Anda di halaman 1dari 1

BAB 3. Pukul 20.

21 : Daun yang jatuh tak pernah membenci angin

3 bulan sebelum aku lulus SD Ibuku jatuh sakit, dokter memvonis ibu kanker paru-paru stadium IV.
Dan malam itu Ibu jatuh sakit begitu saja kondisi Ibu semakin memburuk. Usaha kue-kue Ibu berhenti.

Pagi itu tiba-tiba Ibu tidak sadarkan diri. Aku menangis sepanjang lorong rumah sakit. Esok paginya
kami bolos sekolah. Aku dan Dede masuk ke ruangan ibu. Aku menyentuh jemari tangan ibu yang
tinggal tulang. Ibu menceritakan mimpinya dengan suara lirihnya.

Ibu memintaku untuk berjanji bahwa aku tak boleh nangis selamanya, menangisi apapun kecuali dia.
Ibu menatapku sambil tersenyum untuk terakhir kalinya. Sekejap kemudian ibu sudah jatuh tertidur.
Aku tidak percaya Ibuku meninggal, pergi selamanya dari kami.

BAB 4 Pukul 20.26 : Setelah Ibu pergi

Aku dan adikku banyak termenung, meskipun dia berusaha menghiburku. Aku mendapat beasiswa
untuk melanjutkan SMP di Singapura, meskipun berat meninggalkan adikku tapi dia tetap
menyakinkanku untuk berangkat ke Singapura.

Dengan meneguhkan hati bersama empat anak lainnya dari Indonesia, pagi itu aku menjajakan kaki
Ke garabata pesawat. Aku mau meluk adikku dengan erat. Waktu berjalan begitu cepat. Hari-hariku
penuh dengan hal baru di Singapura. Semua hal kecil ku laporkan melalui chattingan kepadanya.

Dua tiga tahun sekejap mata, aku lulus dengan urutan kedua dari seluruh siswa di sekolah, dia maju
dalam karirnya, lalu aku kembali ke Indonesia dan menjadi remaja yang cantik

Anda mungkin juga menyukai