Anda di halaman 1dari 3

A.

Ragam Filosofi pendidikan


Terdapat beberapa filosofi dan teori pendidikan yang dijabarkan oleh Rasyidin.
Perbedaan diantara keduanya sering tidak terlihat, walaupun kajian filosofis lebih menekankan
pada asumsi asumsi fundamental. Penjelasan singkat beberapa filosofi pendidikan dijelaskan
sebagai berikut.

Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas.
Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik
yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu.
Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam.

Materialisme adalah suatu istilah yang sempit dari dan merupakan bentuk dari naturalisme yang
lebih terbatas. Namun demikian aliran ini pada akhirnya lebih populer daripada induknya,
naturalisme, karena pada akhirnya menjadi ideologi utama pada negara-negara sosialis seperti
Uni Soviet (kini Rusia) dan Republik Rakyat Cina (RRC). Materialisme umumnya mengatakan
bahwa di dunia ini tidak ada kecuali materi, atau bahwa nature (alam) dan dunia fisik adalah
satu.

Ajaran eksistensialisme tentang makna bereksistensi bahwa bereksistensi berarti menciptakan


dirinya secara aktif, berbuat, menjadi, dan merencanakan. Hal ini dapat mendorong ke arah
pemikiran dan praksis pendidikan untuk mengantarkan anak didik memiliki sikap disiplin,
bertanggung jawab, dan beretos kerja.

Ajaran filsafat eksistensialisme teistis tentang stadium religius bahwa manusia sebagai subjek
yang individual dalam hubungannya dengan Tuhan. Hasilnya ialah perubahan manusia karena
imannya. Hal ini dapat mendorong ke arah pemikiran dan praksis pendidikan guna mengarahkan
anak didik memiliki sikap atau kepribadian amanah (dapat dipercaya), pegang janji, kearifan,
dan kemandirian. Pendidikan ini pada gilirannya dapat mewujudkan gambaran manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur dalam arti yang
sebenarnya, maksudnya beriman dan berbudi pekerti luhur yang dilandasi oleh keikhlasan bukan
karena ada udang di balik batu.
Idealisme merupakan filsafat tertua dengan tokoh aliran ini adalah Plato (427-347 SM)
yang dianggap sebagai Bapak Idealisme di dunia Barat. Sejarah idealisme berawal dari
pemikiran Plato tentang kebenaran empiris yang dilihat dan dirasakan dalam alam ideal (esensi)
atau ide. Aliran filsafat Idealisme menekankan moral dan realitas spiritual sebagai sumber-
sumber utama di alam ini.

Perennialisme berasal dari kata perennial yang dapat diartikan abadi, kekal atau fana (tiada
akhir). Perenialisme berarti segala sesuatu yang ada sepanjang sejarah. Aliran filsafat Perennial
berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi, dengan demikian perenialisme
dianggap suatu aliran yang ingin kembali atau mundur kepada nilai-nilai masa lampau dengan
maksud mengembalikan keyakinan akan nilai-nilai asasi manusia masa silam untuk menghadapi
problem kehidupan manusia saat sekarang dan bahkan sampai kapanpun dan dimanapun.

Filsafat Esensialisme didasari oleh pemikiran filsafat idealisme Plato dan realisme Aristoteles.
Aliran filsafat Esensialisme muncul pada zaman renaissance merupakan perpaduan ide filsafat
idealisme objektif di satu sisi dan realisme objektif di sisi lainnya.

Aliran Progresivisme dapat diartikan secara umum sebagai aliran yang menginginkan kemajuan-
kemajuan secara cepat. Progresivisme disebut juga instrumentalisme, karena aliran ini
beranggapan bahwa kemampuan intelejensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk
mengembangkan kepribadian manusia.

Pragmatisme adalah suatu aliran modern yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara
praktis. Aliran ini bersedia menerima apa saja, asalkan praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi,
mistik semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asal membawa akibat yang
praktis yang bermanfaat. Dengan demikian dasar pragmatis adalah manfaat bagi hidup praktis.

Dari seluruh filosofi dan teori ini, hanya eksistensialisme teistis yang mengakui
keberadaan Tuhan dan hubungan-Nya dengan manusia

B. Bagaimana Filosofi Pendidikan Akuntansi (Syariah)


Menurut Burrel dan Morgan (1979), asumsi-asumsi tersebut adalah ontologi, epistemologi,
hakikat manusia, dan metodologi. Ontologi berhubungan dengan hakikat atau sifat dari realitas
atau objek yang akan diinvestigasi.
Konsep kesatuan dalam filosofi pendidikan akuntansi syariah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Asumsi tentang Tuhan
Tidak ada Tuhan melainkan Allah (Tauhid)
2. Asumsi tentang pendidikan akuntansi
a. Sifat manusia
b. Epistemologi
c. Metodologi
3. Asumsi tentang masyarakat
4. Hubungan antara teori dan praktik
Teori Akuntansi Syariah (dalam hal ini adalah knowledge) digunakan untuk memandu praktik
akuntansi (action). Dari keterkaitan ini kita bisa melihat bahwa teori Akuntansi Syariah
(knowledge) dan praktik Akuntansi Syariah (action) adalah dua sisi dari satu uang logam yang
sama. Keduanya tidak dapat dipisahkan, keduanya juga tidak boleh lepas dari bingkai keimanan /
tauhid (faith) yang dalam hal ini bisa digambarkan sebagai sisi lingkaran pada uang logam yang
membatasi dua sisi lainnya untuk tidak keluar dari keimanan.

Dalam konteks lingkaran keimanan tadi, maka secara filosofis teori Akuntansi Syariah (sebagai
salah satu ilmu sosial profetik) memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut (Kuntowidjojo 1991:
Triyuwono 1995; 2000a; 2000b):
· Humanis
· Emansipatoris
· Transendental, dan
· Teleological

Lahirnya sebuah paradigma dapat dipahami sebagai bagian dari siklus hukum tuhan (Sunatullah).
Paradigma pra modern digantikan oleh paradigma modern yang positivistik. Demikian juga
paradigma modern pada akhirnya nanti akan digantikan oleh paradigma lainnya, misalnya
posmodern (Syariah). Gejala pergantian paradigma ini sebetulnya sudah tampak. Deskripsi-
deskripsi diatas merupakan gejala yang konkret kemungkinan bergesernya paradigma lama.
Akuntansi modern mulai dipertanyakan dan diragukan kesahihannya

Anda mungkin juga menyukai