Oleh :
1. Kun Hisnan Hajron 17712251085
2. Joko Suprapmanto 17712251051
PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah konsentrasai Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) SD “Hakikat IPA & Karakteristik Pembelajaran IPA”.
Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat pengetahuan kepada penulis, teman-
teman satu kelas, dan dapat diterima oleh Bapak Dr.pratiwi Pujiastuti,M.Pd., selaku
dosen pengampu mata kuliah konsentrasi IPA SD.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan tugas makalah ini, maka
penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun sehingga dapat
dijadikan acuan dan tolok ukur dalam pembuatan tugas selanjutnya agar hasilnya
lebih baik.
Secara umum telah dipahami bahwa ilmu pengetahuan alam yang biasa
disingkat IPA merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang fenomena dan
kejadian alam, Namun ada syarat ketika pengetahuan tersebut dapat disebut IPA.
Darmojo (1992: 3) menjelaskan IPA adalah pengetahuan yang rasional dan
objektif tentang alam semesta dengan segala isinya dan ditambahkan oleh Hewit
(2007: 14) Ilmu pengetahuan merupakan hasil dari pengamatan, akal sehat,
pemikiran rasional dan ide. Sejalan dengan hal tersebut, Mariana & Praginda
(2009: 27) menjelaskan IPA lebih rinci fokus dalam pembahasan permasalahan
terkait fenomena gejala fisik alam, kehidupan, sifat materi benda, kebumian &
antariksa. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa IPA merupakan cabang
ilmu yang mempelajari tentang fakta dan fenomena yang terjadi pada alam
berdasarkan kerasionalan dan objektifitas.
Ilmu pengetahuan alam dapat diartikan secara luas tergantung dari sudut
pandangnya (Collete & Chiappetta, 1994: 32). Kita pahami bahwa IPA sendiri
telah dibagi dalam beberapa cabang ilmu yang memiliki cakupan yang cukup
luas. IPA dapat juga diartikan sebagai suatu proses kegiatan ilmiah untuk
mendapatkan pengetahuan baru, dimana hasil dari temuan dari proses ilmiah
tersebut disebut produk ilmiah dan prosedur yang dilakukan disebut metode
ilmiah. Metode ilmiah dilalui dengan tahapan pengamatan, perumusan masalah,
membuat hipotesis, mengumpulkan data dan menarik kesimpulan (CPO Science,
2007). Hal ini diperkuat oleh Sape (2013: 3) yang menyatakan IPA adalah ilmu
pengetahuan yang telah diuji kebenarannya melalui metode ilmiah.
Shermer (1995: 26) Mengatakan bahwa hal terpenting dari IPA adalah
tentang mengetahui mengapa suatu hal terjadi. Ilmu pengetahuan alam adalah
cara untuk bertanya dan menjawab tetang bagaiman dunia kita bekerja dan
bagaimana cara kita berinteraksi dengan lingkungan fisik kita. Ilmu pengetahuan
alam tidak hanya menggabungkan gagasan dan teori dasar tentang alam semesta,
namun juga menyediakan kerangka belajar dalam mengatasi pertanyaan dan
masalah baru dengan cara kita sendiri (trefil & hazen, 2010). Selain sebagai
penyelesai masalah, Ilmu pengetahuan alam juga dapat dapat diartikan sebagai
kumpulan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengeksplor alam kaitanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Woodburn & George menyatakan
secara sederhana ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai alat yang digunakan
untuk mendeskripsikan dan mengatur fenomena alam, dimana sebagai metode
IPA bersifat stabil dan dapat dipergunakan secara universal, tetapi sebagai
sumber pengetahuan IPA dapat selalu berubah ( carin & sund, 1970: 2). IPA
adalah studi tentang alam dalam upaya untuk memahaminya dan membentuk
kumpulan pengetahuan yang memiliki daya prediksi dan aplikasi dalam
masyarakat (Chiappetta & koballa, 2010: 102)
IPA memiliki dasar atau elemen yang harus dipahami (hakikat IPA). Hakikat
IPA adalah landasann dalam berpijak dalam mempelajari alam (tursinawati,
2013). Ipa memiliki 3 aspek dasar yang meliputi way of thiking, way of
investigating, dan body of knowledge yang berarti kumpulan pengetahuan
(Collette & chiapetta,1994).
Carin & sund menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan alam memiliki 3 elemen
yaitu:
Chiapetta & Koballa (2010: 105) menyatakan bahwa dimensi atau aspek as
themes of scientific literacy (tema literasi sains) mengikuti hakikan IPA yakni: 1.
Science as way of thinking (IPA sebagai cara berfikir); 2. Science as way of
investigating (IPA sebagai cara mengidentifikasi); 3. Science as a body of
knowledge (IPA sebagai kumpulan pengetahuan); 4. Science and its interaction
with technology and society (IPA serta interaksinya dengan tekhnologi dan
masyarakat).
Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang menerapkan hakikat IPA
itu sendiri. Pebelajaran IPA tidak hanya berupa penguasaan sekumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep atau prinsip, namun juga proses
penemuan dan pembentukan sikap ilmiah (tursinawati, 2013). Tujuan
pembelajaran IPA ada 2, yaitu tujuan khusus dan umum. Tujuan khusus adalah
diterapkanya pembelajaran yang berorientasi pada hakikat IPA yakni sikap,
proses, dan produk mlalui kegiatan yang berbasis inquiri. Tujuan umum adalah
menghasilkan peserta didik yang memiliki literasi sains sehingga membantu
mereka memahami IPA secara menyeluruh dan lebih luas dalam kehidupan
sehari-hari (Toharudin, hendrawati & rustaman 2011).
Ketika berbicara mengenai pembelajaran, maka hal terpenting adalah
bagaimana prosesnya mampu memaksimalkan serta menjembatani karakter anak
serta fase pertumbuhanya dengan kesiapanya menerima materi IPA. Piaget
menyatakan bahwa pengalaman langsung yang memegang peranan penting
sebagai pendorong lajunya perkembangan kogntif anak (Hadisubroto, 1996: 28).
Hal ini sejalan dengan Samatowa (2011: 5) yang mengungkapkan bahwa anak
akan siap untuk mengembangkan konsep tertentu hanya bila ia telah memiliki
struktur kognitif (skemata) yang menjadi pasyarat yakti perkembangan kognitif
yang bersifat hirarkis dan integratif.
Ketika berbicara mengenai IPA, tentu saja merupakan hal yang patut
diusahakan untuk ditanamkan kepada setiap orang. Namun ketika berbicara
mengenai anak, kita masih sedikit ragu untuk memasukan IPA sebagai salah satu
materi yang harus diajarkan. Shermer (2005: 26) menyatakan bahwa secara
alamiah setiap manusia dilahirkan dengan kemampuan memahami penyebab dan
akibat dari suatu hubungan. Contohnya adalah ketika anak kecil memakan cabai
lalu kepedasan, maka ia akan berhenti memakan cabai tersebut (one-trial
learning). Contoh lain lagi ketika bayi merangkak diatas kaca transparant yang
sempit, ia akan menjadi khawatir dan mencoba mencari jalur yang tidak
transparant. Ini membuktikan secara alami, bayi sudah Mengetahui mana yang
aman dan tidak aman untuknya.
Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan penuh semangat dalam
mengeksplorasi dunia mereka. Anak-anak ingin tahu segalanya, dan jika mereka
menemukan seseorang yang mengetahui apa saja, yang biasanya dimulai dengan
ibu dan ayah, pertanyaannya dimulai, dan sepertinya tidak pernah berakhir.
Mengapa langit Berwarna biru? Apa angin itu? Mengapa dingin di musim dingin
dan panas di musim panas? Apa yang membuatnya hujan? Seperti nenek moyang
kita, anak-anak mulai dengan pertanyaan tentang lingkungan alam. Wajar jika
ingin tahu cara kerja dan mengapa dunia itu seperti itu. Pada tingkat yang paling
dasar, inilah ilmu pengetahuan IPA sebagai pengetahuan yang berasal dari fakta-
fakta pengalaman (Shermer, 2005: 6).
Ilmu pengetahuan harus didasarkan pada apa yang dapat kita lihat, dengar
dan sentuh, bukan pada pendapat pribadi atau imajinasi spekulatif. Jika
pengamatan dunia dilakukan dengan hati-hati, tanpa prasangka maka fakta-fakta
yang ditetapkan akan menjadi dasar yang obyektif bagi sains.
Carl Sagan pernah berkata, Setiap orang lahir sebagai seorang ilmuwan.
Setiap anak memiliki ciri ilmuan yaitu rasa penasaran dan kekaguman (National
Research Council, 1998: 1). Siswa harus dapat mengajukan pertanyaan, membuat
penjelasan, menguji penjelasan tersebut terhadap pengetahuan ilmiah saat ini,
dan mengkomunikasikan ide-idenya kepada orang lain.
Mempelajari "apa arti sebenarnya" dalam sains adalah suatu hal yang
diharuskan. Hampir setiap orang dapat mengingat fakta, tetapi tanpa prinsip yang
mendasari, detailnya menjadi tidak jelas. Fakta dan prinsip adalah suatu hal yang
tidak dapat dipisahkan. Feynman menjelaskan bahwa fakta harus didukung
pemahaman tentang rinsipnya. Contohnya ketika seseorang mengetahui nama
jenis seekor burung tapi tanpa mengetahui bagaimana ciri khususnya maka
pengetahuanya bisa dikatakan sangat sedikit. (Shermer, 2005: 6).
C. PEMBELAJARAN IPA di SD
a. Pengamatan
Pengamatan adalah penggunaan indra secara langsung ataupun tidak
langsung menggunakan alat bantu untuk memperoleh kesan, fakta atau
informasi tentang objek dan kejadian. Pengamatan merupakan proses yang
paling dasar karena dengan pengamatan beberapa keterampilan proses lain
dapat digali dan diperdalam.
Anak didik dapat dikatakan telah menguasai keterampilan pengamatan
apabila telah dapat mendiskripsikan ciri-ciri suatu objek dan perubahannya
secara kualitatif maupun kuantitatif. Kemampuan pengamatan akan
mengembangkan kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar.
b. Pengukuran
Mengukur adalah membandingkan secara langsung atau tidak langsung.
Suatu alat ukur dengan unit-unit tertentu agar komunikasi dapat
distandarisasikan. Mengukur adalah membuat hasil observasi secara kualitatif
menjadi kuantitatif.
Anak didik dianggap menguasai keterampilan mengukur, bila telah
mampu menyajikan hasil pengukuran secara kuantitatif dengan alat dan satuan
yang tepat.
c. Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokkan fenomena menurut skema yang
mapan. Skema klasifikasi didasarkan pada kesamaan dan pebedaan sifat yang
diperoleh dalam menentukan sifat-sifat terpilih untuk kriteria
pengelompokkan. Klasifikasi adalah proses yang digunakan ilmuan untuk
mengadakan penataan atas objek-objek, kejadian dan atau informasi ke dalam
golongan atau kelas dengan menggunakan cara atau sistem tertentu.
e. Prediksi
Prediksi adalah ramalan tentang kejadian yang dapat diamati pada waktu
yang akan datang. Memprediksi berkaitan erat dengan observasi yaitu
formulasi hasil yang diharapkan berdasar pada pengalaman yang lampau dan
pada masalah yang sedang diprediksi.
f. Komunikasi
Setiap komunikasi harus jelas, tepat dan tidak mendua baik secara lisan
maupun tertulis. Kemampuan keterampilan komunikasi dapat dilihat dari
kemampuan mahasiswa dalam :
a. Identifikasi Variabel
Identifikasi variabel adalah menandai karakteristik objek atau factor
dalam suatu peristiwa atau kejadian yang tetap dan berubah di dalam
kondisi yang berbeda. Ada tiga jenis variabel yang perlu diperkenalkan
kepada mahasiswa PGSD sebagai calaon guru sekolah dasar yaitu :
1) Makin………………………………..., semakin……………………
Makin luas permukaan yang terkena udara, semakin cepat penguapan
air yang terjadi.
2) Jika…………………………… …...…, maka....................
Jika tanaman tidak mendapat sinar matahari, maka tanaman akan mati.
3) H1:
Ada……………………………...
c. Perencanaan Eksperimen
1) Pertanyaan
Guru mendorong anak untuk mengajukan pertanyaan yang dapat dites
atau diuji yang menarik minat mereka. Misalnya, apakah anak laki-laki
mempunyai debar jantung yang lebih cepat daripada anak perempuan?
2) Hipotesis
Hipotesis merupakan pertanyaan yang diharapkan sebagai penemuan dalam
eksperimen. Misalnya, “Saya pikir anak perempuan mempunyai debar jantung
lebih cepat daripada anak laki-laki”
3) Variabel Bebas
Menandai variabel independen dalam eksperimen. Misalnya, Jender (anak
laki-laki dan perempuan) merupakan variabel bebas dan merupakan satu
satunya perbedaan antara kedua kelompok eksperimen.
4) Variabel Tergantung
Menentukan variabel dependent darisuatu eksperimen
yang akan dilakukan, dalam hal ini debar jantung.
5) Variabel Kontrol
Perbedaan lain dari kelompok eksperimen harus dikendalikan. Misalnya:
ukuran badan, kesehatan, umur dan lainlain. Hanya satu perbedaan yang
diselidiki untuk setiap eksperimen.
6) Prosedur
Bagaimana cara pertanyaanpertanyaan di atas dijawab. Bagaimana cara
mengukur debar jantung anak lakilaki dan anak perempuan.
8) Pengumpulan Data
Bagaimana anak-anak merekam data dengan baik dengan
menggunakan diagnose untuk keperluan itu?
9) Pengujian Hipotesis
Peneliti menguji hasil eksperimen mereka dengan data yang direkam,
apakah sesuai atau tidak dengan hipotesis.
10) Penyimpulan
masyarakat,
2007: 111).
Materi pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar adalah
kehidupan nyata di masyarakat. Begitu pula dengan buku IPA. Siswa diberi
2006: 11-12). Keterampilan proses IPA yang diberikan kepada anak usia SD
sebagai satu kesatuan yang utuh, terpadu dan melalui proses manipulatif. Oleh
karena itu, keterampilan proses IPA yang diberikan kepada anak usia SD harus
Keterampilan proses IPA yang harus dikembangkan meliputi: (1) observasi, (2)
aplikasi, dan (10) komunikasi (Hendro Darmodjo dan Kaligis, 2006: 11).
Menurut Rezba et.al 1995 (dalam Patta Bundu, 2006: 12) keterampilan dasar
menyimpulkan (inferring).
DAFTAR PUSTAKA
Buckler, S., & Castle, P. (2014). psycology for teachers. London: Sage Publication
Ltd.
Bundu, P. (2006). Penilaian keterampilan proses dan sikap ilmiah dalam pembelajaran
sains SD. Jakarta: Depdiknas.
Byrnes, J. P. (2008). Cognitive development and learning in instructional contexts
(Third Edit). Boston: Allyn and Bacon.
Collette, A. T., & Chiappetta, E. L. (1984). Science Instruction in the Middle and
Secondary Schools. The CV Mosby Company, 11830 Westline Industrial Drive,
St. Louis, MO 63146.
Darmojo, H., & Kaligis, J. R. (1992). Pendidikan IPA Proyek Pembinaan Tenaga
Kependidikan Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Jakarta.
Djojosoediro, W. (2010). Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA SD. Online at.
Hazen, R. M., & Trefil, J. (2009). Science matters: Achieving scientific literacy.
Anchor.
Hergenhan, B. R., & Olson, M. H. (2008). Theories of Learning Terj. (T. Wibowo,
Ed.). Jakarta: Kencana.
Hewitt, P. G., Lyons, S., Suchocki, J., & Yeh, J. (2014). Conceptual integrated
science. Pearson Education Limited.
Mariana, I. M. A., Praginda, W., & Si, M. (2009). Hakikat IPA dan pendidikan
IPA. Bandung: PPPPTK IPA.
Padilla, M. J. (1990). The science process skills. Research Matters-to the science
Teacher, 9004.
Shermer, M. (1995). Teach Your Child Science: Making Science Fun for the Both of
You. Lowell House.
Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. (2011). Membangun literasi sains
peserta didik. Bandung: Humaniora.