Anda di halaman 1dari 4

Cara Membuat Prototype

Katakanlah Anda sudah mempunyai ide bisnis yang cemerlang, Sobat Studentpreneur. Anda
yakin bahwa ide Anda ini akan sangat sukses dan dicintai oleh pasar. Apa yang harus Anda
lakukan selanjutnya? Langsung produksi besar-besaran? Kalau Anda ingin rugi dan gagal total,
silahkan lakukan hal tersebut. Namun, kalau ingin mengikuti langkah berbisnis yang benar,
buatlah prototype terlebih dahulu. Prototype yang sudah jadi bisa diperlihatkan ke calon investor
atau calon pelanggan, dapatkan feedback dari mereka untuk mengembangkan produk yang ideal
dan siap diluncurkan ke pasar. Pertanyaan berikutnya, bagaimana cara membuat prototype yang
baik?

Pada dasarnya, cara membuat prototype terbagi menjadi tiga pengulangan utama, desain,
engineering, dan produksi. Cara menyelesaikannya juga sederhana, Anda tinggal menyelesaikan
jenis pengulangan tertentu sebelum berpindah ke jenis pengulangan berikutnya. Namun bersiap-
siaplah untuk bekerja keras. Namanya saja pengulangan, biasanya, satu jenis pengulangan
membutuhkan berkali-kali usaha untuk menyelesaikannya. Pengembangan produk teknologi
yang sederhana biasanya membutuhkan 3-6 bulan. Untuk produk rumah tangga atau bahkan
produk teknologi yang lebih sulit, bisa sampai 9-15 bulan. Agar lebih mudah dipahami, kita akan
menggunakan contoh kasus pembuatan prototype Studentpreneur dulu.

Pengulangan Desain
Pengusaha muda biasanya menghabiskan banyak waktunya untuk berpikir bahwa produk mereka
bisa menyelesaikan sebuah masalah tanpa pernah mengetesnya di pelanggan yang asli. Dalam
fase pengulangan desain, Anda harus menuliskan bentuk, fungsionalitas, dan cara pembuatan
produk Anda. Kemudian, buatlah desain awal bentuk produk Anda, bisa dengan sketching biasa
sampai membuat bentuk 3D nya di komputer. Kemudian, tiap bertemu orang, tunjukkan desain
tersebut dan tanyakan pendapat mereka tentang produk Anda. Ulangi terus sampai kebanyakan
orang merasa puas dan produk Anda layak dipasarkan.

Dalam kasus Studentpreneur, sebelum meluncurkan majalah ke pasaran, kami membuat dummy
berupa cover digital magazine dan melihat respon tiap orang yang kami tanyai. Kami terus
mengubah desain cover dan juga desain awal website, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
pelanggan, dan yang dikatakan oleh Google Analytics. Dalam fase desain ini, kami jadi tahu apa
rubrik yang diinginkan oleh pelanggan, dan mana rubrik yang harus dibuang.

Pengulangan Engineering

Fase pengulangan engineering hanya dilakukan ketika Anda merasa telah berhasil menyelesaikan
fase pengulangan desain. Semua input yang didapatkan dalam fase pengulangan desain akan
menjadi dasar pengembangan produk. Fase engineering intinya adalah bagaimana cara membuat
produk Anda telah bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Produk yang sudah jadi langsung
diteskan pada calon pelanggan, dan berdasarkan feedback dari calon pelanggan, kembali ke fase
pengulangan engineering ini. Cobalah tanyakan seberapa jauh calon pelanggan bisa menerima
produk Anda. Tujuan akhir dari fase ini adalah membuat prototype versi beta.

Dalam kasus Studentpreneur, setelah kami yakin dengan rubrik dan jenis desain apa yang
dicintai calon pelanggan, kami mulai membuat versi digitalnya. Kami mengirimkan versi digital
alpha ke email pelanggan yang juga membantu kami dalam fase desain. Semua feedback dari
mereka kami catat, dan kami ubah versi alpha ini berkali-kali sampai kami yakin ini telah
menjadi versi beta yang cukup kuat. Untuk website, prosesnya juga hampir sama.

Pengulangan Produksi

Setelah versi beta berhasil dibuat, kita harus menghadapi sebuah fase kunci yang sering
membedakan ide bagus dengan produk bagus. Fase pengulangan produksi mengharuskan kita
untuk menemukan vendor yang bisa membantu, merangkai semua bagian, sampai menyelesaikan
urusan yang berhubungan dengan legalitas. Fase ini biasanya membutuhkan antara 2-6 bulan.
Contoh pada Studentpreneur, kami harus menemukan perusahaan printing yang bisa mencetak
majalah kami, menemukan rekanan agen distribusi, sampai menjalin relasi dengan berbagai toko
buku. Sedikit saja kesalahan dalam fase ini akan membawa perusahaan Anda ke posisi yang
buruk.
Nah Sobat Studentpreneur, tiap fase pembuatan prototype ini membutuhkan perhatian dan
investasi modal sendiri-sendiri. Menurut Anda, apakah ada cara pembuatan prototype lainnya?

Prototipe Produk
By Eris Kusnadi

Fenomena dewasa ini banyak manajer menjalankan Total Quality Management (TQM) sebagai
prioritas untuk peningkatan dan pengendalian kualitas produk. Karena kualitas suatu produk
berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan (customer satisfaction) serta keuntungan industri.
Dengan kualitas yang lebih tinggi akan menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi,
sekaligus mendukung harga yang lebih tinggi dan sering juga biaya lebih rendah.

Perhatian terhadap kualitas yang terbaik adalah bukan pada produk akhir. Hal ini penting
agar produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak ada lagi
pemborosan karena produk tersebut dibuang atau dikerjakan ulang. Maka sebaiknya perhatian
terhadap kualitas harus dimulai pada saat awal pembangunan produk. Tahapan yang sangat
penting dalam perencanaan awal pembuatan produk adalah pembuatan prototipe produk.
Prototipe produk (purwa–rupa produk) adalah bentuk dasar dari sebuah produk
merupakan tahapan yang sangat penting dalam rencana pembuatan produk karena menyangkut
keunggulan produk yang akan menentukan kemajuan suatu usaha di masa mendatang. Dikatakan
sebagai tahapan yang sangat penting karena prototipe dibuat untuk diserahkan pada pelanggan
(lead–user) agar pelanggan dapat mencoba kinerja prototipe tersebut. Selanjutnya jika pelanggan
memiliki komplain ataupun masukan mengenai protipe tersebut maka industri
mendokumentasikannya untuk proses perbaikan prototipe tersebut. Sehingga menciptakan suatu
sistem inovasi produk yang dibangun bersama-sama antara industri dan pelanggan sebagai upaya
pemenuhan kepuasan pelanggan (customers).
Sebagai bentuk dasar produk, prototipe memiliki bagian yang ukuran dan bahan sama
seperti jenis produk yang akan dibuat tetapi tidak harus difabrikasi dengan proses sebenarnya
ditujukan untuk pengetesan untuk menentukan apakah produk bekerja sesuai desain yang
diinginkan dan apakah produk memuaskan kebutuhan pelanggan. Prototipe seperti ini disebut
alpha prototype ada juga yang disebut beta prototype yang dibuat dengan bagian yang disuplai
oleh proses produksi sebenarnya, tetapi tidak rakit dengan proses akhir ditujukan untuk
menjawab pertanyaan akan performance dan ketahanan uji untuk menemukan perubahan yang
perlu pada produk final.
Berikut tahapan prototype:

a. Pendefinisian produk: merupakan penerjemahan konsep teknikal yang berhubungan dengan


kebutuhan dan perilaku konsumen kedalam bentuk perancangan termasuk aspek hukum produk
dan aspek hukum yang melibatkan keamanan dan perlindungan terhadap konsumen.
b. Working model: dibuat tidak harus mempresentasikan fungsi produk secara keseluruhan dan
dibuat pada skala yang seperlunya saja untuk membuktikan konsep dari pembuatan produk dan
menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan konsep yang telah dibuat. Working model juga
dibangun untuk menguji parameter fungsional dan membantu perancangan prototipe rekayasa.

c. Prototipe rekayasa (engineering prototype): dibuat seperti halnyaworking model namun


mengalami perubahan tingkat kompleksitas maupun superioritas dari working model, dibangun
mencapai tingkat kualitas teknis tertentu agar dapat diteruskan menjadi prototipe produksi atau
untuk dilanjutkan pada tahapan produksi.

Prototipe rekayasa ini dibuat untuk keperluan pengujian kinerja operasional dan kebutuhan
rancangan sistem produksi.

d. Prototipe produksi (production prototype): bentuk yang dirancang dengan seluruh fungsi
operasional untuk menentukan kebutuhan dan metode produksi dibangun pada skala
sesungguhnya dan dapat menghasilkan data kinerja dan daya tahan produk dan part-nya.

e. Qualified production item: dibuat dalam skala penuh berfungsi secara penuh dan diproduksi
pada tahap awal dalam jumlah kecil untuk memastikan produk memenuhi segala bentuk standar
maupun peraturan yang diberlakukan terhadap produk tersebut biasanya untuk diuji-cobakan
kepada umum.

Untuk mematangkan produk yang hendak diproduksi secara komersil, maka produk perlu
memasuki pasar untuk melihat ancaman-ancaman produk yang terjadi; misal: keamananan,
regulasi, tanggung jawab, ketahanan dan kerusakan (wear–and–tear), pelanggaran, siklus break
even dan polusi, dan konsekuensinya diperlukan peningkatan program pemasaran.

f. Model: merupakan alat peraga yang mirip produk yang akan dibangun (look–like–models).
Secara jelas menggambarkan bentuk dan penampilan produk baik dengan skala yang diperbesar,
1:1, atau diperkecil untuk memastikan produk yang akan dibangun sesuai dengan lingkungan
produk maupun lingkungan user.

Prototipe adalah bentuk efektif dalam mengkomunikasikan konsep produk namun jangan
sampai menyerupai bentuk produk sebenarnya karena mengandung resiko responden akan
menyamakannya dengan produk akhir.

Anda mungkin juga menyukai