Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

KIMIA KOORDINASI : KONSEP DAN APLIKASI SEDERHANA

Dosen pengampu:
Asiyah Nurrahmajanti, M. Si.

Praktikum ke-VIII

Tanggal Praktikum : Kamis, 08 November 2018


Tanggal Pengumpulan Laporan : Kamis, 15 November 2018

Disusun oleh :
Lisnawati
1157040074

Kelompok 3:

Afifah Tasdiq 1177040005


Ahmad Saepul Fikri 1177040007
Intan Ardhini Jogapranata 1177040036
Muhamad Ramdani N 1177040045

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tujuan
1. Mensintesis senyawa kompleks tembaga dari kristal CuSO4 dan amoniak.
2. Mengidentifikasi rumus kimia dengan menentukan nilai perbandingan x : y : z
dari kompleks [ Cu x ( NH3)4] (SO4).
3. Mensintesis senyawa kompleks besi askorbat dari sampel vitamin C
(Holisticare) dan FeSO4.
4. Menentukan rendemen pada sintesis kompleks tembaga.
5. Menentukan konsentrasi HCl hasil standarisasi NaOH.
6. Menentukan persamaan garis kurva antara konsentrasi terhadap absorbansi.

B. Dasar Teori
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang ligan-ligannya membentuk ikatan
kovalen koordinasi dengan suatu ion atau atom pusat. Teori ikatan dalam senyawa-
senyawa kompleks mula-mula diperkenalkan oleh Lewis Sidwich. Teori ini digagalkan
karena tidak dapat menjelaskan bentuk geometri senyawa-senyawa kompleks. Tiga
teori kemudian muncul, salah satunya yaitu teori Medan Ligan (Arsyad,2001). Teori
medan ligan menjelaskan pembentukkan kompleks atas dasar elektrostatik yang
diciptakan oleh ligan-ligan terkoordinasi di sekeliling bulatan sebellah dalam dari atom
pusat. Medan ligan menyebabkan pengurangan tingkat energi orbital-orbital di atom
pusat yang kemudian menghasilkan energi untuk menstabilkan kompleks itu
(Vogel,1990).
Senyawa koordinasi terbentuk dari reaksi antara asam lewis (yang dapat berupa
atom logam atau ion logam) dengan basa lewis (yang merupakan ligan netral atau ligan
negative). Atom logam atau ion logam dalam senyawa kompleks berfungsi sebagai
atom pusat yang dikelilingi oleh ligan yang ada. Ikatan antara atom pusat dengan ligan-
ligan merupakan ikatan kovalen koordinasi dengan semua elektron yang digunakan
untuk membentuk ikatan berasal dari ligan-ligan (Effendy,2006). Ikatan kovalen
koordinasi merupakan ikatan kimia yang terjadi akibat pemakaian pasangan elektron
secara bersama-sama oleh dua atom yang berikatan dimana setiap atom

2
menyumbangkan satu elektron atau ikatan kimia yang terbentuk diantara dau atom yang
sama-sama ingin menangkap elektron untuk membentuk suatu molekul (Saputro,2015).
Proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah perpindahan satu
atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam. Jadi, ligan bertindak sebagai
pemberi elektron dan ion logam sebagai penerima elektron. Sebagai akibat dari
perpindahan kerapatan elektron ini, pasangan elektron menjadi kepunyaan bersama
antara ion logam dan ligan, sehingga terbentuk ikatan pemberi penerima elektron.
Keadaan-keadaan antara mungkin saja terjadi, namun jika pasangan elektron itu terikat
kuat pada kedua sarah tersebut, maka ikatan kovalen sejati dapat terbentuk. Bergantung
pada susunan elektronnya, ion logam dapat menerima sejumlah pasangan elektron,
sehingga ion logam itu dapat berikatan koordinasi dengan sejumlah ligan. Jumlah ligan
yang dapat diikat oleh ion logam itu disebut bilangan koordinasi senyawa kompleks.

Pada beberapa senyawa kompleks koordinasi, ikatan antara ion logam dan ligan
tidak begitu kuat. Bila dilarutkan dalam air, senyawa-senyawa kompleks yang memiliki
bilangan koordinasi lebih dari satu berlangsung secara bertahap dalam penambahan
ligan satu persatu. Mula-mula sekali terbentuk senyawa kompleks 1:1 antara ion logam
dan ligan, kemudian 1:2 dan seterusnya. Misalnya pembentukan senyawa kompleks
antara ion tembaga dan ligan NH3 .

Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia disekitar atom


atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-masingnya
dapat dihuni satu ligan (monodentat). Bilangan koordinasi untuk ion tembaga dalam
[Cu(NH3)4]2+ adalah 4. Kristal CuCl2. 6H2O dan kristal CuSO4. 5H2O adalah kristal
yang berhidrat atau mengikat air, sehingga jika dilarutkan dalam pelarut air akan
menyebabkan kristal Cu2+ berhidrat menjadi lebih banyak dilingkupi oleh air (proses
sulvasi), sehingga pembentukan senyawa kompleks Cu (II) akan sulit dan berlangsung
lambat. Namun apabila kristal berhidrat tersebut dilarutkan dalam pelarut yang
mengikat hidrat , seperti alkohol 96%, maka proses pembentukan senyawa kompleks
Cu (II) akan lebih mudah dan berlangsung cepat. Ammonia merupakan ligan netral
yang penting yang membentuk kompleks dengan ion logam .

Pembentukan senyawa kompleks tembaga dari ion Cu2+, maka kompleks


tembaga yang terbentuk akan mempunyai bilangan koordinasi enam.

3
Dimana empat ligan bertetangga dalam bidang segiempat dan dua ligan lainnya
saling tegak lurus pada bidang segi empat itu. Kompleks tersebut membentuk struktur
oktahedral (sp3d2) (Hala, 2006).
Ion Cu2+ termasuk dalam sistem d9, distorsi disini sangat besar, hingga
(Cu(NH3)4)2+ berbentuk planar segiempat. Sebenarnya ada dua molekul H2O dalam
kompleks tersebut, tetapi jaraknya dengan ion pusat sangat jauh dibanding dengan
tempat NH3 yang ada. Karena itu kadang-kadang kompleks tersebut ditulis sebagai :
(Cu(NH3)4(OH2)2)2+. Distorsi dari struktur yang simetris akibat tingkatan energi
yang sebagian terisi, dalam hal ini sub tingkatan d, disebut distorsi Jhon-Teller.
Struktur oktahedral low spin juga mengalami distorsi. Sistem d6 low spin, mirip
dengan d3 high spin. Keenam e- mengisi orbital t2g, adanya e- diantara sumbu-sumbu
tidak menyebebkan distorsi (Sukardjo,1985).
Senyawa-senyawa kompleks yang memiliki bilangan koordinasi lebih dari satu
berlangsungsecara bertahap dengan penambahan ligan satu per satu. Mula-mula sekali
terbentuk senyawa kompleks 1:1 antara ion logam dengan ligan, kemudian 1:2 , dan
seterusnya. Misalnya pembentukan senyawa kompleks ion tembaga dan ligan NH3
sebagai berikut :
Cu2+ + NH3 ---> (Cu(NH3))2+
(Cu(NH3)) + NH3 ---> (Cu(NH3)2)2+
(Cu(NH3)2) + NH3 ---> (Cu(NH3)3)2+
(Cu(NH3)3)2+ + NH3 ---> (Cu(NH3)4)2+
Namun demikian, perlu dicatat bahwa beberapa zat yang berbeda-beda bisa
hadir secara bersamadalam sistem di atas persentasenya senyaw kompleks tembaga (II)
amonia yang berbeda-beda disajikan sebagai fungsi kepekatan ligan bebas (L=NH3).
Sedangkan ligan yang tidak bermuatan selalu berupa ligan beratom banyak sehingga
merupakan molekul, misalnya NH3 dan amina alifatik. Sifat umum semua ligan
ditentukan oleh adanya pasangan elektron bebas (Rivai, 1994).
Salah satu dari sifat kompleks tembaga pada umunya adalah berinteraksi dengan
medan magnet, bersifat paramagnetik. Hal ini disebabkan karena atom pusat Cu2+
memiliki e- tunggal pada orbital 3d, yaitu 3 dxy, dan berakibat pada besarnya pengaruh
medan magnet pada senyawa kompleks tersebut. Senyawa kompleks dapat membentuk
cis, trans, atau facial dan meridional. Senyawa kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O dan
Cu(SO4)2(NH3)2.6H2O, kemungkinannya adalah membentuk isomer cis atau trans
(Hala, 2006).

4
Dalam ilmu kimia, kompleks atau senyawa koordinasi merujuk pada molekul
atau entitas yang terbentuk dari penggabungan ligan dan ion logam. Pembentukan
senyawa kompleks memerlukan dua jenis spesi :
1. Ion atau molekul yang sekurang – kurangnya mempunyai satu pasang elektron
bebas yang memadai untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi.
2. Ion logam atau atom yang mempunyai daya – tarik memadai terhadap elektron
untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan gugus yang diikatnya.
Ion logam atau atom dalam senyawa kompleks dinamakan ion logam pusat atau
atom pusat, gugus yang diikat dinamakan ligan. Ligan dapat berupa ion atau molekul
netral. Dalam ligan, atom yang menempel langsung pada logam melalui ikatan kovalen
koordinasi dinamakan atom donor. Spesi koordinasi biasanya kumpulan atom dalam
kurung persegi di dalam rumus meliputi ion logam pusat plus ligan yang terikat.
Bilangan koordinasi logam pusat adalah jumlah pasangan elektron yang diterima atom
pusat.
- Bilangan koordinasi 2, salah satu bilangan koordinasi 2 yang terkenal adalah
[Ag(NH3)2]+ , ion yang terbentuk bila senyawaan – senyawaan perak diolah
dengan amonia.
- Bilangan koordinasi 3, contoh bilangan koordinasi 3 sangat langka sekali. Satu
– satunya yang sederhana untuk logam transisi yang dikenal orang adalah anion
[HgI3]- .
- Bilangan koordinasi 4, empat merupakan bilangan koordinasi yang umum dari
beberapa atom dan ion logam transisi. Contohnya adalah Li(H2O)4+ , BeF4-
,BF44- , dan sebagainya.
- Bilangan koordinasi 5, contoh bilangan koordinasi 5 adalah langka, tetapi tidak
begitu luar biasa seperti bilangan koordinasi 3. Contoh sederhana adalah besi
pentakarbonil (Fe(CO)5).
- Bilangan koordinasi 6, bilangan koordinasi ini sangat penting karena hampir
semua kation membentuk kompleks koordinasi 6.
- Bilangan koordinasi yang lebih tinggi, bilangan koordinasi 7, 8, dan 9 tidak
sering ditemui untuk beberapa kation yang lebih besar. Kompleks dengan
bilangan koordinasi yang lebih tinggi, merupakan ciri khas dari segi stereokimia
tidak kaku.

5
JENIS LIGAN :
Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor
elektron. Beberapa yang umum adalah F- , Cl- , Br- , CN- , NH3 , H2O, CH3OH, dan
OH- . Ligan seperti ini, bila menyumbangkan sepasang elektronnya kepada sebuah
atom logam, disebut ligan monodentat (ligan bergigi satu).
Ligan yang mengandung dua atau lebih atom, yang masing – masing secara
serempak membentuk ikatan dua donor – elektron kepada ion logam yang sama, disebut
ligan polidentat. Ligan ini juga disebut ligan khelat (dari bahasa Latin untuk kuku atau
cakar). Karena ligan ini tampaknya mencengkeram kation di antara dua atau lebih atom
donor. Yang termasuk ligan ini adalah ligan tri – , kuadri – , penta – , dan heksadentat.
Contoh dari ligan tridentat adalah dietilen triamin. Selain itu ada pula yang disebut ligan
bidentat, ligan ini yang paling terkenal di antara ligan polidentat. Ligan bidentat yang
netral termasuk diantaranya anion diamin, diofsin, dieter, dan β-ketoenolat, dan yang
paling terkenal adalah etilendiamin, difos, dan glim.

6
BAB II

METODELOGI PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
Nama Alat Ukuran Jumlah
Erlenmeyer 250 mL 1 buah
Pengaduk Magnet - 1 buah
Botol Semprot - 1 buah
Kaca Arloji - 1 buah
Desikator - 1 buah
Buret 50 mL 1 buah
Neraca Analitik - 1 buah
Statif dan Klem - 1 set
Lumpang dan Alu - 1 set
Gelas Kimia 100 mL 1 buah
Gelas Kimia 150 mL 1 buah
Labu Ukur - 1 buah
Spatula - 1 buah
Pipet Tetes - 1 buah
Batang Pengaduk - 1 buah
Spektrofotometer - 1 buah
Gelas Ukur 10 mL 1 buah
Corong - 1 buah
Tabung Reaksi - 2 buah

7
2. Bahan
Nama Bahan Konsentrasi Jumlah
CuSO4.5H2O - 10 g
Larutan Amoniak 15 M 51 g
Akuades - 1000 mL
Etanol 95% - 60 mL
Aseton - 30 mL
Indikator metil jingga - 1 sendok
Larutan HCl 0,5 M 10,65 mL
Sampel Vitamin C - 0,5 g
FeSO4.7H2O - 1,1 gram
Wadah air minum/ botol - 1 buah
karat
Detergen - 25 gram
Asam Sitrat - 25 gram
HNO3 6M 10 mL
HNO3 1M 10 mL
Larutan pb-Asetat 1M 5 mL

B. Skema Alur Percobaan


Skema alur yang digunakn pada percobaan yang kita lakukan yaitu “Kimia
Koordinasi : Konsep dan Aplikasi Sederhana”.
1. Standarisasi Larutan HCl

8
2. Kompleks Cu

9
10
11
3. Kompleks Besi-askorbat

12
4. Kompleks “karat logam”

C. Prosedur Percobaan
1. Standarisasi Larutan HCl
Pipet sebanyak 25 mL larutan Na2B4O7 0,1 M kedalam erlenmeyer 150
mL. Kemudian tambahkan 3 tetes indikator metil jingga, lalu titrasi dengan
larutan HCl sampai larutan berubah warna menjadi warna merah. Kemudian
catat volume HCl yang digunakan, setelah itu dihitung konsentrasi HCl.
2. Kompleks Cu
CuSO4.5H2O ditimbang sebanyak 9 gram, kemudian ditempatkan pada
erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya tambahkan 20 mL NH3 15 M lalu aduk dengan
magnetik stirrer selama 10 menit. Jika belum larut panaskan pada suhu 600C
sambil diaduk, jika masih belum larut sempurna juga maka panaskan lagi pada
suhu 700C selama 5 menit. Jika masih tida larut sempurna, saring. Kemudian
pada filtrat ditambahkan 20 mL alkohol 70%. Tambahkan 30 mL larutan
campuran 15 mL NH3 15 M dengan alkohol 70% ( perbandingan 1:1).
Kemudian sring larutan. Selanjutnya pada residu di cuci dengan 10 mL alkohol

13
70% sebanyak dua kali dan dilanjutkan dengan 10 mL aseton sebanyak tiga kali.
Kemudian oven pada suhu 55oC selama 30 menit. Setelah itu dinginkan dalam
desikator selama 10 menit.
3. Analisis rumus kimia
Kompleks garam Cu hasil sintesis ditimbang sebanyak 1 gram.
Kemudian dilarutkan dengan 10 mL HNO3 6M dalam erlenmeyer 150 mL. Lalu
titrasi dengan larutan Pb-Asetat hingga tercapai titik akhir titrasi. Catat volume
larutan Pb-Asetat yang digunakan. Hitung mol ion sulfat.
Selanjutnya timbang 1 gram kompleks garam Cu hasil sintesis.
Kemudian larutkan dengan 10 mL akuades dalam erlenmeyer 150 mL.
Tambahkan 10 tetes indikator metil jingga. Kemudian titrasi dengan larutan
standar HCl hingga tercapai titik akhir titrasi. Catat volume larutan Pb-Asetat
yang digunakan. Hitung mol ion sulfat.
Timbang CuSO4.5H2O sebanyak 0,1:0,2:0,3:0,4:0,5:0,6 gram.
Kemjudian larutkan dengan 10 mL HNO3 1M kedalam enam labu ukur 10 mL
berbeda. Lakukan pengukuran absorbansi 0,5 gram sampel. Kemudian larutkan
dengan 10 mL HNO3, lalu masukan kedalam kuvet. Ukur absorbansi pada
panjang gelombang 645 nm, lakukan duplo. Catat hasil absorbansi. Kemudian
buat kurva baku berdasarkan data yang diperoleh. Hitung konsentrasi Cu dan
hitung mol Cu. Tentukan perbandingan mol Cu : mol HNO3 : mol SO4.
Kemudian masukan ke rumus [Cux(NH3)y](SO4)z dengan x : y : z sebagai
perbandingan mol Cu : mol HNO3 : mol SO4. Jika nilai perbandingan x : y: z =
1 : 4 : 2 maka sintesi dikatakan berhasil.
4. Kompleks Besi-Askorbat
Tablet Enervon-C di gerus hingga halus dan ditimbang sebanyak 500
mg. Timbang FeSO4.7H2O sebanyak 1,1 gram dan larutkan dengan 10 mL
akuades. Lalu masukan serbuk Enervon-C ke dalam larutan tersebut .
sentrifugasi larutan kemudian saring larutan. Selanjutnya cuci residu, satukan
air cucian dengan filtrat. Pada filtrat letakan pada ice bath. Tambahkan larutan
aseton secara bertahap hingga terbentuk kristal. Kemudian saring larutan, cuci
residu dengan larutan aseton. Kemudian pada residu simpan dalam desikator.
Timbang dan hitung rendemennya, pastikan padatan yang dihasilkan itu besi-
askorbat.

14
5. Kompleks karat logam
Botol berkarat dibersihkan dengan detergen tanpa disikat, jika karat
hilang maka ganti sampel dengan yang baru. Kemudian buat 250 mL larutan
dari 25 gram asam sitrat dan 10 mL alkohol 90% pada gelas kimia. Lalu ambil
5 mL larutan tersebut ke dalam tabung reaksisebagai pembanding. Tuangkan
240 mL larutan tersebut ke dalam botol berkarat, lalu kocok selama 5 menit.
Tuangkan kembali larutan di dalam botol ke gelas kimia. Bandingkan larutan
tersebut dengan larutan asli pada tabung reaksi. Ulangi percobaan tanpa
menggunakan alkohol. Kemudian lakukan pemindaian menggunakan
spektrofotometer UV-VIS (380-800 nm).

15
BAB III.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Pengamatan

1. Prosedur Sintesis

Perlakuan Pengamatan Gambar

Massa : 10 g
CuSO4.5H2O
Berbentuk padatan Kristal
ditimbang
berwarna biru pekat

Ditambahkan 20 mL Sedikit larut, dengan larutan


ammonia 15 M berwarna biru violet (keunguan)
Diaduk dengan stirrer Lebih larut tetapi masih ada
10 menit sedikit padatan
Dipanaskan 60oC Larut, larutan berwarna niru
sambil diaduk violet pekat
Filtrat berwarna biru violet
Disaring
(keunguan) pekat
Ditambah 20 mL
Warna tetap, volume bertambah
etanol 95%
Ditambah 30 mL Terbentuk padatan Kristal
larutan NH3+Etanol berwarna biru didasar labu
1:1 Erlenmeyer
Residu berupa padatan biru,
basah.
Kristal disaring
Filtrat berwarrna biru violet
pekat
Endapan dicuci
Tetap
dengan alcohol 95%
Residu dipanaskan Residu kering berupa padatan
60oC 30 menit Kristal berwarna biru ++

16
Tabel 3.1 tabel hasil prosedur sintesis

2. Analisis Rumus Kimia

Perlakuan Pengamatan Gambar


Massa Kristal : 1 gram
Larut dalam 10 mL HNO3
1 gram Kristal ditimbang
membentuk larutan berwarna
Dilarutkan dalam HNO3
biru keijauan
6M
Dititrasi dengan Pb asetat
Dititrasi dengan Pb asetat
warna menjadi biru susu pada
Pb asetat 0,7 mL
Massa Kristal : 1 gram
1 gram Kristal ditimbang
Larut dalam 10 mL H2O
Dilarutkan dalam 10 mL
membentuk larutan berwarna
H2O
biru violet (keunguan)
Ditambahkan indikator
Dititrasi dengan HCl warna
metil orange
menjadi kecokelatan pada
Dititrasi dengan HCl
HCl 17,4 mL
0,5 gram Kristal
Massa Kristal : 0,5 gram
ditimbang
Larut dalam 10 mL HNO3
Dilarutkan dalam HNO3 1
membentuk larutan berwarna
M menjadi 10 mL
biru keijauan
Diukur absorbansinya
A= 0,446
dengan panjang
λ = 645nm
gelombang 645nm
Tabel 3.2 Tabel hasli pengamatan penentuan rumus kimia

17
3. “Obat Anaemia” Besi Askorbat

Perlakuan Pengamatan Gambar


Keadaan awal : tablet
4 butir tablet vitamin C berwarna jingga
(Enerfon C) digerus lalu Setelah digerus : Serbuk
ditimbang halus berwarna orange –
Massa : 4,1240 g
Keadaan awal : padatan
Kristal berwarna biru muda
FeSO4.7H2O ditimbang
kehijauan
Massa : 1,1009g
Larut, larutan berwarna hijau
FeSO4.7H2O ditambah
tosca
aquadest
V Aquadest : 10 mL
Sedikit larut, larutan
Vit.C ditambah larutan
berwarna kuning kecokelatan
FeSO4.7H2O
(seperti kunyit)

Diaduk 5 menit Larut, warna larutan tetap

Terbentuk 3 fasa dimana fasa


terbawah berupa endapan
padat berwarna kuning+,
Disentrifugasi
larutan tengah berwarna
kuning dan fasa teratas
berwaena hitam sebelum sesudah

Fitrat berupa larutan


berwarna kuning+
Disaring
Residu berupa padatan
berwarna kuning -

Disimpan pada penangas Terbentuk larutan kental


es berwarna hitam dengan

18
endapan 19ristal yang hitam
pula

Residu berupa kristal


Disaring
berwarna cokelat

Warna tetap, Kristal lebih


Dioven 60oC
kering
Disimpan pada desikator Warna tetap, Kristal lebih
10 menit kering
Massa total = 53,0818
massa gelas = 52,0625
Ditimbang
massa kertas saring = 0,3563
Massa Kristal = 0,663 g
Tabel 3.3 Tabel hasil pengamatan “Obat Anaemia” Besi Askorbat
4. Karat Logam

Perlakuan Pengamatan Gambar


Pengotor-pengotor debu hilang,
Kontainer kotor dicuci
warna kontainer sedikit kuning

Keadaan awal : berupa serbuk


Asam Sitrat ditimbang Kristal berwarna putih
Massa : 25,0004 g

Ditambahkan etanol Larutan tak berwarna berbau khas


95% 10 mL alcohol
Ditambahkan aquadest Larutan tak berwarna berbau khas
hingga volume 250 Ml alcohol
Dimasukkan kedalam Larutan berubah warna menjadi
kontainer lalu dikocok sedikit kuning
Diuji dengan
A= 0,029
spektrofotometer
λ = 400nm
visible
Tabel 3.4 Tabel hasil pengamatan karat logam

19
B. Pembahasan

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat
dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada
ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan
ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi
(Cotton dan Wilkinson.1984). Jadi semua senyawa kompleks atau senyawa koordinasi
adalah senyawa yang terjadi karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara logam transisi
dengan satu atau lebih ligan (Sukardjo,1999). Senyawa kompleks sangat berhubungan
dengan asam dan basa lewis dimana asam lewis adalah senyawa yang dapat bertindak
sebagai penerima pasangan bebas sedangkan basa lewis adalah senyawa yang bertindak
sebagai penyumbang pasangan elektron. (Shriver, D.F dkk. 1940).

Dalam percobaan yang berkaitan dengan senyawa kompleks, dilakukan 3 percobaan.


Pertama sintesis kompleks tembaga, kedua sintesis kompleks besi-askorbat yang
digunakan sebagai obat anemia. Dan yang ketiga adalah pengomplekan logam besi.
Logam-logam transisi dapat membentuk ion-ion kompleks yang beragam. Contohnya
adalah logam tembaga. Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa,
dan liat. Ia melebur pada 10380C. Karena potensial elektroda standarnya positif (+0,34 V
untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun
dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-
senyawa tembaga (I) diturunkan dari Tembaga (I) Oksida Cu2O yang merah, dan
mengandung ion Tembaga (I), Cu2+. Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan
garam Tembaga tak larut dala air, perilakunya mirip senyawa perak (I). Mereka mudah
dioksidasi menjadi senyawa Tembaga (II) Oksida, CuO hitam. Garam-garam Tembaga (II)
umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat,padat,maupun dalam larutan air.
Garam-garam temabaga (II) anhidrat, seperti Tembaga(II) Sulfat Anhidrat CuSO4,
berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks
tetraakuo (Svehla,1990).

20
Pada percobaan pertama yaitu sintesis kompleks tembaga. Pada pembuatan
Tembaga (II) Tetra Amin Sulfat Berhidrat, mula-mula ditimbang 10 gr CuSO4.5H2O yang
dilarutkan dalam 20 mL NH3. Ligan NH3 akan mendesak ligan H2O dari CuSO4.5H2O
sehingga warna larutan menjadi biru tua, Larutan yang berwarna biru tua ini menandakan
bahwa di dalam larutan tersebut mengandung kompleks dari Cu, dimana pancaran warna
dari larutan yang mengandung kompleks Cu akan menyerap warna lain dan memancarkan
warna biru tua. Penambahan ligan pada larutan berhidrat menyebabkan terbentuknya
senyawa kompleks akibat terjadinya pertukaran molekul air dengan NH3 secara berurutan.
Penambahan 20 mL etanol bertujuan untuk memicu terbentuknya endapan. Setelah itu
larutan didinginkan untuk menurunkan suhu sehingga kelarutan berkurang dan terbentuk
endapan. Endapan yang terbentuk disaring dan kemudian dikeringkan untuk menguapkan
sisa filtrat sehingga didapat kristal Tembaga(II) Tetra Amin adalah NH3. Karakteristik
kristal Tembaga (II) Tetra Amin Sulfat Berhidrat berwarna biru keruh, dan kasar.
Persamaan reaksi yang terjadi yaitu :

CuSO4.5H2O + 2NH4OH → Cu(OH)2 + (NH4)2SO4

Cu(OH)2 + CH3OH → Cu(OH)2 + CH2OH

Cu(OH)2 + (CH3)2O → CuO + CH3OH

Fungsi perlakuan : Penimbangan untuk mengetahui massa kristal awal dan massa
kristal yang terbentuk secara akurat, Pengadukan untuk mempercepat terjadinya reaksi
akibat energi kinetik yang semakin besar, Pencampuran kedua zat berfungsi agar kedua
zat dapat saling bereaksi sehingga terbentuk senyawa baru, Pendinginan untuk mencapai
derajat jenuh pada larutan sehingga endapan lebih cepat terbentuk, Penyaringan untuk
memisahkan endapan senyawa kompleks yang terbentuk dari filtratnya, Pengeringan
untuk menguapkan pelarut sehingga diperoleh kristal yang kering tanpa mengandung air

Fungsi reagen : CuSO4.5H2O sebagai bahan baku atau bahan utama dalam
pembuatan garam Cu(NH4)2(SO4)2.6H2O yaitu sebagai penyedia atom pusat Cu2+ yang
berikatan dengan ligan. NH4OH sebagai ligan yang mendesak molekul air lalu berikatan
dengan Cu2+. Etanol 95% untuk memekatkan larutan sehingga memicu endapan cepat
terbentuk.

21
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan garam anorganik adalah :

1. Sifat Solute dan Solvent : Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar
pula, solute yang non polar akan larut dalam solvent yang non polar pula.
2. Cosolvensi: Consolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena
adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut.
3. Temperatur: Zat padat yang bersifat endoterm kelarutannya bertambah ketika
suhu dinaikkan karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.
4. Pembentukan Kompleks: Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya
interaksi antara senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam
kompleks.

Senyawa kompleks berhidrat adalah garam yang mengandung molekul air dalam
perbandingan tertentu yang terikat baik pada atom pusat atau terkristalisasi dengan
senyawa kompleks. Senyawa kompleks anhidrat adalah senyawa yang kehilangan atau
tidak memilki molekul air.

Faktor kesalahan dalam percobaan :

-Kesalahan dalam penambahan reagen atau dalam penimbangan kristal

-Pengadukan yang tidak sempurna

-Pengeringan yang berlebihan

- Pendinginan campuran yang kurang lama sehingga endapan tidak terbentuk maksimal

- Hibridisasi dari ion Amonium Sulfat Berhidrat

Konfigurasi dari : Cu2+ = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9

Untuk mengetahui benar atau tidaknya kompleks yang terbentuk dapat dilakukan
dengan pengujian rumus molekulnya. Padatan Cu yang telah terbentuk dilarutkan dalam
HNO3, ketika Cu ditambahkan HNO3 pekat,Cu langsung larut dan timbul gas berwarna
coklat dan gas berbau kaporit serta dasar tabung yang hangat dan warna larutannya biru.
Hal ini karena terbentuknya Cu(NO3)2 dimana ion nitrat merupakan oksidator kuat dari H+
itu sendiri yang menyebabkan logam larut karena HNO3 mengoksidasi Cu menjadi Cu2+
sehingga Cu mengalami kenaikan bilangan oksidasi dari 0 menjadi +2. Selain itu yang
berwarna coklat merupakan gas NO2 dengan biloks +4 dan dasar tabung hangat akibat
terjadinya pelepasan panas/eksoterm. Selanjutnya Cu direaksikan dengan larutan HNO3

22
menghasilkan warna larutan biru dan gas yang terbentuk berwarna putih dan lama-
kelamaan berubah menjadi biru serta terdapat jelaga hitam,proses pelarutan tembaga ini
lebih lama dibandingkan HNO3. Gas yang terbentuk juga berbeda akibat HNO3 yang lebih
encer dimana gas yang terbentuk yaitu NO dengan biloks +2. NO sangat mudah teroksidasi
diudara berubah menjadi NO2 karena sifat dari nitrogen yang tidak stabil. Logam Cu
mereduksi nitrogen sehingga biloksnya berubah dari +5 menjadi +2. Warna biru pada
larutan menunjukkan terbentukknya Cu2+. Setelah larut, kemudian larutan di titrasi dengan
Pb asetat. Pb asetat bersifat basa sehingga latutan digunakan untuk menetralkan larutan
yang bersifat asam. Reaksi yang terbentuk adalah

CuO + HNO3 → CuNO3 + OH-

CuNO3 + Pb-Asetat → Cu-Asetat + PbNO3

CuO + H2O → Cu(OH)2 + H+

Cu(OH)2 + HCl → CuCl2 + H2O

1. Selanjurnya setelah dititrasi dan dihitung konsentrasi dari maasing masing larutan dan
dihitung nilai absorbansinya. Didapatkan kurva absorbansi dengan nilai : Y= 1,0535 +
0,0193 R2 = 0,9993. Dari nilai Y dapat ditentukan persen rendemen Cu dan
perbandingan rumus molekul dari senyawa. Dari hasil yang diperoleh, komplek Cu
yang dihitung persen rendemen Cu sebesar 1,143 %. Dan garam kompleks Cu yang
didapat adalah Cu(NH3)4.(SO4) 2.

Grafik konsentrasi larutan standar terhadap absorbansi


0.7
0.6
0.5
Absorbansi

0.4
0.3 y = 1.0535x + 0.0193
R² = 0.9993
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Konsentrasi (Mol)

Pada percobaan kedua yaitu sintesis kompleks besi-askorbat yang digunakan sebagai
obat Anemia, Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, atau lebih tepat disebut

23
sebagai Anemia. Dimana anemia defisiensi zat besi adalah kondisi seseorang yang tidak
memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel
darah karena kurangnya zat besi. Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau
penggunaan unsur tersebut melewati kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi
selain pada kasus anemia, diantaranya dijumpai pada bayi dan remaja yang merupakanmasa
terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Bayi yang lahir dari perempuan dengan
defisiensi besi jarang sekali mengalami anemia tetapi memang memiliki cadangan zat besi
yang rendah. ASI merupakan sumber zat besi yang signifikan bagi bayi Kebanyakan obat
tidak diambil sebagai bahan kimia murni tetapi diformulasikan dalam bentuk sediaan
farmasi seperti tablet dikompresi,berkelanjutan merilis produk, solusi dan suntikan. Properti
fisikokimia obat merupakan faktor penting yang bisa mengganggu bioavailabilitas dan
bentuk sediaan akhir. Bentuk padat suatu senyawa mempengaruhi keseimbangan sifat solid
termasuk ukuran partikel, densitas, aliran, keterbasahan, luas permukaan, kelarutan dan
higroskopisitas. Ini juga memiliki dampak pada manufakturabilitas dan kinerja klinis
produk obat. Keterbasahan, luas permukaan, kelarutan dapat mempengaruhi dampak
potensial terhadap produk obat. Garam besi Asam askorbat (II) ditunjukkan pada gambar
berikut:

Sampel yang digunakan adalah Vitamin C. Vitamin C atau asam askorbat merupakan
vitamin dengan berat molekul 178 dan rumus molekul C6O8H8 . Asam L-askorbat
(C6H8O6) adalah nama trivial vitamin C. Nama kimianya adalah 2-oxo-Lthreo-hexono-1
,4-lakton-2,3-enodiol. Asam L-askorbat dan asam dehidroaskorbat adalah bentuk utama
yang mempunyai aktivitas vitamin C. Asam askorbat dalam bentuk kristal tak berwarna,
titik cair 1 90-1 92 °C, bersifat larut dalam air dan sedikit larut dalam aseton atau alkohol
yang mempunyai berat molekul rendah.

Sifat Vitamin C: Vitamin C sukar larut dalam chloroform, eter, dan benzene. Dengan
logam membentuk garam. Sifat asam ditentukan oleh ionisasi enolgroup pada atom C nomor
pada pH rendah v itamin C lebih stabil daripada pH tinggi(bersifat stabil terhadap asam,

24
tidak stabil terhadap basa). Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih bila terdapat
katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar, temperatur y ang tinggi. Larutan encer v
itamin C pada pH kurang dari 7 ,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti diatas.
Oksidasi v itamin C akan terbentuk asam dehidroaskorbat. Vitamin C dapat berbentuk asam
L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Keduany a mempunyai keaktifan sebagai v itamin
C. asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-
dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami
perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat y ang tidak memiliki keaktifan
vitamin C lagi. Sebagian besar besi yang diserap di bagian atas dari usus kecil yang
duodenum dan bagian atas jejunum. Sel mukosa mengandung pembawa besi intraseluler.
Beberapa zat besi dipasok ke mitokondria oleh operator, namun sisanya dibagi antara
apoferritin dalam sel mukosa dan transferrin, yang merupakan besi pengangkutan
polipeptida dalam plasma. Apoferritin, yang juga ditemukan dibanyak jaringan lain
menggabungkan dengan besi untuk membentuk Feritin. Asam askorbat memainkan peran
penting dalam gerakan besi plasma untuk depot penyimpanan di jaringan. Ada juga bukti
bahwa asam askorbat meningkatkan pemanfaatan besi, dengan aksinya mengurangi dan
mungkin memiliki efek langsung pada eritropoiesis.

Pemberian suplemen tablet besi dan suplemen vitamin C secara bersamaan


berpengaruh secara signifikan terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri. Penggunaan
suplemen zat besi bekerja secara sinergis dengan asupan vitamin C (asam askorbat) dalam
mengatasi anemia defisisensi besi. Oleh karena itu produksi suplemen dengan mensintesis
senyawa baru dari ion Fe dengan asam askorbat menjadi Fe(II) atau Fe(III) askorbat
merupakan upaya yang prospektif untuk membentuk suplemen baru anti anemia.

FeSO4.7H2O + H2O → Fe(OH)2 + H2SO4

H2C6H6O6 + Fe(OH)2 → Fe(C6H6O6)2 + 2 H2O

Fe(C6H6O6)2 + 2(CH3)O → FeO2 + 2CH3C6H6O6

massa besi askorbat yang dihasilkan dari percobaan 0,4 gram dan persen kadarnya sebesar
85,47%.

Pada percobaan ketiga, dilakukan pengkomplekan besi sitrat dari karat pada botol,
langkah pertama adalah mencuci botol dengan detergen yang berfungsi untuk
menghilangkan pengotor yang menempel pada botol dan untuk membuktikan bahwa yang

25
menempel pada botol adalah logam atau pengotor. Logam tidak dapat larut dalam detergen,
sehingga ketika botol dibersihkan akan menyisakan logam yang masih menempel. Logam
kemudian dilarutkan dalam etanol dan asam sitrat sampai karat larut. Reaksi yang terjadi
antara asam sitrat dengan etanol adalah esterifikasi yang menghasilkan ester dari reaksi
antara alkohol dan karboksilat.

Reaksi yang terjadi :

H5O(COOH)3 + C2H5OH → C3H5O(OH)3 + C2H5COOH

C2H5O(OH)3 + Fe2+ → (C3H5O)2Fe3 + OH-

C3H5O(COOH)3 + Fe2+ → (C3H5O)2Fe2 + HCOO-

Selanjutnya dilakukan percobaan tanpa menggunakan etanol, dan digantikan dengan


air. Hasilnya ketika dihitung nilai absorbansinya adalah negatif sehingga percobaan tidak
dilanjutkan. Hasil negatif dapat disebabkan karena pengunaan botol yang sama sehingga
masih ada pengaruh dari etanol yang menyebabkan pengukuran menjadi tidak akurat.

Banyak kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini berarti ada
absorpsi di daerah sinar tampak dari elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat
energi orbital molekul kompleks yang diisi elektron ke tingkat energi yang kosong. Bila
perbedaan energi antar orbital yang dapat mengalami transisi disebut ΔΕ, frekuensi absorpsi
ν diberikan oleh persamaan ΔΕ = hν. Transisi elektronik yang dihasilkan oleh pemompaan
optis (cahaya) diklasifikasikan secara kasar menjadi dua golongan. Bila kedua orbital
molekul yang memungkinkan transisi memiliki karakter utama d, transisinya disebut transisi
d-d atau transisi medanligan, dan panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada
pembelahan medan ligan. Bila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam dan
orbital yang lain memiliki karakter ligan, transisinya disebut transfer muatan. Transisi
transfer muatan diklasifikasikan atas transfer muatan logam ke ligan (metal (M) to ligand
(L) charge-transfers (MLCT)) dan transfer muatan ligan ke logam (LMCT).

Karena analisis spektra kompleks oktahedral cukup mudah, spektra kompleks ini telah
dipelajari dengan detail beberapa tahun. Bila kompleks memiliki satu elektron d, analisisnya
sangat sederhana. Misalnya, Ti dalam [Ti(OH2)6] 3+ adalah ion d1, dan elektronnya
menempati orbital t2g yang dihasilkan oleh pembelahan medan ligan oktahedral.
Kompleksnya bewarna ungu akibat absorpsi pada 492 nm (20300 cm-1) berhubungan
dengan pemompaan optis elektron d ke orbital eg. Namun, dalam kompleks dengan lebih

26
dari satu elektron d, ada interaksi tolakan antar elektron, dan spektrum transisi d-d memiliki
lebih dari satu puncak. Misalnya kompleks d3 [Cr(NH3)6]3+ menunjukkan dua puncak
absorpsi d-d pada 400 nm (25000 cm-1), menyarankan bahwa kompleksnya memiliki dua
kelompok orbital molekul yang memungkinkan transisi elektronik dengan probabilitas
transisi. Jadi warna itu muncul akibat interaksi optis (pemompaan optis/cahaya) ligan
dengan atom pusat setelah dalam bentuk senyawa kompleksnya.kompleks yang tidak
berwarna dapat diakibatkan oleh tidak adanya elektron yang tidak berpasangan yang dapat
mengalami eksitasi.

C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatn dan perhitungan dapat disimpulkan bahwa :

27
1. Senyawa kompleks tembaga berberntuk kristal berwarna biru dengan berat residu
sebesar 10 gram.
2. Rumus kimia dari kompleks tembaga diperoleh perbandingan bilangan ganjil 3 : 7 : 1
yaitu [Cu3 (NH3)7 ](SO4).
3. Senyawa kompleks besi-askorbat terindentifikasi dimana adanya keristal berwarna
hijau.
4. Rendemen yang diperoleh dari sintesis kompleks tembaga dapat berupa perbandingan
terhadap massa teoritis dan sampel.
% massa teoritis ( rendemen) = 15,68 gram
% massa sampel ( rendemen) = 1,143 %
5. Konsentrasi HCl hasil standarisasi dengan NaOH 0,1695 M.
6. Diperoleh persamaan garis kurva hubungan antara konsentrasi larutan terhadap
absorbansi yaitu Y= 1,0535 + 0,0193 R2 = 0,9993.

DAFTAR PUSTAKA

28
Cotton, F. A., G. Wilkinson, (1988), Advanced Inorganic Chemistry, Fifth edition, Jhon Wiley
and Sons, New York.

Erfolgkimia.2013.Vitamin C.Situs: http://www.erfolgkimia.com/2013/06/vitamin-c.html.


diakses pada 3 November 2015.

Kun Sri Budiasih, A.K. Prodjosantoso, Septiyantinur.2011. JURNAL BESI (II) DAN BESI
(III) ASKORBAT: SINTESIS DAN PROSPEK BIOFUNGSI SEBAGAI SUPLEMEN
ANTI ANEMIA. Jurdik Kimia FMIPA UNY

Sukardjo. 1989. Kimia Anorganik. Rineka Cipta. Yogyakarta.

Suhendar, Dede.2015.Buku Panduan Praktikum Kimia Anorganik.Bandung: UIN Bandung.

Svehla, G. 1990. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Bagian I. PT Kalman Media
Pusaka : Jakarta

LAMPIRAN

29
A. Gambar

Alat dan bahan Total penimbangan Penambahan larutan


ammoniak

Saat distirrer Setelah disaring Setelah di oven

Dilarutkan dgn HNO3

30
31
B. Perhitungan
o Pembuatan larutan
1. HCl 0,5 M 250 mL dari 3 M
M₁ x V₁ = M₂ x V₂
0,5 M x 250 ml
V₁ = 3𝑀

= 41,67 mL
2. Na2B4O2 1 M 50 mL
massa
0,1 M = x 20 mL
381,42 𝑔/𝑚𝑜𝑙

32
= 1,9071 gram
3. Na2B4O7 0,1M 50ml
massa
1M = x 10 mL
325 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 32,529 gram
4. NaOH 10% 100 mL
% V1 = % V2
10 % x 100 mL
V1 = 25 %

= 40 mL
o Konsentrasi larutan standar CuSO4.5H2O
0,1 g = 0,1 mol
0,2 g = 0,2 mol
0,3 g = 0,3 mol
0,4 g = 0,4 mol
0,5 g = 0,5 mol
0,6 g = 0,6 mol

o Grafik larutan standar terhadap absorbansi

33
Grafik konsentrasi larutan standar terhadap absorbansi
0.7
0.6
0.5
Absorbansi

0.4
0.3 y = 1.0535x + 0.0193
R² = 0.9993
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Konsentrasi (Mol)

Mol Cu dari grafik


y=mx+c
= 1,0535 x + 0,0193
1,0535 x = 0,511 – 0,0193
= 0,4917
0,4917
X= 1,0535

= 0,4667
X = mol Cu = 0,4667 mol
o Penentuan mol NH3 dgn SO42-
Mol NH3 = [HCl] x Vtitrasi
= 0,1698 M x 17,4 mL
= 2,95452 mol
Mol SO42- = [Pb asetat] x Vtitrasi
= 1 M x 0,7 mL = 0,7 mol

o Standarisasi HCl dengan boraks standar

34
Titrasi ke Titrasi ke
1 2
Skala akhir (mL) 11,80 11,80
Skala awal (mL) 0,0 0,0
V 11,80 11,80
Vrata-rata (mL) 11,80

[ (M.V)n ] Na2B4O7 = [ (M.V)n ] HCl

0,1 𝑥 10 𝑥 2
[ HCl ] = 11,80 𝑥 1

= 0,1695 M

Mol Cu : mol NH3 : mol SO42-


0,4667 mol : 2,9545 mol : 0,7 mol
1 mol : 8 mol : 1,5 x 2

Jadi rumus empirinya : [Cu(NH3)8] (SO4)2

o Kadar (%) Randemen


Mr[Cu(NH3)8](SO4)2
Massa teoritis = x massa sampel
𝑀𝑟 𝐶𝑢𝑆𝑂4.5𝐻2𝑂
391,5 g/mol
= x 10,000 gram
249,68 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 15,68 gram

o Sintesis kompleks obat anemia besi aksorbat

35
2 C6H8O7 (aq) + 3FeSO4.7H2O  Fe3(C6H5O7 )2 + H2SO4
m 0,0416 mol 0,0,00395 mol
r 0,00263 mol 0,00395 mol 0,001316 mol

s 0,003897 mol - 0,001316 mol

massa Fe = n x Mr
= 0,001316 mol x 546 g/mol
= 0,7185 gram
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙
% randemen = X 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,768 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 62,8296 𝑔𝑟𝑎𝑚 X 100 %

= 1,143 %

36

Anda mungkin juga menyukai