Anda di halaman 1dari 24

Praktikum Analisis Farmasi Laporan Akhir

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Kalsium Glukonat Menggunakan Metode Titrasi Kompleksometri

Nama NPM Jadwal Praktikum

: Faizah Min Fadhlillah : 260110100140 : Senin, 13.00-16.00 WIB

Laboratorium Analisis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran 2013

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Kalsium Glukonat Menggunakan Metode Titrasi Kompleksometri I. Tujuan Melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa kalsium glukonat menggunakan metode titrasi kompleksometri. II. Prinsip Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks .

Titrasi dimana reaksi antara bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa ini disebut kelat dan terjadi akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks. Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang membentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.

III.Reaksi

IV. Teori Dasar Dalam pelaksaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksireaksi yang menghasilkan pembentukkan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom ( ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan suatu atom pusat. Pada kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Ni2+, Cd2+), kadangkadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum) juga terdapat. Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi , yang masingmasingnya dapat dihuni satu ligan (monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat berada dipusat suatu bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut bujursangkar ini adalah juga umum. Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yeng tersedia sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat dan juga tetradentat dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut sepit (Chelate). Nama ini berasal dari kata Yunani untuk sepit kepiting, yang menggigit suatu objekseperti ligan-ligan polidentat itu menangkap ion pusatnya. Pembentukan kompleks sepit dipakai secara ekstensif dalam analisis kimia kuantitatif (titrasi kompleksometri).

Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah logam dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002). Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titrat dan titran saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri: Ag+ + 2CN- Ag (CN)2 Hg+ + 2Cl- HgCl2 (Khopkar, 2002).

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang dimaksud disini adalah kompleks yang dibantu melalui reaksi ion logam, sebuah kation dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994). Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komples biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan: M(H2O)n + L <==> M (H2O)(n-1) L + H2O (Khopkar, 2002). EDTA dan Complexan

Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon, Trilon B, Idranat III dan sebagainya, strukturnya:

Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor elektron dari atom oksigen maupun donor dari atom nitrogen, sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin sampai 6 secara serempak. Zat pengompleks lian adalah asam nitriliotriasetat N (CH2COOH)3. Berbagai logam membentuk kompleks pada pH yang berneda-beda. Peristiwa yang mengomplekskan tergantung pada aktivitas anion bebas, misalkan y+ (jika asamnya) H4Y dengan tetapan ionisasi pK1 = 2,0; pK2 = 2,64; pK3 = 6,16 dan pK4 = 10,26. Ternyata variasi aktivitas Y4- bervariasi terhadap perubahan pH dari 1,0 sampai 10 secara umum perubahan ini sebanding dengan (H-) pada pH 3,0-8,0CO Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak karena disosiasi tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam. EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir titrasi, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator erichrn

indikatome balck T. Pada pH tinggi 12 Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994). Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993). Kestabilan Kompleks Kestabialn suatu kompleks jalan akan berhubungan dengan: Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam lewis kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas terhadap halogen, dan membentuk kompleks yang paling stabil dengan anggota pertama grup table berkala. Kelas B lebih mudah berkoordinasi dengan I- daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni N, O, F, Cl, C, danP.Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku penerima pasangan electron kelas A dan kelas B. Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, (iii) efek-efek sterik (ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat dengan atom penyumbang.

Indikator Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah: a. Hitam eriokrom Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10. b. Jingga xilenol Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam. c. Biru Hidroksi Naftol Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 1213 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat. Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali. Ion logam dapat menerima pasangan elektron dari donor elektron membentuk senyawa koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks disebut ligan. Ligan merupakan donor pasangan elektron logam merupakan akseptor pasangan elektron. Monografi Kalsium Glukonat

Pemerian : Serbuk hablur atau serbuk putih, putih, tidak berbau, tidak mempunyai rasa Kelarutan : Larut perlahan-lahan dalam lebih kurang 30 bagian air, larut dalam lebih kurang 4 bagian air mendidih, praktis tidak larut dalam etanol mutlak P, dalam kloroform P dan dalam eter P Penetapan Kadar : Lakukan penetapan menurut cara penetapan kalsium yang tertera pada titrasi kompleksometri Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Khasiat dan penggunaan : sumber ion kalsium V. Alat dan Bahan Alat : 2. Bulb (Farmakope III, 1979).

1. Batang pengaduk

3. Buret

4. Botol kaca coklat

5. Erlenmeyer

6. Gelas kimia

7. Gelas ukur

8. Kertas perkamen

9. Klem

10. Labu ukur

11. Neraca analitik

12. Pipet tetes

13. Rak tabung reaksi

14. Tabung reaksi

15. Spatel

16. Statif

17. Volume pipet

Bahan : 1. Aquadest 2. Buffer salmiak 3. Indikator EBT

4. Larutan FeCl3 5. Larutan MgSO4

6. Larutan Na-EDTA 7. Sampel kalsium glukonat

VI. Prosedur a. Pembuatan reagen 1.) Buffer salmiak 2.) Larutan FeCl3 3.) Larutan MgSO4 0.05 M 4.) Larutan Na-EDTA 0.05M b. Uji Kualitatif 1.) Uji Organoleptis Sampel Ca-glukonat diambil dengan spatel dan diletakkan dikertas perkamen, dan zat tersebut diamati secara langsung mulai dari bentuk, warna, bau, rasa. 2.) Uji Kelarutan Ditimbang sampel lalu ditambahkan dengan aquadest Ditimbang sampel lalu ditambahkan dengan etanol Ditimbang sampel lalu ditambahkan dengan asam lemah Ditimbang sampel lalu ditambahkan dengan basa lemah 3.) Uji Warna Sampel ditimbang lalu dilarutkan dalam aquadest. Larutan yang terbentuk dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tabung tersebut ditambahkan 1 tetes larutan FeCl3, perubahan warna diamati c. Uji Kuantitatif 1.) Pembakuan Na-EDTA

Sebanyak 20 ml Na-EDTA dimasukkan ke labu erlenmeyer lalu ke dalam labu ditambahkan 3 ml dapar salmiak dan indikator EBT. Pada buret diisi dengan larutan MgSO4 0,05 M. Lalu campuran larutan di erlenmeyer dititrasi dengan MgSO4, titrasi dihentikan saat larutan berubah warna. 2.) Penetapan kadar ion Ca2+ Sampel ca-glukonat dihaluskan dengan mortir dalam stamper, lalu ditimbang sebanyak 200-400 mg. Sampel dilarutkan ke dalam 50 ml aquadest didalam beaker glass, lalu ditambah 5 ml MgSO 4,ditambah 10 ml buffer salmiak, dan indikator EBT. Selanjutnya campuran larutan dipindahkan ke labu erlenmeyer dan dititrasi dengan EDTA hingga berubah warna. VII. Data Pengamatan No. Uji Kualitatif Perlakuan Hasil Sampel diambil dan diamati secara langsung, dilihat 1. Uji organoleptis Bentuk Warna Bau Rasa 30 mg sampel + 1 ml aquadest 30 mg sampel + 1 ml etanol 2. Uji kelarutan 30 mg sampel + 1 ml asam asetat Serbuk hablur putih Tidak berbau Tidak berasa Sukar larut Tidak larut, larutan keruh Tidak larut, larutan

keruh 30 mg sampel + 1 ml ammonium Tidak larut, larutan 3. Uji Warna sulfat keruh 30 mg sampel + 3 ml aquadest Sampel larut, larutan aduk homogen Dipipet 2 ml Sisa larutan 1 ml ditambah 1 tetes Larutan berubah Ca-glukonat bening.

larutan FeCl3

warna menjadi kuning

Foto Uji kelarutan Sampel + Aquadest Sampel + Etanol

Sampel + Asam asetat

Sampel + Ammonium

Sampel + FeCl3

No. Uji Kuantitatif

Hasil Vol.1 Na-EDTA = 20 ml

1.

Pembakuan Na-EDTA

Vol. 2 Na-EDTA = 20 ml Vol.1 MgSO4 = 19 ml Vol.2 MgSO4 = 19,5 ml Massa ca-gluconat = 159,7 mg Vol. EDTA = 2 ml

2.

Penetapan Kadar Ion Ca 2+

Hasil titrasi = ungu -> bening -> biru Massa ca-gluconat = 160,2 mg Vol. EDTA = 3 ml Hasil titrasi = ungu -> bening

Foto Uji Kuantitatif Pembakuan Na-EDTA I Setelah Titrasi Pembakuan Na-EDTA II Setelah Titrasi

Penetapan Kadar Sampel I Sebelum Titrasi

Penetapan Kadar Sampel II Sebelum Titrasi

Setelah Titrasi

Setelah Titrasi

Perhitungan 1.) Pembakuan Na-EDTA VNa-EDTA x N Na-EDTA = V MgSO4 x N MgSO4 20x N Na-EDTA = 19 x 0,05 N Na-EDTA = 0,0475 N VNa-EDTA x N Na-EDTA = V MgSO4 x N MgSO4 20x N Na-EDTA = 19,5 x 0,05 N Na-EDTA = 0,04875 N

Rata-rata Na-EDTA =

= 0,048 N

2.) Penetapan Kadar Ca2+ % kadar =

= = 25,831 % VIII. Pembahasan Pada percobaan kali ini berjudul analisis kualitatif dan analisis kuantitatif kalsium glukonat dengan menggunakan titrasi kompleksometri. Tujuan percobaan ini yaitu melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa kalsium glukonat menggunakan metode titrasi kompleksometri. Titrasi kompleksometri adalah
titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks.

Prosedur percobaan pertama yang harus dilakukan yakni menyiapkan semua alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan. Selain itu, disiapkan pula reagen yang diperlukan dalam percobaan penetapan kadar kalsium glukonat ini. Adapun reagen yang dibutuhkan yaitu buffer salmiak, larutan FeCl3, larutan MgSO4 dan larutan Na-EDTA. Penggunaan buffer salmiak ini digunakan sebagai larutan dapar yang berfungsi sebagai penyangga atau mempertahankan pH larutan pada saat reaksi. Pembuatan buffer salmiak ini dimulai dengan ditimbangnya 6.75 gram NH4Cl kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur. Kemudian dilarutkan dalam 65 ml NH4OH 25%. Ditambahkan air hingga 100 ml atau sampai tanda batas labu ukur. Larutan buffer salmiak ini harus dibuat pada pH 8-10, sehingga untuk memastikannya diperlukan indikator universal. Selanjutnya, penyiapan indikator EBT, larutan FeCl3 dan larutan NaEDTA. Indikator EBT digunakan sebagai indicator dalam titrasi kompleksometri

untuk mengetahui atau menandakan tercapainya titik akhir titrasi yang diinginkan dengan perubahan warna yang terjadi. Larutan FeCl3 digunakan sebagai reagen dalam menentukan analisis kualitatif kalsium glukonat. Sedangkan larutan NaEDTA digunakan sebagai titran dalam analisis kuantitatif pada penetapan kadar kalsium glukonat. Pembuatan reagen yang selanjutnya adalah larutan MgSO4. Larutan MgSO4 digunakan sebagai larutan baku primer untuk membakukan larutan Na-EDTA. Untuk membuat larutan MgSO4 0.05 M, ditimbang 1.23235 gram dimasukkan ke dalam labu ukur. Kemudian ditambahkan aquadest sampat tanda batas 100 ml. Prosedur selanjutnya yaitu melakukan analisis kualitatif terhadap sampel kalsium glukonal. Analisis kualitatif dimulai dengan uji organoleptis dari sampel kalsium glukonat. Uji organoleptis ini meliputi bentuk, warna, bau dan rasa. Bentuk dari sampel kalsium glukonat yaitu serbuk hablur. Warna dari sampel kalsium glukonat yaitu berwarna putih. Bau dari sampel kalsium glukonat yaitu tidak berbau. Sedangkan rasa dari sampel kalsium glukonat yaitu tidak berasa. Analisis kualitatif yang selanjutnya adalah uji kelarutan. Adapun uji kelarutan yang digunakan yaitu uji kelarutan terhadap aquadest, etanol, asam asetat dan ammonium sulfat. Uji kelarutan terhadap aquadest yakni dengan melarutkan 30 mg sampel pada 1 ml aquadest. Hasil percobaan yakni sukar larut dan hal ini sesuai dengan monografi kelarutan kalsium glukonat yang tertera pada farmakope III tahun 1979. Uji kelarutan selanjutnya adalah kelarutan terhadap etanol yakni dengan melarutkan 30 mg sampel pada 1 ml etanol. Hasil percobaan yakni larutan tidak larut serta larutan tersebut keruh. Hal ini sesuai dengan monografi kelarutan kalsium glukonat yang tertera pada farmakope III tahun 1979. Uji kelarutan selanjutnya dilakukan terhadap asam asetat, yakni dengan melarutkan 30 mg sampel pada 1 ml asam asetat. Hasil percobaan yakni tidak larut dan larutan tersebut keruh. Sedangkan uji kelarutan yang terakhir adalah uji kelarutan terhadap ammonium sulfat dfengan melarutkan 30 mg sampel pada 1 ml ammonium sulfat. Hasil percobaan yakni tidak larut dan larutan tersebut keruh. Kemuadian analisis kualitatif yang terakhir yaitu uji warna. Uji warna ini menggunakan reagen FeCl3. Prosedur dimulai dengan dimasukkannya sampel

kalsium glukonat sebanyak 30 mg ke dalam tabung reaksi. Lalu dilarutkan ke dalamnya aquadest sebanyak 3 ml sampai dengan homogen. Diambil dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 2 ml sehingga di dalam tabung reaksi tersebut hanya tersisa larutan 1 ml. Sisa larutan tersebut kemudian ditambahkan 1 tetes larutan FeCl3. Dari hasil percobaan tersebut didapatkan larutan berubah warna dari bening menjadi berwarna kuning. Semua uji kualitatif yang dilakukan pada percobaan ini menghasilkan hasil positif terhadap sampel kalsium glukonat. Prosedur selanjutnya yang harus dilakukan adalah prosedur uji kuantitatif sebagai penetapan kadar dari sampel kalsium glukonat dengan menggunakan metode titrasi kompleksometri. Sebelum melakukan titrasi kompleksometri, dilakukan terlebih dahulu pembakuan terhadap titran yang digunakan. Titran yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Na-EDTA yang akan dibakukan oleh larutan baku primer. Larutan baku primer yang digunakan adalah magnesium sulfat atau MgSO4. Larutan baku primer digunakan untuk membakukan larutan baku sekunder karena sifatnya yang tidak higroskopis, lebih stabil, memiliki berat molekul yang lebih besar serta kadar pada larutan baku primer ini tidak akan mengalami perubahan karena kondisi lingkungan. Prosedur pembakuan dimulai dengan dimasukkannya 20 ml larutan NaEDTA dengan menggunakan volume pipet ke dalam labu erlenmeyer. Penggunaan volume pipet ini diharuskan karena volume pipet lebih sensitive dibandingkan dengan menggunakan gelas ukur. Kemudian ke dalam labu Erlenmeyer tersebut ditambahkan larutan buffer salmiak sebagai larutan pendapar atau larutan penyangga pH larutan. Ditambahkan pula ke dalamnya larutan indikator EBT. Titrasi ini dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hamper semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus) atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks indikator-logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, jika tidak akan terjadinya disosiasi yang menyebabkan tidak akan diperolehnya

perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks indikator-logam itu harus kurang stabil dibandingkan kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir titrasi, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks indikator-logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebasdan kompleks indikator-logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Penambahan indikator EBT ini memberikan warna pink terhadap larutan yang ada pada labu erlenmeyer. Sedangkan pada buret, ke dalamnya ditambahkan larutan MgSO 4 atau magnesium sulfat. Lalu, campuran larutan pada Erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan pentiter MgSO4. Caranya, dengan membuka keran buret sedikit demi sedikit satu tetes persatu tetes sambil kemudian labu tersebut digoyangkan secara perlahanlahan. Troses titrasi ini dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari pink ke ungu. Perubahan warna yang terjadi menunjukan titik akhir titrasi telah tercapai. Warna larutan yang semula berwarna pink menandakan adanya ikatan antara indikator EBT dengan magnesium. Sedangkan adanya perubahan warna dari pink menjadi biru menandakan lepasnya ikatan antara indikator EBT dengan magnesium, sehingga di dalam Erlenmeyer tersebut terdapat indikator EBT bebas dan terbentuknya ikatan antara magnesium dengan EDTA.

Pada titrasi pembakuan yang pertama ini didapatkan volume MgSO4 yang digunakan sebanyak 19 ml. Kemudian hasil tersebut dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan normalitas dari Na-EDTA, seperti perhitungan di bawah ini : VNa-EDTA x N Na-EDTA = V MgSO4 x N MgSO4 20x N Na-EDTA = 19 x 0,05 N Na-EDTA = 0,0475 N Sedangkan pada titrasi pembakuan yang kedua ini didapatkan volume MgSO 4 yang digunakan sebanyak 19.5 ml. Kemudian hasil tersebut dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan normalitas dari Na-EDTA, seperti perhitungan di bawah ini : VNa-EDTA x N Na-EDTA = V MgSO4 x N MgSO4 20x N Na-EDTA = 19,5 x 0,05 N Na-EDTA = 0,04875 N Selanjutnya, untuk menentukan normalitas Na-EDTA dari kedua pembakuan tersebut dilakukan perhitungan normalitas rata-rata, yaitu : Rata-rata Na-EDTA = = 0,048 N

Setelah prosedur pembakuan dilakukan maka prosedur selanjutnya yaitu penetapan kadar terhadap sampel kalsium glukonat. Prosedur penetapan kadar ini dilakukan sebanyak dua kali atau duplo. Prosedur dimulai dengan dimasukkannya Na-EDTA yang telah dibakukan tersebut ke dalam buret. Selanjutnya, dilakukan penimbangan terhadap sampel kalsium glukonat sebanyak 159.7 mg dan kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Dilarutkan sampel tersebut dengan menggunakan aquadest. Ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer magnesium sulfat atau MgSO4 sebanyak 5 ml dengan menggunakan volume pipet dan juga ditambahkan ke dalmnya buffer salmiak sebanyak 10 ml. Penambahan terakhir pada larutan tersebut yaitu indikator EBT yang menyebabkan larutan tersebut berubah warna dari bening menjadi ungu. Kemudian di cek pH larutan tersebut harus berkisar antara pH 8-10 dengan menggunakan indikator universal. Setelah pH larutan tersebut sesuai lalu dilakukan titrasi dengan menggunakan titran yang ada di buret sedikit demi sedikit pembukaan keran dari buret tersebut. Titik akhir titrasi ini dicapai saat adanya perubahan warna dari ungu menjadi biru. Penetapan kadar untuk titrasi yang pertama ini didaptkan volume Na-EDTA sebesar 2 ml. Prosedur penetapan kadar yang kedua dimulai dengan dimasukkannya NaEDTA yang telah dibakukan tersebut ke dalam buret. Selanjutnya, dilakukan penimbangan terhadap sampel kalsium glukonat sebanyak 160.2 mg dan kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Dilarutkan sampel tersebut dengan menggunakan aquadest. Ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer magnesium sulfat atau MgSO4 sebanyak 5 ml dengan menggunakan volume pipet dan juga ditambahkan ke dalmnya buffer salmiak sebanyak 10 ml. Penambahan terakhir pada larutan tersebut yaitu indikator EBT yang menyebabkan larutan tersebut berubah warna dari bening menjadi ungu. Kemudian di cek pH larutan tersebut harus berkisar antara pH 8-10 dengan menggunakan indikator universal. Setelah pH larutan tersebut sesuai lalu dilakukan titrasi dengan menggunakan titran yang ada di buret sedikit demi sedikit pembukaan keran dari buret tersebut. Titik akhir titrasi ini dicapai saat adanya perubahan warna dari ungu menjadi biru.

Penetapan kadar untuk titrasi yang pertama ini didaptkan volume Na-EDTA sebesar 3 ml. Selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap prosedur penetapan kadar sampel kalsium glukonat, yaitu sebagai berikut : % kadar =

= = 25,831 % Dari hasil perhitungan penetapan kadar kalsium glukonat yang telah dilakukan didapat kadar sampel kalsium glukonat sebesar 25.831%. Namun, hasil yang didapat ini tidak sesuai dengan kadar yang seharusnya. Hal ini dikarenakan adanya kesalahan dilakukan oleh praktikan. Kesalah-kesalahan tersebut meliputi pembuatan reagen yang tidak sesuai, penimbangan yang dilakukan kurang tepat, pengukuran yang dilakukan tidak sesuai dengan yang seharusnya sampai kesalahan saat dilakukannya prosedur titrasi.

IX. Kesimpulan Telah dilakukan uji analisis kualitatif dan uji analisis kuntitatif terhadap sampel kalsium glukonat. Hasil positif ditunjukkan pada sampel untuk uji analisis kualitatif. Sedangkan untuk uji analisis kuantitatif didapatkan penetapan kadar sebesar 25,831 %.

DAFTAR PUSTAKA Admin. 2012. Titrasi Kompleksometri. Available online at

http://landasanteori.com/2012/03/titrasi-kompleksometri-kimiaanalis.html [diakses tanggal 27 Maret 2013] Admin. 2012. Titrasi Kompleksometri. Available online at

http://pharmacyindonesia.com/2012/01/titrasi-kompleksometri.html [diakses tanggal 27 Maret 2013] Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Erlangga

J. Basset, R. C Denney, G. H Jeffery, J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : EGC Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : Kalman Media Pustaka

Anda mungkin juga menyukai