Jawaban Uas Islami
Jawaban Uas Islami
PERPEKSTIF ISLAM
NPM : 2017980053
1. masalah euthanasia boleh dikatakan masalahnya sudah ada sejak kalangan kesehatan
menghadapi penyakit yang tak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan
merana dan sekarat. Dalam situasi demikian tidak jarang pasien memohon agar
dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya lagi atau di lain
keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga orang sakit yang tidak tega
melihat pasien yang penuh penderitaan menjelang ajalnya dan minta kepada dokter untuk
tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu memberikan obat yang mempercepat
kematian. Dari sinilah istilah euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang agar
terbebas dari penderitaan atau mati secara baik.
Hukum Euthanasia Dalam Pandangan Islami :
Ajaran Islam dalam memberi petunjuk yang pasti tentang kematian. Dalam islam
ditegaskan bahwa semua bentuk kehidupan ciptaan Allah akan mengalami kebinasaan,
kecuali allah sendiri sebagai pencipta.
Firman allah : “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali allah. Bagi-nyalah segala
penentuan, dan hanya kepada-nyalah kamu dikembalikan”.
Islam mengajarkan bahwa kematian dating tidak seorang pun yang dapat memperlambat
atau mempercepatnya. Allah menyatakan bahwa kematian hanya terjadi dengan izin-nya
dan kapan saat kematian itu telah tiba ditentukan waktunya oleh Allah. Dalam islam
kematian adalah sebuah gerbang menuju kehidupan abadi (akhirat) diaman setiap
manusia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya selama hidup didunia dihadapan
Allah swt.
a. Hukum Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori
pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk
meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan
pasien sendiri atau keluarganya. Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu
dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain,
maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam :
151).
b. Pandangan hukum euthanasia pasif
hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan
pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa
pengobatan yang dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan
sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien,
misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.
Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah mandub. Tidak
wajib. Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW
menuntut umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi lain, ada qarinah (indikasi) bahwa
tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag tidak tegas
(sunnah).
Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan
pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA). Hadits di atas
menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat.
2. Ayat atau hadis tentang perilaku menyimpang
Perbuatan zina diharamkan dalam syari’at islam, termasuk dosa besar, berdasarkan dalil-
dalil berikut ini:
a. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
الزنَا تَ ْق َربُوا َو َل
ِّ ۖ ُاحشَة َكانَ ِّإنَّه
ِّ َسا َء ف
َ س ِّبيل َو
َ
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. [al-Isrâ/17:32]
b. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
َّللاِّ َم َع يَدْعُونَ َل َوالَّذِّينَّ س يَ ْقتُلُونَ َو َل آخ ََر ِّإ َٰلَها َ ّللاُ َح َّر َم الَّتِّي النَّ ْف
َّ ق ِّإ َّل َٰ
ِّ أَثَاما يَ ْلقَ ذَلِّكَ يَ ْف َع ْل َو َم ْن ۚ يَ ْزنُونَ َو َل ِّب ْال َح
فْ ضا َع َ ُُم َهانا ِّفي ِّه َو َي ْخلُدْ ْال ِّق َيا َم ِّة َي ْو َم ْال َعذَابُ لَهُ ي
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)
yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya
pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. [al-
Furqân/25: 68-69]
c. Dalam hadits, Nabi juga mengharamkan zina seperti yang diriwayatkan dari Abdullah
bin Mas’ûd Radhiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
ُسأ َ ْلت
َ س ْو َل َّ صلَّى
ُ ّللاِّ َر َ ُسلَّ َم َعلَ ْي ِّه للا
َ َو: ب أَي َ ؟ أَ ْع، قَا َل: َخلَ َقكَ َوه َُو نِّدا ل ِّلََ ِّه تَجْ َع َل أ َ ْن، ُقُ ْلت:قَا َل ؟ أَي ث ُ َّم:
ِّ ظ ُم الذَّ ْن
ْ َم َعكَ َي، ُقُ ْلت:قَا َل ؟ أَي ث ُ َّم: ي أ َ ْن
ط َع َم أ َ ْن َخ ْش َيةَ َولَدَكَ ت َ ْقت ُ َل أ َ ْن َ اركَ َح ِّل ْيلَةَ تُزَ ا ِّن
ِّ َج
“Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Dosa apakah
yang paling besar ? Beliau menjawab : Engkau menjadikan tandingan atau sekutu
bagi Allah , padahal Allah Azza wa Jalla telah menciptakanmu. Aku bertanya lagi :
“Kemudian apa?” Beliau menjawab: Membunuh anakmu karena takut dia akan
makan bersamamu.” Aku bertanya lagi : Kemudian apa ? Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab lagi: Kamu berzina dengan istri tetanggamu”.[4,5]. Sejak dahulu
hingga sekarang, kaum muslimin sepakat bahwa perbuatan zina itu haran. Imam
Ahmad bin Hambal rahimahullaht berkata : Saya tidak tahu ada dosa yang lebih besar
dari zina (selain) pembunuhan.[6]
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
TAHUN 2017-2018
PERPEKSTIF ISLAM
NPM : 2017980057
PERPEKSTIF ISLAM
NPM : 2017980057
1. Konsep Asi
a. Menyusui adalah hadiah sempurna yang memberikan kasih sayang, rasa aman, dan
kesehatan hanya dalam suatu tindakan sederhana (Mongan, 2007).
b. Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu
ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan reflex menghisap untuk
mendapatkan dan menelan susu. Seorang bayi dapat disusui oleh ibunya sendiri atau
oleh wanita lain (Azzam, 2012).
c. Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan,
pertumbuhan, perkembangan bayi secara optimal. Bayi dianjurkan untuk disusui
secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dan pemberian ASI dilanjutkan
dengan didampingi makanan pendamping ASI, idealnya selama dua tahun pertama
kehidupan (Yenrina, 2008).
2. Menyusui Menurut Pandangan Islam
Setiap ibu (meskipun ia janda) berkewajiban menyusui anaknya sampai anak itu
mencapai usia dua tahun. Tidak mengapa kalau dikurangi dari masa tersebut apabila
kedua ibu bapak memandang ada maslahatnya. Demikian pula setiap bapak berkewajiban
untuk memenuhi kebutuhan para ibu baik dengan sandang maupun pangan menurut yang
semestinya. Ibu laksana sebagai wadah bagi anak sedang bapak sebagai pemilik si wadah
itu. Maka sudah sewajarnya bapak berkewajiban memberi nafkah kepada orang yang di
bawah tanggung jawabnya dan memelihara serta merawat miliknya.
Alasan utama diwajibkannya seorang ibu menyusui anaknya karena ASI
merupakan minuman dan makanan terbaik secara alamiah maupun medis. Ketika bayi
masih di dalam kandungan ia ditumbuhkan dengan darah ibunya, setelah ia lahir, darah
tersebut berubah menjadi susu yang merupakan makanan utama dan terbaik bagi bayi.
Ketika ia lahir dari kandungan ibunya, hanya ASI yang paling cocok dan paling sesuai
dengan perkembangannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh seorang ibu bahwa
anaknya akan terserang penyakit ataupun cedera karena ASI (Azzam, 2014).
Al-Qur’an telah menegaskan keharusan seorang ibu untuk menyusui anaknya.
Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
a. QS Al-Baqoroh : 233
ْ علَى ا ْل َم ْولُو ِد لَهُ ِر ْزقُ ُهنَّ َو ِك
َّس َوت ُ ُهن َ الرضَاعَةَ ۚ َو َّ َاملَي ِْن ۖ ِل َم ْن أ َ َرا َد أَ ْن يُتِ َّم
ِ َوا ْل َوا ِلدَاتُ يُ ْر ِض ْعنَ أ َ ْو ََل َدهُنَّ ح َْولَي ِْن ك
ث ِمثْ ُل َٰذَ ِلكَ ۗ َف ِإ ْنِ علَى ا ْل َو ِار َ َار َوا ِل َدةٌ بِ َولَ ِد َها َو ََل َم ْولُو ٌد لَهُ بِ َولَ ِد ِه ۚ َو َّ سعَهَا ۚ ََل تُض ْ س إِ ََّل ُوٌ ف نَ ْف ِ بِا ْل َم ْع ُر
ُ َّوف ۚ ََل ت ُ َكل
َ ست َ ْر ِضعُوا أ َ ْو ََل َد ُك ْم فَ َل ُج َنا َح
ع َل ْي ُك ْم ْ َ علَي ِْه َما ۗ َوإِ ْن أ َ َر ْدت ُ ْم أ َ ْن ت
َ َاو ٍر فَ َل ُج َنا َح ُ اض ِم ْن ُه َما َوتَش ٍ َاَل ع َْن ت َ َر أ َ َرادَا فِص ا
َّ ََّّللاَ َوا ْعلَ ُموا أَن
ٌ َّللاَ ِب َما تَ ْع َملُونَ بَ ِص
ير َّ وف ۗ َواتَّقُوا َ ِإذَا
ِ سلَّ ْمت ُ ْم َما آت َ ْيت ُ ْم ِبا ْل َم ْع ُر
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqarah : 233).
3. PENGERTIAN KHITAN
Kata khitan berasal dari akar kata Arab khatana-yakhtanu-khatnan, artinya memotong.
Makna asli kata khitan dalam bahasa Arab adalah bahagian yang dipotong dari kemaluan
laki-laki atau perempuan.
Khitan laki-laki disebut juga dengan I’zar. Sedangkan khitan perempuan disebut juga
dengan Khafdh (merendahkan). Secara istilah khitan adalah memotong kulit yang
menutupi penis laki-laki atau memotong kulit yang terdapat di atas farji wanita yang
seperti jengger kepala ayam jantan.
DALIL TENTANG KHITAN
Dari Abu Hurairah Ra : Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda : “ Fitrah itu ada
lima : khitan, mencukur bulu disekitar kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan
mencabut bulu ketiak. ” (HR.Bukhari dan Muslim). Dari Anas bin Malik bahwa
Rasulullah Saw bersabda kepada Ummi Athiyyah, salah seorang yang biasa mengkhitan
anak-anak perempuan di Madinah, “ Apabila kamu mengkhifadh, janganlah berlebihan
karena yang tidak berlebihan itu akan menambah cantiknya wajah dan lebih menambah
kenikmatan dalam berhubungan dengan suami. ”(HR.Thabrani, Hadits Hasan)
Dari Hajjaj dari Abi Mali h bin Usamah dari ayahnya, bahwa Nabi Saw bersabda : “
Khitan itu sunnah untuk laki-laki dan kehormatan/dianggap baik untuk wanita.
” (HR.Ahmad dan Baihaqi) Apabila bertemu dua khitan maka wajib mandi.
” (HR.Muslim)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
TAHUN 2017-2018
PERPEKSTIF ISLAM
NPM : 2017980057