Anda di halaman 1dari 16

I.

TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini Adalah:
Mahasiswa dapat menentukan kadar ion Ca2+, Mg2+, Ni2+ secara kompleksometri
menggunakan larutan standar garam EDTA dan aplikasinya.

II. DASAR TEORI


Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi
pembentukan kompleks. Penetapan kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut
kompleksometri. Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak
sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.

2. 1 Reaksi Pembentukan Kompleks


Dalam pelaksaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang
menghasilkan pembentukkan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu
atom ( ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah
relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri
yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep valensi yang
klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan
jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan suatu atom
pusat. Pada kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+,
Zn2+, Cr3+, Co3+, Ni2+, Cd2+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-
bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum) juga terdapat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat
dalam apa yang disebut bulatan koordinasi , yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan
(monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks
dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat berada dipusat
suatu bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut bujursangkar ini adalah juga
umum.
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk
ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yeng tersedia sekitar
ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat dan
juga tetradentat dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut
sepit (Chelate). Nama ini berasal dari kata Yunani untuk sepit kepiting, yang menggigit suatu
objekseperti ligan-ligan polidentat itu ‘menangkap’ ion pusatnya. Pembentukan kompleks sepit
dipakai secara ekstensif dalam analisis kimia kuantitatif (titrasi kompleksometri).
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun pembentukan
molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks
demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah logam dengan
EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida juga dikenal sebagai
titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002).
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titrat dan titran saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi
kompleksometri:
Ag+ + 2CN-  Ag (CN)2
Hg+ + 2Cl-  HgCl2
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang dimaksud disini adalah kompleks
yang dibantu melalui reaksi ion logam, sebuah kation dengan sebuah anion atau molekul netral
(Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan ion-
ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi komples biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat,
disebut ligan dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
M(H2O)n + L <==> M (H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).

2.3 EDTA dan Complexan


Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon, Trilon
B, Idranat III dan sebagainya, strukturnya:
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum
titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan
berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak
karena disosiasi tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun kompleks-indikator
logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam. EDTA untuk menjamin agar pada
titik akhir titrasi, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas
dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit
mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi
EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator erichrn indikatome balck T. Pada pH tinggi
12 Mg(OH)2akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+dengan
indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun
nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan
berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh
dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan
kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA
distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
Selektivitas Titrasi Kompleksometri
Karenanya banyaknya logam yang dapat dititrasi dengan EDTA, maka masalah
selektivitas menjadi masalah penting untuk dikaji. Tampaknya pemisahan pendahulu seperti
pemisahan berdasarkan penukar anion atau ekstraksi pelarut perlu dilakukan terhadap suatu
campuran. Selektivitas dapat diperbaiki dengan mengendalikan pH pemakaian pengompleks
sekunder, pemilihan penitrannya dan pengendalian laju reaksi. Kompleks yang stabil biasanya
terbentuk pada pH rendah seperti Fe (pH=2,0), Al 3+, Zr4+, B 3+, semua titrasi pada pH rendah
untuk menghindarkan hidrolisis. Zn, Cd, dan Pb dititrasi pada pH=5,0. Pada titrasi Ca, untuk
menghindarkan interferensi dari Zn dan Cd, ion-ion ini dimasking dengan KCN. Misalkan saja
Ca, Mg dapat di titrasipada pH=10,0 dengan penambahan nitril glikolat, yang akan
membebaskan Zn, Cd dari kompleks EDTA. Bal atau 2,3 dimerkaptopropanol dapat digunakan
sebagai elemen masking melalui pembentukan sulfida yang tidak larut. EDTA dapat digunakan
untuk menitrasi Ca dalam campuran Mg dengan mempergunakan indikator murexide.
Campuran Cd, Zn dapat dititrasi dengan EDTA dengan menggunakan buffer NH3-NH4Cl,
karena Cl (NH3)2 kurang stabil dibandingkan Zn (NH3)2 sehingga EDTA hanya menitrasi Cd.

2.4 Kestabilan Kompleks


Kestabilan suatu kompleks jalan akan berhubungan dengan (a) kemampuan
mengompleks dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting
untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat:
a. Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam
lewis kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas terhadap halogen, dan
membentuk kompleks yang paling stabil dengan anggota pertama grup table berkala. Kelas B
lebih mudah berkoordinasi dengan I- daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk
kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni N, O,
F, Cl, C, danP. Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri
perilaku penerima pasangan electron kelas A dan kelas B.
b. Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat,
adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, (iii) efek-efek sterik
(ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang
melekat dengan atom penyumbang.

IV. ALAT DAN BAHAN


 ALAT

1. Buret
2. Statif+klem
3. Pipet volum 10 ml
4. Pipet volum 25 ml
5. Pipet tetes
6. Gelas piala 100 ml
7. Botol semprot
8. Labu takar 100 ml (2 buah)
9. Erlenmeyer 250 ml (2 buah)
10. Kaca arloji
11. Labu takar 100 ml (2 buah)
12. Batang pengaduk
13. Spatula
14. Bulb
15. Botol semprot
16. Corong

 BAHAN
1. Garam EDTA 0,1 M
2. CaCO3 0,1 M
3. Ind EBT
4. Buffer pH 10
5. Aquades

IV. CARA KERJA


A. Standarisasi garam EDTA 0,1 M dengan larutan CaCO3 0,1 M
1. Larutan CaCO3 masing-masing dipipet 25 ml, lalu dimasukkan kedalam Erlenmeyer
2. Larutan buffer pH 10 ditambahkan 1 ml
3. Larutan indikator EBT ditambahkan 3 tetes
4. Dititrasi dengan EDTA 0,1 M sampai timbul perubahan warna dari merah anggur ke biru
5. Duplo dilakukan
6. Konsentrasi EDTA yang sebenarnya dihitung
B. Penetapan kesadahan total
1. Buret diisi dengan larutan EDTA 0,1 M
2. Sampel air dipipet 25 ml, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml
3. Larutan Buffer pH 10 ditambahkan 1 ml
4. Larutan indikator EBT ditambahkan 3 tetes
5. Dititrasi dengan larutan EDTA sampai perubahan warna dari merahmuda ke biru
6. Duplo dilakukan

V. DATA PENGAMATAN

NO Uraian Hasil
1 Volume CaCO3 25 ml
2 Larutan buffer pH 10 1 ml
3 Larutan Indikator EBT 1 sendok batang pengaduk
4 Volume titrasi 1. 29,77 ml
2. 29,13 ml
5 Perubahan Warna Merah anggur ke biru

NO Uraian Hasil
1 Volume air 25 ml
2 Larutan buffer pH 10 1 ml
3 Larutan Indikator EBT 1 sendok batang pengaduk
4 Volume titrasi 1. 27,13 ml
2. 27,05 ml
5 Perubahan Warna Merah muda ke biru

VI. PERHITUNGAN

- CaCO3 0,1 M dalam 100 ml


Ca = 40
C = 12
O = 16 3
Mr CaCO3 = 100

N=

- EDTA 0,1 M (C10H16N2O8) Mr EDTA= 292

PERTANYAAN
1. Kenapa titrasi dilakukan pada pH 10? Apa fungsi buffer? Kenapa tidak ditambah asam saja.
Terangkan dengan jelas
Jawab: Pengaruh pH, jika :
Terlalu asam
Proton yang dibebaskan pada reaksi yang terjadi dapat mempengaruhi pH, dimana jika H+
yang dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan
pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri, karena terganggu oleh suasana system titrasi
yang terlalu asam.
Buffer berfungsi untuk mengendalikan pH agar stabil atau tidak berubah-ubah
2. Kenapa konsentrasi dalam titrasi kompleksometri menggunakan EDTA dalam satuan molar
(M) bukan normal (N)? Jb:
o Molaritas (M)
adalah banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
mol adalah berat zat dibagi Mr or BM
Larutan NaOH 1 M , dibuat dg cara melarutkan 1 mol
NaOH ( 1x BM NaOH) menjadi satu liter Larutan.
o Normalitas (N)
adalah banyaknya ekivalen zat terlarut dalam satu liter larutan
ekivalen adalah berat zat dibagi BE or berat ekivalen
Larutan NaOH 1 N , dibuat dg cara melarutkan 1 ek
NaOH (1x BE NaOH) menjadi satu liter larutan

3. Apa akibatnya, kalau air yang digunakan dalam berbagai kebutuhan berikut, kesadahanya
tinggi. Terangkan
a. Air minum
b. Air untuk mencuci
c. Air untuk industri
d. Air untuk keperluan laboratorium
Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk busa apabila dicampur
dengan sabun. Pada air yang memiliki kadar kesadahan rendah, air akan dapat membentuk busa
apabila dicampur dengan sabun. Hal sebaliknya terjadi pada air yang memiliki kadar kesadahan
tinggi. Air dengan kesadahan tinggi sulit, bahkan tidak akan dapat membentuk busa jika ia
dicampur dengan sabun. Selain itu, kesadahan juga merupakan petunjuk yang penting dalam
kaitannya dengan usaha untuk memanipulasi nilai pH.

Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+, juga oleh Mn2+, Fe2+
dan semua kation yang bermuatan dua. Ion-ion ini terdapat dalam air dalam bentuk sulfat,
klorida, dan hidrogen-karbonat. Kesadahan air alam biasanya disebabkan oleh garam karbonat
atau garam asamnya. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh limbah industri maupun
terjadi secara alami karena susunan geologi tanah di sekitar sumber air. Misalnya, air yang
kesadahannya tinggi biasanya terdapat pada air tanah di daerah yang mengandung kapur.
Misalnya, pada sungai yang mengalir melalui daerah yang mengandung gips CaSO4, akan
terkandung garam itu pula. Garam CaCl2 yang digunakan untuk melawan debu di jalan juga
dapat terbawa ke sungai dan meningkatkan kesadahannya.

Kesadahan tidak menguntungkan. Air yang dianggap bermutu tinggi memiliki kesadahan
yang rendah. Kesadahan yang terlalu tinggi akan menambah nilai pH larutan sehingga daya
kerja aluminat tidak efektif karena ion aluminium yang bersifat amfoter akan mengikuti
lingkungannya dimana akan terbentuk senyawa aluminium yang sukar mengendap. Apabila
kesadahan terlalu rendah, secara simultan alkalinitas juga cenderung rendah. Ini akan
mengganggu penyusunan ikatan antara koloida dengan aluminat dimana gugus hidrofobik
koloida akan tetap melayang dan sukar bereaksi dengan koagulan mengakibatkan massa atom
relatif ringan sehingga sukar mengendap. Air sadah juga tidak menguntungkan/mengganggu
proses pencucian menggunakan sabun. Bila sabun digunakan pada air sadah, mula-mula sabun
harus bereaksi terlebih dahulu dengan setiap ion kalsium dan magnesium yang terdapat dalam
air sebelum sabun dapat berfungsi menurunkan tegangan permukaan. Hal ini bukan saja akan
banyak memboroskan pengunaan sabun, tetapi gumpalan-gumpalan yang terjadi akan
mengendap sebagai lapisan tipis pada alat-alat yang dicuci sehingga mengganggu pembersihan
dan pembilasan oleh air.
D. DAMPAK AIR SADAH BAGI LINGKUNGAN
Adanya kesadahan air dapat menimbulkan dampak positif, namun apabila tingkat
kesadahannya tinggi maka dapat menyebabkan berbagai dampak negatif (Purba, 2002) yaitu.
1. Dampak Positif
Dampak positif dari adanya kesadahan dalam air adalah:
• Menyediakan kalsium yang diperlukan tubuh, misalnya untuk pertumbuhan tulang dan gigi.
• Mempunyai rasa yang lebih baik dari air lunak.
• Senyawa timbal (dari pipa air) lebih sukar larut dalam air sadah (timbal merupakan racun
bagi tubuh) sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran air oleh logam berat ini dapat
diminimalkan.
2. Dampak Negatif
Selain keuntungan-keuntungan diatas, kesadahan air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
beberapa dampak negatif
Air sadah mengakibatkan konsumsi sabun lebih tinggi, karena adanya hubungan kimiawi
antara ion kesadahan dengan molekul sabun menyebabkan sifat detergen sabun hilang. Bila
sabun digunakan pada air sadah, mula-mula sabun harus bereaksi terlebih dahulu dengan setiap
ion kalsium dan magnesium yang terdapat dalam air sebelum sabun dapat berfungsi
menurunkan tegangan permukaan. Hal ini bukan saja akan banyak memboroskan pengunaan
sabun, tetapi gumpalan-gumpalan yang terjadi akan mengendap sebagai lapisan tipis pada alat-
alat yang dicuci sehingga mengganggu pembersihan dan pembilasan oleh air. Gumpalan-
gumpalan ini juga membentuk scum yang meninggalkan noda pada pakaian, sehingga pakaian
menjadi kusam. Kelebihan ion Ca2+ serta ion CO32-+ (salah satu ion alkaliniti)
mengakibatkan terbentuknya kerak pada dinding pipa yang disebabkan oleh endapan
kalsiumkarbonat CaCO3. Kerak ini akan mengurangi penampang basah pipa dan menyulitkan
pemanasan air dalam ketel, serta mengurangi daya koagulasi yang melalui dalam pipa dengan
menurunnya turbulensi.
Sebagai kation kesadahan, Ca2+ selalu berhubungan dengan anion yang terlarut khususnya
anion alkaliniti : CO32- , HCO3- dan OH-. Ion Ca2+ dapat bereaksi dengan HCO3-
membentuk garam yang terlarut tanpa terjadi kejenuhan. Sebaliknya reaksi dengan CO32- akan
membentuk garam karbonat yang larut sampai batas kejenuhan di mana titik jenuh berubah
dengan nilai pH. Bila ti¬tik jenuh dilampaui, terjadi endapan garam kalsium karbonat CaCO3
dan membuat kerak yang terlihat pada dinding pipa atau dasar ketel. Namun, pada proses
pelunakan ini keadaan harus dibuat sehingga sedikit jenuh, karena dalam keadaan tidak jenuh
terjadi reaksi yang mengakibatkan karat terhadap pipa. Kerak yang tipis akibat keadaan sedikit
jenuh itu justru melindungi dinding dari kontak dengan air yang tidak jenuh (agresif). Ion
Mg2+ akan bereaksi dengan OH- membentuk garam yang terlarut sampai batas kejenuhan dan
mengendap sebagai Mg(OH)2 bila titik kejenuhan dilampaui.
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN
Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas pembentukan
senyawa kompleks yang larut yang berasal dari reaksi antara ion logam atau kation (komponen
zat uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan (pentiter). Ligan adalah sebuah ion atau
molekul netral yang mampu mengikat secara koordinasi atom atau ion logam pusat dalam
senyawa kompleks.
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi dari pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+
maka H+ didalam larutan akan meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan
berakibat menurunnya stabilitas kompleks pada suasan tertentu. Untuk menghindari hal
tersebut maka perlu diberikan penahan (buffer). EBT digunakan untuk titrasi dengan suasana
pH 7-11 untuk penetapan kadar dari logam Cu, Al, Fe, Co, Ni, Pt digunakan cara tidak langsung
sebab ikatannya dengan EBT cukup stabil.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar ion Ca+2, Mg+2, Ni+2 secara
kompleksometri menggunakan larutan standar garam EDTA dan aplikasinya. Bahan yang
digunakan adalah indikator EBT , larutan EDTA 0,1 M, larutan CaCO3 0,1 M dan buffer pH
10. Percobaan pertama yaitu standarisasi garam EDTA dengan larutan CaCO3 0,1 M.
Standarisasi merupakan suatu reaksi asidometri yakni penentuan konsentrasi titran
menggunakan larutan baku primer. Tujuan standarisasi adalah untuk mengetahui konsentrasi
dari EDTA. EDTA perlu distandarisasi terlebih dahulu karena EDTA tidak stabil dalam
penyimpanannya, EDTA merupakan larutan baku sekunder selain itu EDTA juga digunakan
untuk dapat menstabilkan ion logam Mg, sehingga konsentrasi EDTA perlu diketahui secara
pasti menggunakan larutan baku primer yaitu CaCO3. Larutan baku primer adalah suatu larutan
yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan murni yang dilarutkan atau
dengan penimbangan langsung. Sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan yang tidak
diketahui konsentrasinya dan dapat diketahui dengan pembakuan menggunakan larutan primer.
Larutan CaCO3 dipipet sebanyak 25 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer disebut
titrat dan EDTA didalam buret disebut titran. Larutan CaCO3 25 ml dalam erlenmeyer
ditambahkan buffer pH 10 dan satu sendok batang dapat bereaksi dengan EDTA. Jika pH
kurang dari 10 maka CaCO3 akan membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA dan
jika pH lebih besar dari 10 maka akan terbentuk endapan hidroksi yang dapat memperlambat
kerja EDTA. Sedangkan indikator EBT (Eriochrom Black T) adalah indikator yang biasanya
dihadirkan dalam bentuk H3ln. Spesies asam sulfonatbpada EBT akan terionisasi dalam larutan
berair sehingga strukturnya menjadi ion H2ln- yang berwarnah merah.
Ikatan terbentuk dengan EBT dengan hilangnya ion-ion hidrogen dari fenolat gugus
OH dan pembentukan ikatan antara ion CaCO3, atom oksigen dan gugus azo. H2ln- terurai
menjadi Hln2- yang berwarna biru. CaCO3 akan bereaksi dengan Hln2- yang berwarna biru dan
membentuk senyawa kompleks kuat yaitu CaCO2_ yang berwarna merah anggur dan pelepasan
H+. Kemudian dititrasi dengan EDTA, garam EDTA yang larut dalam air Na2H2Y akan
terionisasi menjadi 2Na + dan H2Y2-. CaCO32- akan bereaksi dengan dengan H2Y2- dan
membentuk kompleks CaCO3Y2- dan Hln2- dan pelepasan H+. Jika semua CaCO3 + telah
bereaksi dengan EDTA maka warna merah akan hilang dan kelebihan sedikit EDTA akan
memyebabkan terjadinya titik akhir titrasi yaitu terbentuknya warna biru. Titik akhir titrasi
adalah titik ketika titran dan titrat tepat habis bereaksi dengan adanya perubahan warna
swhingga proses titrasi harus dihentikan agar titik ekuivalen dapat tercapai. Titik ekuivalen
adalah kesetaraan antara mol titran dan titrat. Tahapan standarisasi dilakukan sebanyak 2 kali
memperoleh volume rata-rata titran keduanya adalah 44,335 ml dan setelah dihitung maka
diperoleh konsentrasi EDTA yaitu
Menentukan tingkat kesadahan suatu sampel air dengan menggunakan reaksi
pembentukan ion kompleks. Mula-mula buret diisi dengan larutan EDTa 0,1 M, sampel air
dipipet sebanyak 25 ml dan diberi larutan buffer pH 10. Tujuan ditambahkannya larutan buffer
pH 10 untuk menjaga ion tetap dalam larutan , ditambahkan indikator EBT sehingga berwarna
merah muda. Tujuan diberikan indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap
kadar logam dan pH larutan sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi
dengan EDTA 0,1 M. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali dengan voleme rata-rata 40,655 ml
dengan kesadahan total
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah di laksanakan, dapat di ambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Adapun prinsip kerja dalam penetuan kadar Ca secara komppleksometri yaitu berdasarkan
reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan
indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukan dengan terjadinya perubahan warna larutan, yaitu
merah anggur menjadi biru.
2. EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator berwarna merah muda bila berada dalam
larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1.
3. Metode yang dapat dilakukan dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA, yaitu titrasi
langsung dengan EDTA untuk kesadahan total air dan kalsium.
4. .
1.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan pratikan adalah :
1. Sebaiknya pada percobaan penentuan kalsium secara kompleksometri tidak hanya diajarkan
metode titrasi langsung saja, tetapi juga metode titrasi kembali, titrasi penggantian dan
penentuan tidak langsung, sehingga hasilnya dapat dibandingkan.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Khairiah, hanifah. 2016. Modul Praktikum Kimia Analitik. Politeknik Kampar. Hal 17-21.

Laporan Kimia Analitik Kompleksometri. Ita Trie


Wahyuni http://itatrie.blogspot.co.id/2012/10/laporan-kimia-analitik-kompleksometri.html

Laporan Kimia Analitik Kompleksometri


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai perubahan valensi adalah
reaksi pembentukan kompleks. Penetapan kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut
kompleksometri. Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak
sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian
yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan EDTA sangat peka terhadap
pH. Karena reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+ maka (H+) didalam larutan
akan meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat menurunnya
stabilitas kompleks pada suasana tersebut (reaksi ini dapat berjalan pada suasana asam, netral
dan alkalis). Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu diberikan penahan (buffer). Sebagai
larutan buffer yang dapat langsung digunakan dengan campuran NH4Cl dan NH4OH. Indikator
untuk menetukan titik akhir titrasi adalah EBT (Erichrom Black T). Satuan yang digunakan
molaritas.

EBT dipakai untuk titrasi dengan suasana pH = 7-11, untuk penetapan kadar dari logam
Cu, Al, Fe, Co, Ni, Pt dipakai cara titrasi tidak langsung, sebab ikatan kompleks antara logam
tersebut dengan EBT cukup stabil. EBT yang ditambahkan kedalam larutan ZnSO4 yang telah
ditambahkan buffer menghasilkan ZnEBT yang berwarna merah anggur. Raeaksi dengan
EDTA yang dititrasi menghasilkan perubahan warna dari merah anggur ke biru.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amino polikarboksilat. EDTA sebenaranya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya
atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mengetahui penetuan
kalsium secara kompleksometri pada sebuah sampel.

1.2 Tujuan
- Mengetahui prinsip kerja penentuan kadar Ca dalam sampel secara komplesometri
- Mengetahui fungsi penambahan EBT
- Mengetahui metode-metode dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Reaksi Pembentukan Kompleks


Dalam pelaksaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang
menghasilkan pembentukkan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu
atom ( ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah
relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri
yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep valensi yang
klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan
jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan suatu atom
pusat. Pada kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+,
Zn2+, Cr3+, Co3+, Ni2+, Cd2+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2
(Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum) juga terdapat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion
pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi , yang masing-masingnya dapat dihuni satu
ligan (monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu
kompleks dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat berada
dipusat suatu bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut bujursangkar ini adalah
juga umum.
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O
membentuk ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yeng
tersedia sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil),
tridentat dan juga tetradentat dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat
sering disebut sepit (Chelate). Nama ini berasal dari kata Yunani untuk sepit kepiting, yang
menggigit suatu objekseperti ligan-ligan polidentat itu ‘menangkap’ ion pusatnya.
Pembentukan kompleks sepit dipakai secara ekstensif dalam analisis kimia kuantitatif (titrasi
kompleksometri).
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks
tersebut adalah logam dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak
sianida juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002).
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks
(ion kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titrat dan titran saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi
kompleksometri:
Ag+ + 2CN-  Ag (CN)2
Hg+ + 2Cl-  HgCl2
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang dimaksud disini adalah
kompleks yang dibantu melalui reaksi ion logam, sebuah kation dengan sebuah anion atau
molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi komples biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat,
disebut ligan dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
M(H2O)n + L <==> M (H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).

2.2 EDTA dan Complexan


Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon, Trilon
B, Idranat III dan sebagainya, strukturnya:

Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor elektron dari atom
oksigen maupun donor dari atom nitrogen, sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin
sampai 6 secara serempak. Zat pengompleks lian adalah asam nitriliotriasetat N
(CH2COOH)3. Berbagai logam membentuk kompleks pada pH yang berneda-beda. Peristiwa
yang mengomplekskan tergantung pada aktivitas anion bebas, misalkan y+ (jika asamnya) H4Y
dengan tetapan ionisasi pK1 = 2,0; pK2 = 2,64; pK3 = 6,16 dan pK4 = 10,26. Ternyata variasi
aktivitas Y4- bervariasi terhadap perubahan pH dari 1,0 sampai 10 secara umum perubahan ini
sebanding dengan (H-) pada pH 3,0-8,0CO

Kompleks logam dengan muatan lebih tinggi umumnya lebih baik atau stabil. Hanya Be2+,
CO22+ yang tidak membentuk kompleks stabil dengan EDTA.
Gambar diatas menunjukkan beberapa struktur zat pengompleks yang juga sering digunakan
dalam titrimetri. Demikian juga trietilen tetra amin (trien); H4Y atau Na2H2Y digunakan untuk
titrasi.EDTA mudah larut dalam air. Dapat diperoleh dalam keadaan murni. Tetapi karena
adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya distandarisasi dahulu, misalkan dengan
menggunakan larutan kadmium.

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan
pada pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga
sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan
akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau
tidak karena disosiasi tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun kompleks-
indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam. EDTA untuk menjamin
agar pada titik akhir titrasi, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam
ke kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas
dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit
mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi
EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator erichrn indikatome balck T. Pada pH tinggi
12 Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan
indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun
nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan
berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh
dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan
kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA
distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
2.3 Selektivitas Titrasi Kompleksometri
Karenanya banyaknya logam yang dapat dititrasi dengan EDTA, maka masalah
selektivitas menjadi masalah penting untuk dikaji. Tampaknya pemisahan pendahulu seperti
pemisahan berdasarkan penukar anion atau ekstraksi pelarut perlu dilakukan terhadap suatu
campuran. Selektivitas dapat diperbaiki dengan mengendalikan pH pemakaian pengompleks
sekunder, pemilihan penitrannya dan pengendalian laju reaksi. Kompleks yang stabil biasanya
terbentuk pada pH rendah seperti Fe (pH=2,0), Al 3+, Zr 4+, B 3+, semua titrasi pada pH rendah
untuk menghindarkan hidrolisis. Zn, Cd, dan Pb dititrasi pada pH=5,0. Pada titrasi Ca, untuk
menghindarkan interferensi dari Zn dan Cd, ion-ion ini dimasking dengan KCN. Misalkan saja
Ca, Mg dapat di titrasipada pH=10,0 dengan penambahan nitril glikolat, yang akan
membebaskan Zn, Cd dari kompleks EDTA. Bal atau 2,3 dimerkaptopropanol dapat digunakan
sebagai elemen masking melalui pembentukan sulfida yang tidak larut. EDTA dapat digunakan
untuk menitrasi Ca dalam campuran Mg dengan mempergunakan indikator murexide.
Campuran Cd, Zn dapat dititrasi dengan EDTA dengan menggunakan buffer NH3-NH4Cl,
karena Cl (NH3)2 kurang stabil dibandingkan Zn (NH3)2sehingga EDTA hanya menitrasi Cd.
2.4 Kestabilan Kompleks
Kestabialn suatu kompleks jalan akan berhubungan dengan (a) kemampuan
mengompleks dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting
untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat:
a. Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam
lewis kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas terhadap halogen,
dan membentuk kompleks yang paling stabil dengan anggota pertama grup table berkala.
Kelas B lebih mudah berkoordinasi dengan I - daripada dengan f dalam larutan air dan
membentuk kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup
itu yakni N, O, F, Cl, C, danP.Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam
menandai ciri-ciri perilaku penerima pasangan electron kelas A dan kelas B.
b. Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah
(i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, (iii) efek-efek sterik (ruang).
Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat
dengan atom penyumbang.

Anda mungkin juga menyukai