAN

Judul :
Teknik Ekstraksi dan Penyimpanan Pollen

Oleh :
Anggelina Jamlean, S.P
1827017032

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


PPG DALAM JABATAN
TAHUN 2018
Sekolah : SMK ALEXA LOTTA MINAHASA
Program Keahlian : Agribisnis Tanaman
Kompetensi Keahlian : Pemuliaan dan Perbenihan Tanaman
Mata Pelajaran : Pemuliaan Tanaman
Kelas/Semester : XI /Ganjil

A. Kompetensi Inti
KI-3 (Pengetahuan) : Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi tentang
pengetahuan faktual, konseptual, operasional dasar, dan metakognitif
sesuai dengan bidang dan lingkup kerja Agribisnis Tanaman Tanaman
Pangan dan Holtikultur. Pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan
kompleks, berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dalam konteks pengembangan potensi diri
sebagai bagian dari keluarga, sekolah, dunia kerja, warga masyarakat
nasional, regional, dan internasional..
KI-4 (Keterampilan) : Melaksanakan tugas spesifik dengan menggunakan alat, informasi,
dan prosedur kerja yang lazim dilakukan serta memecahkan masalah
sesuai dengan bidang kerja Agribisnis Tanaman Tanaman Pangan dan
Holtikultura . Menampilkan kinerja di bawah bimbingan dengan
mutu dan kuantitas yang terukur sesuai dengan standar kompetensi
kerja.
Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara
efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif,
dan solutif dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari
yang dipelajarinya di sekolah, serta mampu melaksanakan tugas
spesifik di bawah pengawasan langsung.
Menunjukkan keterampilan mempersepsi, kesiapan, meniru,
membiasakan, gerak mahir, menjadikan gerak alami dalam ranah
konkret terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah, serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah
pengawasan langsung.

B. Kompetensi Dasar
3.13 Menganalisis teknik ekstraksi dan penyimpanan pollen

4.13 Menunjukkan teknik ekstraksi dan penyimpanan pollen


C. Indikator Pencapaian Kompetensi
3.13.1 Menguraikan pengertian dan tujuan ekstrasi
3.13.2 Merinci proses ektrak bahan alam dan pemilihan model ekstrasi
3.13.3 Menjeniskan ekstrasi dan metode-metode ekstraksi
3.13.4 Menguraikan struktur dan perkembangan pollen
3.13.5 Merinci metode pengumpulan dan penyimpanan serbuk pollen
4.13.2 Menunjukkan teknik ekstrasksi
4.13.2 Mempraktekkan teknik ekstraksi
4.13.3 Melakukan cara penyimpanan pollen
4.13.4 Menunjukkan cara penyimpanan pollen

D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini :
1. Peserta didik dapat menguraikan pengertian ektraksi
2. Peserta didik dapat merinci proses ektrak bahan alam dan pemilihan model ekstrasi
3. Peserta didik dapat menjeniskan ekstrasi dan metode-metode ekstraksi
4. Peserta didik dapat menguraikan struktur dan perkembangan pollen
5. Peserta didik dapat merinci metode penyimpanan pollen
6. Peserta didik dapat menunjukkan teknik ekstraksi
7. Peserta didik dapat mempraktekkan teknik ektraksi
8. Peserta didik dapat menunjukkan cara penyimpanan pollen
9. Peserta didik dapat mempraktekkan cara penyimpanan pollen

E. Uraian Materi
Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan bagian
tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif tersebut
terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan memiliki perbedaan begitu pula
ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu untuk
mengekstraksinya ( Tobo F, 2001).

Ekstraksi adalah pemurnian suatu senyawa. Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu


teknik dalam suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut
kedua (biasanya organik), yang pada dasarnya tidak saling bercampur dan menimbulkan
perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu.
Pemisahan itu dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok larutan dalam sebuah corong
berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan perendaman, mengaliri simplisia dengan
pelarut tertentu ataupun yang lebih umum dengan melakukan perebusan dengan tidak
melakukan proses pendidihan (Makhmud, 2001).

Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan lebih mudah tarut
dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dimulai ketika pelarut organik
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga set yang mengandung zat aktif, zat aktif
akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan
pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini
akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di
luar sel (Tobo F, 2001).

Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk
ke dalam pelarut.

Proses Ekstrak bahan alam


Pengeringan dan perajangan
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga simplisia tahan lama
dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari teruainya kandungan kimia
karena pengaruh enzim. Pengeringan yang cukup akan mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin
yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kanker hati, senyawa ini sangat ditakuti oleh
konsumen dari Barat. Menurut persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir atau
kapang tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus negatif dan kandungan aflatoksin tidak
lebih dari 30 bagian per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah
bila diremas atau mudah patah. Menurut persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan
sampai kadar air tidak lebih dari 10%. Cara penetapan kadar air dilakukan menurut yang
tertera dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan sebaiknya
jangan di bawah sinar matahari langsung, melainkan dengan almari pengering yang
dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila terpaksa
dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam untuk
menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar proses pengeringan berlangsung
lebih singkat bahan harus dibuat rata dan tidak bertumpuk. Ditekankan di sini bahwa cara
pengeringan diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak kandungan aktifnya (Dijten
POM, 1990).

Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses pengeringan berlangsung


lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin perajang singkong
dengan ketebalan yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan akan terlalu
lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur. Perajangan yang terlalu tipis akan
berakibat rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau reduksi. Alat perajang atau pisau
yang digunakan sebaiknya bukan dan besi (misalnya “stainless steel” eteu baja nirkarat)
(Ditjen POM, 1990).
Pemilihan pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat kandungan kimia
(metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah sifat kepolaran, dapat
dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih
mudah larut dalam pelarut polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam
pelarut non polar. Derajat kepolaran tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar
tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut (Ditjen POM, 1992).

Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):


1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah)

Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan diatas penangas air dengan
wadah lebar pada temperature 60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.
1. Harus dapat diregenerasi
2. Relative tidak mahal
3. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam keadaan uap
4. Viskositas cukup rendah

Pemilihan metode ekstraksi


Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan yang mengandung
mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengancara maserasi. sedangkan kulit
dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan
cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan dapat diekstrasi
dengan metode soxhlet (Agoes, 2007).

Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes, 2007):


1. Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
2. Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
3. Jenis senyawa yang akan diekstraksi
4. Sifat senyawa yang akan diekstraksi

Pembagian Jenis Ekstraksi


1. Ekstraksi Secara Dingin
Proses ektraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan pemanasan. Hal ini
diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia yang tidak tahan
pemanasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak. Yang termasuk ekstraksi
secara dingin adalah (Ditjen POM, 1986) :

Metode Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur
kamar dan terlindung dari cahaya (Ditjen POM, 1986).Metode ini digunakan untuk menyari
simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan
metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter
atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid (Ditjen POM, 1986).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang sudah
diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang
dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-
ulang diaduk.
Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah penampung, kemudian
ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian
disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan
pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan
dan filtratnya dipekatkan (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen kimia
sangat minimal. Adapun kerugian cara maserasi ini adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurna (Ditjen POM, 1986).

Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul
air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga
penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui
pipa sifon atau jika diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi.
(Ditjen POM, 1986).
Metode soxhletasi bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas, karena pelarut
atau cairan penyarinya dipanaskan agar dapat menguap melalui pipa samping dan masuk ke
dalam kondensor, walaupun pemanasan yang dilakukan tidak langsung tapi hanya
menggunakan suatu alat yang bersifat konduktor sebagai penghantar panas. Namun, proses
ekstraksinya secara dingin karena pelarut yang masuk ke dalam kondensor didinginkan
terlebih dahulu sebelum turun ke dalam tabung yang berisi simplisia yang akan dibasahi atau
di sari. Hal tersebutlah yang mendasari sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara
dingin. Pendinginan pelarut atau cairan penyari sebelum turun ke dalam tabung yang berisi
simplisia dilakukan karena simplisia yang disari tidak tahan terhadap pemanasan. (Ditjen
POM, 1986).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam klongsong yang telah dilapisi dengan kertas saring
sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klongsong tidak boleh melebihi pipa sifon), karena
dapat mempengaruhi kesetimbangan pergerakan eluen yang telah terelusi keluar dari pipa
sifon, dimana jika tinggi sampel melebihi kertas saring (pipa sifon), maka eluen hasil elusi
akan keluar melalui pipa aliran uap yang berada diatas sampel, bukan keluar melalui pipa
sifon .

Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian
ditempatkan di atas waterbath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian
klongsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem
dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan sampel yang ada dalam klongsong.
Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan
pemanas dijalankan hingga terjadi proses ekstraksi dimana pada saat pelarut telah mendidih,
maka uapnya akan melalui pipa samping lalu naik ke kondensor. Di sini uap akan
didinginkan sehingga uap mengembun dan menjadi tetesan- tetesan cairan yang akan menetes
turun ke klongsong dan membasahi simplisia. Tetesan – tetesan uap air cairan penyari ini
akan ditampung di dalam klongsong hingga suatu ketika ekstrak mencapai ketinggian ujung
sifon sehingga pelarut ini akan turun kembali ke dalam wadah pelarut secara cepat. Proses ini
berulang hingga penyarian yang dilakukan sempurna dalam hal ini, cairan penyari yang pada
awalnya berwarna, di dalam pipa sifon sudah tidak berwarna lagi atau jika cairan penyari
pada awalnya memang tidak berwarna maka biasanya dilakukan 20-25 kali sirkulasi.

Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor (Ditjen POM,
1986).Adapun keuntungan dari proses soxhletasi ini adalah cara ini lebih menguntungkan
karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping. Kerugiannya
adalah jumlah ekstrak yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan dengan metode maserasi
(Ditjen POM, 1986).

Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkanpenyari melalui serbuk simplisia
yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan
dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif
dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah
disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah (Ditjen
POM, 1986).

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (Ditjen POM, 1986) :
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan
yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
2. Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan
penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk
mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang mengadung
sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang
sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir (Ditjen POM, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut,
tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi) (Ditjen
POM, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk
menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator
disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau
sisa perkolasi (Ditjen POM, 1986).

2. Ekstraksi Secara Panas


Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen kimia yang tahan
terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin dan minyak-minyak menguap yang
mempunyai titik didih yang tinggi, selain itu pemanasan juga diperuntukkan untuk membuka
pori-pori sel simplisia sehingga pelarut organik mudah masuk ke dalam sel untuk melarutkan
komponen kimia. Metode ekstraksi yang termasuk cara panas yaitu (Tobo, 2001).
Metode Refluks
Metode refluks adalah termasuk metode berkesinambungan dimana cairan penyari
secara kontinyu menyari komponen kimia dalam simplisia cairan penyari dipanaskan
sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga
mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke labu alas bulat
sambil menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan biasanya
dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam (Ditjen POM, 1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai komponen kimia
yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang,
buah, biji dan herba (Ditjen POM, 1986).
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks ditimbang kemudian
dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan pelarut organik misalnya methanol
sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm di atas permukaaan simplisia atau 2/3
dari volume labu, kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada waterbath atau
heating mantel, lalu kondendor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem
dan statif. Aliran air dan pemanas (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang
digunakan. Setelah 4 jam dilakukan penyarian. Filtratnya ditampung pada wadah penampung
dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan
selama 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor,
kemudian dilakukan pengujian selanjutnya (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari metode ini adalah (Ditjen POM, 1986):
 Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh penguapan selama proses pemanasan jika
digunakan pelarut yang mudah menguap atau dilakukan ekstraksi jangka panjang.
 Dapat digunakan untuk ekstraksi sampel yang tidak mudah rusak dengan adanya
pemanasan.

Adapun kerugian dari metode ini adalah prosesnya sangat lama dan diperlukan alat – alat
yang tahan terhadap pemanasan (Ditjen POM, 1986).

Metode Destilasi Uap Air


Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung
minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada
tekanan udara normal, misalnya pada penyarian minyak atsiri yang terkandung dalam
tanaman Sereh (Cymbopogon nardus). Pada metode ini uap air digunakan untuk menyari
simplisia dengan adanya pemanasan kecil uap air tersebut menguap kembali bersama minyak
menguap dan dikondensasikan oleh kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul air yang
menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah diisi air. Penyulingan dilakukan
hingga sempurna (Ditjen POM, 1986).
Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam setelah itu
dimasukkan ke dalam bejana B, bejana A diisi air dan pipa-pipa penyambung serta kondensor
dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat.

Api Bunsen bejana A dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang
selanjutnya masuk ke dalam bejana B melalui pipa penghubung untuk menyari sampel
dengan adanya bantuan api kecil pada bejana B, minyak menguap yang telah tersari
selanjutnya menguap menuju kondensor, karena adanya pendinginan balik uap dari minyak
menguap ini, maka uap air yang terbentuk menetes ke dalam corong pisah penampung yang
telah berisi air (Ditjen POM, 1986).
Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak bercampur digabungkan, tiap
cairan bertindak seolah – olah pelarut itu hanya sendiri, dan menggunakan tekanan uap.
Tekanan uap total dari campuran yang mendidih sama dengan jumlah tekanan uap parsial,
yaitu tekanan yang digunakan oleh komponen tunggal, karena pendidihan yang dimaksud
yaitu tekanan uap total sama dengan tekanan atmosfer, titik didih dicapai pada temperatur
yang lebih rendah daripada jika tiap – tiap cairan berada dalam keadaan murni (Ditjen POM,
1986).
Keuntungan dari destilasi uap ini adalah titik didih dicapai pada temperatur yang
lebih rendah daripada jika tiap– tiap cairan berada dalam keadaan murni. Selain itu,
kerusakan zat aktif pada destilasi langsung dapat diatasi pada destilasi uap ini. Kerugiannya
adalah diperlukannya alat yang lebih kompleks dan pengetahuan yang lebih banyak sebelum
melakukan destilasi uap ini (Ditjen POM : 1986).

Proses ekstraksi berdasarkan proses penyarian


- Berkesinambungan (Ditjen POM, 1986)
1. Ekstraksi secara soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan. Cairan
penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping,
kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat
aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh cairan
akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat
aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang
lewat pada tabung sifon.

2. Ekstraksi secara refluks


Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan. Bahan
yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi
dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan
menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari
zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3
kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.

- Tidak berkesinambungan (Ditjen POM, 1986)


1. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang tidak berkesinambungan karena dilakukan
dengan cara sederhana yaitu merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama
beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Kemudian disaring dan
diambil ekstrak cairnya.

2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang tidak berkesinambungan karena dilakukan
dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan
2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-
kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan
cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan
kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam
bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya.
3. Destilasi uap air
Destilasi uap air adalah metode yang tidak berkesinambungan karena metode ini yang
popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman.

Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak
menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan
udara normal.

Contoh tanaman yang di ekstraksi

1) Daun Kelor

2) Bunga Siwalan

3) Rimpang Temulawa
Struktur dan perkembangan serbuk sari
Serbuk sari (pollen) menurut Arizona (2000) adalah alat reproduksi jantan yang
terdapat pada tumbuhan dan memiliki fungsi yang sama dengan sperma sebagai alat reproduksi
jantan pada hewan. Serbuk sari berada dalam kepala sari (antera) tepatnya dalam kantung yang
disebut ruang serbuk sari yang berukuran relatif besar.
Sebutir serbuk sari merupakan sebuah sel yang memiliki inti serta protoplasma yang
terbungkus oleh dinding sel yang terdiri dari 2 lapisan dasar, yaitu lapisan intin dan eksin. Intin
adalah dinding sel yang terdapat pada bagian dalam dan mengelilingi protoplasma dengan
penyusunnya sebagian besar adalah sellulosa. Lapisan intin bersifat seperti selaput tipis serta
lunak. Pada bagian luar terdapat lapisan dinding yang disebut eksin, dengan bahan penyusun
dari lilin, memiliki sifat keras dan tebal serta memiliki daya tahan yang luar biasa terhadap
suhu yang tinggi dan pemberian asam dan basa. Pada permukaan eksin terdapat lubang-lubang
kecil (pori) yang digunakan untuk berkecambah (Kapp, 1969).
Serbuk sari memiliki perkembangan yang disebut mikrogametosis. Mikrogametosis ini
terjadi pada kepala sari (antera). Menurut Ashari (1998), proses mikrogametosis diawali pada
sudut antera. Di setiap sudut antera terdapat sel arkesporial (sel calon) organ kelamin jantan.
Sel-sel tersebut berdiferensiasi secara individu atau berkelompok (3-4 sel). Sel arkesporial
berdiferensiasi ke arah dalam, membentuk lapisan sporogenus primer. perkembangan lapisan
pariental primer akan membentuk dinding antera (sporangium wall) dan lapisan sporogenus
membentuk sel induk mikrospora. Dinding sel induk mikrospora terbuat dari seluosa. Sel induk
ini mengalami pembelahan secara meiosis menghasilkan sel kembar. Pembelahan meiosis
kedua mengahasilkan 4 sel (struktur tertrad) yang bersifat haploid (n). Individu sel mikrospora
dapat terpisah dari unit tetrad.
Inti sel induk mikrospora menempati posisi di tengah sel, di sekeliling inti tersebut
banyak vakuola-vakuola kecil. Menjelang pembelahan sel meiosis, ruang vakuola menyatu
membentuk ruang yang besar dan menempati bagian tengah sel, sementara itu inti sel bergerak
ke pinggir. Inti sel kemudian membelah 2 dan dipisahkan oleh dinding non-sellulose (callose).
Ukuran inti sel produk lebih besar, inti sel tersebut bersifat vegetatif kaya RNA dan protein,
sitoplasmanya lebih pekat, tidak mengandung RNA dan protein namun kandungan DNA nya
tinggi. Sesudah terbentuk 2 inti sel ini maka dapat dikatakan tepung sari sudah masak.
Serbuk sari akan berkecambah pada saat jatuh di atas kepala putik yang telah reseptif,
dengan menyerap air dan zat-zat lain yang terdapat pada permukaan kepala putik (Elliot dan
Stocking, 1974). Perkecambahan serbuk sari pada dasarnya merupakan pemanjangan lapisan
intin dan protoplasma ke arah luar sehingga menjadi tabung serbuk sari (pollen tube). Saat itu
inti sel generatif membelah menjadi 2 inti, sehingga serbuk sari yang berkecambah mempunyai
3 inti vegetatif dan 2 inti generatif (Darjanto dan Satifah, 1984). Di dalam tabung serbuk sari
terdapat berbagai organel, diantaranya amiloplast, mitokondria, badan-badan golgi, dan vesikel
dalam jumlah banyak. Beberapa jenis enzim seperti pospatase, amylase, invertase, pektinase,
dan lipase banyak terdapat dalam sitoplasmanya.
Gambar 1. Struktur serbuk sari

Pengumpulan dan penyimpanan serbuk sari


A. Pengumpulan Serbuk Sari
Mengkoleksi butiran pollen pada kondisi viable merupakan persyaratan utama untuk
menjamin kesegaran polen dalam jangka waktu yang cukup panjang. Polen yang dikoleksi pada
masa awal berbunga, pertengahan masa berbunga atau akhir masa berbunga, akan memiliki
variasi lamanya polen dapat disimpan. Polen yang dikoleksi pada pagi, siang atau sore juga
berespon berbeda terhadap lama penyimpanan. Umumnya, polen yang diambil segera setelah
bunga mekar akan memiliki daya simpan terbaik (Shivanna and Rangaswamy, 1992)
Sebagai contoh adalah pengumpulan pollen pada tandan bunga kelapa (Setiawan dan
Ruskandi, 2002): Pengambilan bunga jantan diawali dengan memilih bunga jantan yang sudah
masak, yang ditandai dengan membukanya seludang mulai dari bagian ujung bulir pada ujung
mayang, kemudian pangkal tangkai mayang dipotong menggunakan golok yang tajam. Bunga
jantan diseleksi dengan cara membuang bunga yang sudah pecah sewaktu seludang membuka
serta bunga yang tidak normal dan terdapat tanda-tanda serangan hama penyakit. Perontokan
bunga jantan dilakukan dengan menggunakan mesin perontok tipe Balitka dengan dua silinder
yang dilengkapi dengan karet dan digerakkan dengan dinamo listrik. Bunga jantan kemudian
dipecah dengan mesin pemecah dua silinder yang berlawanan arah dari tipe Balitka yang
digerakkan dengan dinamo listrik. Pengeringan bunga jantan dilakukan pada suhu 40 oC dengan
kelembapan nisbi 35-40%. Alat yang digunakan adalah dehumidifier yang diletakkan dalam
lemari di ruang pengering. Lama pengeringan adalah 24-36 jam dengan kadar air 5-6%. Setelah
kering dilakukan pengayakan tiga kali: pertama, menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh
yaitu untuk memisahkan serbuk sari dengan kulit bunga jantan; kedua, dengan ayakan ukuran
100 mesh untuk memisahkan serbuk sari dengan kotoran bunga jantan; terakhir dengan ayakan
ukuran 125 mesh untuk pemurnian serbuk sari.

B. Penyimpana Serbuk Sari


Towill dan Walters (2000) menyatakan bahwa polen disimpan dengan tujuan untuk
penyediaan bahan bagi program pemuliaan, distribusi dan pertukaran plasma nutfah,
penyimpanan gen inti dalam plasma nutfah, penelitian fisiologi dasar, biokimia dan fertilitas
serta penelitian ekspresi gen, transformasi dan pembuahan in vitro. Menurut Inagaki (2000)
penyimpanan polen juga dilakukan untuk tujuan memproduksi tanaman dobel haploid.
Favilli et al. (1963) mendapatkan bahwa serbuk sari tembakau yang dimasukkan
dalam kantung-kantung yang terbuat dari kertas isap dan disimpan dalam kantung-kantung yang
terbuat dari kertas hisap dan disimpan di dalam eksikator pada suhu 5-10C, tahan disimpan
selama 60 hari. Gwynn (1972) dalam penelitiannya melakukan penelitian serbuk sari tembakau
dalam kapsul gelatin yang dimasukkan ke dalam tabung gelas yang yang tertutup rapat, untuk
selanjutnya disimpan dalam almari es pada suhu -17C. ternyata, bahwa setelah penyimpanan
selama 24 bulan, masih dihasilkan persentase perkecambahan sebesar 50%. Jensen bahkan
mendapatkan bahwa serbuk sari tembakau yang disimpan dalam keadaan hampa udara pada
suhu 5C, estela 716 hari masih mampu menghasilkan benih.
Pengawetan serbuk sari beberapa tanaman famili Palmae sudah dilakukan. Siregar dan
Utami (1994) telah melakukan penyimpanan serbuk sari palem sebagai usaha pelestariannya.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu kamar selama 12 minggu,
viabilitas serbuk sari masih cukup tinggi. Untuk kegiatan hibridisasi dalam rangka perakitan
kelapa hibrida Hengki dan Gaghaube (1999) telah melakukan pengawetan beberapa kultivar
kelapa. Lebih lanjut dilaporkan bahwa penyimpanan serbuk sari beberapa kultivar kelapa pada
suhu dingin memperlihatkan daya kecambah serbuk sari yang masih baik, rata-rata di atas 40%.
Informasi tersebut menunjukkan bahwa daya hidup serbuk sari selama penyimpanan sangat
tergantung pada kondisi lingkungan dan perlakuan penyimpanan.
Pengaruh perlakuan penyimpanan terhadap daya tahan hidup serbuk sari dapat dilihat
dari hasil penelitian Santos et al. (1997) yang melaporkan bahwa serbuk sari kelapa yang
disimpan secara vakum dapat bertahan hidup lebih dari lima tahun.
Dafni dan firmage (2000) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
viabilitas serbuk sari adalah lingkungan, morfologi serta faktor internal serbuk sari. Faktor
utama lingkungan yang berpengaruh terhadap daya hidup serbuk sari adalah kelembaban dan
suhu. Pengaruh suhu dan kelembaban telah dibuktikan oleh Pool dan Bermawie (1986), dimana
dikemukakan bahwa penyimpanan serbuk sari cengkeh sampai dengan 48 minggu pada kisaran
suhu -20C sampai -25C dapat mempertahankan viabilizas serbuk sari 2,2%. Sedangkan
pengaruh kelembaban terhadap viabilitas serbuksari dapat dilihat pada penelitian Sudaryono et
al. (2003), sampai penyimpanan 8 minggu viabilitas serbuk sari dapat disimpan dalam exicator
hanya mencapai separuhnya viabilizas serbuk sari salak yang disimpan dalam freezer. Hal ini
berhubungan dengan kelembaban yang ada di exicator dan freezer. Kelembaban di dalam
exicator dua kali lebih besar daripada kelembaban di dalam freezer. Stanley dan Linskens (1974)
mengemukakan bahwa daya tahan hidup serbuk sari selama penyimpanan umumnya berkorelasi
negatif dengan kelembaban nisbi. Lebih jauh dikemukakan bahwa daya hidup serbuk sari
terbaik dicapai pada kelembaban nisbi 6-60%.
Secara umum, semakin rendah suhu dan kelembaban akan meningkatkan daya simpan
pollen. Penyimpanan pollen dalam jangka waktu pendek memerlukan suhu rendah dan
kelembaban yang rendah, sedangkan penyimpanan jangka panjang (beberapa bulan sampai
tahun) dapat dicapai dengan penyimpanan pada suhu yang sangat dingin (cryopreservation).
Penyimpanan pollen jangka panjang dengan criopreservation biasanya disimpan dengan
teknik desikasi karena kandungan air dalam bahan tersebut relatif lebih sedikit. Teknik desikasi
merupakan teknik yang paling sederhana, yaitu mengeringkan bahan tanaman dalam laminar air
flow cabinet, gel silika atau flash drying hingga kandungan air 10-20%, kemudian diikuti oleh
pembekuan cepat.
Suhu yang tepat untuk penyimpanan pollen, berbeda antar spesies tapi biasanya
dibatasi oleh ketersediaan fasilitas seperti kulkas, freezer atau ketersediaan nitrogen cair.
Kisaran suhu yang umum digunakan adalah 20 – 25 derajat Celcius (suhu ambient), 5 – 10
derajat Celcius (sejuk), 0(freezer), -10 - 20 derajat Celcius (deep freeze) dan -196 derajat
Celcius (cryopreservation dengan menggunakan nitrogen cair).
Tingginya kandungan air menjadi salah satu penyebab kesulitan penyimpanan serbuk sari.
Namun beberapa serbuk sari tumbuhan kayu keras dapat disimpan dengan baik untuk jangka
waktu yang agak lama dalam kondisi vakum, dingin dan kering.
Pada penelitian tentang penanganan serbuk sari Eucalyptus pellita yang dilakukan
Tambunan et al. (1997), yang meliputi lama penyimpanan, suhu serta pengujian viabilitasnya,
data yang diperoleh dari hasil pengujian viabilitas serbuk sari Eucalyptus pellita yang telah
disimpan selama 0-5 hari, suhu yang terbaik untuk penyimpanan adalah antara 0 C-5C,
sedangkan pH media perkecambahan 60-70%.
Adanya perubahan pada protein dan asam amino selama penyimpanan serbuk sari
kurang dari satu tahun pada suhu konstan yaitu pada 4C telah dianalisa. Ditemukan bahwa pada
medium CO2 atau dalam medium vakum kandungan protein berkurang rata-rata 2,8-3,23%
dalam 12 bulan. Menyimpan serbuk sari pada udara terbuka akan menurunkan kandungan asam
amino 33-50%. Ditemukan bahwa berkurangnya kualitas dari kelompok sulfat hidrat tergantung
pada kondisi dan lama penyimpanan. Serbuk sari yang disimpan 6-9 bulan dengan suhu 23C,
kandungan karotenoid ,asam klorogenik dan flavonoid adalah yang paling banyak berubah.
Kandungan vitamin C akan berkurang 30-52% jika serbuk sari disimpan dalam tabung gelas
berwarna gelap pada suhu konstan selama 10-11 bulan, sedangkan kandungan vitamin C akan
berkurang 10-62% jika serbuk sari disimpan selama 9 bulan.

Stabilitas dan substansi aktif biologis tergantung tidak hanya pada kondisi
penyimpanan tetapi juga pada jenis ( tipe serbuk sari dan tumbuhan tempat berasalnya serbuk sari
dan tumbuhan tempat berasalnya serbuk sari tersebut). Para peneliti menyarankan untuk
menyimpan serbuk sari pada suhu rendah 0C-5C.

Gambar 2. Pollen Kelapa Sawit


D. Formatif

1. Rumuskanlah pengertian dan tujuan ekstrasi!


2. Uraikan bagaimana proses pengeringan ,perajangan dan pemilihan pelarut serta
bagaimana pemilihan metode ekstraksi !
3. Berdasarkan jenisnya ektrasi dibedakan atas ejtrasi secara dingin dan panas.
Uraikanlah metode-metode yang digunakan pada jenis ektraksi dingin!
4. Serbuk sari memiliki perkembangan yang disebut mikrogametosis. Uraikan proses
mikrogametosis!
5. Mengoleksi butiran pollen pada kondisi viable merupakan syarat utama untuk
menjamin kesegaran pollen dalam jangka waktu lama. Analisis cara pegumpulan dan
penyimpanan pollen!

E. Keterampilan

1. Siswa dibagi dalam empat kelompok!


Masing-masing kelompok diberikan jenis bagian tanaman yang bisanya diekstraksi
Kelompok 1: Daun sirsak
Kelompok 2: Rimpang Lengkuas
Kelompok 3: Batang Serai
Kelompok 4: Kulit buah naga
Analisis jenis ekstraksi dan metode yang dipakai untuk melakukan ektrasi, melalui buku
sumber dan internet!

No Bagian Tanaman Jenis ektrakasi Metode Zat Tahap-


ekstrasi pelarut tahap
yang ektraksi
digunakan

2. Masing-masing kelompok diberikan satu jenis tanaman yang disimpan pollennya


Kelompok 1: Kelapa Sawit
Kelompok 2: Jagung
Kelompok 3: Kacang Panjang
Kelompok 4: Tembakau

Analisis cara penyimpanan pollen dari jenis tanaman yang sudah ditentukan, melalui buku
sumber dan internet!

No Jenis Tanaman Cara Keterangan


penyimpanannya

F. Penilaian

1. Sikap
Instrumen dan Rubrik Penilaian
Tanggung Nilai
N Nama Disiplin Jujur Santun
Jawab Akhir
o Siswa
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
2
3
N

2. Pengetahuan
No Soal Kunci Skor
Jawaban
1
2
3
4
5

3. Keterampilan
Komponen/Sub
No Indikator Skor
Komponen Penilaian
1 Persiapan Kerja
a. Penggunaan alat dan Penggunaan alat dan bahan sesuai
91 - 100
bahan prosedur
Penggunaan alat dan bahan kurang
80 - 90
sesuai prosedur
Penggunaan alat dan bahan tidak
70 - 79
sesuai prosedur
b. Ketersediaan alat dan Ketersediaan alat dan bahan lengkap 91 - 100
bahan Ketersediaan alat dan bahan cukup
80 - 90
lengkap
Ketersediaan alat dan bahan kurang
70 - 79
lengkap
2 Proses dan Hasil Kerja
a. Kemampuan Kemampuan menunjukkan teknik
menunjukkan teknik ekstraksi dan penyimpanan pollen 91 - 100
ekstraksi dan sesuai prosedur tinggi
penyimpanan pollen Kemampuan menunjukkan teknik
ekstraksi dan penyimpanan pollen
sesuai prosedur cukup 80 - 90

Kemampuan menunjukkan teknik


ekstraksi dan penyimpanan pollen 70 - 79
sesuai prosedur kurang
b. Kemampuan Kemampuan menjelaskan teknik
menjelaskan teknik ektraksi dan penyimapanan pollen 91 - 100
ektraksi dan tinggi
penyimapanan pollen Kemampuan menjelaskan teknik
ektraksi dan penyimapanan pollen 80 - 90
cukup
Kemampuan tmenjelaskan teknik
ektraksi dan penyimpanan pollen 70 - 79
kurang
c. Kemampuan Kemampuan mendapatkan informasi
mendapatkan lengkap 91 - 100
informasi
Kemampuan mendapatkan informasi 80 - 90
cukup lengkap
Komponen/Sub
No Indikator Skor
Komponen Penilaian
Kemampuan mendapatkan informasi
70 - 79
kurang lengkap
d. Kemampuan dalam Kemampuan dalam bekerja tepat 91 - 100
bekerja Kemampuan dalam bekerja cukup
80 - 90
tepat
Kemampuan dalam bekerja kurang
70 - 79
tepat
e. Laporan Hasil Laporan disusun rapih 91 - 100
Hasil Laporan disusun cukup rapih 80 - 90
Hasil Laporan disusun kurang rapih 70 - 79
3 Sikap kerja
a. Keterampilan dalam Bekerja dengan terampil 91 -100
bekerja Bekerja dengan cukup terampil 80 - 90
Bekerja dengan kurang terampil 70 - 79
b. Kedisiplinan dalam Bekerja dengan disiplin 91 - 100
bekerja Bekerja dengan cukup disiplin 80 - 90
Bekerja dengan kurang disiplin 70 - 79
c. Tanggung jawab Bertanggung jawab 91 - 100
dalam bekerja Cukup bertanggung jawab 80 - 90
Kurang bertanggung jawab 70 - 79
d. Konsentrasi dalam Bekerja dengan konsentrasi 91 - 100
bekerja Bekerja dengan cukup konsentrasi 80 - 90
Bekerja dengan kurang konsentrasi 70 - 79
4 Waktu
Penyelesaian pekerjaan Selesai sebelum waktu berakhir 91 - 100
Selesai tepat waktu 80 - 90
Selesai setelah waktu berakhir 70 - 79

Pengolahan Nilai Keterampilan :

Nilai Praktik(NP)
Persiapan Proses Sikap Kerja Waktu ∑ NK
dan Hasil
Kerja
1 2 3 5 6
Skor Perolehan

Skor Maksimal

Bobot 10% 60% 20% 10%

NK

Keterangan:
 Skor Perolehan merupakan penjumlahan skor per komponen penilaian
 Skor Maksimal merupakan skor maksimal per komponen penilaian
 Bobot diisi dengan persentase setiap komponen. Besarnya persentase dari setiap
komponen ditetapkan secara proposional sesuai karakteristik kompetensi keahlian. Total
bobot untuk komponen penilaian adalah 100
 NK = Nilai Komponen merupakan perkalian dari skor perolehan dengan bobot dibagi
skor maksimal

 NP = Nilai Praktik merupakan penjumlahan dari NK


F. Daftar Pustaka
Sumber : Ditjen POM, (1986), "Sediaan Galenik", Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Wijaya H. M. Hembing (1992), ”Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Cet 1 , Jakarta
Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta
Alam, Gemini dan Abdul Rahim. 2007. Penuntun Praktikum Fitokimia. UIN
Alauddin: Makassar. 24-26.
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB: Bandung.
Abdul-Baki, A. A. 1992. Determination of pollen viability in tomatoes. J. Am. Soc. Hort. Sci.
117 (3): 473-476
Arizona, J. 2000. Coping with Pollen Allergis. Scalau Country. Director Agen. Agriculture
and Natural Resouches Cooperative Extension. Yapavai Country
Ashari, S. 1998. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Carsono, N., R. Setiamihardja, C. Permadi, N. Hermiati. 1997. Kendali Genetik Mandul
Jantan Tanaman Cabai Merah. Zuriat 8(1): 27-32
Coolhaas, C. 1955. Large scale use of F1 hybrids in ”Vorstenlanden” tobacco. Euphytica 1:
3-9
Darjanto dan S. Satifah. 1984. Pengetahuan dasar Biologi Bunga dan teknik Penyerbukan
Silang Buatan. Penerbit PT Gramedia. jakarta
Susilawati, S., R. L. Hendrati, P. Tambunan dan S. Sunarti. 1997. Viabilitas Serbuk Sari
Pinus merkusii pada beberapa Kondisi Penyimpanan. Hal 96-107 (dalam Prosiding Ekspose
Hasil Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Pohon). Balai Penelitian dan Pengembangan
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Hutan (BP3BTH). D. I. Yogyakarta.
Tambunan, P., S. Sunarti, dan R. L. Hendrati. 1997. Teknik Produksi Benih. Balai Penelitian
dan Pengembangan Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Hutan (BP3BTH). D. I.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai