PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thermodinamika memainkan peran penting dalam analisis sistem dan piranti yang
ada didalamnya terjadi perpindahan formasi energi. Implikasi thermodinamika bercakupan
jauh, dan penerapannya membentang ke seluruh kegiatan manusia. Bersamaan dengan
sejarah teknologi kita, perkembangan sains telah memperkaya kemampuan kita untuk
memanfaatkan energi dan menggunakan energi tersebut untuk kebutuhan masyarakat.
Kebanyakan kegiatan kita melibatkan perpindahan energi dan perubahan energi.
Thermodinamika merupakan ilmu tentang energi, yang secara spesific membahas
tentang hubungan antara energi panas dengan kerja. Seperti telah diketahui bahwa energi
didalam alam dapat terwujud dalam berbagai bentuk, selain energi panas dan kerja, yaitu
energi kimia, energi listrik, energi nuklir, energi gelombang elektromagnit, energi akibat gaya
magnit, dan lain-lain . Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, baik secara alami
maupun hasil rekayasa tehnologi. Selain itu energi di alam semesta bersifat kekal, tidak dapat
dibangkitkan atau dihilangkan, yang terjadi adalah perubahan energi dari satu bentuk menjadi
bentuk lain tanpa ada pengurangan atau penambahan. Prinsip ini disebut sebagai prinsip
konservasi atau kekekalan energy.
Gambar 2.1 pengembangan gas pada suhu dan tekanan luar (Pekst) tetap.
Bila diasumsikan gesekan antara torak dan wadah bersifat licin sempurna dan tekanan
udara diatas torak sama dengan nol (tidak ada tekanan atmosfer), maka bila gas berkembang,
gas hanya mendapat gaya ke bawah sebesar berat torak yang mempunyai massa m. Kerja
yang diperlukan untuk menggerakkan torak sejauh ∆h adalah:
W = −gaya jarak
= −mg ∆h kg m2 det-2
W= −mg ∆h J (2.1)
Tanda negatif digunakan sesuai perjanjian. Menurut perjanjian, apabila suatu sitem
melakukan kerja terhadap lingkungannya maka energi sistem akan berkurang, karena itu
digunakan tanda negatif. Jadi W nilainya negatif. (jika gas ditekan, ∆h akan negatif dan W
akan positif).
∆U= q + W (2.4)
Dimana Q adalah kalor, W adalah usaha, dan ∆U adalah perubahan energi dalam. Secara
sederhana, hukum I termodinamika dapat dinyatakan sebagai berikut.
Jika suatu benda (misalnya krupuk) dipanaskan (atau digoreng) yang berarti diberi kalor
Q, benda (krupuk) akan mengembang atau bertambah volumenya yang berarti melakukan
usaha W dan benda (krupuk) akan bertambah panas yang berarti mengalami perubahan
energi dalam ∆U.
∆U tidak bergantung pada jalannya proses, besaran ini hanya bergantung pada keadaan
awal dan keadaan akhir. ∆U dikenal sebagai fungsi keadaan karena hanya tergantung pada
kondisi yang mencirikan sistem dan tidak bergantung pada bagaimana kondisi itu tercapai.
Nilai ∆U dapat diukur dengan kalorimeter bom.
∆U tidak bergantung pada jalannya proses, besaran ini hanya bergantung pada keadaan
awal dan keadaan akhir. ∆U dikenal sebagai fungsi keadaan karena hanya tergantung pada
kondisi yang mencirikan sistem dan tidak bergantung pada bagaimana kondisi itu tercapai.
Nilai ∆U dapat diukur dengan kalorimeter bom. Kalorimeter bom terdiri dari tabung baja
tebal dengan tutup kedap udara. Ejumlah tertentu zat yang akan diuji, ditempatkan dalam
cawan platina. Sebuah kumparan besi yang diketahui beratnya (yang juga akan dibakar)
ditempatkan pada cawan platina sedemikian sehingga menempl pada zat yang akan diuji.
Kalorimeter bom kemudian akan ditututp dan tutupnya lalu dikencangkan. Setelah itu “bom”
dimasukkan kedalam kalorimeter yang diisi air. Setelah semuanya tersusun, sejumlah tertentu
aliran listrik dialirkan ke kawat besi dan setelah terjadi pembakaran, kenaikan suhu diukur.
Kapasitas panas (harga air) “bom”,kalorimeter, pengaduk, termometer ditentukan pada
percobaan terpisah dengan menggunakan zat yang diketahui panas pembakarannya dengan
tepat (biasanya asma benzoat).
Gambar 2.3 kalorimeter bom
Perhitungan
Dalam melakukan percobaan kuantitas yang diukur adalah
Harga air kalorimeter, penganduk, termometer = W gram
Berat air dalam kalorimeter = H gram
Berat zat yang diuji = S gram
Berat molekul zat = BM g/mol
Berat kawat besi = m gram
Panas pembakaran kawat besi = a J/g
Suhu air awal = T1 C
Suhu air akhir = T2 C
Panas jenis air = c J/g C
Panas pembakaran zat + panas pembakaran kawat besi + panas yang diserap air + panas yang
diserap “bom” = 0.
qv + am + cH (T2 – T1) + cW (T2 – T1) = 0
Jadi panas pembakaran zat pada volume tetap adalah :
qv = [c (T2 − T1) (H + W) + am]
Dimana qv = panas reaksi pada volume tetap
Menurut Hukum Termodinamika I
∆E = qv + W
= qv – Pekst ∆V
Tetapi dalam hal ini ∆V = 0, karena tidak terjadi perubahan volume, jadi :
∆E = qv (2.5)
Dalam percobaan di atas :
∆E = (BM/S)qv J mol-1
Persamaan reaksi untuk pembakaran 1 mol asam benzoat menghasilkan gas CO2 dan air
dapat ditulis:
C6H6O2(s) + 15/2 O2(g) → 7 CO2(g) + 3 H2O(l) ∆Ē = -3223 kJ/mol
Tanda garis di atas Ē menunjukkan bahwa jumlah produk dan reakstan dinyatakan dalam mol.
Tanda negatif pada ∆Ē berarti reaktan bersifat eksotermik (panas dilepaskan ke lingkungan
dan akibatnya energi dalam akan turun). Karena ∆Ē negatif , qv juga negatif. Satuan kJ/mol
tidak berarti bahwa jumlah produk atau reaktan tepat 1 mol tetapi ini hanya menunjukkan
jumlah mol reaktan dan produk sesuai dengan koefisien reaksi. Akibatnya nilai ∆Ē harus
selalu dihubungkan dengan reaksi terterntu.
2.4. Entalpi
Entalpi (E) adalah jumlah energi yang terkandung dalam suatu zat. Bila proses
berlangsung pada tekanan tetap , maka kalor yang terlibat dalam reaksi sama dengan
perubahan entalpi (∆E). Dengan menggunakan hukum termodinamika I akan diperoleh :
∆E = qp + W
= qp − Pekst ∆V
E2 – E1 = Qp – Pekst ( V2 − V1) atau
Qp = ( E2 + PV2) – ( E1 + PV1) (2.6)
Entalpi didefinisikan sebagai
H = E + PV (2.7)
Bila persamaan 2.7 disubtitusikan ke dalam persamaan 2.6, maka
qp = H2 – H1 = ∆H
Terlihat bahwa kenaikan entalpi sama dengan panas yang diserap apabila tidak ada kerja lain
kecuali kerja P∆V. Seperti halnya energi dalam, entalpi juga merupakan fungsi keadaan.
Untuk reaksi yang terjadi pada fase cair, ∆V biasanya kecil (0.1 liter atau kurang), sehingga
PV = 10 J mol-1 yang dianggap tidak berarti, sehingga untuk reaksi dalam fasa gas karena
untuk reaksi pada fasa gas sering kali perubahan volume tidak dapat diabaikan, sehingga ∆E
tidak sama dengan ∆H.
Contoh perhitungan
Hitung ∆H untuk reaksi berikut (T = 298 K)
C3H7OH(l) + 9/2 O2(g) → 3 CO2(g) + 4 H2O(l) ∆E = −2 103 kJ/mol
Dari persamaan 2.4 didapat :
∆H = ∆E + P∆V
Jika gas O2 dan CO2 pada reaksi di atas dianggap sebagai gas ideal, maka pada suhu dan
tekanan tetap dengan menggunakan gas ideal akan didapat:
= 297/4.184 g
= 70.9 g
Kapasitas panas kalorimeter sebesar 297 J C-1 berarti bahwa unruk setiap kenaikan suhu
kalorimeter (termasuk pengaduk dan termometer) sebanyak 1 C, energi yang diperlukan
adalah 297 J. Kapasitas panas sebesar iniharus disertakan dalam perhitungan entalpi karena
nilainya cukup besar.
Panas yang diserap kalorimeter dapat dihitung baik dengan menggunakan kapasitas panas
ataupun dengan menggunakan harga air kalorimeter.
Panas yang diterima kalorimeter = kapasitas panas (T2 –T1 )
Panas yang diserap kalorimeter = harga air kalorimeter 4.184 ( T2−T1 ).
Dimana T2 = suhu akhir, T1 = suhu awal
∆E = Cv∆T (2.11)
𝑇
∆E = ∫𝑇 2 𝐶𝑝 𝜕𝑇 = 𝐶𝑝 ( 𝑇2 − 𝑇1 )
1
∆E = Cp ∆T (2.12)
Dalam hal di atas, diasumsikan bahwa nilai Cp dan Cv tidak berubah dengan
berubahnya suhu. (pada kenyataannya nilai Cp dan Cv sedikit berbeda pada suhu yang
berbeda.)
Selisih antara Cp dan Cv adalah :
𝜕𝐻 𝜕𝐸
Cp – Cv = ( 𝜕𝑇 )p − (𝜕𝑇 )V (2.13)
Energi dalam juga dapat dituliskan dengan persamaan yang mirip dengan persamaan
2.14, karena E juga merupakan fungsi dari suhu dan volume. Karena itu energi dalam yaitu:
𝜕𝐸 𝜕𝐸
𝜕𝐸 = ( ) 𝑣 𝜕𝑇 + ( ) 𝑇 𝜕𝑉 (2.15)
𝜕𝑇 𝜕𝑉
Dengan menggunakan persamaan 2.15 terhadap suhu pada tekanan tetap akan diperoleh:
(𝜕𝐸/𝜕𝑇)𝑃 = (𝜕𝐸/𝜕𝑇)𝑉 + (𝜕𝐸/𝜕𝑉) 𝑇 (𝜕𝑉/𝜕𝑇)𝑃 (2.16)
Dan dengan mensubtitusikan persamaan 2.16 ke dalam persamaan 2.14 akan diperoleh
(𝜕𝐻/𝜕𝑇)𝑝 = (𝜕𝐸/𝜕𝑇)𝑣 + (𝜕𝐸/𝜕𝑉) 𝑇 (𝜕𝑉/𝜕𝑇)𝑝 + 𝑃(𝜕𝑉/𝜕𝑇)𝑝 (2.17)
Dan akhirnya dengan mensubtitusikan persamaan 2.17 ke dalam persamaan 2.13 akan
diperoleh
𝜕𝑉
Cp − Cv = (𝜕𝑇 ) 𝑝 [𝑃 + (𝜕𝐸/𝜕𝑉) 𝑇 ] (2.18)
Untuk gas ideal , energi dalam pada suhu tetap tidak bergantung pada volume, dengan kata
𝜕𝐸
lain untuk gas ideal (𝜕𝑉) 𝑇 = 0. Karna itu persamaan2.18 dapat disederhanakan menjadi
𝜕𝑉
Cp − Cv = 𝑃 (𝜕𝑇 ) 𝑝 (2.19)
Diperoleh bahwa untuk beberapa gas nyata nilai (𝜕𝐸/𝜕𝑉)𝑇 kecil, karena itu penyederhanaan
seperti pada persamaan 2.19 juga dapat untuk beberapa gas nyata. Menurut persamaan gas
ideal
PV = nRT, karena itu,
𝜕𝑉
P (𝜕𝑇 )p = nR (2.20)
Perubahan keadaan, walaupun masih dalam fasa yang sama ( dalam hal ini grafit dan
intan keduanya berupa padatan ) akan mempengaruhi jumlah panas yang diserap atau
dilepaskan dalam suatu reaksi, dari kedua allotropi karbon di atas, grafit lebih stabil.
panas netralisasi
panas netralisasi dapat didefinisikan sebagai jumlah panas yang dilepas ketika 1 mol
pana air terbentuk akibat reaksi netralisasi asam oleh basa atau sebaliknya. Untuk
netralisasi asam kuat oleh basa kuat, nilai ∆Ĥ selalu tetap yaitu −57 kJ/mol. Tetapi
jika basa lemah atau asam lemah dinetralisasi, panas netralisasinya selalu lebih kecil
dari −57 kJ/mol. Hal ini disebabkan bukan reaksi netralisasi yang terjadi, tetapi juga
reaksi ionisasi. Reaksi ionisasi bersifat endotermik.
HCN(aq) → H+ (aq) + CN−(aq) ∆H = +45 kJ/mol
Karena itu, akan didapat : (+45 – 57) kJ/mol = −12 kJ/mol.
panas pelarutan
Jenis panas reaksi yang lain adalah panas yang dilepas atau diserap ketika 1 mol
senyawa dilarutkan dalam pelarut berlebih yaitu sampai suatu keadaan di mana pada
penambahan pelarut selanjutnya tidak ada panas yang diserap atau dilepaskan lagi.
Air biasanya dilarutkan sebagai pelaru tetapi dapat juga berbentuk cairan .
Contoh
NaCl(s) + aq → NaCl(aq) ∆H = +4 kJ/mol
panas pengenceran
adalah banyaknya panas yang dilepaskan atau diserap ketika suatu zat atau larutan
diencerkan dalam batas konsentrasi tertentu. Contoh apabila gas HCL diencerkan
dengan sejumlah tertentu air, aka ddidapat persamaan yaitu :
HCL(g) + 25 H2O → HCl(aq) ∆H = 72.4 kJ
hukum Hess
hukum ini menyatakan banyaknya panas yang dilepas ataupundiserap dalam suatu
reaksi kimia, akan selalu sama,tidak bergantung pada jalannya reaksi , apakah
berlangsung dalam satu tahapataukah beberapa tahap. Agar hukum ini berlaku
disyaratkan bahwa keadaan awal reaktan dan kadaan akhir prosuk pada berbagai
proses tersebut adalah sama.
Contoh perhitungan
Larutan NH4Cl dapat dibuat dari NH3(g) dan HCl(g) dengan menggunakan hukum
Hess
Kedua gas direasikan menghasilkan padatan NH4Cl :
NH3(g) + HCl(g) NH4Cl(s) ∆H = 176 kJ
Kemudian padatan NH4Cl dilarutkan dalam air berlebih :
NH4Cl(s) + aq → NH4Cl(aq) ∆H = +16
Panas total adalah
∆H1 + ∆H2 = −176 +16 = −160 kJ
energi ikatan
Energi Ikata (EI) menyatakan besarnya kekuatan suatu ikatan-ikatan tertentu dalam
moleku. Untuk molekul diatomik, EI sama dengan D tetapi untuk poliatomik, nilai EI
berbeda dengan D, contoh
CH4(g)→ CH3(g) + H(g) ∆H = 434.7 kJ/mol
CH3(g) → CH2(g) + H(g) ∆ H = 443.9 kJ/mol
Pada kedua reaksi di atas, ikatan yang dipecah adalah sama yaitu ikatam C-H, tetapi
energi yang dibutuhkan masing-masing brbeda. Karena itu untuk menetukan energi
ikatan C-H dalam molekul CH4 diambil nilai rata-rata dari total energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan ke empat ikatan C-H dalam molekul CH4 tersebut.
Variasi ∆Hr dengan suhu
∆Hr = ∆Hproduk − ∆Hreaktan
∆Hproduk = entalpi pembentukan produk
∆Hreaktan = entalpi pembentukan reaktan
Contoh perhitungsn
Entalpi untuk reaksi berikut adalah :
C(s) + ½ O2 (g) CO(g) H pada 298 K = ̶ 110.5 kJ/mol
Berapa panas reaksi pada suhu 498 Kbila kapasitas panas standar untuk O2(g), C(s),
dan CO(g) adalah 29.36; 8.64; dan 29.14 J K-1mol-1
29.36
(29.14−( )−8.64)
H498 − H298 = 2
kJ K-1 mol-1 (498+298)
1000
= 1.16 kJ mol-1
Karena itu, ∆H°498 = (̶ 110.5 + 1.16) kJ mol-1
= ̶ 109.34 kJ mol-1
Terlihat bahwa perbedaan sebesar 1.16 kJ/mol akibat perubahan suhu nilainya kecil
( ̴1) sehingga dapat diabaikan.
2.7. perubahan spontan dan entropi
Perubahan spontan adalah suatu perubahan yang terjadi tanpa perlu bantuan dari luar
sistem. Perubahaan ini akan berlangsung sampai terjadi keadaan seimbang dan setelah
keadaan ini tercapai perubahan akan terhenti, contoh nya es yang sedang mencair. Dalam
bidang kimian pun terdapat perubahan spontan, misalnya saja logam natrium yang
dimasukkan ke dalam air, proses netralisasi asam-basa, dan proses pengkaratan besi.
Pada mulanya para ilmuwan menggunakan entalpi ∆H sebagai kriteria untuk
menentukan spontan tidaknya suatu reaksi. Bila ∆H negatif, yaitu bila reaksi eksotermik
maka reaksi akan spontan, sebaliknya bila ∆H positif reaksi akan nonspontan. tetapi dalam
kenyataannya banyak reaksi kimia yang tidak memenuhi kriteria diatas. Reaksi endotermik
banyak yang bersifat spontan, misalnya saja amonium nitrat yang dilarutkan dalam air dan es
yang meleleh pada suhu ruang merupakan contoh proses endotermik yang spontan. Jadi, ∆H
tidak dapat dijadikan sebagai kriteria untuk menentukan spontatidaknya suatu reaksi.
Perhatikan pencampuran dua gas ideal seperti terlihat pada gambar .dua gas ideal
yang berbeda yaitu A dan B ditempatkan di dalam dua wadah gelas bebeda yang
dihubungkan dengan tabung gas berkeran. Tekanan dua gas tersebut sama. Apabila keran
dibuka, kedua gas akan segera bercampur secara spontan . pencampuran ini bukan
disebabkan perbedaan tekanan karena tekanan kedua gas sama, juga bukan disebabkan
perubahan suhu karena kedua gas bersifat ideal, sehingga ∆H = 0. Karna volume tidak
berubah satu hal yang berubah dalam sistem tersebut di atas adalah derajat keteraturan. dapat
dikatakan bahwa keadaan awal mempunyai tingkat keteraturan yang lebih tinggi daripada
keadaan akhir. Ketika kedua jenis gat telah bercampur sepenuhnya, sistem telah mencapai
keadaan ketidakteraturan yang paling maksimum. Sifat termodinamika berhubungan dengan
derajat ketidakteraturan disebut entropi (S). Makin tinggi derajat ketidakteraturan suatu
sistem, nilai entropi akan semakin besar.
Proses spontan seperti yang terlihat pada gambar dapat dituliskan dengan cara berikut :
Hukum kedua termodinamika dalam konsep entropi mengatakan, "Sebuah proses alami
yang bermula di dalam satu keadaan kesetimbangan dan berakhir di dalam satu keadaan
kesetimbangan lain akan bergerak di dalam arah yang menyebabkan entropi dari sistem dan
lingkungannya semakin besar".
Apabila kita anggap alam semesta sebagai suatu sistem yang terisolasi, maka setiap proses yang
terjadi di dalam alam semesta akan meningkatkan total entropi dalam alam semesta tersebut.
Dengan kata lain, dengan adanya berbagai proses yang terdapat di dalam alam semesta, tingkat
ketidakteraturan alam semesta cenderung untuk meningkat. Pada kenyataannya setiap kejadian
merupakan proses pembauran. Bercampurnya gas seperti dimuka, mengalirnya panas dari benda
panas ke benda dingin, pembakaran bensin pada mesin mobil, dan banyak contoh peristiwa lain
yang menunjukkan kecendrungan meningkatnya entropi. Kita tidak dapat menjadikan suatu proses
atau reaksi nonspontan menjadi spontan tanpa meningkatnya entropi. Sebagai contoh kita dapat
mengganti logam pada mobil yang berkarat dengan logam yang baru, tetapi untuk memperoleh
logam pengganti, diperoleh energi untuk mengeluarkan biji logam dari tambang dan
memurnikannya, dengan adanya masukan energi kita telah meningkatkan entropi.
Dalam suatu sistem, proses reversibel adalah suatu proses yang berlangsung sedemikian sehingga
setiap bagian sistem yang mengalami perubahan dikembalikan pada keadaan semula tanpa
menyebabkan suatu perubahan lain.
Contohnya, Pada suhu ruang es akan mencair secara spontan membentuk air. Peristiwa ini
menentukan salah satu proses alamiah yang spontan. Bila kita menggunakan frizzer untuk
membekukan air, kita harus menggunakan listrik sebagai sumber energi yang secara tidak langsung
akan meningkatkan entropi alam semesta. Secara umum dapat disimpulkan bahwa semua proses
spontan dapat bersifat irreversibel.
Menyatakan bahwa entropi suatu kristal sempurna pada suhu nol mutlak adalah nol. Untuk
menentukan entalpi suatu zat,ditetapkan bahwa nilai entalpi suatu elemen dalam keadaan standar
sama dengan nol. Berlainan dengan entalpi, berdasarkan hukum termodinamika III, entropi absolut
dapat ditentukan dan entropi absolut suatu zat selalu positif.
Pengukuran kapasitas panas pada suhu rendah dapat digunakan untuk mendapatkan nilai
entropi absolut. Hubungan entropi dengan kapasitas panas adalah :
𝑇 𝐶𝑝
ST = ∫0 𝑇
dT
𝑇1
= ∫0 𝐶𝑝 𝑑 ln 𝑇
Pada suhu yang sangat rendah (<10K). Di mana pengukuran kapasitas panas sukar dilakukan, nilai
entropi ditentukan dengan cara ekstrapolasi. Gambar memperlihatkan bagaimana hubungan antara
suhu dan entropi secara umum.
Gambar 2.5 variasi nilai entropi absolut pada berbagai suhu berbeda
Perubahan entropi selama perubahan fasa yaitu dari padat ke cair, cair ke gas, dan padatan II ke
padatan I ( padatan II dan padatan I mempunyai bentuk kristal yang berbeda) seperti pada gambar
dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut
∆SI→II = ∆HI→II/T1
∆Spenguapan = ∆Hpenguapan / T3
Menurut hukum termodinamika II , jika setiap proses yang terjadi dalam alam semesta
baik peristiwa fisika maupun kimia berlangsung spontan, maka total entropi alam semesta
akan meningkat. Secara matematik hal ini dapat ditulis:
Tetapi apbila proses berlangsung dalam suatu sistem yang merupakan bagian dari alam
semesta, selain perubahan entropi sistem, perubahan entropi lingkungan sekeliling sistem
juga harus diperhatikan. Secara matematik hal ini dapat ditulis:
Perubahan entropi lingkungan untuk suatu proses yang reversible dapat dihitung dengan
persamaan :
( 𝒒𝒓𝒆𝒗𝒆𝒓𝒔𝒊𝒃𝒍𝒆)
∆𝑆 = ( )lingkungan (2.25)
𝑻
Untuk kebanyakan proses, suhu dan tekanan lingkungan sekeliling sistem tetap,
sehingga perubahan entalpi sistem dapat dihubungkan deng perubahan panas lingkungan.
Berdasarkan hukum termodinamika I, didapat
∆𝐻 = −(qreversible)lingkungan (2.26)
Suatu besaran termodinamika yang baru yaitu energi bebas Gibbs. Besaran ini deberi
simbol G dan secara matematik dapat ditulis :
G = H – TS (2.29)
Pada suhu dan tekanan tetap, perbubahan energi bebas Gibbs dapa ditulis:
∆G = ∆H – T ∆S (2.30)
Bila persamaan 2.30 digabungkan ke dalam persamaan 2.28 akan diperoleh suatu kriteria
tunggal untuk meramalkan spontan tidaknya suatu reaksi yaitu suatu reaksi akan spontan
apabila :
∆Gsistem < 0
Dengan kata lain apabila pada suatu proses berlangsung pada suhu dan tekanan tetap, G
bernilai negatif, maka proses akan spontan.
∆G = ∆H – T ∆S
Energi Bebas Standar, ∆G
Agar hasi lpengukuran energi bebas yang dilakukan pada tempat yang berbeda dapat
dibandingkan, perlu ditentukan suatu kondisi standar dalam melakukan pengukuran energi
bebas tersebut. Berdasarkan perjanjian, kondisi standar adalah sebagai berikut :
Jadi, perubahan energi bebas standar ∆G, dapat dihitung apabila semua reaktan dan produk
berada dalam keadaan standar.
Berdasarkan perjanjian, ditetapkan pula bahwa energi bebas pembentukan standar (∆Gf)
suatu unsur dalam keadaan paling stabil pada tekanan 1 atm dan pada suhu tertentu adalah
nol.
Bila reaksi kimia dibalik, tanda ∆G akan berubah, seperti halnya entropi dan entalpi.
Contoh perhitungan
Fotosotesis yang terjadi pada tumbuhan hiju pada dasarnya adalah penggabungan CO2 dan
air membentuk glukosa dan oksigen. Reaksinya
Hitunglah
a. ∆H; b. ∆S ; c. ∆G reaksi di atas ; d. ∆Slingkungan ; e ∆Salam semesta
jawab
a. ∆H = [6(−393.51) + 6(−285.84)]− [−1274.45 + 6(0)]
= + 2801.65 kJ mol-1
b. ∆S dihitung denggan cara serupa dengan ∆H
∆S = [6(213.64) + 6(69.94)] − [212.13 + 6(205.03)]
= −259.2 JK-1 mol-1
c. ∆G = ∆H − T∆S
= 2801.65 − (298.15)(−259.2)/1000 kJ/mol
= + 2879 kJ mol-1
d. ∆Slingkungan = ∆Hsistem/T
Jadi, reaksi bersifat tidak spontan pada segala suhu. Jadi tampak bahwa tanpa perlu
mengetahui mekanisme pembentukan glukosa pada fotosintesis, hanya berdasarkan data
termodinamika, kita dapat menduga bahwa reaksi fotosintesis di atas bersifat tidak spontan.
Karena fotosintesis di atas bersifat tidak spontan . karena fotosintesis terjadi pada sistem
makhluk hidup, haruslah ada suatu energi dari luar sistem agar reaksi fotosinesis di atas dapat
berlangsung.
Dari data perubahan entalpi bebas pembentukan standar, ∆Ḡf° kita dapat menghitung
perubahan energi bebas yang disebabkan perubahan suhu dan tekanan. Walaupun P
dinyatakan dalam atmosfer, tetapi perlu diingat bahwa persamaan sebenarnya adalah ln P
(atm/ 1 atm), sehingga atm saling menghilangkan.
Diagram fasa suatu zat adalah penggambaran secara grafik fasa ( atau keadaan: padat,
cair, dan gas) zat pada berbagai suhu dan tekanan.Gambar memperlihatkan diagram fasa zat
S.
Garis pada diagram adalah batas yang merupakan kondisi suhu dan tekanan yang
memisahkan satu fasa dengan fasa lain. Apabila suhu dan tekana diatur sedemikian rupa
sehingga berada pada garis, dikatakan bahwa zat berada dalam kondisi kesimbangan pada
kedua fasa yang di pisahkan oleh garis tersebut . pada titik tripel, ketiga fasa yaitu padat, cair,
dan gas berada dalam keseimbangan.
Hukum fasa
Menyatakan bahwa :
f = c− p +2
Sebagai contoh, untuk suatu gas murni, hanya ada satu komponen dalam sistem tersebut
sehingga c = 1. Juga hanya ada satu fasa dalam sistem, sehingga p = 1. Jadi berdasarkna
persamaan f = 2 yang berarti diperlukan dua variabel untuk dapat mendefinisaikan secara
sempurna keadaan sistem gas murni tersebut. Kedua variabel tersebut misalnya adalah
tekanan dan suhu adalah tekanan dan suhu (volume dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan gas ideal bila suhu dan tekanan telah diketahui, volume tidak mutlak perlu
diketahui).
Perhatikan pada gambar p = 3 (padatan, cair dan gas); untuk suatu zat murni c= 1. Karena itu
berdasarkan persamaan f = 0 yang berarti untuk mendefenisikan tripel, tidak diperlukan
variabel baik berupa suhu, tekanan, ataupun volume, karena titik tripel suatu sistem sudah
terdefinisi dengan jelas.2.10 energi bebas dan kesetimbangan kimia
Telah diketahui bahwa reaksi akan berlangsung spontan bila ∆G = 0 dan tidak
berlangsung spontan bila ∆G = 0. Pada waktu ∆G = 0, sistem berada dalam keadaan
seimbang. Sebagai contoh perhatikan keseimbangan antara air dan es pada suhu 0 C (273.15
K) dan tekanan 1 atm :
H2O(s) ⇌ H2O(l)
Es air
Panas peleburan es adalah 6.02 kJ/mol. Jadi dengan menggunakan persamaan 2.31 dapat
dihitung entropi peleburan yaitu ∆TŚpeleburan = 22 J K-1mol-1. Perhitungan di atas merupakan
salah satu contoh penggunaan keadaan keseimbangan.
Keadaan kesetimbangan dapat pula digunakan untuk menurunkan hubungan antara
∆Ĝ° dengan konstanta keseimbangan K. Perhatikan reaksi berikut yang terjadi dalam fasa
gas. Secara umum dapat ditulis:
A dan B = reaktan
C dan D = produk
perubahan energi bebas untuk reksi di atas (dari kiri ke kanan adalah ):
Berdasarkan persamaan 2.32, perubahan energi bebas untuk tiap individu gas adalah:
𝑐 𝑑
∆G (CĝC + dĜD − aĜA − bĜB) + RT ln ( 𝑃𝐶
𝑎
𝑃𝐷
)
𝑏 (2.34)
𝑃𝐴 𝑃𝐵
𝑃𝐶 𝑐 𝑃𝐷 𝑑
∆G = ∆G + RT ln (𝑃𝐴𝑎 𝑃𝐵𝑏 )
∆G = 0
𝑃𝐶 𝑐 𝑃𝐷 𝑑
∆G = − RT ln (𝑃𝐴𝑎 𝑃𝐵𝑏 ) (2.35)
= − RT ln Kp
Kp adalah konstanta keseimbangan dinyatakan dalam tekanan parsial dan sama dengan
𝑃𝐶 𝑐 𝑃𝐷 𝑑
( ) keseimbangan
𝑃𝐴𝑎 𝑃𝐵𝑏
Perlu diingat bahwa Kp tidak berdimensi. Hal ini disebabkan Kp dapat ditulis sebagai:
(𝑃𝑐 ⁄1 𝑎𝑡𝑚)𝑐 (𝑃𝐷 ⁄1 𝑎𝑡𝑚)𝑑
(𝑃𝐴 ⁄1 𝑎𝑡𝑚)𝑎 (𝑃𝐵 ⁄1 𝑎𝑡𝑚)𝑏
Di mana tiap tekanan parsial dibagi dengan tekanan gas dalam keadaan standar yaitu 1 atm.
Perlu diingat bahwa persamaan hanya berlaku untuk gas ideal. Bila asumsi gas ideal
tidak dapat dipenuhi, tekanan gas harus diganti dengan fugasitas yang diberi simbol f.
Apabila kita menggunakan fugasitas, sebenarnya di dalamnya sudah tercakup penggunaan
faktor koreksi. Faktor koreksi yang memperhitungkan ketidakidealan suatu gas disebut
koefisien fugasitas yang diberi simbol y. Koefisien fugasitas berhubungan dengan fugasitas
menurut persamaan.
fgas = y P gas
Untuk gas ideal y =1, untuk gas tak ideal, pada tekanan rendah, y < 1 sedangkan pada
tekanan tinggi, y >1
Apabila kita perhatikan persamaan tampak bahwa spontanisitas suatu reaksi kimia tidak
hanya bergantung pada ∆G, tetapi juga bergaantung pada faktor RT ln Kp. Hal ini dapat
dilihat dari nilai ∆G yang bergantung pada ∆G maupun pada nisbah hasil kali tekanan parsial
produk dan reaktan. ∆G =∆G hanya terjadi apabila Kp=1. Untuk suatu reaksi pada suhu
tertentu, ∆G selalu tetap sedang ∆G dapat berubah-ubah.
Sering kali konstanta keseimbangan tidak dinyatakan dalm tekanan (Kp), tetapi dinyatakan
dalam konsentrasi (Kc). Untuk mengatasi hal di atas , dapat diturunkan suatu persamaan yang
menghubungkan Kp dengan Kc sebagai berikut menurut persamaan gas ideal:
PA = nART/V = CART
PC = nCRT/V = CCRT
PD = nDRT/V = CDRT
Kp = Kc (RT)∆𝑛
∆n=( c+d ) – (a+b)
𝐶𝑐 𝑐 𝐶𝐷 𝑑
Kc = konstanta keseibangan dinyatakan dalam kosentrasi = 𝐶𝐴𝑎 𝐶𝐵𝑏
Persamaan van’t Hoff adalah persamaan yang dapat digunakan untuk menentukanan
perubahan konstanta keseimbangan akibat perubahan suhu. Persamaan itu dapat diturunkam
sebagai berikut :
∆Ĝ = ∆Ĥ−T∆Ś
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan vant hoff. Bila persamaan di atas diplotkan
dengan ln K sebagai sumbu y dan 1/T sebagai sumbu x seperti terlihat pada gambar akan
diperoleh sebuah garis lurus dengan slope yang negatif yaitu ∆Ĥ/R dan memotong sumbu y
pada ∆Ś/R.
Untuk meningkatkan ketepatan , sering kali konstanta keseimbangan diukur pada dua
suhu yang berbeda , dalam hal ini dengan mengasumsikan bahwa ∆H dan ∆S tidak berubah
dengan berubahnya suhu persamaan 2.37 akan menjadi:
𝐾 ∆Ĥ 1 1
ln 𝐾1 = (𝑇 − )
2 𝑅 2 𝑇1
Pada kenyataan ∆Ĥ dan ∆Ś akan sesikit berubah bila suhu berbeda. Jadi apabila misalnya
hendak ditentukan nilai ∆Ĝ pada suhu yang berbeda dengan yang tercantum dalam tabel
biasanya (298.15 K) dengan mengkonsumsikan ∆Ĥ dan ∆Ś dipengaruhui suhu, dapat
digunakan persamaan Gibbs-Helmholtz :