Anda di halaman 1dari 3

Nama saya Eva Agil Yuliarti. Saya lahir di Jakarta tepatnya tanggal 3 juli 1992.

Saya anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayah saya yang bernama Darmuji dengan ibu saya yang bernama Sri Sugiarti. Di Jakarta saya tidak tinggal lama, saya dan keluarga saya pindah ke Citeureup - Bogor. Waktu itu umur saya masih 1tahun dan adik perempuan saya belum ada. Pada tahun 1994, tepatnya tanggal 3 juni 1992, adik perempuan saya lahir dan diberi nama Evi Dwi Endarti. Coba diperhatikan tanggal lahir antara saya dan adik saya. Ya, sama yaitu tanggal 3. Orang tua kami pun memberi nama kami hanya beda huruf konsonan terakhir Eva dan Evi. Unik bukan. Kalau saja saya mempunyai adik lagi. Kira-kira apa ya nama yang unik?? Hmm.. Hanya 3 tahun saya tinggal di Bogor. Lalu saya pindah lagi ke Bekasi. Dan di Bekasi lah saya dibesarkan. Dari saya umur 4tahun hingga sekarang. Sekolah pertama saya yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) RA. An-Nadwah, 1997-1998. TK itu dulu hanya ada 3 kelas. 2 kelas nol besar A dan B, dan satu kelas lagi kelas nol kecil. Kelas nol kecil diperuntukan untuk anak dibawah 4tahun. Sedangkan saya waktu itu ada di kelas A nol besar. Jarak dari rumah saya dengan sekolah pertama saya itu hanya sekitar 2km. Tapi ibu saya membayar jemputan untuk menjemput dan mengantar saya dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Dulu saya berumur 5 tahun. Masa kecil saya cukup menyenangkan. Dulu saya sering bermain di taman dekat perumahan yang saya tempati. Disana terdapat beberapa mainan. Tapi dulu saya pernah mengalami kecelakaan kecil yang masih selalu saya ingat sampai saat ini. Waktu itu malam takbiran, keesokannya lebaran idhul fitri dimana semua muslim bersuka cita merayakan hari lebaran. Posisinya sekitar jam 4. Kami bertujuan sambil menunggu bedug magrib, kami bermain-main dulu. Saya, adik saya, sepupuh, dan ayah sedang bermain di taman. Kami bermain, berlarian kesana-kemari. Kejadiannya ketika saya bermain gantungan. Jadi posisinya saya harus melewati gantungan gantungan tali itu dengan tangan saya dan tubuh saya di gantungkan, sekitar 1 meter panjangnya. Dari atas sampai bawah. Tingginya kira-kira sekitar 5meter. Dan dibawahnya terdapat pasir putih pantai. Namun baru sampai tali ke 3 saya capai. Saya sudah tidak bisa menyeimbangkan badan. Saya ingin menjatuhkan diri ke tanah namun saya melihat ke bawah masih terlalu tinggi. Saya takut untuk menjatuhkan bada saya ke bawah pasir. Akhirnya di posisi tubuh saya menggantung seperti itu tangan saya terkilir 180 derajat. Dan hasilnya tulang siku tangan kiri saya terlepas dari engselnya. Saya jatuh ke pasir. Dan ayah saya langsung membawa kami semua pulang. Waktu itu saya masih kecil. Saya hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Rasanya sakit sekali. Kebetulan tetangga saya biasa urut anak kecil yang keseleo, terkilir, dsb. Waktu itu ayah saya berfikir kalau saya hanya terkilir, jadi saya di bawa ke rumah tetangga saya bersama ibu

saya juga. Rumahnya hanya selisih sekitar 5 rumah dari rumah saya. tepatnya di ujung gang. Ketika saya dibawa ke tempat itu dan mulai tangan kiri saya di urut olehnya. Dan kalian tau, rasanya sakit bukan main. Sampai kaki dan badan saya di pegang kanan-kiri oleh orang tua saya. saya mencoba meronta-ronta, namun saya hanya bisa menangis dan berteriak. Aduh..sakit buuuu. Udaaaahhhh..ampuuunnn. sedih kalau saya mengingatnya. Tapi lucunya ketika selesai saya di kasih es mony, (dulu saya menyebutnya seperti itu, es mony), tangisan saya berangsur-angsur pelan dan diam. Antara sakit dan senang punya es mony. Haha.. Sepulangnya saya kerumah. Ibu saya memarutkan banyak jahe. Saya pikir buat apa. Ternyata buat membalut tangan saya yang bengkak besar sekali. Jahe dibalurkan ke tangan kiri saya, tebalnya kira-kira 1cm. Kemudian dibungkus dengan perban. Tangan saya membentuk huruf V di dada dan diikatkan kain. Malam itu, malam takbiran. Adik saya dan sepupuh saya bermain. Tertawa riang. Tapi saya hanya terbaring di kamar. Dan tidak bisa tidur karna rasa sakit tangan itu tidak juga hilang. Dan saya mendengarkan adik saya dan sepupuh saya yang sedang bermain dan tertawa-tawa. Rasanya iri sekali. Kenapa harus saya yang mengalaminya kejadian itu di malam takbiran. Saya mengintip dari jendela kamar saya. sedih sekali rasanya. Saya ingin sekali bergabung dengan mereka. Akhirnya saya keluar dari kamar berniat melihat adik saya dan sepupuh saya bermain. Tapi saya di marahi orang tua saya. Mereka takut tangan saya tertabrak oleh adik saya yang berlarian tidak teratur. Lalu saya berfikir, diam seperti ini saja sakitnya masih terasa apalagi kalau tertabrak oleh adik atau sepupuh saya itu. Pasti rasanya tambah sakit. Akhirnya saya kembali ke kamar dan mencoba untuk tidur. Besoknya lebaran, tangan saya masih dibalut perban dan jahe didalamnya. Saya tidak keliling dan tidak juga memakai baju baru saya. Menyedihkan.. saya hanya berdiam diri di rumah. Sampai liburan sekolah telah usai tangan saya juga belum membaik. Padahal saya ada pentas menari untuk kenaikkan kelas ke Sekolah Dasar (SD). Saya dan teman-teman saya beranggotakan 10 orang sudah berlatih dari sebelum bulan puasa. Tapi sekarang keadaan tangan saya malah seperti ini. Belum juga sembuh. Tangan saya tidak bisa dibengkokkan, jari-jari saya tidak bisa menyentuh pundak. Padahal ada gerakan seperti itu di tari yang saya pelajari bersama teman-teman saya. Akhirnya orang tua saya membawa saya ke pengobatan tradisional khusus patah tulang. Setiap hari saya harus ke tempat itu. Tempat pak haji kalau dulu saya sebut. Tiap hari saya harus sudah sampai jam 6 disana. Dan jam segitu antrian sudah banyak sekali. Yaampun, bayangkan saja sampai saya sembuh nanti saya harus seperti ini. Dan saya juga tidak tahu kapan sembuhnya tangan saya ini.

Selama kurang lebih 3 mingguan saya menjalani pengobatan tradisional itu, akhirnya agak benar posisi tangan saya yang engselnya bergeser itu. Saya mulai bis membengkok kan tangan saya hingga jari-jari saya menyentuh pundak. Namun masih agak kaku. Kemudian saya kembali masuk sekolah TK. Dan berlatih menari lagi dengan teman-teman saya. saya pikir posisi saya akan di gantikan oleh yang lain, tapi ternyata guru saya tidak menggantinya. Sampai hari pementasan tiba saya berhasil menari di depan teman-teman dan orang tua muridnya, dan juga di depan ibu saya yang selalu memotret setiap gerakan saya dengan tustelnya. Selesai acara saya senang sekali. Akhirnya saya bisa juga menari tanpa ada gerakan yang salah. Saya tertawa senang sekali. Sampai saat ini foto-foto itu masih bisa saya lihat dalam satu album besar. Penuh kenangan masa kecil yang menyedihkan namun senang. Tangan kiri saya, sampai saat ini tidak bisa lurus sekali. Posisinya beda dengan yang sebelah kanan. Namun saya masih bersyukur karna tidak ada bekas luka atau apapun di tangan saya. Amiinnnn.. Itulah masa kecil saya, setelah setahun saya di TK. Sekarang saya naik kelas ke kelas 1 SD. SD saya masih di ruang lingkup Yayasan An-Nadwah. Namanya SDIT An-Nadwah. Selama saya sekolah di SD itu belum ada kejaian yang saya ingat. Saya hanya ingat waktu itu kelas 1, 2, sampai 3 saya masuk pagi. Tapi ketika naik kelas 4 saya harus masuk siang. Jam sekolahnya dibagi menjadi pagi dan siang karna banyaknya kelas yang tidak mencukupi. Tentu saja bukan hal yang biasa buat saya, dan ketika naik ke kelas 5. Saya pindah rumah dari perumahan ke sebuah perkampungan yang daerahnya masih asri. Tentu saja jarak antar rumah dan sekolah SD saya jadi jauh. Saya harus naik angkutan umum, yaitu mobil koasi K23. Sebelumnya saya tidak pernah naik angkutan umum. Ketika pulang jam4 dari sekolah hingga jam 6 saya juga belum dapat koasi. Karna harus rebutan dengan kakak kelas yang badan dan jangkauannya lebih besar dari saya. Akhirnya ayah saya menyusul saya ke sekolah dengan motornya. Besoknya saya sekolah, saya diantar oleh suruhan ayah saya dari kantornya. Tapi pulangnya saya harus naik angkutan umum karena ayah saya terkadang harus pulang malam. Ketika saya menubggu angkutan umum didepan sekolah SD saya. ada anak laki-laki memakai seragam SMU yang menghampiri saya. Ternyata dia tetangga saya di rumah saya yang baru. Akhirnya setiap sore saya pulang bersamanya. Tapi lama kelamaan saya pun bisa naik angkutan umum sendiri tanpa harus didampingi oleh orang lain. Itu pelajaran pertama saya waktu saya sekolah dasar untuk mandiri naik angkutan umum sendiri.

Anda mungkin juga menyukai