Anda di halaman 1dari 25

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Anorganik dengan judul “Penentuan


Bilangan Koordinasi Kompleks Tembaga II” disusun oleh :
Nama :Sulfiani
NIM :200106501010
Kelas/ Kelompok : Kimia Sains/ 4 (Empat)
telah diperiksa oleh Asisten dan Koordinator Asisten dan dinyatakan diterima.

Makassar, Juni 2022


Koordinator Asisten Asisten

Muhammad Ali Yazid ARS Potto Ekawati


NIM. 1813141003 Nim. 1713142012

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Muhammad Syahrir, S.Pd, M.Si p


NIP. 19740907 200501 1 1004
ABSTRAK

Pada percobaan penentuan bilangan koordinasi kompleks tembaga II


bertujuan untuk menentukan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan CuCl 2.
2H2O. Adapun prinsip dasar dari percobaan ini yaitu didasarkan pada reaksi
subtitusi atau pendesakan ligan air oleh ligan amonia. Prinsip kerjanya yaitu
penimbangan, pencampuran, pelarutan, pengenceran, titrasi, titrasi titrimometri.
Hasil yang ditemukan dari percobaan ini adalah bahwa bilangan koordinasi Cu
(II) adalah 4 dengan bentuk bujur sangkar (dsp 2) yang artinya Cu (II) hanya dapat
4 pasang elektron dalam pembentukan kompleksnya.

Kata kunci : Bilangan koordinasi, tembaga (II), amonia


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam analisis kualitatif banyak digunanakan reaksi-reaksi yang
menghasilkan pembentukan senyawa kompleks.Suatu ion (atau molekul)
kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat
erat dengan atom (ion) pusat itu. Pembentukan kompleks analisis anorganik
kualitatif sering terlihat dan dipakai untuk pemisahan dan identifikasi. Salah
satu fenomena yang paling umum yang muncul apabila ion kompleks
terbentuk adalah perubahan warna dalam larutan. Satu fenomena lain yang
penting yang sering terlihat bila kompleks terbentuk adalah kenaikan larutan,
banyak endapan bisa melarut karena pembentukan kompleks.
Tembaga merupakan logam berwarna merah dan mudah dibengkokkan.
Atom tembaga membentuk senyawa sebagai kation dengan bilangan oksidasi
+1 dan +2. Salah satu senyawaan Cu dengan bilangan oksidasi 2 adalah
kompleks ion khelat tetramintembaga(II) sulfat hidrat yang dapat dibuat
dengan mereaksikan CuSO4 dengan amonia berlebih. Atom nitrogen dari
amina terikat kuat pada Cu hingga pada tekanan 1 atm dan pada suhu 90 oC
tidak terjadi disosiasi NH3.
Beberapa garam dapat mengkristal dari larutannya dengan mengikat
sejumlah molekul air sebagai hidrat. Sebagai contoh adalah tembaga sulfat
pentahidrat, besi sulfat heptahidrat dan aluminium sulfat nonhidrat. Bentuk
struktur dalam kristal terdiri atas kation terhidrat dan anion terhidrat, seperti
Cu(H2O)42+ dan SO4(H2O)2-dalam tembaga sulfat pentahidrat.
B. Rumusan Masalah
Menjelaskan bagaimana pembuatan sifat-sifat garam rangkap kupri
ammonium sulfat dan garam kompleks tetrammintembaga (II) sulfat
monohidrat sulfat
C. Tujuan
Mempelajari pembuatan sifat-sifat garam rangkap kupri ammonium
sulfat dan garam kompleks tetrammintembaga (II) sulfat monohidrat sulfat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun atas satu
atom pusat biasanya logam atau kelompk atom seperti VO, VO 2 dan TiO
yang dikelilingi oleh sejumlah anion atau molekul netral. Anion atau molekul
netral yang mengelilingi atom pusat atau kelompok atom disebut dengan
ligan. Jika ditinjau dari sistem asam basa Lewis, atompusat atau kelompok
atom dalam senyawa kompleks tersebut bertindak sebagai asam Lewis,
sedangkan ligannya bertindak sebagai basa Lewis. Ikatan yang terjadi antara
ligan dan atom pusat merupakan ikatan kovalen koordinasi, sehingga
senyawa kompleks disebut juga dengan senyawa koordinasi. Adapun jumlah
ligan yang mengelilingi atom pusat menyatakan bilangan koordinasi. Jumlah
muatan kompleks ditentukan dari penjumlahan muatan ion pusat dan jumlah
muatan ligan yang membentuk kompleks (Ramlawati, 2015: 1).
Berbagai unsur-unsur transisi yang termasuk kelompok transisi
atau peralihan dapat diperiksa pada kerangka sistem periodik unsur bentuk
panjang. Logam transisi mempunyai struktur kemas-rapat, artinya setiap atom
mengalami persinggungan yang maksimal terhadap atom-atom yang lain
yaitu sebanyak duabelas atom tetangganya. Dalam periode, elektron-elektron
mengisi orbital (n-1) disebelah dalam orbital ns2 yang semakin banyak
dengan naiknya nomor atom, sehingga jari-jari atomiknya relatif semakin
pendek. Akibat dari struktur kemas rapat dan kecilnya ukuran atomik yaitu
terbentuknya ikatan logam yang kuat antara atom-atomnya sehingga logam
ini dapat ditempa dan kuat (Sugiyarto, 2003: 168-170).
Sifat logam transisi blok d sangat berbeda antara logam deret
pertama (3d) dan logam deret kedua (4d), walaupun perbedaan logam dari
deret kedua dan logam deret ketiga (5d) tidak terlalu besar. Jari-jari logam
dari skandium sampai tembaga (166 sampai 128 pm) lebih kecil daripada jari-
jari itrium, Y, sampai perak, Ag, (178 sampai 144 pm) atau jari-jari,
lantanum, sampai emas (188 sampai 146 pm). Senyawa ion logam yang
berkoordinasi dengan ligan disebut dengan senyawa kompleks. Sebagian
besar dari ligan adalah zat netral atau anionik tetapi kation, seperti pada
kation tropilium juga dikenal. Ligan netral, seperti amonia, NH3, atau karbon
monoksida, CO, dalam keadaan bebas pun merupakan molekul yang stabil.
Sementara itu pada ligan anionik, seperti Clatau C5H5 - , dapat distabilkan
jika dikoordinasikan ke atom logam pusat (Saito, 1996: 116-117).
Ciri dari logam transisi adalah memiliki subkulit d yang tidak terisi
penuh atau mudah menghasilkan ion-ion dengan subkulit d yang tidak terisi
penuh. Kebanyakan logam transisi bersifat inert terhadap asam atau bereaksi
lambat karena adanya lapisan oksida pelindung. Logam transisi dapat
menunjukkan keadaan oksidasi yang beragam dalam suatu senyawanya.
Logam transisi memiliki keunikan yaitu cenderung akan membentuk ion
kompleks. Senyawa koordinasi umumnya terdiri atas ion kompleks dan ion
lawan (counter ion). (chang, 2005: 236-238)
Kristalisasi adalah suatu proses pembuatan bahan padat dengan
cara mengendapkan larutan. Kristalisasi merupakan teknik pemisahan bahan
padat dengan cair. Pada proses tersebut teerjadi perpindahan massa zat
terlarut dari cairan kee fasa kristal padat. Karakter dari kristalisasi ditentukan
oleh termodinamika dan faktor kinetik, yang bisa membuat proses itu sangat
bervariasi dan sulit dikontrol. Kristalisasi dapat terjadi dalam proses
pembutan garam. Garam memiliki beragam titik leleh yang tinggi dan
sebaliknya (Ningsih, 2016: 77&98).
Beberapa garam dapat mengkristal dari larutannya dengan
mengikat sejumlah molekul air sebagai hidrat. Sebagai contoh antara lain
CuSO4.5H2O, FeSO4.7H2O dan Al2(SO4).9H2O. Bentuk struktur dalam kristal
terdiri atas kation terhidrat dan anion terhidrat, seperti Cu(H 2O)42+ dan
SO4(H2O)2- dalam CuSO4.5H2O. Selain itu banyak pula dijumpai ion-ion
kompleks stabil yang dibentuk oleh ion-ion logam transisi dengan molekul
atau ion yang terikat lebih kuat dari pada molekul air sebagai contoh
Co(NH3)63+ dan Fe(CN)6 3-. Garam mengandung ion-ion kompleks dikenal
sebagai senyawa koordinasi atau garam kompleks. Garam rangkap dibentuk
apabila dua garam mengkristal bersama-sama dengan perbandingan molekul
tertentu. Garam itu memiliki struktur sendiri dan tidak harus sama dengan
struktur garam komponennya (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2022: 17)
B. TINJAUAN HASIL
Suatu ion atau molekul kompleks terdiri atas satu atom (ion) pusat
dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah
relatif suatu komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak
mengikuti stoikiometri tertentu. Atom pusat ditandai oleh bilangan
koordinasi, suatu angka bulat yang menunjukkan jumlah ligan (monodentat)
yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom
atau ion pusat dalam apa yang disebut bilangan koordinasi, yang
masingmasingnya dapat dihuni oleh satu ligan. Susunan logam-logam sekitar
ion pusat adalah simetris (Svehla, 1985: 95).
Beberapa reaksi ini adalah NH3 dan BF3 terjadi ikatan kovalen
koordinasi antara atom nitrogen dan atom boron. Senyawa yang terbentuk
yaitu senyawa H3NBF3 (aminatifluordboron atau azanatrifluordboron)
merupakan salah satu contoh dari suatu senyawa koordinasi. Contoh-contoh
yang lain adalah hasil d ari reaksi-reaksi berikut:
AgCl + 2NH3 → [H3N – Ag – NH3] NO3 CO
Senyawa-senyawa yang terbentuk, yaitu diamin perak (I) nitrat
pada reaksi (2) dan tetrakarbonilnikel pada reaksi (3), juga merupakan
senyawa-senyawa koordinasi. Secara umum senyawa yang pembentukannya
melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi yang dapat dianggap
sebagai senyawa koordinasi yaitu senyawa yang pembentukannya melibatkan
ikatan kovelen koordinasi (Effendy, 2007: 2).
Bilangan koordiansi dalam senyawa koordinasi didefenisikan
sebagai banyaknya atom donor diseputar atom logam pusat dalam ion
kompleks. Dalam kisi kristal bilangan koordinasi suatu atom atau ion yang
didefinisikan sebagai jumlah atom atau ion diseputar atom atau ion itu.
Bilangan koordinasi yang paling lazim ialah 4 dan 6 namun bilangan
koordinasi 2 dan 5 juga telah dikenal. Bergantung pada banyaknya atom
donor yang ada, ligan digolongkan monodentat, bidentat, atau polidentat. H 2O
dan NH3 ialah ligan monodentat dengan masing-masing hanya satu atom
donor. Salah satu ligan bidentat ialah etilena-diamina yang dimana biasa
disingkat “en” : H2N – CH2 – CH2 – NH2 Kedua atom nitrogen disini dapat
berkoordinasi dengan satu atom logam yang bisa disebut sebagai ligan. Ligan
bidentat dan polidentat juga disebut dengan agen pengelat karena
kemampuannya dalam mengikat atom logam (Chang, 2005: 239).
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2,
namun hanya tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutan air.
Dalam larutan air, hampir semua garam tembaga (II) berwarna biru, yang
karateristik dari warna ion kompleks koordinasi 6, [Cu(H2O)6]2+. Kekecualian
yang terkenal yaitu tembaga (II) klorida yang berwarna kehijuan oleh
kompleks [Cucl4]2+ yang mempunyai bangun geometri dasar tertahedral atau
bujursangkar bergantung pada kation pasangannya. Apabila dalam larutan
encer ion menjadi berwarna biru oleh karena pendesakan ion ligan Cloleh
ligan H2O. Oleh karena itu, jika warna hijau ingin dipertahankan, ke dalam
larutan pekat CuCl2 dalam air ditambahkan ion senama Cl dengan
penambahan padatan NaCl atau HCl pekat atau gas. Jika larutan amonia
ditambahkan ke dalam larutan ion Cu2+, larutan biru berubah menjadi biru tua
akibat pendesakan ligan air oleh ligan amonia (Sugiyarto 2003: 266).
Begitupun dengan senyawa kurkumin yang tidak larut dalam air
disintesis menjadi garam natrium kurkumin yang termasuk dalam garam
rangkap. Pada umumnya garam natrium bersifat mudah larut dalam air.
Untuk mereaksikan natrium ke dalam struktur Kurkumin dibutuhkan pereaksi
yang reaktif agar natrium dapat mensubstitusikan atom H dari struktur
kurkumin. Pereaksi yang digunakan dalam pembentukan garam natrium
kurkumin adalah natrium metoksida. natrium metoksida dibuat dengan
mereaksikan metanol dengan logam natrium. Metanol digunakan sebagai
pelarut karena kemurniaannya yang lebih tinggi dibandingkan etanol.
Metanol yang terbentuk akan dengan mudah dihilangkan jika dilakukan
dengan penguapan (Winingsih,dkk., 2018: 25)
Garam Mohr termasuk pada garam rangkap atau campuran dua
garam. Karena tersusun atas garam besi (II) sulfat dan garam ammonium
sulfat. Pembuatan garam mohr meliputi pembuatan garam ferro dan garam
amonium sulfat. Garam mohr dibuat dengan mencampurkan serbuk besi
dengan larutan asam sulfat 20%, sedangkan garam amonium sulfat dibuat
dengan mencampurkan asam sulfat dengan amoniak. Keduanya dalam
kondisi panas dicampurkan, diaduk, dan didinginkan sehingga membentuk
garam mohr. Pada garam mohr mengandung kation besi (II) dan ion sulfat,
maka adanya ion besi (II) ditunjukkan dengan reaksi basa membentuk
Fe(OH)2 yang berwarna hijau kotor. Ion sulfat dengan ion barium
membentuk endapan putih dari barium sulfat (Ngatin, dkk., 2019: 1&5).
Pada kompleks logam dengan ligan oksim yang menyoroti studi
momen inframerah, spektral elektronik, dan magnetik. Berbagai teknik fisika
kimia yang digunakan seperti pengukuran konduktansi listrik, inframerah,
studi spektral elektronik dan pengukuran kerentanan magnetik dan persiapan
ligan. Stereokimia kompleks dan situs ikatan ligan dibahas menggunakan
nilai momen magnetik, data spektral elektronik inframerah dan pengukuran
konduktivitas. Dari studi inframerah ditemukan ligan berkoordinasi melalui
nitrogen oksim dan nitrogen cincin piperidin. Kompleks logam ditetapkan
sebagai struktur oktahedral terdistorsi (Thirunarayanan, 2019: 112).
Amonium sulfat yang sangat murni diperoleh dengan menerapkan
kondisi optimum yang diperoleh untuk menghilangkan sebagian besar
fosfogipsum menggunakan asam sulfat dan juga menerapkan kondisi
optimum pembuatan amonium sulfat. Produk sampingan, residu kalsium
karbonat, dapat digunakan untuk menetralkan air proses asam yang terkait
dengan industri fosfat, atau dikalsinasi untuk menghilangkan CO2 yang dapat
didaur ulang untuk produksi amonium karbonat yang diperlukan dalam
produksi amonium sulfat. Selain itu, larutan amonium sulfat dikenai
konsentrat hingga volume yang sesuai dalam penangas air dengan suhu
konstan (Kandil, 2017: 30).
Semakin tinggi konsentrasi garam semakin tinggi tingkat
kesuksesan panelis terhadap rasa sambal masin dengan kriteria agak suka
hingga suka dengan deskriptif rasa agak berasa dan berasa khas masin dan
panelis lebih menyukai rasa sambal masin dengan penambahan garam 15%.
Hal ini disebabkan karena penambahan garam berfungsi meningkatkan cita
rasa suatu produk makanan. Semakin tinggi konsentrasi garam maka rasa
yang dihasilkan semakin khas. Pada konsentrasi garam rendah, rasa yang
dihasilkan adalah rasa sambal pada umumnya yang tidak bersifat hambar
dengan adanya penambahan garam. Akan tetapi, semakin tinggi konsentrasi
garam yang ditambahkan menghasilkan rasa gurih. Perbedaan tingkat
kesukaan panelis terhadap rasa sambal masin diduga karena konsentrasi
garam 15% aktivasi mikroba pemecah protein semakin tinggi sehingga
membentuk rasa khas masin yaitu gurih atau umami (Juliarsi, 2018 : 7).
Tembaga (Cu) merupakan unsur yang terdapat pada deret logam
transisi. Tembaga adalah salah satu unsur logam yang diberi lambang Cu dan
merupakan konduktor paling baik dengan massa jenis 8,94 gr/cm 3. Tembaga
(Cu) memiliki nomor atom 29 dan nomor 63,55 (Sugianto, 2017 : 070).
Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap
dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia.
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar NaCl (> 80%)
serta senyawa lainnya seperti CaSO4, MgSO4, MgCl2, dan lain-lain
(Marihati & Muryati, 2008). Garam mempunyai sifat/karateristik higroskopis
yang berarti mudah menyerap air dan titik lebur pada tingkat suhu 801 0C.
Natrium klorida membentuk kristal pada keadaan kering, tetapi seperti garam
lainnya dalam tubuh, mudah dilarutkan dalam air. Jika garam larut dalam air,
komponennya terpisah sebagai partikel yang disebut ion. Partikel ion terlarut
ini dikenal sebagai elektrolit. Kadar (konsentrasi) setiap elektrolit dalam
larutan dari garam terlarut dapat diukur dan biasanya dihitung dalam satuan
miliekuivalen dalam setiap volume larutan (Hoiriyah, 2019 : 36).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Alat
No. Nama Alat Jumlah Fungsi Alat
1. Gelas Kimia 250 ml 1 buah Digunakan sebagai wad
penampung larutan campuran
2. Gelas Kimia 100 mL 1 buah Digunakan untuk menyiapk
larutan, melakukan rea
kimia sederhana.
3. Gelas Kimia 50 mL 1 buah Digunakan sebagai wad
penampung larutan campuran
3. Gelas Ukur 50 mL 1 buah Digunakan untuk menguk
volume suatau larutan
4. Tabung Reaksi buah Sebagai Wadah mereaksik
dua larutan atau bahan kim
atau lebih
5. Buret 50 mL 2 buah Digunakan untuk menguk
volume cairan
6. Pipet Volum 10 mL 1 buah Digunakan untuk mengam
volume cairan tertentu dang
ketelitian yang tinggi
7. Pipet Volum 5 mL 1 buah Digunakan untuk mengam
volume cairan tertentu dang
ketelitian yang tinggi
8. Kaca Arloji 1 buah Sebagai tempat un
menimbang bahan beru
pasta, padatan dan bubuk, d
sebagai penutupgelas kim
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Penentuan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan CuCl2.2H2O

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1 Pembuatan larutan CuCl2 0,5 M dan dan NH3 Larutan berwarna kuning
8,5 M kecoklatan
- 8,5 gram CuCl2 + 50 mL etanol 96%
- 25 mL NH4OH 17 M + 25 mL etanol
96%
2 Standarisasi larutan NH3 Larutan berwarna merah
- 1,87 g Na2B4O7.H2O + 100 mL H2O
- 10 mL Na2B4O7.H2O + 3 tetes MO
- Titrasi dengan HCl Titrasi I = 1,5 mL
Titrasi II = 1,1 mL
Titrasi III = 1,1 mL

- 10 mL NH3 +3 tetes indicator PP + Larutan tidak berwarna,


dititrasi dengan HCl Titrasi I = 28,6 mL
Titrasi II = 28,8 mL
Titrasi III= 28,2 mL
2. Penentuan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1 10 mL CuCl2 dititrasi dengan NH3
- Titrasi I (30oC) - 2,3 mL (hijau toska)
- Titrasi II (35oC) - 4,6 mL (biru tua)
- Titrasi III(35oC) - 6,9 mL (biru tua)
- Titrasi IV(36oC) - 9,2 mL (biru tua)
- Titrasi IV(36oC) - 11,5 mL
B. Analisis Data
1. Penentuan konsentrasi CuCl2
Diketahui:
Massa CuCl2.2H2O = 4,2501 g
Mr CuCl2.2H2O = 170,5 g/mol
Volume CuCl2.2H2O = 50 mL = 0,05 L
Ditanyakan:
Konsentrasi CuCl2 ?
Penyelesaian:
massa
n CuCl2 =
Mr
4,2501 g
=
170,5 g mol
= 0,0249 mol

n
M CuCl2 =
V

0,0 249 mol


=
0,0 5 L
= 0,4980 mol/L
= 0,4980 M
2. Penentuan konsentrasi Na2B4O7.10H2O
Diketahui:
V Na2B4O7.5H2O = 100 mL = 0,10 L
Massa Na2B4O7.5H2O = 1,8747 g
Mr Na2B4O7.5H2O = 380 g/mol
Dit:
Normalitas Na2B4O7.5H2O....?
Penyelesaian:
m
n Na2B4O7.5H2O =
Mr
1,87 47 g
=
380 g/mol
= 0,0049 mol
n
M Na2B4O7.5H2O =
V
0,00 49 mol
=
0,1 L
= 0,0490 mol/L
= 0,0490 M
N Na2B4O7.5H2O = M. e-
= 0,0490 M x 2 e-
= 0,092 N.
3. Penentuan konsentrasi HCl
Diketahui:
V1 = 1,5 mL
V2 = 1,1 mL
V3 = 1,1 mL
V Na2B4O7.5H2O = 10 mL
N Na2B4O7.5H2O = 0,1 N
Ditanyakan:
Normalitas HCl...?
Penyelesaian:
V1 + V 2 + V 3
V rata-rata =
3
( 1,5 + 1,1+ 1 ,1 ) mL
=
3
= 1,2 mL
(V x N) Na
N HCl =
2 B 4O
7

V rata-rata HCl
10 mL x 0,1 N
=
1,2 mL
= 0,8333 N
4. Penentuan konsentrasi NH3
Diketahui:
V1 = 28,6 mL
V2 = 28,8 mL
V3 = 28,2 mL
V NH3 = 10 mL
N HCl = 0,1 N
Ditanyakan:
N NH3.......?
Penyelesaian:
V1 + V 2 + V3
V rata-rata =
3
( 28,6 +28,8 + 28,2 ) mL
=
3
= 28,53 mL
(V x N) HCl
N NH3 =
Vrata-rata NH 3
10 mL x 0,1 N
=
28,53 mL
= 0,0350 N
5. Penentuan volume NH3 yang harus ditambahkan
Diketahui:
V CuCl2 = 10 mL
M CuCl2 = 0,4980 M
N NH3 = 0,0350 N
Ditanyakan:
V NH3.....?
Penyelesaian:
n CuCl2 =MxV
= 0,5 M x 10 mL
= 5 mmol
Jika n CuCl2 ≈ n NH3
Maka untuk volume NH3
n NH 3
V NH3 =
m NH 3
5 mmol
=
2 ,18 N
= 2,3 mL
1:1 = 2,3 mL T = 320C
1:2 = 4,6 mL T = 350C
1:3 = 6,9 mL T = 350C
1:4 = 9,2 mL T = 360C
1:5 = 11,5 mL T = 360C
Jadi perbandingan volume NH3 yang harus digunakan dalam setiap titrasi
adalah 1 mL.

Sehingga, perbandingan volume NH3 dengan volume CuCl2 yang digunakan


adalah sebagai berikut.
Volume CuCl2 Volume NH3
(mL) (mL)
10 2.3

10 4.6
10 6.9
10 9.2
10 11.5

Tabel hubungan volume NH3 dan suhu adalah sebagai berikut.


Volume Suhu (°C)
NH3 (mL)
1,30 32
2,60 35
3,90 35
5,20 36
6,50 36
37
36
35
34

SuhuoC
33
32
31
30
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
V NH3

C. Pembahasan
Senyawa koordinasi adalah senyawa yang mengandung satu atau lebih ion
kompleks dengan sejumlah kecil molekul atau ion di seputar atom atau ion
logam pusat, biasanya dari keluarga logam transisi. Geometri dari senyawa
koordinasi umumnya linear, tetrahedral, segi-empat planar, dan oktahedral.
(Chang, 2004: 235). Anion atau molekul netral yang mengelilingi atom pusat
atau kelompok atom itu disebut ligan. Bilangan koordinasi menyatakan
jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang
disebut bulatan koordinasi, yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan
(monodentat) (Svehla, 1985: 95).
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan bilangan koordinasi kompleks
dengan bahan CuCl2.2H2O. Adapun prinsip dasar dari percobaan ini yaitu
didasarkan pada reaksi subtitusi atau pendesakan ligan air oleh ligan amonia.
Prinsip kerjanya yaitu penimbangan, pencampuran, pelarutan, pengenceran,
titrasi, titrasi titrimometri, pengamatan dan perhitungan. Dalam percobaan ini
dilakukan beberapa aktivitas yaitu; pembuatan Larutan CuCl 2 0,5 M dan
Larutan NH3 8,5 M, standarisasi Larutan NH3, dan penentuan Bilangan
Koordinasi Kompleks [Cu(NH3)]2+ dengan Metode Titrimometri.
1. Penentuan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan CuCl2.H2O
Tujuan dari percobaan kali ini yaitu menentukan bilangan koordinasi
dari suatu senyawa kompleks dengan menggunakan bahan CuCl 2.2H2O.
Senyawa kompleks yang akan ditentukan bilangan koordinasinya yaitu
[Cu(NH3)]2+. Fungsi penggunaan CuCl2.2H2O yaitu sebagai penyedia atom
pusat/ion pusat Cu yang nantinya akan membentuk ion kompleks.
Sedangkan larutan NH3 merupakan larutan yang akan menjadi ligan dalam
proses pembentukan ion kompleks.
Percobaan diawali dengan mebuat larutan CuCl2 dengan melarutkan
kristal CuCl2.2H2O dengan larutan etanol. Kristal CuCl 2.2H2O tidak
dilarutkan dengan menggunakan air dikarenakan kristal CuCl 2.2H2O
merupakan kristal yang berhidrat atau mengikat air, sehingga apabila
kristal CuCl2.2H2O dilarutkan dalam air akan menyebabkan kristal Cu 2+
yang berhidrat menjadi lebih banyak dilingkupi oleh air (proses solvasi),
sehingga proses pembentukan senyawa kompleks akan sulit dan
berlangsung lambat (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2021: 25).
Oleh karena itu, etanol digunakan untuk melarutkan kristal
CuCl2.2H2O karena etanol dapat mengikat molekul air pada CuCl 2.2H2O,
sehingga dapat mempercepat dan mempermudah pembentukan senyawa
kompleks Cu(II). Kristal CuCl2.2H2O yang dilarutkan dengan etanol
menghasilkan larutan berwarna hijau tua. Adapun reaksinya yaitu:
CuCl2.2H2O(i) + C2H5OH(aq) → CuCl2(aq) + H2O(g)
(tembaga (II) klorida dihidrat) (etanol) (tembaga (II) klorida) (air)
Larutan NH3 8,5 M kemudian dibuat dengan mengencerkan larutan
Ammonium Hidroksida (NH4OH) dengan etanol 96%. Penggunaan etanol
berfungsi untuk mengikat molekul air pada larutan NH 4OH. Adapun
reaksi yang terjadi, yaitu :
NH4OH(aq) + C2H5OH(aq) → NH3(aq) + H2O(l)
(Amonia hidroksida) (etanol) (Amonia) (air)
Larutan NH3 yang telah dibuat selanjutnya distandarisasi dengan
HCl untuk menentukan konsentrasi larutan standar yang sebenarnya atau
secara tepat. Standarisasi larutan NH3 dilakukan dengan menggunakan
larutan HCl, dimana larutan HCl terlebih dahulu distandarisasi dengan
menggunakan larutan Na2B4O7.10H2O sebagai larutan standar primer. HCl
perlu distandarisasi karena HCl merupakan larutan standar sekunder yang
konsentrasinya berubah-ubah serta tidak stabil dalam penyimpanannya
sehingga perlu distandarisasi untuk menetukan konsentrasinya secara
akurat. Paa saat proses standarisasi HCl digunakan dengan indikator metil
jingga yang bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasi yang dtandai
dengan perubahan warna larutan dari orange menjadi merah dimana dalam
percobaan ini telah sesuai dengan teori.
Penggunaan indikator MO (metil orange) dikarenakan trayek pH dari
metil jingga berada diantara 3,1-4,5, dimana akan memberikan warna
orange pada keadaan basa dan merah pada keadaan asam (Widodo, 2009:
19-20). Dari hasil analisis data diperoleh normalitas HCl yaitu 0,8 N.
Dimana HCl merupakan larutan standar sekunder yang tidak stabil dalam
penyimpanan yang mana semakin lama konsentrasinya semakin menurun.
Reaksi yang terjadi yaitu:
Na2B4O7.10H2O(s) + 2HCl(aq) → 2 NaCl(aq) + 4 H3BO3(aq) + 5 H2O(l)
(natrium borat dekahidrat) (asam klorida) (natrium klorida) (asam borat) (air)
Setelah itu. dilakukan standarisasi larutan NH 3, sebelum dititrasi
tambahkan terlebih dahulu indikator PP diperoleh larutan berwarna ungu.
Fungsi indikator pp ini yaitu sebagai penanda apakah larutan tersebut telah
mencapai titik akhir atau sudah berada pada suasana asam. Indikator PP
digunakan pada titrasi ini karena indikator PP memiliki trayek pH 8,3-10,0
dimana warna dalam larutan basa yaitu merah sedangkan dalam larutan
asam tidak berwarna (Widodo, 2009: 19-20). Selanjutnya dititrasi dengan
larutan HCl hingga diperoleh larutan tak berwarna. Berdasarkan analisis
data diperoleh konsentrasi NH3 yaitu 0,0350 N. Hal ini dikarenakan NH3
merupakan standar sekunder yang tidak stabil dalam penyimpanan yang
mana semakin lama konsentrasinya semakin berkurang. Adapun reaksi
yang terjadi adalah:
NH3(aq) + HCl(aq) → NH4Cl(aq)
(amonia) (asam klorida) (ammonium klorida)
2. Penentuan bilangan koordinasi kompleks Cu(NH3)2+ dengan metode
titrimometri.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan bilangan koordinasi
kompleks Cu(NH3)2+ dengan metode titrimometri. Metode titrimometri
adalah suatu metode titrasi yang menggunakan perubahan suhu, saat
menentukan titik akhir titrasi dari suatu reaksi volumetric (Syehla, 1985).
Penambahan NH3 dilakukan secara bertahap dimana penambahan NH 3
disesuaikan dengan perbandingan mol NH3 dan mol Cu2+. Proses
penambahan larutan NH3 kedalam larutan Cu2+ dalam percobaan ini
menghasilkan larutan berwarna biru.
Perubahan warna yang diperoleh ini sudah sesuai dengan teori ,
dimana menurut (Guspita, 2020: 4), larutan amonia yang ditambahkan ke
dalam larutan ion Cu2+ akan bereaksi membentuk senyawa kompleks
tetraamintembaga (II) ([Cu (NH3)4]2+). Larutan ion Cu2+ yang berwarna
biru akan berubah menjadi warna biru tua setelah bereaksi dengan amonia
yang berbentuk kompleks tetraamintembaga (II) ([Cu (NH 3)4]2+). Adapun
reaksi kimia antara amonia dengan ion Cu 2+ ditunjukkan pada persamaan
berikut:
Cu2+ (aq) + 4NH3 (aq) ↔ [Cu(NH3)4]2+ (aq)
(ion tembaga (II) (ammonia) (tetraamintembaga (II)
Penambahan NH3 dilakukan sebanyak 5 kali dengan setiap
penambahan dilakukan pengamatan terhadap suhu dan warna larutan yang
terbentuk. Dimana penambahan NH3 disesuaikan dengan perbandingan
mol NH3 dan mol Cu2+. Penambahan larutan NH3 dilakukan sesuai dengan
hasil analisis data yang disertai dengan pengamatan suhu. Dalam hal ini,
NH3 merupakan ligan netral yang dapat membentuk kompleks dengan ion
Cu2+, dimana saat NH3 ditambahkan dalam larutan CuCl2 yang pada
larutan ini mengandung ion [Cu(H2O)4]2+, maka molekul air yang terdapat
pada larutan sebagai ligan akan digantikan dengan molekul NH 3 sehingga
akan terbentuk kompleks [Cu(NH3)]2+. Penggantian molekul air dengan
NH3 dapat terjadi akibat NH3 merupakan basa Lewis yang lebih kuat dari
H2O (basa Lewis lemah dari suatu asam Lewis) sehingga molekul H 2O
dapat digantikan dengan molekul NH3 (Sugiyarto, 2003: 267). . Adapun
reaksi yang terjadi adalah:
Cu2+ + NH3 [Cu(NH3)]2+
Berdasarkan analisis data,, diperoleh nahwa volume NH3 yang
digunakan sebesar 2.3 mL untuk perbandingan 1:1. Penambahan NH3
tersebut dilakukan sebanyak 5 kali dengan kelipatan volume yang
diperoleh hingga perbandingan 1:5. Pada setiap penambahan NH3
dilakukan pengamatan terhadap suhu dan warna larutan. Hasil yang
diperoleh yaitu pada perbandingan Cu2+ : NH3 (1:1) diperoleh suhu 28° C
dan larutan berwarna biru muda. Perbandingan 1 : 2 suhunya yaitu 32° C
dan berwarna biru tua. Perbandingan 1 : 3 suhu larutan yaitu 35° C dan
berwarna biru tua pekat. Perbandingan 1 : 4 diperoleh larutan dengan suhu
36° C dan berwarna biru tua pekat.
Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan teori, dimana
berdasarkan teori semakin banyak volume NH 3 maka suhu juga akan
meningkat. Suhu yang diperoleh tidak konstan dan berubah-ubah,
sedangkan menurut teori bahwa Cu2+ hanya dapat mengikat empat ligan
dan hanya memiliki bilangan koordinasi empat sedangkan warna yang
diperoleh sesuai dengan teori (Svehla, 1985: 210) yang menyatakan bahwa
salah satu fenomena yang paling umum yang muncul bila ion kompleks
terbentuk adalah perubahan warna dalam larutan. Hal ini dikarenakan
kelarutan CuCl2 yang rendah.
Suhu konstan terjadi sebagai akibat dari efek John Teller
yang ,menyatakan bahwa Cu2+ hanya akan stabil mengikat molekul NH 3
sebanyak 4 molekul NH3 sedangkan untuk mengikat molekul NH3
sebanyak 5 dan 6 akan membuat molekul Cu 2+ menjadi kurang stabil. Dari
hasil tersebut dapat dikatakan molekul NH3 yang dapat diikat oleh ion Cu2+
sebanyak 4. Berdasarkan peroleh suhu seharusnya pada titrasi kelima
suhu yang diperoleh seharusnya konstan karena ion Cu 2+ --hanya akan
stabil dengan memiliki bilangan koordinasi berjumlah 4. Adapun
persamaan reaksinya dan struktur dari struktur dari [Cu(NH3)4]2+ yaitu ::
Cu2+ + NH3 [Cu(NH3)]2+
[Cu(NH3)]2++ NH3 [Cu(NH3)2]2+
[Cu(NH3)2]2++ NH3 [Cu(NH3)3]2+
[Cu(NH3)3]2++ NH3 [Cu(NH3)4]2+
[Cu(NH3)4]2++ NH3 [Cu(NH3)5]2+
NH3 NH3 2+

Cu2+
H3N NH3
Hibridisasinya yaitu dsp2 dengan bentuk geometri bujur sangkar.

Ion Cu2+ bervalensi sekunder empat, valensi sekunder harus dipenuhi


oleh anion atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas
seperti amin. Dalam sebuah senyawa bahwa valensi sekunder harus
dipenuhi secara sempurna. Valensi sekunder memiliki ruangan dan bentuk
geometri yang tertentu. Valensi sekunder empat dari ion tembaga
berbentuk bujur sangkar (Ramlawati, 2005 : 3 – 4).
Berdasarkan hibridisasi tersebut maka struktur [Cu(NH 3)]2+ adalah
berbentuk bujur sangkar (dsp2) sesuai dengan aturan aufbau bahwa
perpindahan elektron terjadi dari sub kulit terendah akan menuju sub kulit
tertinggi ialah satu elekron pada kulit 3d tereksitasi menuju ke kulit 4p
pada orbital p ruang ketiga karena atom Cu2+ akan berikatan dengan 4
ligan NH3 yang memiliki 4 pasang elektron sehingga satu ruang pada
orbital 3d, satu pada 4s dan dua pada orbital 4p yang berdekatan
dikosongkan, kemudian diisi oleh 4 pasang elektron bebas NH 3. Hal ini
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tembaga (Cu 2+) dalam
[Cu(NH3)]2+ memiliki bilangan koordinasi sebanyak 4. Adapun tereksitasi
ke kulit p dikarenakan urutan dari spdf dimana kulit p dekat dengan d
daripada kulit s.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulakan bahwa bilangan
koordinasi Cu (II) adalah 4 dengan bentuk bujur sangkar (dsp 2) yang artinya
Cu (II) hanya dapat 4 pasang elektron dalam pembentukan kompleksnya.
B. SARAN
Praktikan selanjutnya harus lebih memahami prosedur kerja dan juga
fungsi penambahan bahan agar tidak terjadi kesalahan analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Penerbit


Erlangga, pp: 236-239.

Effendy. 2007. Kimia Koordinasi. Malang: Bayumedia Publishing, p: 2.

Hoiriyah Yuliana Ulfidatul. 2019. Peningkatan Kualitas produksi Garam


menggunakan Teknologi Geomembran. Jurnal Studi Manajemen dan
Bisnis. 6(2). ISSN 35-42.

Juliarsi Muthia, Nazaruddin, Wiharyani Werdiningsih.2018. Pengaruh


Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi terhadap mutu sambal masin
khas Sumbawa. Jurnal Reka Pangan. (12) 1.
Ngatin, A., Mentik, H. Emmanuela, M.W. 2019. Sintesis Garam Mohr
Ammonium Besi (II) Sulfat Hidrat. Jurnal Teknik Kimia, 1(01), pp:1&5.

Ningsih, Sherly Kusuma Warda. 2016. Sintesis Anorganik. Padang: UNP Press
Padang, pp: 77&98

Ramlawati.2015. Kimia Anorganik Fisik. Makassar: Universitas Negeri Makassar,


pp: 1&8.

Saito, Taro. 1996. Kimia Anorganik. Tokyo: Iwanami Shoten, pp: 116-117.

Sugiyanto, fretty Siska Rahayu M. 2017. Analisa Logam Berat Fe, Cd Dan Cu
Pada Limbah Industri. Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia. ISSN 1412-
2960.
Sugiyarto, Kristian H. 2003. Kimia Anorganik II. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta, pp: 168-267.

Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Edisi ke Lima. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka, p: 95.

Thirunarayanan, G & K. Lakshmanan. (2019). Shyntesisi and Characterization of


Copper (II) Complex of 3-methyl-2,6-diphenylpiperidin-4-one oxime.
World Scientific News, pp:102-114.
Tim Dosen Kimia Anorganik. 2022. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik.
Makassar: Universitas Negeri Makassar, p: 17.
JAWABAN PERTANYAAN

1. Ion-ion Cu yang terbentuk adalah Cu2+, SO42-, NH4+, OH-. Struktur terdiri atas
kation dan kation terhidrat dan anion terhidrat yaitu Cu(OH 2)42+ dan SO4(H2O)2-
dalam CuSO4.5H2O.
2. Jika garam rangkap CuSO4(NH4)2SO4.6H2O dilarutan dalam air maka akan
terurai menjadi Cu2+, SO42- dan NH4+ .
3. Jika garam kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O dilarutan dalam air maka akan terurai
menjadi ion kompleks [Cu(NH3)4]2+ dan anion SO42-. Perubahan yang terjadi
bila dilarutkan dalam air berlebih adalah larutan biru tua.
4. Perubahan yang terjadi jika garam rangkap dan garam kompleks dipanaskan
adalah:
a. Pada garam rangkap, warna kristal menjadi biru pruzi keputih-putihandan
tak bebau.
b. Pada garam kompleks, warna kristal menjadi biru tua dan berbau amoniak,
NH3.
5. Jenis-jenis komponen penyusun kristal garam:

a. CuSO4 → Cu2+ + SO42-


b. CuSO4.5H2O → Cu2+ + SO42- + 5 H2O

c. CuSO4(NH4)2SO4.6H2O Cu2+ + 2 SO42- + 2 NH4+ + 6 H2O


d. Cu(NH3)4SO4.H2O → [Cu(NH3)4]2+ + SO42- + H2O

Anda mungkin juga menyukai