Anda di halaman 1dari 16

BAB II

HUKUM I TERMODINAMIKA DAN KONSEP DASAR LAINNYA

A. Percobaan Joule
Percobaan Joule merupakan dasar untuk memahami hukum termodinamika 1.
Percobaan Joule digunakan untuk memahami korelasi antara panas dan kerja.
Eksperimen yang dilakukan adalah sebagai berikut: air, minyak dan merkuri, masing-
masing ditempatkan pada suatu wadah yang diisolasi. Kemudian pada masing-masing
bahan dilakukan pengadukan. Kerja yang dilakukan pada pengadukan diukur,
demikian juga perubahan suhu dicatat. Joule menyimpulkan bahwa setiap satuan
massa bahan cairan akan mengalami kenaikan suhu akibat pengadukan. Dengan kata
lain apabila cairan diberi kerja sebesar yang dibutuhkan maka cairan akan mengalami
kenaikan suhu. Kerja yang ditambahkan pada percobaan ini berasal dari pengadukan.
Percobaan kemudian dilanjutkan sebagai berikut; wadah kemudian didinginkan, maka
suhu kembali ke kondisi awal. Percobaan Joule memperlihatkan hubungan antara
kerja dan panas. Maka dapat disimpulkan bahwa panas merupakan bentuk energi.

B. Energi Dalam
Istilah energi dalam pada termodinamika adalah energi yang terkandung di dalam
sistem, tidak termasuk energi kinetic yang digunakan untuk memindahkan, atau
energi potensial karena posisi.

Gambar 2.1 memperlihatkan sistem proses memindahkan cairan dari satu posisi ke
posisi lain.

Gambar 2.1. Pemindahan cairan

Cairan didalam peralatan proses (tangki atau pipa) mempunyai kandungan energi
dalam. Pada saat dipindahkan oleh pompa untuk dialirkan dengan kecepatan linier
sebesar u, maka pada cairan ditambahkan energi kinetic. Demikian juga saat cairan
pada ketinggian tertentu, cairan mempunyai energi potensial. Maka pengertian energi
dalam adalah energi yang hanya dikandung oleh bahan, diluar energi kinetic dan
energi potensial. Tetapi penambahan panas pada cairan dapat menaikkan energi dalam
pada cairan tersebut.

C. Hukum I Termodinamika
Untuk memahami hukum 1 termodinamika, terlebih dahulu ditinjau sistem proses
seperti pada gambar 2.1. Setiap proses terdiri dua bagian yaitu sistem dan lingkungan.
Pada gambar 2.1 yang disebut dengan sistem adalah cairan yang disirkulasikan pada
peralatan proses, sedangkan lingkungan adalah semua aktivitas yang dapat
mempengaruhi system, yaitu pompa yang digunakan untuk sirkulasi. Hukum 1
termodinamika merupakan dasar untuk memahami interaksi hubungan antara energi
sistem dan lingkungan.

Hukum 1 termodinamika menyatakan bahwa energi total pada sistem yang diisolasi
adalah konstan, energi dapat diubah dari satu bentuk menjadi bentuk lain tetapi tidak
bisa diciptakan atau dimusnahkan.

Pernyataan hukum 1 termodinamika diatas apabila dituliskan dalam bentuk


persamaan menjadi;

Dimana symbol Δ menunjukkan perubahan energi yang dituliskan pada tanda kurung
baik energi dalam, energi kinetic dan energi potensial pada sistem maupun
lingkungan.

Perubahan energi dihitung dari selisih kondisi akhir dan kondisi awal dari ketiga jenis
energi tersebut. Pada persamaan (2.1), Δ (Energi sistem) merupakan penjumlahan
energi dalam, energi kinetic dan energi potensial akhir dan awal, sedangkan Δ (Energi
lingkungan) merupakan penjumlahan panas Q dan kerja W.

Hukum termodinamika 1 merupakan dasar untuk perhitungan neraca energi atau


panas pada system, baik terbuka maupun tertutup. Termodinamika mengklasifikasi-
kan sistem menjadi tiga yaitu sistem tertutup, terbuka dan terisolasi.

D. Neraca Energi Untuk Sistem Tertutup


Sistem tertutup menggambarkan proses yang tidak terjadi perpindahan bahan (massa),
tetapi perpindahan energi masih dapat terjadi selama proses berlangsung.
Berikut pada gambar 2.2. ditunjukkan gambar skema sistem tertutup.

Gambar 2.2. Sistem tertutup

Pada sistem tertutup, tidak terjadi perpindahan massa, perpindahan yang terjadi antara
sistem dan lingkungan hanyalah energi kerja (W) dan panas (Q). Maka persamaan
(2.1) untuk lingkungan dapat dituliskan sebagai;

Panas Q dan kerja W, selalu merujuk ke sistem, pilihan tanda (+) atau (-) tergantung
dari arah perpindahan energi. Berdasarkan gambar 2.2, apabila ditinjau dari sistem,
maka sistem memperoleh energi dari lingkungan, sehingga Q bertanda (+). Apabila
ditinjau dari lingkungan maka lingkungan mengeluarkan energi, sehingga Q maupun
W bertanda (-). Dengan demikian QLingk = -Q, dan WLingk = -W.

Berdasarkan penjelasan di atas, persamaan (2.1) untuk lingkungan menjadi;

Sehingga persamaan (2.1) untuk system dapat diubah menjadi:

Persamaan (2.2) diatas mempunyai pengertian bahwa perubahan energi total pada
sistem tertutup sama dengan energi total (panas dan kerja) yang ditransfer ke dalam
sistem.

Pada sistem tertutup karena tidak terjadi perpindahan materi (massa) maka energi
kinetic dan potensial = 0, sehingga pada persamaan (2.2) energi sistem yang tersisa
adalah energi dalam;
Dimana Ut adalah total energi dalam dari system. Persamaan (2.3) berlaku untuk
proses perubahan energi dalam pada system terbatas. Sedangkan dalam bentuk
diferensialnya dapat ditulis sebagai;

Pada persamaan (2.3) dan (2.4), symbol Q, W dan Ut berhubungan dengan system
secara keseluruhan, yang ukurannya perlu didefinisikan, dimana semua satuannya
harus konsisten. Untuk system SI satuannya adalah Joule.

Volume total Vt dan energi dalam total Ut tergantung pada jumlah massa dalam
system, sehingga disebut sebagai property ekstensif (extensive property). Sedangkan
suhu dan tekanan tidak tergantung jumlah massa/bahan, sehingga disebut property
intensif (intensive property).

Untuk system yang homogen, Vt dan Ut dapat ditulis sebagai;

Dimana;
V = volume per satuan massa atau mol bahan (merupakan intensive property)
U = energi dalam persatuan massa atau mol bahan (merupakan intensive property)
m = massa bahan
n = jumlah mol bahan

Untuk system tertutup dengan jumlah mol n, persamaan (2.3) dan (2.4) bisa ditulis
menjadi ;

Dalam bentuk ini tampak secara eksplisit jumlah bahan yang terdapat dalam system.
Persamaan termodinamika sering ditulis untuk satu satuan jumlah bahan tertentu,
misalnya per satuan massa atau per satuan mol. Maka persamaan (2.5) dan (2.6) dapat
ditulis menjadi;

Pemilihan basis untuk Q dan W akan berimplikasi pada jumlah massa atau mol dari U
hasil perhitungan. Artinya pemilihan basis perhitungan harus konsisten untuk semua
besaran energi.
E. Kondisi Termodinamika dan Fungsi Keadaan (Thermodynamic State and State
Function)

Pada hukum 1 termodinamika, besaran U pada jumlah massa yang sama dipengaruhi oleh
property intensif (properties intensive, P, T, dan ρ), sedangkan Q dan W dipengaruhi oleh
keadaan. Hal ini dapat dijelaskan dengan ilustrasi sebagai berikut: misalkan gas nitrogen pada
suhu 300oC dan tekanan 1 bar. Pada kondisi tersebut nitrogen mempunyai internal energi U
tertentu. Nitrogen kemudian diproses sebagai berikut: dipanaskan, didinginkan, dikompresi
dan diekspansi. Akibat dari proses tersebut, properti bahan akan berubah. Namun demikian
apabila bahan tersebut dikembalikan pada kondisi suhu dan tekanan semula, maka propertinya
akan kembali seperti keadaan awal. Dengan demikian U kembali pada harga semula. Kondisi
berbeda untuk Q dan W, yang harganya kergantung dari jalannya proses. Pada contoh nitrogen
tersebut diatas, untuk mengembalikan ke kondisi semula dengan cara yang berbeda, maka
harga Q dan W akan berbeda. Untuk lebih jelasnya lihat contoh soal berikut.
F. Proses Reversibel

Proses reversible merupakan proses yang dapat berulang kembali ke kondisi semula tanpa
kehilangan energy. Sistem ini hanya ada pada kondisi ideal.

Berikut ini diberikan contoh proses reversible pada sistem tertutup.

Pada Gambar 2.5, ditunjukkan skema proses reversible pada system tertutup. Dua anak panah
tersebut menunjukkan proses dapat kembali seperti semula, dengan cara mengatur gaya/beban
pada piston.

Proses reversibel adalah proses yang arahnya dapat dibalik karena adanya perubahan
infinitisimal (extremely small) dari kondisi eksternal.

Perhitungan kerja pada system tertutup menggunakan rumusan yang sama seperti
dijelaskan pada bab 1 yaitu;

Yang bila diintegralkan menjadi;


G. Entalpi (pada system tertutup dengan proses reversible)

Untuk 1 mol fluida homogen dalam system tertutup, persamaan neraca energi (2.6) dapat
ditulis menjadi;

Kerja mekanis dengan proses reversible dalam system tertutup seperti pada persamaan
(1.3) dapat ditulis; dW = −PdV. Bila disubtitusikan ke persamaan diatas, diperoleh;

Ini adalah persamaan umum neraca energi persatuan massa atau mol fluida homogen pada
system tertutup dengan proses reversible.

Untuk proses dengan volume konstan, maka;

Dan bila diintegralkan menjadi;


Artinya perubahan energi dalam untuk system tertutup dengan proses reversible pada
volume konstan, sama dengan jumlah panas yang ditransfer kedalam system.

Untuk tekanan konstan, persamaan neraca energinya berlaku;

Dimana muncul harga (U + PV) yang merupakan definisi dari entalpi;

Disini harga H, U dan V adalah persatuan massa atau mol. Bila kedua persamaan diatas
digabungkan, diperoleh persamaan neraca energi;

Bila diintegralkan menjadi;

Artinya perubahan entalpi untuk system tertutup dengan proses reversible pada tekanan
konstan sama dengan jumlah panas yang ditransfer kedalam system.
Kalau kita bandingkan persamaan (2.11) dan (2.12) terhadap persamaan (2.8) dan (2.9)
tampak bahwa entalpi berperan pada proses dengan tekanan konstan, sedangkan energi
dalam berperan pada proses dengan volume konstan.
Persamaan diatas menunjukkan kegunaan enthalpy. Tetapi penggunaan terbesarnya
terlihat pada perhitungan neraca energi (panas dan kerja) untuk proses aliran seperti yang
diterapkan pada heat exchanger, reaktor kimia dan biokimia, kolom distilasi, pompa,
kompresor, turbin, mesin bakar, dll.
Semua besaran energi pada persamaan (2.10) harus sama satuannya, yaitu energi persatuan
massa atau energi persatuan mol. Kalau U dan H satuannya J/kg atau J/kmol, maka satuan
untuk perkalian PV juga harus J/kg atau J/kmol. Satuan untuk tekanan P biasanya Pa
(N/m2), maka satuan untuk volume V bisa m3/kg atau m3/kmol, sehingga PV satuannya
menjadi N.m/kg (= J/kg) atau N.m/kmol (= J/kmol).
Besaran U, P dan V merupakan fungsi keadaan, maka H juga merupakan fungsi keadaan
(state function). Seperti halnya U dan V, H juga property intensive dari bahan, maka
diferensial dari persamaan (2.10) adalah;

Kalau dintegralkan menjadi;


H. Kapasitas Panas (Heat Capacity/Specific Heat)

Pemahaman tentang panas sebagai energi yang dapat berpindah didahului secara historis
oleh gagasan bahwa gas, cairan, dan padatan memiliki kapasitas panas. Semakin kecil
perubahan suhu yang diterima bahan akibat adanya transfer sejumlah panas yang
diberikan, maka semakin besar kapasitas panas bahan tersebut.
Kapasitas panas dapat didefinisikan sebagai panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu
satu satuan suhu persatu satuan massa bahan, C ≡ dQ/dT, dimana C merupakan fungsi
keadaan, dan bukan fungsi proses.

a. Kapasitas panas pada volume konstan

Kapasitas panas suatu bahan pada volume konstan didefinisikan sebagai;

Persamaan diatas berlaku untuk menyatakan kapasitas panas spesifik maupun molar,
tergantung apakah internal energi (U) dalam bentuk spesifik atau molar energi.
Persamaan di atas dapat ditulis ulang sebagai berikut;

Bila dintegralkan diperoleh;

Bila persamaan (2.17) digabung dengan persamaan (2.9) diperoleh;

Jika volume bervariasi selama proses tetapi kembali di akhir proses ke nilai awal, maka
proses tidak dapat disebut volume konstan, meskipun V2 = V1 dan ΔV = 0. Namun, fungsi
keadaan ditentukan oleh kondisi awal dan akhir, tidak tergantung dari prosesnya, dan
karenanya dapat dihitung dengan persamaan untuk proses dengan volume konstan.
Persamaan (2.17) memiliki validitas umum, karena U, CV, T, dan V adalah fungsi keadaan.
Di sisi lain, Q dan W bergantung pada prosesnya. Dengan demikian persamaan (2.18)
adalah ekspresi yang valid pada perhitungan Q untuk proses dengan volume konstan,
dimana harga W secara umum dianggap nol.

b. Pada tekanan konstan

Kapasitas panas pada tekanan kinstan didefinisikan sebagai;

Persamaan diatas bisa juga ditulis menjadi;

Kombinasi persamaan (2.12) dan (2.21) diperoleh;

Karena H, Cp, T dan P merupakan fungsi keadaan, persamaan (2.21) digunakan untuk
proses dimana P1 = P2 atau pada tekanan konstan. Tetapi pada proses reversible pada
tekanan konstan, jumlah panas yang ditransfer dihitung berdasarkan persamaan (2.22), dan
kerjanya dihitung berdasarkan persamaan (1.3), dimana untuk satu satuan massa atau mol
besarnya W = −P ΔV.
Pada beberapa kasus, nilai Cp dianggap konstan pada range temperature sistem. Tetapi
nilai kapasitas panas sebenarnya juga merupakan fungsi dari suhu. Hal ini dapat dilihat
pada Appendiks C (Smith, dkk., 2005), dimana kapasitas panas sebagai fungsi suhu
dinyatakan dalam bentuk;

Dan;

Nilai konstanta A, B, C dan D adalah tertentu dan berbeda untuk setiap zat.

Anda mungkin juga menyukai