Anda di halaman 1dari 26

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAMPAH DAN LIMBAH B3

STUDI KASUS TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH B3

DISUSUN OLEH :

Ari Sofiansyah

(03211750010010)

DOSEN PENGAJAR :

Arseto Yekti Bagastyo, ST. MT, M.Phil., PhD

PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER

SURABAYA

2018

1
DAFTAR ISI

Cover ........................................................................................................................................1
Daftar Isi ..................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pencemaran Limbah B3 di Indonesia.............……………………………………………5

2.2.Kajian Alternatif Teknologi Pengolahan Limbah B3….……………..….……...…….....13


2.2.1. Pengolahan Limbah Cair Elektroplating Dengan Metode Elektrokoagulasi…………….13
2.2.2 Pengolahan Limbah Industri Elektroplating Dengan Proses Koagulasi Flokulasi……16

2.3. Kajian Teknologi Terpilih Berdasarkan Pertimbangan Teknis …….……….……………..22

BAB III KESIMPULAN...…………..……………………………………...……………..24


DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..…................….25

2
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya perekonomian Indonesia ditandai dengan berkembangnya berbagai industri salah


satunya adalah industry elektroplating. Elektroplating adalah pelapisan logam dengan menggunakan
teknik elektrokimia atau elektrolisa. Produk industry yang membutuhkan pelapisan logam antara lain
adalah, peralatan rumah tangga yang terbuat dari besi, kuningan, dan alumunium. Biasanya produk
seperti, meja, kursi, sendok makan, dan alat dapur lainnya dilapis dengan menggunakan logam nikel
dan krom. Umumnya, produk logam bisa dilapisi dengan menggunakan emas, nikel, tembaga, seng,
kuningan, perak, krom, atau logam pelapis lainnya (MenLH, 2007).

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kewaspadaan publik terhadap pengaruh logam berat yang
terlarut dalam air atau limbah semakin meningkat. Logam berat seperti kromium, kadmium, timah
dan nikel yang terkandung dalam limbah cair industri elektroplating dapat menghasilkan polusi
lingkungan dan mempunyai pengaruh negatif pada kesehatan manusia.

Limbah yang dihasilkan dari proses elektroplating merupakan limbah logam berat yang termasuk
dalam limbah B3 (bahan beracun berbahaya). Limbah logam-logam berat yang dihasilkan pada proses
elektroplating terdiri dari limbah krom heksavalen atau Cr(VI) dalam bentuk anion Cr2O7-2 dan krom
trivalen atau Cr(III) dalam bentuk kation Cr+3. Selain itu, didalam limbah elektroplating juga terdapat
kandungan logam besi, tembaga dan mangan. Limbah cair dari industri elektroplating mengandung
krom (Cr), besi (Fe), tembaga (Cu), dan mangan (Mn) dengan rata-rata kadar berturut-turut 92 ppm,
46 ppm, 44 ppm, 9 ppm dengan pH limbah berkisar 2. Kadar logam berat yang ada pada limbah
tersebut melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Kep-Men LH/51/1995 tentang baku mutu
limbah cair industri. Nilai baku mutu untuk krom (Cr), besi (Fe), tembaga (Cu), dan mangan (Mn)
berturut-turut menurut Kep-Men LH/51/1995 yaitu 0,5 ppm, 5 ppm, 2 ppm dan 2 ppm. Mengingat
bahwa logam berat tersebut mempunyai sifat toksik dan berbahaya terhadap manusia dan lingkungan
maka limbah logam tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum di buang ke lingkungan agar tidak
membahayakan manusia dan mencemari lingkungan.

Kromium di lingkungan ditemukan dalam bentuk Cr (III) dan Cr (VI). Ion Cr (VI) mempunyai
kelarutan yang sangat tinggi dalam air. Para pekerja dalam industri elektroplating mempunyai resiko
tinggi terkena kanker paru-paru jika terkena Cr (VI). Dalam larutan, Cr (VI) dapat menyebabkan
iritasi mata, tenggorokan, dan hidung. Sebaliknya ion Cr (III) mempunyai toksisitas yang relatif
rendah dan cenderung berada dalam bentuk kompleks dengan hidroksida yang tidak larut pada pH
netral. Sejak detoksifikasi alami tidak dapat merubah secara sempurna ion Cr (VI) menjadi Cr (III),

3
maka perlu dilakukan pengontrolan terhadap limbah hasil elektroplating. Ion nikel yang terdapat
dalam limbah elektroplating dapat menyebabkan kanker paru-paru dan kanker sinus-nasal pada
pekerja. Nikel juga mempunyai potensi menyebabkan iritasi pada kulit yang sensitif.

Elektroplating atau lapis listrik atau penyepuhan merupakan deposisi lapisan tipis pelindung
(biasanya logam) ke dalam permukaan logam yang telah dipersiapkan menggunakan proses
elektrokimia. Benda yang dikenai pelapisan harus merupakan konduktor. Proses elektroplating terdiri
dari pretreatment (pencucian, degreasing, dll), pelapisan, pembilasan, passivating, dan pengeringan.
Dalam proses elektroplating, objek yang akan dilapisi biasanya digunakan sebagai katoda pada tangki
elektrolit. Jenis larutan elektrolit yang sering digunakan adalah asam, basa, dan ion kompleks seperti
sianida. Pelapisan nikel dan kromium secara umum bertujuan untuk membuat benda mempunyai
permukaan yang lebih keras, mengkilap dan tahan terhadap korosi karat.

4
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pencemaran Limbah B3 di Indonesia

Semakin banyak kebutuhan manusia akan konsumsi dan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari serta memperoleh suatu barang baik barang setengah jadi maupun barang jadi,
maka semakin banyak pula didirikannya pabrik-pabrik di berbagai daerah di dunia, misalnya
saja di Indonesia.

2.1.1 Pencemaran Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Lepas Kendali di Badan
Sungai Citarum, Jawa Barat

Sungai Citarum di Jawa Barat, Indonesia adalah salah satu dari sungai yang paling
tercemar di negara ini.Sungai Citarum memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi,
tidak hanya bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya tetapi juga bagi mereka yang tinggal
ribuan km jauhnya disana.Citarum merupakan sumber pasokan air minum bagi Provinsi padat
penduduk Jawa Barat dan Ibukota Jakarta.Daerah aliran sungai Citarum didominasi oleh
sektor industri manufaktur seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam/elektroplating, farmasi,
produk makanan dan minuman, dan lainnya.Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
Jawa Barat (BPLHD Jabar) telah mengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih intens
dalam hal konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48% industri yang
diamati, rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu yang telah
ditetapkan.
Kontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun industri dibuktikan oleh
sejumlah penelitian.Perhatian utama diberikan pada bahan kimia beracun yang ditemukan di
sungai, yaitu logam berat.Logam berat merupakan elemen yang tidak dapat terurai (persisten)
dan dapat terakumulasi melalui rantai makanan (bioakumulasi), dengan efek jangka panjang
yang merugikan pada makhluk hidup.
Sebuah investigasi mengenai bioakumulasi mengungkapkan bahwa logam berat
seperti kadmium (Cd), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan timbal (Pb) ditemukan dalam kadar
yang tinggi pada dua spesies ikan yang biasa dimakan, Oreochromis nilotica dan Hampala
macrolepidota.
Indonesia bukanlah negara satu-satunya yang sedang berjuang dengan masalah
ini.Perpindahan industri secara global dari ‘global utara’ ke ‘global selatan’ membawa serta
bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun bersamanya.Greenpeace mengungkap kaitan
antara pabrik-pabrik yang menyebabkan pencemaran air dengan bahan-bahan kimia

5
berbahaya di sungai-sungai di Cina (Yangtze River Delta, Pearl River Delta) dengan banyak
merek pakaian ternama di dunia.Thailand (Sungai Chaopraya) dan Filipina (Danau Laguna)
juga melaporkan kejadian serupa pada sumber air ikonik mereka.Greenpeace secara global
menyerukan kepada pemerintah dan industri untuk berkomitmen mencapai “Nol
Pembuangan” (bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun) dalam satu generasi.

a. Sungai Citarum - Lokomotif Industri Manufaktur Indonesia

Hampir 65% industri manufaktur Indonesia terkonsentrasi di Jawa Barat, provinsi


dimana Sungai Citarum terbentang.Faktor-faktor yang menjadi pendukung hal tersebut
diantaranya adalah ketersediaan infrastruktur, tanah, sumber daya air dan juga lokasinya yang
dekat dengan Ibukota Jakarta.Beragam industri hadir disana, diantaranya elektronik, farmasi,
kulit, pengolahan makanan, dan terutama tekstil dimana Jawa Barat juga menjadi pusat
industri manufaktur tekstil modern dan industri garmen. Daerah aliran sungai Citarum, yang
mendukung terciptanya 20% total produksi industri Indonesia22, merupakan sumber dari
60% produksi tekstil nasional. Dimana sungai Citarum adalah sungai yang mengalir melewati
11 (sebelas) Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.1 Jenis dan jumlah industri di DAS CItarum Hulu

Sumber: BPLHD Provinsi Jawa Barat (2007)

6
Tabel 2.2 Distribusi Industri di DAS Citarum Terbaru

Sumber: Direktori Perusahaan, PUSDATIN Kementerian Perindustrian (2012)

b. Investigasi Pencemaran Limbah Industri di Sungai Citarum


1. Status sungai Citarum Saat ini
Penelitian mengenai kualitas air Sungai Citarum ini menemukan beberapa
fakta yang sangat mengkhawatirkan. Sifat-sifat air yang dianalisa menunjukkan
bahwa derajat pencemaran Sungai Citarum sudah sangat memprihatinkan.Penelitian
ini menemukan, selain bahan-bahan organik yang biodegradable, berbagai
kontaminan B3 dalam level yang sangat memprihatinkan.Sebagian besar titik
pengambilan sampel menunjukkan bahwa berbagai limbah B3 terkandung dalam air
sungai. Secara ringkas, aktivitas industri sangat terkait dengan isu-isu sebagai berikut:
(1) keasaman, (2) kontaminan organik seperti ditunjukkan oleh nilai BOD, COD, dan
surfaktan, dan (3) logam berat.

 Perubahan Keasaman Air (pH)


Seperti kasus-kasus di tempat lain, pencemaran industri yang didominasi oleh
industry tekstil menyebabkan gangguan terhadap keasaman air, pH. Efluen limbah
cair dari indutri tekstil biasanya meningkatkan pH badan air penerima. Di sebagian
besar sampling point di Sungai Citarum, pH meningkat melebihi nilai yang ditentukan
oleh baku mutu dan kondisi ideal untuk kehidupan air.Keasaman ekstrim rendah juga
sangat mengancam kehidupan organisme hingga sangat mungkin menghilangkan
spesies-spesies sensitif perairan
Tabel 2.3 Keasaman air Sungai Citarum

7
 Kontaminan Organik
Sangat penting dipahami bahwa aktivitas industri tekstil juga merupakan
penyumbang bahan organik yang sangat besar.Meskipun di badan air bergabung
dengan buangan dari kegiatan domestik, buangan limbah cair industri tekstil yang
mengandung bahan organic yang tinggi turut memperburuk kualitas air sungai. Pada
titik-titik sampling di sekitar kawasan industri tekstil, nilai Biochemical oxygen
demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) sangat tinggi melebihi baku
mutu untuk semua kelas air.
Dampak dari kontaminasi bahan organik sangat buruk, sebab bahan-bahan
organic mengkonsumi oksigen sampai pada level yang mungkin membahayakan
kehidupanorganisme perairan. Organisme konsumen seperti ikan-ikan,
makroinvertebrata, danzooplankton mungkin tidak dapat bertahan pada kondisi
oksigen terlarut yang rendah.Dengan kata lain, kontaminasi bahan organik
mengancam biodiversitas air.

8
Tabel 2.4 Status pencemaran organik Sungai Citarum

 Pencemaran Logam Berat


Industri tekstil dan elektroplating pada umumnya menggunakan elemen logam
berat pada prosesnya.Tekstil adalah industri utama yang ada di Sungai Citarum.
Konsekuensinya, industri tekstil menyumbang pencemaran logam berat paling besar.
Penelitian terhadap kualitas air Sungai Citarum menunjukkan bahwa konsentrasi
beberapa logam berat tingginya melebihi baku mutu maksimum yang dipersyaratkan
baik untuk kelas air maupun limbah cair. Di beberapa lokasi pengambilan sampel air,
krom heksavalen (Cr6+), tembaga (Cu), Zinc (Zn), timbal (Pb), merkuri (Hg), mangan
(Mn) dan besi (Fe) berada pada konsentrasi yang membahayakan.
Konsumsi ikan yang terkontaminasi logam secara terus menerus akan
menyebabkan dampak yang sangat fatal bagi kesehatan manusia. Logam berat
merupakan kimia mematikan bagi manusia, khususnya pada saat manusia terpapar
dalam jangka waktu yang panjang.Beberapa studi menunjukkan bahwa beberapa
logam berat bersifat karsinogenik, sebagai penyebab kanker jaringan.

9
Tabel 2.5 Kontaminasi logam berat pada Sungai Citarum Banyak kajian mengenai
toksisitas logam berat menunjukkan bahwa logam berat

Keterangan:
BM adalah Baku Mutu – diitampilkan kriteria mutu air berdasarkan PP. No. 82 thn 2001; Untuk baku mutu
limbah industri dapat merujuk ke Keputusan Gubernur Jawa barat No. 6 Tahun 1999.

2. Senyawa Organik Berbahaya dan Beracun


Dari 10 titik sampling, tujuh (7) sampel menjalani pengujian kandungan bahan
organic berbahaya dan beracun secara kualitatif.Kebanyakan dari sampel tersebut berupa
limbahterkonsentrasi yang berasal dari pipa/saluran pembuangan limbah dengan tujuan
untukmendapatkan hasil deteksi yang lebih baik.
Tabel 2.6 Senyawa Organik Berbahaya

10
2.1.2 Kasus Keracunan Di Lingkungan (PT Dong Woo Environmental Indonesia -
DWEI)
PT Dong Woo Environmental Indonesia (DWEI) yang berdiri pada tahun 2000 adalah
suatu perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing dari Korea Selatan yang berdomisili
di Kawasan Jababeka, Jl.Jababeka XIV Blok J.Kav.WWTP Cikarang Barat Bekasi.
Perusahan tersebut bergerak di bidang jasa daur ulang limbah dan Bahan Berbahaya Beracun
(B3) menjadi produk dan selaku pemengang ijin pengelolaan limbah B3 yang dikeluarkan
oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia.
PT Dong Woo sendiri kini telah ditutup dan dilarang beroperasi dikarenakan pada
2006 banyak warga dari Kampung Kramat RT 003/03, Desa Pasir Gombong, Kecamatan
Cikarang Bekasi yang dilarikan ke RS Medika Cikarang, RS Medirosa akibat menderita
keracunan dan gangguan infeksi saluran pernapasan atas, batuk-batuk, kepala pusing, serta
muntah muntah akibat dari pembuangan limbah B3 ( Bahan Berhaya Beracun ). Limbah B3
tersebut diduga dari perusahaan pengolah limbah B3 PT Dong Woo Environmental
Indonesia.Sebelumnya, perusahaan ini diizinkan menjalankan usaha pengolahan limbah B3
bekerja sama dengan perusahaan Waste Management Indonesia (WMI). Dalam operasinya
perusahaan ini terbukti membuang sebagian besar limbah yang seharusnya diolah pada lahan
terbuka di Bekasi.
Sebenarnya usaha yang dilakukan oleh PT Dongwoo tersebut sangat positif, untuk
pengolahan sampah B3 dari logam berat, organik dan eletronik, yang diperoleh dari berbagai
industri Jabotabek dan dari luar Jabotabek. Namun perlu ada upaya pengelolaan limbah yang
tersisa secara baik dan tidak mencemari lingkungan, yang saat ini belum dilakukan oleh PT
Dongwoo sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan. Peristiwa ini terjadi tahun 2006
yang mengakibatkan pencemaran media lingkungan tanah seluas 1,5 ha dan berpotensi bisa
meluas.
Berdasarkan penyelidikan tersebut, maka pada tanggal 23 Juni 2007 polisi telah
menetapkan PT Dong Woo Environmental Indonesia sebagai tersangka kasus pembuangan
cairan limbah B3 yang dijerat dengan pelanggaran Undang Undang Lingkungan Hidup.
Kemudian pada tanggal 23 Maret 2008 kasus pencemaran lingkungan oleh PT Dong Woo
tersebut mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Bekasi. Proses persidangan kasus
pencemaran lingkungan tersebut telah berlangsung sebanyak 27 kali.

11
a. Bahan yang Menghasilkan Racun
Bahan yang dihasilkan dariPT Dong Woo Environmental Indonesia – DWEI, seperti
Air raksa/merkuri (Hg), Kromium (Cr), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Nikel (Ni),
Pestisida, Arsen (As), NOx, dan lain-lain.
b. Dampak Dan Kerugian Yang Ditimbulkan
1. Dampak Lingkungan
Dampak lingkungan yang timbul adalah terdapat 9 (sembilan) titik tempat
pembuangan limbah B3 di atas lahan seluas 1,5 Hektar. Secara visual ditemukan
dengan jelas timbunan limbah B3 dan limbah cair lainnya pada area
tersebut.Selanjunta Limbah B3 tersebut menyebabkan kualitas tanah berubah (tekstur
tanah mengeras, menghitam, berbau) dan air di lokasi tersebut berwarna hitam dan
berbau.Secara fisik tercium bau khas yang tajam menyengat dan mengganggu
kesehatan masyarakat.

2. Dampak Kesehatan Dan Sosial

Dengan ditemukannya korban sebanyak 144 (seratus empat puluh empat)


warga yang dirawat inap dan rawat jalan di RS. Medika, RS. Medirosa, dengan gejala
sakit mual, pusing bahkan ada yang pingsan, telah mengakibatkan masyarakat resah
terhadap kemungkinan meningkatnya jumlah korban akibat timbunan limbah B3,
serta aktifitas sehari-hari masyarakat terganggu oleh adanya bau yang sangat
menyengat.

3. Kerugian Materil

Akibat limbah B3 PT Dong Woo yang dibuang ke dalam lingkungan


masyarakat dan tidak dikelola secara sempurna, maka telah menimbulkan kerugian
atas kerusakan tanah milik warga yang tidak lagi dapat digunakan oleh warga
masyarakat, karena telah tercemar oleh limbah B3.Selain itu telah menimbulkan
kerugian bagi sebanyak 144 orang masyarakat berupa sejumlah biaya pengobatan
rumah sakit yang terpaksa harus ditanggung oleh warga masyarakat tersebut akibat
keracunan pencemaran limbah B3.

4. Kerugian Immateril

Mengakibatkan pencemaran udara di sekitar tempat tinggal warga dan


menyebabkan ratusan warga masyarakat mengalami gejala sakit mual, pusing, sesak
nafas dan pingsan dan menurut Hasil Visum Et Repertum RS.Medika Cikarang

12
dengan diagnosa nyeri ulu hati, gangguan pernafasan atas dan gangguan pencernaan.
Selain itu juga telah mengakibatkan warga menjadi resah dan trauma atas periswa
terjadinya keracunan akibat limbah B3 yang mencemari lingkunganmasyarakat
sekitar.

2.1.3 10.000 Ton Limbah B3 PT Tenang Jaya Ditimbun Dekan Permukiman Warga
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat
menemukan sebanyak 10.000 ton limbah bahan beracun berbahaya (B3) milik PT Tenang
Jaya.Limbah B3 ini ditimbun yang lokasi berdekatan dengan kediaman warga di Kampung
Cisalak, Desa Margakaya, Kecamatan, Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Limbah B3 yang berasal dari batu bara ini, nantinya akan digunakan sebagai bahan
pembuatan batako. Limbah tersebut termasuk kategori fly ash dan bottom ash. Bahaya yang
ditimbulkan yaitu bisa mengganggu pernafasan hingga menimbulkan kanker otak bila sering
terhirup manusia. Maka dari itu, diarahkan bahwa dalam waktu dekat ini, PT Tenang Jaya
harus memindahkan limbah tersebut karena membayakan kesehatan masyarakat sekitar.
Bila hujan, air limbah dapat mencemarkan sawah dan menimbulkan pencemaran air
tanah.Setelah dilakukan uji sampel air sumur milik warga, diketahui tingkat keasaman sumur
berkisar 6-7 Ph dengan kekeruhan air hingga berwarna kuning.Masyarakat sekitar sudah lama
tidak menggunakan air tanah.Mereka membeli air minum seharga Rp 6.000 per galon.

2.2. Kajian Alternatif Teknologi Pengolahan Limbah B3


2.2.1. Pengolahan Limbah Cair Elektroplating Dengan Metode Elektrokoagulasi

Air limbah elektroplating memiliki kandungan logam berat yang tinggi. Air limbah yang
dihasilkan banyak mengandung logam-logam terlarut, pelarut dan senyawa organik maupun
anorganik terlarut lainnya. (Purwanto, 2005). Untuk mengolah nilai parameter-parameterlogam berat
seperti krom, besi, nikel, tembaga dan mangan dengan konsentrasi yang berbeda- beda digunakan
pengolahan secara elektrokoagulasi.

Pengolahan ini memiliki kelebihan yaitu lebih cepat pengoperasiannya, peralatannya


sederhana, efisiensi penyisihan yang cukup tinggi dan tidak memerlukan tambahan bahan kimia.
Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan suatu usaha untuk mengolah limbah hasil elektroplating
agar dapat diminimalisir dampaknya terhadap lingkungan. Elektrokoagulasi merupakan metode
elektrokimia untuk pengolahan air dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion
logam (biasanya aluminium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi rekasi
elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt et.al., 2005).

13
Sedangkan menurut Mollah, (2004), elektrokoagulasi merupakan proses kompleks yang
melibatkan fenomena kimia dan fisik dengan menggunakan elaktroda untuk menghasilkan ion yang
digunakan untuk mengolah air limbah. Penelitian elektrokoagulasi ini merupakan alternatif lain dari
pengolahan kimiawi untuk dijadikan bahan pertimbangan agar mencapai hasil pengolahan yang
berada dibawah standar baku mutu (Kep. Gub. DKI No. 582/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
Industri/Perusahaan/Badan) yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta dengan harapan agar dapat
lebih efisien dan lebih baik efisiensi pengolahannya (Bambang, 2009). Proses elektrokoagulasi
melibatkan peristiwa elektrolisis, yaitu peristiwa dimana energi listrik dengan arus searah digunakan
untuk menginduksi reaksi redoks yang tidak spontan sehingga terjadi dekomposisi material elektroda
(anoda) dan elektrolit Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:

Reaksi pada anoda

M(s) M(aq) n+ + ne-

2H2O(l) + 2e- 4H+ (aq) + O2(g) + 4e-

Reaksi pada katoda

M(aq) n+ + ne- M(s)

2H2O(l) + 2e- H2(g) + 4OH

Kuantitas rapat arus yang digunakan pada proses elektrokoagulasi bervariatif dari 10 A/m2
hingga 2000 A/m2 . Umumnya rapat arus yang digunakan pada interval 10 – 150 A/m2 Perbedaan
kuantitas rapat arus yang digunakan tergantung pada perbedaan kondisi aplikasi. Rapat arus tinggi
dipilih bila aplikasi melibatkan proses flotasi dengan dimensi proses yang besar. Sebuah analisis
sitematik dibutuhkan untuk mendifinisikan dan memperjelas hubungan antara rapat arus dengan
faktor-faktor pemisahan yang diinginkan (Koparal and Ogutveren, 2002).

Penelitian pengolahan air limbah elektroplating ini dilakukan dalam skala laboratorium
menggunakan metoda elektrokoagulasi dalam suatu bak elektrokoagulasi berkapasitas 1 liter dengan
sistem aliran batch. Rapat arus yang digunakan sebesar 40, 50, 60, dan 70 mA/cm2. Untuk percobaan
ini digunakan reaktor gelas beaker dengan kapasitas 1000 mL. Waktu kontak selama 120 menit dan
pengambilan sampel setiap 15 menit. Pengukuran secara langsung dilakukan untuk parameter nikel
dan tembaga.

14
Air limbah elektroplating dimasukkan ke reaktor yang telah dipasang elektrodaelektroda
Alumunium dan juga elektroda Besi, yang tersusun dengan jarak yang tetap dan dihubungkan dengan
arus listrik searah. Penelitian ini dilakukan analisis terhadap kemampuan masing-masing elektroda
dari plat Alumunium (Al) dan Besi (Fe) sebagai anoda dan katoda.

Perbandingan penggunaan bahan elektroda Alumunium dan Besi dilakukan untuk mengetahui
bahan elektroda terbaik dalam menyisihkan kandungan Nikel dan tembaga. Perlakuan dilakukan
dengan menggunakan kerapatan arus sebesar 40 mA/cm2, 50 mA/cm2, 60 mA/cm2, 70 mA/cm2.
Pada setiap reaktor dilengkapi dengan Ampere meter, adaptor dengan tegangan sebesar 3 Volt dan
kuat arus sebesar 5 Ampere. Proses pengambilan sampel dilakukan di reactor dengan menggunakan
pipet. Pengambilan sampel dilakukan setiap 15 menit selama 120 menit untuk masing-masing
percobaan. Lokasi pengambilan sampel di tengah-tengah (bagian paling jernih). Hal ini bertujuan
supaya flok yang mengapung atau yang mengendap tidak ikut terbawa melalui pipa karet yang
dipasang pada tengah-tengah reaktor.

15
Konsentrasi Cu mengalami perubahan yang cukup signifikan dengan penurunan sebesar 26,3
mg/L menjadi 0,51 mg/L pada menit ke 120 dengan menggunakan plat Alumunium. Sedangkan
dengan penggunaan plat besi penurunan terbaik pada konsentrasi 1,54 mg/l. Hasil penurunan
maksimal dapat terlihat dengan menggunakan jenis plat elektroda Al dengan rapat arus sebesar 70
mA/cm2

Konsentrasi Ni mengalami perubahan yang cukup signifikan dengan penurunan sebesar 18,1
mg/L menjadi 0,8 mg/L pada menit ke 105. Penurunan terbaik pada konsentrasi 0,8 dengan
menggunakan plat Alumunium. Penggunaan plat elektroda besi terjadi penurunan konsentrasi sebesar
1,34 mg/L. Hasil penurunan maksimal dapat terlihat dengan menggunakan jenis plat elektroda Al
dengan rapat arus sebesar 70 mA/cm2. Pada proses elektrokoagulasi ini terjadi pembentukan endapan
dan flok-flok yang terapung (flotation), hal ini sebagai indikasi bahwa ion-ion Al3+ dan Fe3+
mengikat polutan atau pengotor sangat efektif.

2.2.2 Pengolahan Limbah Industri Elektroplating Dengan Proses Koagulasi Flokulasi

Kuantitas limbah yang dihasilkan dalam proses elektroplating tidak terlampau besar, tetapi
tingkat toksisitasnya sangat berbahaya, terutama krom, nikel dan seng (Roekmijati, 2002).
Karakteristik dan tingkat toksisitas dari air limbah elektroplating bervariasi tergantung dari kondisi
operasi dan proses pelapisan serta cara pembilasan yang dilakukan (Palar, 1994).

Pembuangan langsung limbah dari proses elektroplating tanpa pengolahan terlebih dahulu ke
lingkungan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Cemaran tersebut dapat mencemari
mikroorganisme dan lingkungannya baik dalam bentuk larutan, koloid, maupun bentuk partikel

16
lainnya. Mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan maka diperlukan
suatu pengolahan terlebih dahulu sebelum efluent limbah tersebut dibuang ke lingkungan.

Beberapa proses penghilangan kandungan logam berat dapat dilakukan melalui proses
pengolahan secara kimia seperti dengan presipitasi (pengendapan), adsorpsi (penyerapan), filtrasi
(penyaringan) dan koagulasi. Pengolahan kimia yang biasa dilakukan yaitu melalui proses
pengendapan dengan proses koagulasi-flokulasi dengan koagulan yang beragam. Koagulasi flokulasi
merupakan metode yang efektif untuk pengolahan limbah industri yang mengandung logam berat,
karena dengan metode ini akan terjadi pemisahan antara endapan dan beningan.

Metode pengendapan dengan koagulasi dipilih karena dalam limbah elektroplating terdapat
konstituen kimia seperti kation-kation yang dapat diubah menjadi bentuk senyawa tak larut dengan
menambahkan bahan pengendap (Sugeng, 2010). Pada metode ini biasanya digunakan suatu koagulan
sintetik. Koagulan yang umumnya dipakai adalah kapur (Matra dan Zainus, 2011), garam-garam
aluminium seperti aluminium sulfat (Eva dan Andri, 2009), garam-garam besi seperti ferri sulfat
(Prayitno et al., 1998) dan PAC (polyaluminium chloride) (Patimah dan Daur L, 2009).

Ferri klorida digunakan karena sifatnya yang akan mengion menjadi kation. Kation ini
nantinya akan bereaksi dengan ion hidroksida dan mengendap menjadi padatan hidroksida logam
yang tidak larut dan akan menarik kation logam yang berada dalam limbah sehingga koagulan ini
efektif untuk menurunkan kadar logam berat yang terdapat pada limbah elektroplating. Selain itu
koagulan ferri klorida akan membentuk flok yang lebih berat, sehingga lebih cepat mengendap
(Praswasti et al., 2010).

a) Proses Pengolahan Limbah Elektroplating

Proses pengolahan limbah elektroplating menggunakan ferri klorida prinsipnya berdasarkan


pada reaksi pengendapan kation logam. Ferri klorida digunakan sebagai koagulan karena sifatnya
yang akan mengion di dalam air menjadi kation Fe3+. Kation ini nantinya akan bereaksi dengan ion
hidroksida dalam larutan menjadi padatan hidroksida logam yang tidak larut dalam air (Praswasti et
al., 2010).

Penentuan rasio massa optimum ferri klorida yang digunakan terhadap limbah dalam proses
pengurangan kandungan logam berat pada limbah elektroplating dilakukan dengan metode jar test.
Penentuan massa koagulan dilakukan dengan cara menghitung dosis koagulan melalui reaksi
stoikiometri antara koagulan dan logam, kemudian dilakukan pengaturan pH. Proses pengolahan
logam besi Logam Fe digunakan sebagai alloy dengan logam krom untuk meningkatkan daya tahan
dan mampu mencegah korosi pada pelapisan stainless steel (Widowati et al., 2008).

17
Limbah hasil pencemaran logam Fe dapat memberikan efek dalam paru-paru. Tabel 1
menunjukkan penurunan kadar logam Fe dalam limbah pada rasio massa koagulan dan limbah sebesar
0,11; 0,22; 0,45; 0,91; 1,85 dan 3,64 dengan variasi pH 5, 6, 7, 8, 10 dan 11. Hasil proses koagulasi
dengan koagulan ini untuk logam Fe menunjukkan bahwa kadar logam Fe dalam beningan tidak
terdeteksi untuk seluruh variabel operasi.

b) Proses pengolahan logam krom

Krom pada industri elektroplating digunakan pada proses lapis keras dengan tujuan sebagai
anti kusam (BAPEDAL, 1996). Efek toksik logam Cr hasil limbah industri elektroplating dapat
bersifat bioakumulatif dan tidak dapat terurai. Penurunan kadar Cr dalam limbah dapat dilihat pada
Gambar 1.

Berdasarkan Gambar 1, pH optimum yaitu pH 5 pada rasio massa koagulan dan limbah
sebesar 3,64 yang memberikan penurunan rata-rata sebesar 99 %. Massa koagulan yang semakin
banyak maka endapan Cr(OH)3 semakin mudah terbentuk dan kadar logam Cr semakin menurun.
Krom pada limbah akan berinteraksi dengan ion OH- yang menyebabkan Cr akan mengendap dalam
limbah membentuk Cr(OH)3. Endapan Cr(OH)3 dapat berperan sebagai inti flok yang bersifat
elektropositif dan akan menarik kelebihan OH- didalam larutan sehingga membentuk flok Cr(OH)4-
dan dapat menarik kation logam lainnya yang terdapat dalam limbah (Praswasti et al., 2010).

Persentase penyisihan logam Cr terbesar yaitu 99,52 % atau kadar Cr 0,43 mg/L. Pada rasio
massa sebesar 3,64 hasil analisis menunjukkan kandungan logam Cr pada limbah telah memenuhi
baku mutunya, sedangkan pada limbah terdapat ion krom (VI) yang tidak dapat diendapkan secara
langsung tanpa proses reduksi dengan KI, hal ini dapat diakibatkan karena terjadinya proses
kopresipitasi ion krom (VI) pada limbah, sehingga ion krom (VI) ikut serta tertarik oleh flok
Cr(OH)4- dan mengendap. Proses kopresipitasi ini terjadi karena adsorpsi partikel asing pada

18
permukaan endapan yang sedang terbentuk (Underwood, 2002). Berdasarkan baku mutu air limbah
pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 15 tahun 1995, kandungan krom total pada hasil
pengolahan telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 0,5 mg/L.

c) Proses pengolahan logam seng

Pelapisan logam dengan Zn merupakan salah satu proses pelapisan logam yang paling banyak dalam
industri. Tujuan pelapisan ini agar lebih tahan korosi dan sebagai lapis dasar sebelum proses
kromatisasi (BAPEDAL, 1996).

Pada Gambar 2 nilai pH yang semakin besar menyebabkan kadar Zn semakin menurun, yang
kadarnya mulai menunjukkan nilai berasimtot (membentuk garis lurus) pada pH 8.

Rasio massa koagulan dan limbah yang semakin besar juga menyebabkan terbentuknya endapan
Fe(OH)3 dan flok Fe(OH)4- semakin mudah terjadi dan selanjutnya akan menarik kation Zn. Semakin
banyak massa koagulan yang ditambahkan maka semakin tinggi nilai pH, (Vogel, 1985). Untuk
logam Zn sesuai Gambar 2 didapatkan persentase penyisihan terbesar yaitu 94,45 % atau kadar Zn
sebesar 0,58 mg/L pada rasio massa koagulan dan limbah 0,11. Logam Zn telah memenuhi baku
mutunya. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair bagi kegiatan Industri, nilai baku mutunya tersebut sebesar 5 mg/L.

d) Proses pengolahan logam tembaga

Tembaga pada industri elektroplating digunakan untuk membuat lapisan dasar sebelum
pelapisan logam berikutnya dan sebagai lapisan pelindung (BAPEDAL, 1996). Limbah yang
mengandung tembaga tidak dapat diuraikan di alam, sehingga akan terakumulasi di dalam tanaman

19
dan tumbuhan. Efek toksik tembaga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, otak dan ginjal
(Widowati et al., 2008).

e) Proses pengolahan logam nikel

Selain menurunkan kadar logam seng dan tembaga, koagulan ferri klorida juga digunakan
untuk menurunkan kadar logam nikel. Nikel pada industri elektroplating digunakan pada lapisan
bawah untuk pelapisan dekoratif krom yang melapisi komponen baja (BAPEDAL, 1996).

Pada Gambar 3, nilai pH yang semakin besar menyebabkan kadar Ni semakin menurun, yang
kadarnya mulai menunjukkan nilai berasimtot pada pH 7. Pada pH 7 ini kadar logam Ni pada
beningan mengalami penurunan yang signifikan.

Rasio massa koagulan dan limbah yang semakin banyak menyebabkan terbentuknya endapan
Fe(OH)3 dan flok Fe(OH)4-. Semakin banyak massa koagulan yang ditambahkan dan semakin tinggi
nilai pH, akan menyebabkan semakin banyak ion OH- yang akan bereaksi dengan logam Ni untuk
membentuk endapan Ni(OH)2 pada limbah (Vogel, 1985).

Kadar nikel pada harga optimum terdapat pada rasio massa sebesar 0,11. Pada kadar ini telah
memenuhi nilai baku mutunya. Baku mutu Ni menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51
Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri yaitu sebesar 0,2 mg/L.

f) Proses pengolahan logam mangan

Mangan pada industri elektroplating digunakan sebagai logam pelapis untuk stainless steel
dengan komposisi sebesar 2% (Widowati et al., 2008). Penggunaan koagulan ferri klorida dapat
menurunkan kadar logam Mn dalam limbah. Reaksi yang terjadi pada penurunan kadar Mn seperti
pada reaksi Zn, Cu dan Ni. Pada Gambar 4, penurunan kadar logam Mn meningkat dengan
meningkatnya nilai pH dan semakin besar rasio massa koagulan dengan limbah, semakin besar pula

20
penurunan kadar Mn dalam larutan, hal ini dikarenakan semakin banyak koagulan yang bereaksi
membentuk endapan Fe(OH)3 (Praswasti et al., 2010; Reynolds, 1982).

Penurunan kadar Mn optimum terdapat pada rasio massa koagulan dan limbah sebesar 0,45.
Pada rasio ini kadar Mn yaitu sebesar 1,02 mg/L atau dengan persentase penyisihan 92,18 %, pada
kadar ini logam Mn telah memenuhi baku mutunya. Baku mutu logam Mn menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri
yaitu sebesar 2 mg/L.

Gambar 4. Pengaruh pH terhadap penyisihan kadar logam mangan Tipe endapan yang
dihasilkan pada proses koagulasi dan flokulasi adalah endapan jenis Gelatinous. Pada jenis ini,
endapan yang terbentuk memiliki ukuran yang lebih besar, lebih berdekatan dengan warna endapan
kecoklatan. Ferri klorida merupakan suatu koagulan yang berkerja pada pH optimal antara pH 5
sampai dengan pH 12 (Eckenfelder, 2000).

Pada percobaan didapatkan pH optimal untuk setiap logam berbeda, yaitu untuk logam Zn,
Fe, Ni, dan Mn pada pH 7 sedangkan untuk Cr dan Cu pada pH 5 dengan rasio massa koagulan dan
limbah optimal berbeda untuk setiap logamnya. Untuk penerapan dalam pengolahan limbah
elektroplating secara keseluruhan, digunakan rasio massa ferri klorida dan limbah yang menunjukkan
kadar setiap logamnya yang memenuhi standar baku mutu untuk setiap logam berat berdasarkan
KEPMEN LH No 51 Tahun 1995.

g) Penentuan massa KI (Kalium Iodida)

Kalium iodida digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi Cr6+ yang terkandung didalam
limbah elektroplating. Pada proses ini ion Cr6+ direduksi menjadi Cr3+. Proses ini dilakukan karena
Cr6+ tidak dapat diendapkan secara langsung menggunakan ferri klorida (Zainus dan Matra, 2011).

21
Proses penambahan KI ini dilakukan variasi massa dengan tujuan untuk mengetahui massa optimal
penggunaan KI. Proses reduksi dilakukan pada pH 2, karena reaksi reduksi akan berjalan sempurna
pada pH asam. Gambar 5 adalah grafik penurunan kadar krom pada limbah elektroplating dengan
variasi penambahan reduktor KI.

Berdasarkan Gambar 5, massa reduktor KI yang paling optimum adalah 0,3 g dalam 300 mL
limbah elektroplating atau rasio massa dan limbah sebesar 1. Harga optimum persentase penyisihan
krom terbesar pada 0,3 g yang memberikan penurunan persentase penyisihan krom dalam limbah
sampai pada baku mutunya. Hal ini terlihat pada Gambar 5 dimana setelah penambahan KI lebih
besar dari 0,3 g, persentase penyisihan kadar krom tetap.Hasil optimal pengendapan krom tanpa
reduksi didapatkan penurunan kadar limbah sebesar 78,75 mg/L atau kadar Cr sebesar 8,98 mg/L dan
untuk pengendapan krom dengan reduksi menggunakan 0,3 g KI didapatkan penurunan sebesar 87,73
mg/L atau kadar Cr dalam beningan sebesar ≤ 0.

2.4. Kajian Teknologi Terpilih Berdasarkan Pertimbangan Teknis

2.3.1. Pengolahan Limbah Cair Elektroplating Dengan Metode Elektrokoagulasi

Berdasarkan hasil analisis dan temuan studi, maka dapat disimpulkan Proses elektrokoagulasi
efektif digunakan dalam pengolahan untuk menurunkan konsentrasi Tembaga dan Nikel, yaitu
masing-masing sebesar 97% dan 98,9 %. Penurunan Konsentrasi tembaga dan nikel terbaik pada rapat
arus 70 mA/cm2 yaitu sebesar 97,5% pada menit ke 105 dan penurunan konsentrasi nikel sebesar
98,5% pada menit ke 90. Penggunaan plat elektroda Alumunium dapat menyisihkan penurunan
konsentrasi nikel dan tembaga diatas 90 pada menit ke 60 sedangkan plat elektroda besi penurunan
diatas 90 % terjadi pada menit ke 90.

22
2.3.2 Pengolahan Limbah Industri Elektroplating Dengan Proses Koagulasi Flokulasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh pH optimal untuk logam Zn, Fe, Ni,
dan Mn adalah pada pH 7 sedangkan untuk Cr dan Cu pada pH 5, Massa reduktor KI optimal untuk
mereduksi krom (VI) menjadi krom (III) dilanjutkan proses koagulasi-flokulasi yaitu 0,3 g. Penurunan
optimal kadar Cr tanpa reduksi sebesar 87,32 mg/L sedangkan dengan proses reduksi sebesar 83,36
mg/L. Penggunaan koagulan ferri klorida pada pengolahan limbah industri elektroplating dapat
menurunkan kadar logam berat sampai pada nilai baku mutunya

Pada Tabel , nilai pH optimum pada pH 5, karena pada pH ini kadar logam Cu mengalami
penurunan yang signifikan. Semakin tinggi pH, semakin besar persentase penurunan logam Cu pada
limbah, Sedangkan rasio massa koagulan dan limbah yang optimum terdapat pada rasio massa sebesar
0,11 dengan persentase penyisihan 97,65 % atau kadar Cu sebesar 0,92 mg/L, karena pada rasio
massa 0,11 kadar Cu dalam limbah sudah memenuhi baku mutunya. Baku mutu logam Cu dalam
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 tahun 1995 yaitu sebesar 2 mg/L.

23
BAB III KESIMPULAN

Kesimpulan

Elektroplating merupakan suatu proses elektrokimia terhadap perlakuan permukaan suatu


logam. Logam–logam yang biasa digunakan untuk pelapis yaitu cadmium, tembaga, emas, nikel,
perak, dan logam-logam sejenis. Elektroplating atau lapis listrik atau penyepuhan merupakan salah
satu proses pelapisan bahan padat dengan lapisan logam menggunakan bantuan arus listrik melalui
suatu elektrolit. Benda yang dilakukan pelapisan harus merupakan konduktor atau dapat
menghantarkan arus listrik. Proses ini melibatkan perlakuan pendahuluan (pencucian, pembersihan,
dan langkah-langkah persiapan lain), pelapisan, pembilasan, dan pengeringan. Air yang berasal dari
pencucian, pembersihan dan proses plating menjadi air limbah karena mengandung logamlogam
terlarut dan senyawa-senyawa berbahaya lainnya.

Berdasarkan hasil analisis dan temuan studi, maka dapat disimpulkan Proses elektrokoagulasi
efektif digunakan dalam pengolahan untuk menurunkan konsentrasi Tembaga dan Nikel, yaitu
masing-masing sebesar 97% dan 98,9 %. Penurunan Konsentrasi tembaga dan nikel terbaik pada rapat
arus 70 mA/cm2 yaitu sebesar 97,5% pada menit ke 105 dan penurunan konsentrasi nikel sebesar
98,5% pada menit ke 90.

24
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengelola Dampak Lingkungan. 1996. Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri
Lapis Listrik. Jakarta : Kementrian Negara Lingkungan Hidup.

Eckenfelder. 2000. Industrial Water Pollution Control, Third Edition, New York : Mc. Graw Hill
Book Company.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri. Jakarta : Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Palar, H. 1994. Pencemaran dan
Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta.

Patimah, dan Lumban R S. 2009. Pengaruh Penambahan Polyaluminium Chloride (PAC) Terhadap
Nilai Turbinitas Air Sebagai Bahan Baku Produk Minuman di PT. Coca- Cola Indonesia Bottling
Medan. Skripsi. Medan : Universitas Sumatra Utara.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 85
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air.

Praswasti PDK, Dianursanti, Misri Gozan, dan Wahyu Ardie Nugroho. 2010. Optimasi Penggunaan
Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
“Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia.
Jakarta : Universitas Indonesia.

Prayitno, R, M.E Budiyono dan Puji Lestari. 1998. Penurunan Kadar Uranium Dalam Fasa Air
Dengan Proses Koagulasi Flokulasi Dengan Garam Ferri. Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan
Bakar Nuklir IV. Jakarta : BATAN- PEBN

Purwanto, dan Syamsul H. 2005,.Teknologi Industri Elektroplating. Semarang : Universitas


Diponegoro.

Reynolds, T.D. 1982. Unit Operations and Processes In Environmental Engineering. California :
Texas University.

Roekmijati. 2002. Presipitasi Bertahap Logam Berat Limbah Cair Industri Pelapisan Logam
Menggunakan Larutan Kaustik Soda. Jurnal kimia lingkungan. Jakarta : Universitas Indonesia.

25
Salimin Z, Gunandjar, Deddy H, Hendro, dan Sugeng P. 2000. Proses Kimia Pengolahan Limbah Cair
Telurium dan Krom dari Produksi Radioisotop I-131. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Limbah. Jakarta : BATAN-PTLR.

Underwood A. L. and Day R. A. J.R, 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi keenam, Erlangga,.

Widowati W, Astiana S, dan Raymond J. 2008. Efek Toksik Logam. Bandung : ANDI Yogyakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai