Anda di halaman 1dari 16

Anemia Defisiensi Besi pada Perempuan Dewasa

Santi Prima Natasya [102011143]


Arya Darmadi [102012174]
Nico Theodorus [102013037]
Nia Vebriyani [102013058]
Elisabeth Letwar [102013208]
Brigita Dwi Cahyaningtyas [102013271]
Caesar Swempi Gaidaka [102013312]
Josephine Claudia Sirait [102013396]
Louis Ryandi [102013411]
Nor Ameerah Binti Azmi [102013500]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Telp. (021) 56942061

Pendahuluan

Anemia defisiensi merupakan anemia yang terjadi akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoiesis karena cadangan besi kosong. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya
pembentukan hemoglobin. Anemia defisiensi besi merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang serius karena berdampak pada perkembangan fisik dan psikis, perilaku dan kerja.
Pemberian preparat besi dibutuhkan pada defisiensi besi, yang kemungkinan disebabkan oleh
kehilangan darah kronis, kehamilan, berbagai kelainan usus, atau kelahiran premature. Anemia
defisiensi besi juga merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai, terutama di Negara
berkembang berhubungan dengan tingkat social ekonomi masyarakat. Anemia defisiensi besi
juga dapat disebabkan oleh buruknya penyerapan zat besi dalam makanan.

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu teknik dengan percakapan antara dokter dan pasien atau orang yang
mengetahui benar kondisi pasien, tentang seputaran penyakit pasien tersebut untuk mendapatkan
data pasien dan permasalahan medisnya. Yang mana anamnesis ini terdiri dari autoanamnesis
dan alloanamnesis. Autoanamnesis merupakan teknik anamnesis yang paling sering dilakukan,
kecuali pada anak balita yang blm bisa berbicara, yaitu percakapan langsung antara dengan sang
pasien tentang penyakit/keluhan pasien tersebut. Sementara alloanamnesis adalah teknik
anamnesis yang dilakukan antara dokter dengan orang yang mengetahui secara benar kondisi
dari pasien, alloanmnesis ini biasanya dilakukan pada pasein balita, tidak sadarkan diri,
keterbelakangan mental mungkin, dan lain-lain.

Pada anamnesis yang penting dan harus ditanyakan adalah identitas pasien (nama, alamat, tempat
tanggal lahir, usia, pekerjaan, jenis kelamin, agama, suku, status pernikahan, pendidikan
terakhir), keluhan utama yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan dan sejak kapan),
riwayat penyakit sekarang tentang hal-hal yang pasien rasakan (tergantung dari keluhan utama),
keluhan penyerta tentang hal-hal lain yang dirasakan (demam, lemas, dll), riwayat penyakit
(apakah pasien pernah mengalami penyakit lain sebelumnya yang terkait keluhan utama atau
penyakit yang dirawat), pengobatan (apakah sudah berobat atau belum, obat apa yang
dikonsumsi, dan bagaimana hasilnya), riwayat penyakit keluarga (apakah keluarga ada yang
menderita penyakit yang sama, atau punya penyakit turunan seperti diabetes militus, hipertensi,
dll), dan keadaan social pasien (menanyakan kebiasaan yang dilakukan yang berkaitan deng
keluhan pasien, dan lingkungan sekitar paisen).1
Pada anamnesis dengan kecurigaan anemia ini, maka penting ditanyakan terkait:
 Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
- Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang
cepat, menstruasi, dan infeksi kronis
- Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi
- Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn,
colitis ulserativa)
 Adakah pucat, lemah, lesu, gejala pika.

Hasil anamnesis yang didapat berdasarkan scenario adalah perempuan usia 30 tahun, dengan
keluhan utama lemas sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan memberat terutama saat sedang
beraktivitas, tidak ada demam, paparan radioaktif dan kencing berwarna seperti the. Keluarga
pasien tidak ada yang seperti ini. Riwayat obsetri pasien G0P0A0, riwayat mens teratur.

Pemeriksaan Fisik

Ketika pasien datang untuk berkonsultasi atau memeriksakan dirinya, ada hal-hal yang perlu
diperhatikan dari pasien tersebut melalui pemeriksaan fisik. Mulai dari melihat keadaan umum si
pasien tersebut, apakah pasien datang biasa saja, atau keadaannya sudah gawat? Jika pasien
datang sendiri dan bisa berjalan dengan baik atau nampak masih biasa saja, itu artinya keadaan
pasien masih dikatakan tampak sakit ringan. Tetapi jika si pasien datang dengan sudah di bawa
oleh kedua orangtua atau keluarga atau teman karena merasa sakit sekali, tidak sadarkan diri,
tidak bisa berjalan, itu artinya bisa dikatakan keadaan pasien tersebut tampak sakit berat.
Kemudian yang perlu diperhatikan juga adalah tingkat kesadaran dari pasien tersebut, apakah
pasiennya datang dalam keadaan sadar atau tidak sadarkan diri? Berkaitan dengan poin pertama.
Hal lain yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan fisik adalah memeriksa tanda-tanda vital sang
pasien dengan melakukan tensi darah pada pasien tersebut, menghitung pernapasan, nadi, dan
juga pengukuran suhu jika diperlukan. Dan kita juga dapat melakukan inspeksi yaitu
pemeriksaan yang dilihat dari keseluruhan tubuh pasien dengan mata telanjang, kemudian
palpasi yaitu melakukan perabaan dengan tangan kita sendiri pada tempat yang dikeluhkan
pasien jika diperlukan untuk membantu diagnosa, dan perkusi (mengetuk) jika diperlukan sesuai
kasus tertentu, serta auskultasi untuk mengetahui suara pernapasan sang pasien.

Pemeriksaan fisik pada pasien berdasarkan scenario yang didapat adalah conjungtiva anemis,
sclera non ikterik, tidak ada splenomegali.

Pemeriksaan Penunjang

- Pada anemia defisiensi besi pemeriksaan laboraturium akan menunjukan kelainan, yaitu
peningkatan LED, penurunan kadar Hb dan nilai Hematokrit, hitung leukosit dapat
normal/menurun, hitung trombosit normal/meningkat, dan hitung retikulosit normal.
- Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi, memperlihatakan eritrosit mikrositik hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel pensil. Gambaran mikrositik hipokrom jelas bila nilai
hematokrit kurang dari 27%, kadar Hb kurang dari 9 g/dL.
- Pemeriksaan sumsum tulang pada anemia defisiensi besi memperlihatkan sumsum yang
hiperseluler, eritropoiesis hiperaktif, banyak metarubrisit dengan sitoplasma sedikit dan
berwarna lebih biru, hemosiderin menurun.
- Pemeriksaan kimia darah memperlihatkan penurunan BS, peningkatan DIBT dan saturasi
transferin dan kadar Hb pada defisiensi besi tergantung dari tingkat/tahap defisiensi besi.
Pada tahap awal hanya terjadi penurunan kadar ferritin serum sedangkan kadar Hb masih
normal. Pada tahap akhir barulah terjadi penurunan kadar ferritin serum, saturasi
transferin dan kadar Hb.2

Anemia defisiensi besi bukanlah penyakit primer dan selalu merupakan manifestasi sekunder
dari penyakit lain. Oleh karena itu perlu diketahui penyebab penyakit primer agar pengobatan
yang dilakukan membawa hasil. Sehubungan dengan hal tersebut dapat pula dilakukan berbagai
pemeriksaan laboraturium yang sesuai dengan indikasi dan dugaan penyakit penyebab seperti tes
darah samar tinja dan urin, pemeriksaan ginekologik, pemeriksaan radiologic, dan lain-lain.2

Hasil pemeriksaan penunjang pada scenario, di dapatkan Hb 9 g/dL, Ht 27%, leukosit 8000/uL,
trombosit 250.000/uL, retikulosit 2%, MCV 68 fL, MCH 20 pg, MCHC 28 g/dL, diff count
1/0/68/3/25/3.

Diagnosis Kerja

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka pasien di duga
menderita anemia defisiensi besi.

Anemia Defisiensi Besi

Secara fungsional, anemia didefenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell
mast) sehingga tidak dapat membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Dari
segi praktis , hal tersebut ditunjukan dengan penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau
eritrosit. Dimana, kadar hemoglobin yang paling sering dipakai sebagai penanda anemia.3
Anemia defisiensi merupakan anemia yang terjadi akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoiesis karena cadangan besi kosong. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya
pembentukan hemoglobin.3 Besi penting untuk produksi hemoglobin, dan defisiensi besi
menyebabkan sel darah merah kecil dengan hemoglobin yang tidak cukup (anemia mikrositik
hipokromik). Pemberian preparat besi dibutuhkan pada defisiensi besi, yang kemungkinan
disebabkan oleh kehilangan darah kronis, kehamilan, berbagai kelainan usus, atau kelahiran
prematur.4

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-
sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam
tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum
ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan
cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar
hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut anemia gizi
besi.5
Menurut Evatt, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya
cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya
kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini
diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis
hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering
mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan
besi sewaktu hamil.5 Pada wanita pramenopause, menstruasi berlebihan seringkali menjadi
penyebabnya, walaupun hal tersebut tidak boleh diterima begitu saja, karena bisa jadi terdapat
penyebab lain yang penting.6

Klasifikasi Defisiensi Besi


Defisiensi besi merupakan tahap akhir dari penurunan cadangan besi yang telah
menimbulkan gejala klinis. Berikut dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:2
 Deplesi besi (Iron depleted state).
Merupakan keadaan dimana cadangan besinya menurun, namun
penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.
 Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis)
Keadaan dimana cadangan besinya kosong dan penyediaan besi untuk
eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum tampak anemia secara
laboratorik.
 Anemia defisiensi besi
Keadaan dimana cadangan besinya kosong dan sudah tampak gejala
anemia defisiensi besi.2

Klasifikasi Anemia
Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel dan
hemoglobin yang dikandungnya.5
1. Makrositik
Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan
jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia
makrositik yaitu :
 Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam folat
dan gangguan sintesis DNA.
 Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang dipercepat dan
peningkatan luas permukaan membran.
2. Mikrositik
Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi,
gangguan sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguan metabolisme
besi lainnya.
3. Normositik
Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini
disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma
secara berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal,
dan hati.5
Diagnosis Banding

 Anemia Penyakit Kronis

Anemia ini dijumpai pada pasien dengan infeksi, inflamasi kronis, maupun keganasan. Anemia
ini umumnya bersifat ringan atau sedang, disertai dengan rasa lelah atau penurunan berat badan.
Penyebab anemia pada penyakit menahun adalah inflamasi kronik dan penyakit keganasan.
Inflamasi kronik dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya abses paru, pneumonia, TBC paru) dan
penyakit bukan infeksi (misalnya rheumatoid artritis, lupus eritematosus sistemik, sarkoidosis,
penyakit Crohn). Penyakit keganasan yang dapat menyebabkan anemia penyakit kronis ini antara
lain limfoma, sarcoma, dan karsinoma. Anemia pada penyakit menahun ini mempunyai
karakteristik yaitu anemia bervariasi dari normositik sampai mikrositik, dari normokromik-
hipokromik, anemia ringan, kadar Hb jarang kurang dari 9 g/dL, sifat anemia tidak progresif,
terganttung dari penyakit utama.2,3

Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena penglepasan besi dari
makrofag ke plasma terhambat, usia eritrosit memendek dan respon eritropoietin terhadap
anemia menurun. Kadar besi serum yang rendah tidak terkoreksi oleh pemberian preparat besi.
Pada pemeriksaan laboraturium didapatkan BS menurun, kadar feritin normal/meningkat. Hasil
pemeriksaan elektroforesis Hb normal. Cadangan besi sumsum tulang normal, besi dalam
eritroblas menurun.2

 Talasemia

Talasemia adalah kelompok kelainan hematologic diturunkan akibat defek sintesis satu atau
lebih rantai globin. Talasemia alfa disebabkan oleh kurangnya atau tidak ada sinstesis rantai
globulin alfa dan talasemia beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak ada sinstesis rantai
globulin beta. Ketidakseimbangan rantai menyebabkan hemolisis. Pembawa sifat talasemia baik
alfa maupun beta bersifat asimtomatis dan tidak membutuhkan terapi. Pasien degan talasemia
beta mayor beresiko meninggal karena komplikasi kardiak akibat kelebihan besi.3
 Talasemia Alfa

Talasemia alfa adalah hasil dari defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai
globulin alfa, sehigga rantai globulin beta berlebih. Produksi rantai globulin alfa di
kendalikan oleh dua gen pada masing-masing kromosom 16. Penurunan produksi
biasanya disebabkan oleh delesi satu atau lebih dari gen ini. Delesi gen tunggal akan
menyebabkan karier talasemia alfa (minor) dengan mikrositosis dan biasanya tidak
terdapat anemia. Delesi tiga gen menyebabkan produksi signifikan hemoglobin H
(HbH) yang memiliki empat rantai beta. Talasemia alfa intermedia atau penyakit
HbH, menyebabkan anemia mikrositik, hemolisis, dan splenomegali. Delesi 4 gen
akan menyebabkan produksi hemoglobin Barts’ (Hb Barts’) yang memiliki empat
rantai gama. Taalsemia alfa mayor dengan Hb Barts’ biasanya disertai hidrops
fetalis.3

 Talasemia beta

Talasemia beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak ada sintesis rantai globin
beta, sehingga terjadi kelebihan rantai alfa. Sintesis globin beta dikenadalikan oleh
satu gen pada kromosom 11. Talasemia beta terjadi akibat lebih dari 200 mutasi titik
dan delesi dari 2 gen (jarang). Produksi rantai globin beta dapat berkisar antara
mendekati normal sampai sama sekali tidak ada sehingga terdapat lebih banyak
variasi keparahan, dan kelebih anrantai globin alfa dibandingkan rantai globin beta.
Apabila terjadi satu defek gen akan menjadi trait (minor) yang asimtomatik,
mikrositik, dan anemia ringan. Bila kedua gen tidak ada, maka akan menimbulkan
talasemia mayor, gejalanya akan muncul saat usia 6 bulan.3

Gejala Anemia Defisiensi Besi


Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya terjadi perlahan-lahan dengan
demikian memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh, sehingga gejala aneminya
tidak terlalu tampak atau dirasa oleh penderita. Gejala klinis dari anemia defisiensi besi ini dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 7
 Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai sindroma anemia yaitu
merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika
hemoglobin dibawah 7 – 8 g/dl dengan tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu,
mudah lelah, pucat, pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya
saat latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi, menurunnya
daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
 Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensibesi
dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
- koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.
- Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
disebabkan karena hilangnya papil lidah.
- Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
- Glositis
- Pica/ keinginan makan yang tidak biasa
- Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web`
- Atrofi mukosa gaster.
- Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan
gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia.
Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat bermakna, karena dapat
menimbulkan irritabilitas, fungsi cognitif yang buruk dan perkembangan psikomotornya
akan menurun. Prestasi belajar menurun pada anak usia sekolah yang disebabkan
kurangnya konsentrasi, mudah lelah, rasa mengantuk. Selain itu pada pria atau wanita
dewasa menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang disebabkan oleh kelemahan
tubuh, mudah lelah dalam melakukan pekerjaan fisik/ bekerja.

 Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi
tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan dijumpai
gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti
jerami. Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu karsinoma maka gejala
yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma tersebut beserta metastasenya.7
Etiologi

Berikut adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi,
diantaranya: 7
 Kehilangan darah yang bersifat kronis dan patologis:
a. Yang paling sering adalah perdarahan uterus ( menorrhagi, metrorrhagia) pada
wanita, perdarahan gastrointestinal diantaranya adalah ulcus pepticum, varices
esophagus, gastritis, hernia hiatus, diverikulitis, karsinoma lambung, karsinoma
sekum, karsinoma kolon, maupun karsinoma rectum, infestasi cacing tambang,
angiodisplasia. Konsumsi alkohol atau aspirin yang berlebihan dapat
menyebabkan gastritis, hal ini tanpa disadari terjadi kehilangan darah sedikit-
sedikit tapi berlangsung
b. terus menerus.
c. Yang jarang adalah perdarahan saluran kemih, yang disebabkan tumor, batu
ataupun infeksi kandung kemih. Perdarahan saluran nafas (hemoptoe).

 Kebutuhan yang meningkat pada prematuritas, pada masa pertumbuhan (remaja),


kehamilan, wanita menyusui, wanita menstruasi. Pertumbuhan yang sangat cepat disertai
dengan penambahan volume darah yang banyak, tentu akan meningkatkan kebutuhan
besi

 Malabsorbsi : sering terjadi akibat dari penyakit coeliac, gastritis atropi dan pada pasien
setelah dilakukan gastrektomi.

 Diet yang buruk/ diet rendah besi


Merupakan faktor yang banyak terjadi di negara yang sedang berkembang dimana
faktor ekonomi yang kurang dan latar belakang pendidikan yang rendah sehingga
pengetahuan mereka sangat terbatas mengenai diet/ asupan yang banyak mengandung
zat besi.
Beberapa makanan yang mengandung besi tinggi adalah daging, telur, ikan, hati,
kacang kedelai, kerang, tahu, gandum. Yang dapat membantu penyerapan besi adalah
vitamin C, cuka, kecap. Dan yang dapat menghambat adalah mengkonsumsi banyak
serat sayuran, penyerapan besi teh, kopi, `oregano`. Faktor nutrisi atau peningkatan
kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab paling sering pada laki-laki
adalah perdarahan gastrointestinal, dimana dinegara tropik paling sering karena
infeksi cacing tambang. Pada wanita paling sering karena menormettorhagia.7

Epidemiologi
Merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai, terutama di Negara berkembang
berhubungan dengan tingkat social ekonomi masyarakat. Di Indonesia, anemia defisiensi besi
terjadi pada 16-50% laki-laki dan 25-48% perempuan; 46-92% pada ibu hamil dan 55,5% pada
balita. Anemia berkembang perlahan setelah toko besi normal dalam tubuh dan sumsum tulang
sudah kehabisan. Secara umum, wanita memiliki toko lebih kecil dari besi daripada laki-laki
karena mereka kehilangan lebih banyak melalui menstruasi. Anemia defisiensi besi juga dapat
disebabkan oleh buruknya penyerapan zat besi dalam makanan. Anemia defisiensi besi
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena berdampak pada perkembangan
fisik dan psikis, perilaku dan kerja. Dewasa pasien anemia kekurangan zat besi dapat
mengakibatkan degradasi pekerjaan fisik, penurunan daya tahan tubuh, lesu dan menurunnya
produktivitas.3,7

Patofisiologi Anemia
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai
enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk
mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).
Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada
balita sukar untuk dideteksi.5
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan
bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan
besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti
dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu
rendahnya kadar Rb.5
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin
serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi
dalamjaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang
tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam
keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar
feritin. Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar
Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah
(MCH) dengan batasan terendah 95% acuan.5

Komplikasi

Anemia defisiensi besi jarang menimbulkan komplikasi berat. Perdarahyan hebat dapat
menyebabkan kematian, berkaitan dengan hipoksia yang disebabkan oleh anemia pasca
perdarahan. Pada anak-anak, anemia defisiensi berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif,
tumbuh kembang, dan imunitas tubuh.3

Penatalaksanaan
Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya terapi pada anemia ini
berhasil. Dalam hal ini kausa yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi ini harus juga
diterapi. Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:7
 Terapi kausal
Terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya anemia defisiensi
besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia ini dengan mudah akan
kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan memberikan hasil yang
diinginkan.7
 Terapi dengan preparat besi
Pemberiannya dapat secara:
 Oral
Preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi yang banyak disukai oleh
kebanyakan pasien, hal ini karena lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi
preparat ini lebih murah.
o Preparat yang tersedia berupa:
- Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik, dengan dosis 3 x 200 mg,
diberikan saat perut kosong (sebelum makan). Jika hal ini memberikan
efek samping misalkan terjadi mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare
maka sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan dengan makan atau
menggantikannya dengan preparat besi lain.
- Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah
daripada ferro sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama.
- Ferro Fumarat, Ferro Laktat. Waktu pemberian besi peroral ini harus
cukup lama yaitu untuk memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak,
maka anemia sering kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi peroral ini
menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira-kira satu
minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4
minggu, dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna dalam
waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus
dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh. Jika
pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan
kemungkinan - kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi
parenteral. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalanrespon terhadap
pemberian preparat besi peroral antara lain perdarahan yang masih
berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidak patuhan pasien dalam
minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang, malabsorbsi, salah
diagnosis atau anemia multifaktorial.7

 Parenteral
Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan malabsorbsi
berat, penderita Crohn aktif, penderita yang tidak member respon yang baik
dengan terapi besi peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi
atau memang dianggap untuk memulihkan besi tubuh secara cepat yaitu pada
kehamilan tua, pasien hemodialisis.
o Ada beberapa contoh preparat besi parenteral:
- Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer). Pemberian dilakukan secara intramuscular
dalam dan dilakukan berulang.
- Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer). Pemberian secara intravena lambat
atau infus. Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal
dibandingkan dengan preparat besi yang peroral. Selain itu efek samping
preparat besi parental lebih berbahaya. Beberapa efek samping yang dapat
ditimbulkan dari pemberian besi parenteral meliputi nyeri setempat dan
warna coklat pada tempat suntikan, flebitis, sakit kepala, demam, artralgia,
nausea, vomitus, nyeri punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan
jarang
o Terjadi anafilaksis dan kematian. Mengingat banyaknya efek samping maka
pemberian parenteral perlu dipertimbangkan benar benar. Pemberian secara infus
harus diberikan secara hati-hati. Terlebih dulu dilakukan tes hipersensitivitas, dan
pasien hendaknya diobservasi selama pemberian secara infus agar, kemungkinan
terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi. Dosis besi parenteral harus
diperhitungkan dengan tepat supaya tidak kurang atau berlebihan, karena jika
kelebihan dosis akan membahayakan si pasien. Menurut Bakta IM,
perhitungannya memakai rumus sebagai berikut:
Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb sekarang) x BB x 3.7

 Terapi lainnya berupa:


o Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan
tinggi protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.
o Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini
akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg.
o Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi
kecuali dengan indikasi tertentu.7
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi defisiensi
besi di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan
masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi masyarakat yang
tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah yaitu dengan memberikan
penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil
Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan cuci
tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang
ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal dari protein hewani,yaitu
daging dan penjelasan tentang bahan –bahan makanan apa saja yang dapat membantu
penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi. Untuk anak sekolah dilakukan
melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang melibatkan murid, guru dan orang tua dengan
cara mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci tangan sebelum makan , makan
makanan yang mengandung zat besi. Pemberian suplementasi besi pada ibuhamil dan anak
balita. Pada ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan
kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI dan pemberian sayur,
buah/ jus buah saat usia 6 bulan. Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing
tambang sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah tropik..7

Prognosis

Tanda respon pengobatan yang baik, antara lain retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai
puncak pada hari ke-10 dan kembali normal setelah hari ke-14, kenaikan Hb 0,15 g/dL per hari
atau 2 g/dL setelah 3-4 minggu, sehingga Hb akan kembali normal setelah 4-10 minggu.3

Kesimpulan

Berdasarkan beberapa refensi yang di dapat, maka hipotesis diterima, yaitu perempuan tersebut
menderita anemia defisiensi besi.
Daftar Pustaka

1. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit


Erlangga; 2009. h.7-8.
2. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, et al. Penuntun patologi klinik hematologi. Jakarta:
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida;2014.h.105-11.
3. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius;2014.h.59-61 & 653-5.
4. Grace A, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Erlangga;2007.h.48-50.
5. Masrizal. Anemia defisiensi besi. Padang: Jurnal Kesehatan Masyarakat 2007; 2 (1):140-
4.
6. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Jakarta: Penerbit
Erlangga;2007.h.352-6.
7. Kartamihardja E. Anemia defisiensi besi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma 2008; 2(1):1-7.

Anda mungkin juga menyukai