Anda di halaman 1dari 37

BAB II

ANALISIS HIDROLOGI

2.1 Tahapan Analisis Hidrologi

Data yang diperoleh dari stasiun pengamatan hujan seringkali tidak lengkap dengan kata
lain terdapat kekosongan data untuk periode tertentu. Hal ini dapat terjadi karena
ketidakhadiran pengamat maupun kerusakan alat. Data curah hujan yang digunakan dalam
analisa curah hujan ini adalah data yang didapatkan selama 30 tahun sehingga dapat
dianggap representatif.

2.2 Penyiapan Data Curah Hujan

Data Hujan merupakan masukan utama dari sistem sungai dan aliran sungai. Oleh
karena itu untuk mengetahui semua karakteristik aliran, harus diketahui informasi
mengenai besaran curah hujan yang terjadi di lokasi yang sama atau disekitarnya. Hampir
semua kegiatan pengembangan sumber daya air memerlukan informasi hidrologi untuk
dasar perencanaan dan perancangan, salah satu informasi hidrologi yang penting adalah
data hujan. Data hujan ini dapat terdiri dari data hujan harian, bulanan dan tahunan.
Pengumpulan dan pengolahan data hujan ini diharapkan dapat menyajikan data hujan yang
akurat, menerus dan berkelanjutan sesuai dengan kondisi lapangan, tersusun dalam sistem
database, data menyediakan data/informasi hidrologi yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Dengan berkembangnya kondisi Satuan Wilayah Sungai (SWS), maka kebutuhan akan
air semakin meningkat yang kadang-kadang terjadi konflik antar kepentingan. Kecermatan
dalam analisis ketersediaan air dapat dicapai bilamana tersedia data hujan yang akurat.
Data hujan ini juga digunakan untuk input evaluasi unjuk kerja desain kapasitas atau
pedoman operasi bangunan air (Istanto, 2007).

2.2.1 Penentuan Stasiun Utama

a. Pelengkapan Data Hujan

Dari pos-pos hujan yang tersedia dan tersebar disekitar wilayah studi, perlu
ditentukan pos hujan yang akan dijadikan stasiun utama sebagai dasar perhitungan
berikutnya. Ada 3 metode menghitung curah hujan, yaitu:
 Metode aljabar
2
 Metode plolygon thiessen
 Metode ishoyet

Pada tugas kali ini, stasiun utama telah ditentukan yaitu stasiun hujan Pangkalan Kumbi.
Untuk melengkapi data yang kosong dilakukan metode tertentu untuk memperoleh nilai
pendekatan untuk data curah hujan pada stasiun tersebut. Dalam metode melengkapi data curah
hujan yang kosong ini diperlukan data pengamatan minimal tiga stasiun terdekat yang sedapat
mungkin berada di sekeliling stasiun dengan data yang kosong.
Terdapat dua metode untuk melengkapi data curah hujan ini, diantaranya :
1. Metode Aljabar
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun
pembanding dengan stasiun yang kehilangan data kurang 10% (Moduto. Drainase
Perkotaan. 1998).
Rumus yang digunakan :

2. Metode Perbandingan Normal


Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun
pembanding dengan stasiun yang kehilangan data lebih dari 10% (Subarkah. Hidrologi
untuk Perencanaan Bangunan Air. 1980)
Rumus yang digunakan :

Keterangan:
n : jumlah stasiun pembanding
rx : tinggi curah hujan yang dicari
rn : tinggi curah hujan pada tahan yang sama dengan rx pada setiap stasiun
pembanding
Rx : harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur yang salah satu curah
hujannya sedang dicari
Rn : harga rata-rata tinggi curah hujan pada setiap stasiun pembanding selama
kurun waktu yang sama

3
Perhitungan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang
kehilangan data dilakukan dengan persamaan:

Keterangan:
∆ : Persen perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang
kehilangan data
Ri : Nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan tiap stasiun
R : Rata-rata curah hujan dari n jumlah stasiun pengamat
n : jumlah stasiun pengamat

Berikut merupakan hasil perhitungan untuk menentukan metode yang akan


digunakan dalam melengkapi data curah hujan yang kosong.

Tabel 2.1. Tabel Perhitungan Data Curah Hujan yang Hilang Menggunakan
Metode Aljabar

P1 P2 P3 Hasil Perhitungan
Tahun
Pangkalan Sultan
Longkib P1 P2 P3
Kumbi Daulat
1988 131.39 152.44 131.39 141.92 152.44
1989 165.24 157.03 156.86 165.24 157.03 156.86
1990 149.34 171.72 143.44 149.34 171.72 143.44
1991 142.74 178.58 131.82 142.74 178.58 131.82
1992 148.75 162.04 133.22 148.75 162.04 133.22
1993 170.74 135.06 152.90 170.74 135.06
1994 139.29 187.78 133.02 139.29 187.78 133.02
1995 165.22 156.24 155.42 165.22 156.24 155.42
1996 165.58 150.82 162.66 165.58 150.82 162.66
1997 168.50 156.92 164.69 168.50 156.92 164.69
1998 198.73 149.62 193.79 198.73 149.62 193.79
1999 136.16 137.15 125.02 136.16 137.15 125.02
4
2000 133.87 145.39 133.87 145.39 139.63
2001 178.62 141.32 163.91 178.62 141.32 163.91
2002 188.86 134.17 185.98 188.86 134.17 185.98
2003 170.32 154.36 157.37 170.32 154.36 157.37
2004 166.91 159.40 160.16 166.91 159.40 160.16
2005 162.38 168.92 151.80 162.38 168.92 151.80
2006 136.45 196.65 132.07 136.45 196.65 132.07
2007 137.81 133.87 135.46 137.81 133.87 135.46
2008 130.57 132.60 131.59 130.57 132.60
2009 155.31 176.20 152.65 155.31 176.20 152.65
2010 189.67 182.85 184.82 189.67 182.85 184.82
2011 151.74 142.25 151.74 146.99 142.25
2012 205.25 165.03 200.21 205.25 165.03 200.21
2013 170.74 165.41 153.26 170.74 165.41 153.26
2014 175.23 134.08 160.96 175.23 134.08 160.96
2015 194.98 140.14 186.89 194.98 140.14 186.89
2016 165.56 153.12 160.31 165.56 153.12 160.31
2017 148.43 156.16 139.04 148.43 156.16 139.04
N 28 28 29 33.02 1.89 50.73
Ri 172.41 168.04 159.54 85.64
R 166.67
S 6.54
Δ 3.93

Nilai S diperoleh dari perhitungan berikut :

∑(𝑅𝑖 − 𝑅)2 85,64


𝑆=√ = √ = 6,54
𝑛−1 2

Kemudian dihitung besar persen perbedaan curah hujan antara stasiun


pembanding dan stasiun yang kehilangan data, dengan perhitungan sebagai berikut:
𝑆 6,54
∆= 𝑥 100% = 𝑥 100% = 3,93% < 10%
𝑅 166,67
Persentase curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang kehilangan data
didapatkan sebesar 3,93%. Karena nilainya lebih kecil dari 10%, maka dipilih metode
aljabar untuk melengkapi data yang kosong.

5
2.2.2 Koreksi Kualitas dan Kuantitas Data

A. Uji Konsistensi

Uji konsistensi curah hujan diperlukan untuk mengetahui tingkat konsistensi


intensitas suatu hujan di suatu area. Konsistensi curah hujan dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal, diantaranya adalah :
• Terjadi perubahan pada lingkungan hidrologis
• Terjadi pemindahan tempat stasiun pengukur hujan atau pemindahan alat
pengukur
• Terjadi perubahan cara pengukuran, pengerjaan uji konsistensi dapat dilakukan
dengan Teknik Kurva Massa-Ganda (Double Mass Curve Technique) dengan
langkah umum sebagai berikut :
• Mengakumulasi rata-rata hujan stasiun dasar/pembanding dan stasiun utama
mulai dengan pengamatan kalender terakhir,kemudian diplotkan sebagai
sumbu x dan y pada suatu grafik
• Jika terjadi perubahan slope, maka data harus dikalibrasi dengan suatu faktor
koreksi
Berikut ini adalah nilai koreksi untuk data yang tidak konsisten:

Hz = (tgα/ tgα0) Ho

Hz = curah hujan yang diperkirakan


H0 = curah hujan hasil pengamatan
tgα = slope setelah perubahan
tgα0 = slope sebelumperubahan
tgα / tgα0 = faktor koreksi

6
Berikut merupakan Uji Konsistensi yang dilakukan untuk Stasiun 1 dengan
stasiun pembanding 2, dan 3. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah
hujan yang sudah dilengkapi dalam 30 tahun terakhir.
Tabel 2.2. Data Curah Hujan 30 Tahun

Stasiun
Stasiun Dasar
Utama
Tahun P1 P2 P3
Pangkalan Sultan
Longkib
Kumbi Daulat
1988 131.39 141.92 152.44
1989 165.24 157.03 156.86
1990 149.34 171.72 143.44
1991 142.74 178.58 131.82
1992 148.75 162.04 133.22
1993 152.90 170.74 135.06
1994 139.29 187.78 133.02
1995 165.22 156.24 155.42
1996 165.58 150.82 162.66
1997 168.50 156.92 164.69
1998 198.73 149.62 193.79
1999 136.16 137.15 125.02
2000 133.87 145.39 139.63
2001 178.62 141.32 163.91
2002 188.86 134.17 185.98
2003 170.32 154.36 157.37
2004 166.91 159.40 160.16
2005 162.38 168.92 151.80
2006 136.45 196.65 132.07
2007 137.81 133.87 135.46
2008 131.59 130.57 132.60
2009 155.31 176.20 152.65
2010 189.67 182.85 184.82
2011 151.74 146.99 142.25
2012 205.25 165.03 200.21
2013 170.74 165.41 153.26
2014 175.23 134.08 160.96
2015 194.98 140.14 186.89
2016 165.56 153.12 160.31
2017 148.43 156.16 139.04

7
R 160.92
Deviasi 20.90
RT 188.20
TR 2.72

Berikut tahap tahap perhitungannya :


1. Menghitung rata-rata stasiun pembanding
Pada contoh perhitungan kali ini, perhitungan dilakukan dengan
menghitung curah hujan rata-rata stasiun 2 dan stasiun 3.

Tahun 2017
Rata-rata curah hujan pembanding = ( stasiun 2 + stasiun 3 ) / jumlah stasiun
pembanding
= ( 156.16 + 139.04 ) / 2
= 147,6
Dengan cara yang sama sampai perhitungan tahun 1988

2. Menghitung kumulatif stasitun utama


Pada contoh perhitungan kali ini, perhitungan dilakukan dengan
menghitung curah hujan kumulatif stasiun 1

Tahun 2017
Curah hujan kumulatif stasiun utama
= curah hujan stasiun utama tahun 2017
= 148.43

Tahun 2017
Curah hujan kumulatif stasiun utama
= curah hujan stasiun utama tahun 2017 + curah hujan stasiun utama tahun
2016
= 148.43 + 165.56
= 313,99
Dengan cara yang sama sampai perhitungan tahun 1988

8
3. Menghitung kumulatif stasiun pembanding
Pada contoh perhitungan kali ini, perhitungan dilakukan dengan
menghitung curah hujan kumulatif stasiun 2 dan stasiun 3.

Tahun 2017
Curah hujan kumulatif stasiun pembanding
= rata-rata curah hujan stasiun pembanding tahun 2017
= 147,6

Tahun 2016
Curah hujan kumulatif stasiun pembanding
= rata-rata curah hujan stasiun pembanding 2016 + curah hujan kumulatif
tahun 2017
= 156.715 + 147,6
= 363,67
Dengan cara yang sama sampai perhitungan tahun 2017

Setelah itu, dibuat grafik perbandingan antara data curah hujan kumulatif stasiun
pembanding terhadap data curah hujan stasiun utama. Berikut hasil grafik dari
contoh perhitungan sebelumnya.
Grafik 1 Hasil Tes Uji Konsistensi Data Curah Hujan

Kurva Tes Konsistensi


6000.00
y = 1.0241x + 26.213
5000.00 R² = 0.9999

4000.00
Stasiun Utama

3000.00

2000.00

1000.00

0.00
0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00
Stasiun Dasar

9
Dengan memperbandingkan kemiringan garis yang didapatkan, dapat dibuat
koreksi setiap titik disesuaikan kedudukannya terhadap garis linier yang
terbentuk, sehingga didapatkan hasil koreksi yang berbeda untuk setiap titik.
Namun koreksi tidak diperlukan karena keududukan setiap titik sudah tepat sesuai
dengan garis linier yang terbentuk. Maka data curah hujan terkoreksi tersebut
sudahlah menyatakan konsistensi sebuah data curah hujan. Data curah hujan
terkoreksi itulah yang dipakai untuk berbagai perhitungan analisa curah hujan
selanjutnya. Adapun kekonsistenan data yang dipakai menyataka bahwa curah
hujan yang didapatkan oleh suatu daerah sudah konsisten, kemungkinan
kesalahan pengukuran bisa diminimalisir.
Analisis kurva massa ganda digunakan untuk menguji konsistensi hasil
pengukuran pada suatu stasiun dan membandingkan hujan akumulasi tahunannya
atau musimannya dengan stasiun lainnya atau kumpulan stasiun yang
mengelilinginya dan hujannya bersamaan dengan topografi yang sama. Perubahan
lokasi penakar hujan, keterbukaan, dan cara pengamatan dapat menyebabkan
suatu perubahan relatif dalam penangkapan hujan.

B. Uji Homogenitas

Data curah hujan yang telah konsisten kemudian perlu dites kehomogenannya.
Pentingnya pengujian homogenitas ditunjukkan oleh Hosking (1985) dan
Wiltshire (1986). Kehomogenitasan menunjukkan suatu daerah memiliki
mekanisme produksi air yang sama. Suatu daerah yang dinyatakan homogen
berarti setiap area di daerah tersebut dapat dikatakan memiliki standar distribusi
frekuensi curah hujan yang cenderung sama. Adapun ketidakhomogenan data
hujan yang didapatkan dapat dikarenakan berbagai gangguan yang terjadi pada
atmosfer.
Untuk menguji kehomogenitasan data curah hujan digunakan beberapa cara
yaitu (Sudira, 1999) :
1. Plotting data
Cara ini merupakan cara paling sederhana akan tetapi kurang terpercaya.
Analisis ini dengan membuat grafik curah hujan terhadap waktu. Dari grafik
yang terbentuk akan terlihat bentuk pola hujan musiman apakah reguler atau
tidak. Apabila tidak reguler, maka perlu diperbaiki.
10
2. Run test
Run test dapat digunakan untuk menentukan tingkat dan periode data untuk
data yang tidak homogen.
3. Analisis kurva massa ganda
Uji Homogenitas dilakukan dengan memplot harga (TR,N) pada Grafik Uji
Homogenitas. Cara ini adalah cara yang paling sering digunakan. Berikut
Grafik Uji Homogenitas.
Grafik 2 Uji Homogenitas Data Curah Hujan

Dari Persamaan Gumbel Modifikasi (PUH 10 tahun), didapatkan persamaan


sebagai berikut:
TR = ( R10 / R ) Tr
R10 = curah hujan tahunan dengan PUH 10 tahun
R = curah hujan tahunan rata-rata dalam suatu array data
Tr = PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata (2,33 tahun)

SD = (S [ Ri – R ]2 / [ n – 1 ] )1/2
SD = standar deviasi
n = jumlah data
R = curah hujan tahunan rata-rata dalam suatu array data
Ri = curah hujan tahunan dalam suatu array data

Rt = R – [0.78 { Ln ( Ln [ TR / { TR – 1 } ] ) } + 0.45 ] SD

11
SD = standar deviasi
R = curah hujan tahunan rata- rata dalam suatu array data
Tr = PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata (2,33 tahun)
Berikut contoh Uji Homogenitas yang dilakukan untuk stasiun 1 dengan stasiun
pembanding 2 dan 3. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan
yang sudah dilengkapi dalam 30 tahun terakhir yang juga telah diuji
kekonsistenannya sehingga telah didapatkan hasil curah hujan terkoreksi seperti
data tabel berikut.
Tabel 2.3. Hasil Curah Hujan Terkoreksi

Rerata
Stasiun
Stasiun Dasar Akumulatif dari
Utama
Rerata Bawah
Tahun Stasiun
P1 P2 P3
Dasar Stasiun Stasiun
Pangkalan Sultan Dasar Utama
Longkib
Kumbi Daulat
1988 131.39 141.92 152.44 141.92 4719.86 4827.56
1989 165.24 157.03 156.86 159.71 4577.94 4696.17
1990 149.34 171.72 143.44 154.83 4418.23 4530.93
1991 142.74 178.58 131.82 151.04 4263.40 4381.58
1992 148.75 162.04 133.22 148.00 4112.35 4238.84
1993 152.90 170.74 135.06 152.90 3964.35 4090.09
1994 139.29 187.78 133.02 153.37 3811.45 3937.19
1995 165.22 156.24 155.42 158.96 3658.08 3797.90
1996 165.58 150.82 162.66 159.69 3499.12 3632.68
1997 168.50 156.92 164.69 163.37 3339.44 3467.10
1998 198.73 149.62 193.79 180.71 3176.07 3298.60
1999 136.16 137.15 125.02 132.78 2995.35 3099.87
2000 133.87 145.39 139.63 139.63 2862.58 2963.72
2001 178.62 141.32 163.91 161.28 2722.95 2829.85
2002 188.86 134.17 185.98 169.67 2561.66 2651.23
2003 170.32 154.36 157.37 160.68 2391.99 2462.37
2004 166.91 159.40 160.16 162.16 2231.31 2292.05
2005 162.38 168.92 151.80 161.04 2069.15 2125.13
2006 136.45 196.65 132.07 155.06 1908.12 1962.75
2007 137.81 133.87 135.46 135.71 1753.06 1826.30
2008 131.59 130.57 132.60 131.59 1617.35 1688.49
2009 155.31 176.20 152.65 161.39 1485.76 1556.90
2010 189.67 182.85 184.82 185.78 1324.37 1401.59

12
2011 151.74 146.99 142.25 146.99 1138.59 1211.92
2012 205.25 165.03 200.21 190.16 991.60 1060.19
2013 170.74 165.41 153.26 163.14 801.44 854.94
2014 175.23 134.08 160.96 156.76 638.31 684.20
2015 194.98 140.14 186.89 174.00 481.55 508.97
2016 165.56 153.12 160.31 159.66 307.54 313.99
2017 148.43 156.16 139.04 147.88 147.88 148.43
R 160.92
Deviasi 20.90
RT 188.20
TR 2.72

Berikut langkah Uji Homogenitas :


1. Menghitung rata-rata dari curah hujan terkoreksi
2. Menghitung standar deviasi curah hujan terkoreksi
3. Menghitung Rt
4. Menghitung TR
5. Menentukan titik koordinat pada grafik Uji Homogenitas

Pada awalnya data yang diolah adalah data curah hujan dalam 30 tahun.
Kemudian diuji kekonsistenan dan kehomogenitasannya. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir kemungkinan terjadinya perubahan hidrologis drastis dan
kesalahan pengukuran dalam 30 tahun terakhir.

Grafik 3 Hasil Analisis Uji Konsistensi Data Curah Hujan

13
Hasil yang didapat dari penghitungan terlihat pada tabel diatas yang
menunjukkan titik berada diluar kurva, sehingga dapat disimpulkan data yang
diolah TIDAK HOMOGEN. Oleh karena itu dilakukan uji homogenitas kembali
dengan data yang telah dikurangi 10 tahun.
Tabel 2.4 Hasil Analisis Uji Konsistensi Data Curah Hujan Dikurangi 10 Tahun

Stasiun
Stasiun Dasar
Utama
Tahun P1 P2 P3
Pangkalan Sultan
Longkib
Kumbi Daulat
1998 198.73 149.62 193.79
1999 136.16 137.15 125.02
2000 133.87 145.39 139.63
2001 178.62 141.32 163.91
2002 188.86 134.17 185.98
2003 170.32 154.36 157.37
2004 166.91 159.40 160.16
2005 162.38 168.92 151.80
2006 136.45 196.65 132.07
2007 137.81 133.87 135.46
2008 131.59 130.57 132.60
2009 155.31 176.20 152.65
2010 189.67 182.85 184.82
2011 151.74 146.99 142.25
2012 205.25 165.03 200.21
2013 170.74 165.41 153.26
2014 175.23 134.08 160.96
2015 194.98 140.14 186.89
2016 165.56 153.12 160.31
2017 148.43 156.16 139.04

R 164.93

Deviasi 23.18
RT 195.19
TR 2.76

14
Dengan pengolahan data memakai curah hujan dalam 20 tahun terakhir sudah
menunjukkan homogenitas yang dibuktikan pada posisi titik yang berada di dalam
kurva dibawah.
Grafik 4 Hasil Analisis Uji Konsistensi Data Curah Hujan Dikurangi 10 Tahun

Kehomogenitasan menunjukkan suatu daerah memiliki mekanisme produksi air


yang sama. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa area yang digunakan dalam
perhitungan kali ini sudah memiliki mekanisme produksi air yang sama pada 20
tahun terakhir. Suatu daerah yang dinyatakan homogen berarti setiap area di
daerah tersebut dapat dikatakan memiliki standar distribusi frekuensi curah hujan
yang cenderung sama

2.2.3 Analisis Curah Hujan Maksimum

Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa,


seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding
terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang sangat ekstrim kejadiannya
sangat langka (Suripin: Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004).
Tujuan analisis frekuensi data hidrologi berkaitan dengan besaran peristiwa-
peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan
distribusi kemungkinan.
Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent),
terdistribusi secara acak, dan bersifat stokastik. Frekuensi hujan adalah besaran
kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, periode

15
ulang adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan
disamai atau dilampaui. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data
kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang
akan datang dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di masa akan
datang akan masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu.

1. Distribusi Normal
Metode disrtibusi normal disebut juga distribusi Gauss.
XT  X
KT 
S

X T  X  KT S
n
1
R rata−rata = ∑ Ri
n
i=1

Standar Deviasi (S)


2 0.5
Σ(𝑅𝑖 − 𝑅)
𝑆=( )
𝑛−1

Keterangan :
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T (Curah
Hujan Maksimum)
X = nilai rata-rata hitung varian
S = standar deviasi varian
KT = faktor frekuensi merupakan fungsi dan peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik ditribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang

2. Distribusi Log-Pearson III


Prosedur menentukan curah hujan dengan metode Log Pearson Tipe III
1. Ubah data kedalam bentuk logaritma
R  log R

2. Hitung harga rata-rata


n

 log R
log R  n 1

n
16
3. Hitung harga simpangan baku

 
0.5
 n 
  log R  log R
2

S   n 1 
 n 1 
 
 
4. Hitung koefisien kemencengan

 
n
n log RT  log R
3

G n 1

n  1n  2S 3
5. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T dengan rumus :

log RT  log R  KS
6. Hitung curah hujan dengan menghitung antilog dari log RT

Keterangan :
n= jumlah data
S = standar deviasi
G = koefisien kemencengan
RT = curah hujan maksimum dalam PUH T
K = Nilai variabel standar untuk R yang besarnya tergantung G. Nilai K dihitung
berdasarkan koefisien skew (G) dan periode ulang (T)

3. Distribusi Gumbel
Metode Gumbel Modifikasi digunakan untuk analisis suatu peluang kejadian
telah dijelaskan sebelumnya.
  Tr  
YTr   ln  ln   
  Tr  1  
0.5
 n 
  Ri  R  
2

S   n 1 
 n 1 
 
 
 Y  Yn 
X Tr  X  S  Tr 
 Sn 
Keterangan :

17
YTr = reduced variable
Yn = reduced mean
S = standar deviasi
Sn = reduce standar deviation
n = jumlah data
Tr = periode ulang
Nilai Yn dan Sn dapat dilihat melalui Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 dibawah
Tabel 2.5 Reduce Mean (Yn)

Tabel 2.6 Reduce Standard Deviation (Sn)

18
Tabel 2.7. Analisis Curah Hujan Masing-Masing Stasiun

Stasiun
Stasiun Dasar
Utama
Tahun P1 P2 P3
Pangkalan Sultan
Longkib
Kumbi Daulat
1998 198.73 149.62 193.79
1999 136.16 137.15 125.02
2000 133.87 145.39 139.63
2001 178.62 141.32 163.91
2002 188.86 134.17 185.98
2003 170.32 154.36 157.37
2004 166.91 159.40 160.16
2005 162.38 168.92 151.80
2006 136.45 196.65 132.07
2007 137.81 133.87 135.46
2008 131.59 130.57 132.60
2009 155.31 176.20 152.65
2010 189.67 182.85 184.82
2011 151.74 146.99 142.25
2012 205.25 165.03 200.21
2013 170.74 165.41 153.26
2014 175.23 134.08 160.96
2015 194.98 140.14 186.89
2016 165.56 153.12 160.31
2017 148.43 156.16 139.04
Curah
Hujan 3298.605 3071.406 3158.177
Total
N 20
Ri 164.93 153.57 157.91
R 164.93
Deviasi 23.18325

19
Hasil dan Pengolahan Data
a. Metode Gumbel

Tabel 2.8 Hasil Perhitungan Metode Gumbel


PUH Yt Yn Sn S 1/a b CHM a
2 0.36651 0.5236 1.028 23.18325 41.85306 158.47 161.3876 0.023893
5 1.49994 0.5236 1.028 23.18325 41.85306 158.47 186.9485 0.023893
10 2.25037 0.5236 1.028 23.18325 41.85306 158.47 203.872 0.023893
25 3.19853 0.5236 1.028 23.18325 41.85306 158.47 225.2548 0.023893
50 3.90194 0.5236 1.028 23.18325 41.85306 158.47 241.1179 0.023893
100 4.60015 0.5236 1.028 23.18325 41.85306 158.47 256.8638 0.023893

Perhitungan
1
1. R rata−rata = n ∑ni=1 R i

2. Reduced Variate (YTr)


Tr
YTr = − ln (ln ( ))
Tr − 1
3. Reduced Mean (Yn)
Untuk n=30 tahun = 0.5362
4. Reduced Standar Deviation (Sn)
Untuk n=30 tahun = 1,1124
5. Standar Deviasi (S)
2 0.5
Σ(𝑅𝑖 − 𝑅)
𝑆=( ) = 29,20153
𝑛−1

6. Curah Hujan Harian Maksimum untuk PUH 2


YTr − Yn
XTr = X + S ( )
Sn

20
b. Metode Log Pearson III

Tabel 2.9 Perhitungan Metode Log Person III


curah
hujan
log Ri- (log Ri-
stasiun log Ri
log R log R)^3
utama
(1)
198.73 2.298255 0.09 0.000616
136.16 2.134041 -0.08 -0.0005
133.87 2.126688 -0.09 -0.00065
178.62 2.251924 0.04 5.81E-05
188.86 2.276145 0.06 0.00025
170.32 2.231266 0.02 5.91E-06
166.91 2.222489 0.01 8.04E-07
162.38 2.21054 0.00 -1.9E-08
136.45 2.134985 -0.08 -0.00048
137.81 2.139275 -0.07 -0.0004
131.59 2.119207 -0.09 -0.00083
155.31 2.191208 -0.02 -1.1E-05
189.67 2.277991 0.06 0.000272
151.74 2.181089 -0.03 -3.3E-05
205.25 2.312273 0.10 0.000973
170.74 2.232345 0.02 7.03E-06
175.23 2.243611 0.03 2.82E-05
194.98 2.289989 0.08 0.000453
165.56 2.21895 0.01 1.91E-07
148.43 2.171533 -0.04 -7.2E-05
JUMLAH 44.26381 0 -0.00031

21
Tabel 2.10 Hasil Perhitungan Metode Log Pearson III
PUH log R K K*S log RT RT
2 2.21 -0.083 -0.0051 2.208089 161.469
5 2.21 0.806 0.049536 2.262727 183.1162
10 2.21 1.323 0.081311 2.294501 197.016
25 2.21 1.91 0.117388 2.330578 214.081
50 2.21 2.311 0.142033 2.355224 226.581
100 2.21 2.686 0.165081 2.378271 238.9301

Perhitungan
1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis
Ri  log Ri
2. Harga rata-rata
∑ni=1 log Ri
log R =
n
3. Simpangan Baku
2 1/2
∑𝑛𝑖=1(𝑙𝑜𝑔𝑅𝑖 − 𝑙𝑜𝑔𝑅)
𝑆=[ ]
𝑛−1

4. Koefisien kemencengan
3
n ∑ni=1(logRi − logR)
G=
(n − 1)(n − 2)S 3
5. Logaritma hujan dengan periode ulang T
log 𝑅𝑇 = log 𝑅 + 𝐾𝑆
Untuk PUH = 2
6. Curah Hujan Harian Maksimum untuk PUH = 2
𝑅𝑇 =154.248

c. Metode Distribusi Normal


Tabel 2.11 Hasil Perhitungan Metode Distribusi Normal

PUH PELUANG Kt CHM


2 0.5 0 164.9302
5 0.2 0.84 184.4042

22
10 0.1 1.28 194.6048
25 0.04 1.708 204.5272
50 0.02 2.05 212.4559
100 0.01 2.33 218.9472

Perhitungan

1
1. R rata−rata = n ∑ni=1 R i

2. Standar Deviasi (S)


2 0.5
Σ(𝑅𝑖 − 𝑅)
𝑆=( )
𝑛−1

3. Curah Hujan Harian Maksimum (untuk PUH = 2)


𝐶𝐻𝐻𝑀 = 𝑅 + 𝐾𝑆

Uji Kecocokan
Uji Kecocokan digunakan untuk mengetes kecocokan distribusi frekuensi
sampel data terhadap fungsi distribusi peluang, yang diperkirakan dapat mewakili
distribusi frekuensi tersebut. Pengujian yang sering dipakai adalah Chi Kuadrat.
Dengan menggunakan Uji chi-kuadrat, suatu persamaan distribusi untuk
menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi
statistic sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan
parameter X2, yang dapat dihitung dengan rumus berikut.
𝐺 (𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)2
𝑋ℎ2 = ∑
𝑖=1 𝐸𝑖
Xh2 :
parameter chi-kuadrat terhitung,
G : jumlah sub kelompok
Oi : jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei : jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

Prosedur uji Chi Kuadrat :


1. Urutkan data dari pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya)
2. Tentukan range nilai peluang (P) yang akan diambil
3. Dicari nilai K, yaitu nilai variabel reduksi Gauss, untuk setiap nilai peluang
4. Nilai K tersebut kemudian dimasukkan ke dalam persamaan
23
X T  X  KT S
5. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub-grup
6. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei
N 20
Ei   4
jumlahgrup 5

7. Jumlahkan nilai
Oi  Ei 2 dari seluruh G sub-grup nilai untuk menentukan
Ei

nilai Chi Kuadrat hitung


8. Tentukan derajat kebebasan dk = G – R –1 (nilai R = 2 untuk distribusi normal
dan binomial) dk = 5 – 2 – 1 = 2

Tabel 2.12 Hasil Perhitungan Uji Chi Kuadrat

peringkat R LOG R

1 205.25 2.31

2 198.73 2.30
3 194.98 2.29
4 189.67 2.28
5 188.86 2.28
6 178.62 2.25
7 175.23 2.24
8 170.74 2.23
9 170.32 2.22
10 166.91 2.22
11 165.56 2.21
12 162.38 2.19
13 155.31 2.18
14 151.74 2.17
15 148.43 2.14
16 137.81 2.13
17 136.45 2.13
18 136.16 2.13
19 133.87 2.12
20 131.59 2.22
rerata 164.93 2.21
S 23.18 0.06

24
Uji kecocokan Metode Gumbel
Tabel 2.13 Kecocokan Metode Gumbel

peluang k nilai x
0.8 -0.84 145.457
0.6 -0.25 159.135
0.4 0.25 170.726
0.2 0.84 184.404

Tabel 2.14 Hasil Perhitungan Uji Kecocokan Metode Gumbel


Nilai Batas Jumlah Data (Oi-
No Ei Oi - Ei
Sub Grup (Oi) Ei)^2/Ei
1 <145,457 5 4 1 0.25
2 145,457 - <159,135 3 4 -1 0.25
3 159,135 - <170,726 4 4 0 0
4 170,726 - <184,404 3 4 -1 0.25
5 >184,404 5 4 1 0.25
Jumlah 20 Chi Kuadrat 1

Uji Kecocokan Metode Log Pearson


Tabel 2.15 Uji Kecocokan Metode Log Pearson
peluang k nilai x
0.8 -0.84 2.1609
0.6 -0.25 2.1971
0.4 0.25 2.2278
0.2 0.84 2.2639

Tabel 2.16 Hasil Perhitungan Uji Kecocokan Metode Log Pearson

Nilai Batas Sub (Oi-


No Jumlah Data Ei Oi - Ei
Grup Ei)^2/Ei

1 <2,1609 5 4 1 0.25
2 2,1609 - <2,1971 3 4 -1 0.25
3 2,1971 - <2,2278 4 4 0 0
4 2,2278 - <2,2639 3 4 -1 0.25
5 >2,2639 5 4 1 0.25

25
Jumlah 20 Chi Kuadrat 0

Uji Kecocokan Metode Distribusi Normal


Tabel 2.17 Uji Kecocokan Metode Distribusi Normal
peluang k nilai x
0.8 -0.84 145.46
0.6 -0.25 159.13
0.4 0.25 170.73
0.2 0.84 184.40

Tabel 2.18 Hasil Perhitungan Uji Kecocokan Metode Distribusi Normal


Jumlah
Nilai Batas (Oi-
No Data Ei Oi - Ei
Ei)^2/Ei
Sub Grup (Oi)
1 <145,46 5 4 1 0.25
145,46 -
2 3 4 -1 0.25
<159,13
159,13 -
3 4 4 0 0
<170,73
170,73 -
4 3 4 -1 0.25
<184,40
5 >184,40 5 4 1 0.25
Jumlah 20 Chi Kuadrat 1

Cara Perhitungan
1. Rata-ratanya dihitung
Untuk metode Gumbel dan Distribusi Normal
Σ𝑅
𝑅𝑖 =
𝑛
Untuk metode Log Pearson
Σ𝑅
𝑅𝑖 =
𝑛

2. Dicari simpangan baku untuk setiap metode


Untuk metode Gumbel dan Distribusi Normal

26
0.5
Σ(𝑅𝑖 − 𝑅)2
𝑆𝑥 = ( )
𝑛−1
Untuk metode Log Pearson
0.5
Σ(𝑙𝑜𝑔𝑅𝑖 −𝑙𝑜𝑔𝑅)2
𝑆𝑥 = ( ) ss
𝑛−1

3. Menentukan persamaan
X=Ri+Sd.k

4. Nilai k disubstitusi ke persamaan untuk mendapatkan nilai x sebagai batas.


Tabel 2.19 Rekapitulasi Uji Kecocokan
PUH GUMBEL PEARSON NORMAL
2 161.388 161.469 164.9302
5 186.948 183.1162 184.4042
10 203.872 197.016 194.6048
25 225.255 214.081 204.5272
50 241.118 226.581 212.4559
100 256.864 238.9301 218.9472
JUMLAH 1275.445 1221.193 1179.87

Untuk mengetahui atau menganalisa besarnya Curah Hujan harian Maksimum


(CHHM), pada bagian ini digunakan 3 metode, yaitu Metode Gumbel, Log Pearson,
dan distribusi Normal. Dari ketiga metode ini, diperoleh nilai CHHM tiap Periode
Ulang Hujan (PUH). Dari perhtungan dengan menggunakan ketiga metode tersebut,
terlihat terdapat sedikit perbedaan besar CHHM. Untuk itu, digunakan uji kecocokan
untuk mengetes kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi
distribusi peluang yang diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Untuk mengetahui apakah metode yang digunakan itu cocok atau tidak, maka
digunakan uji Chi Kuadrat yang menyatakan apakah derajat kepercayaan dari data
dapat diterima atau tidak. Data yang dapat diterima adalah data yang memiliki derajat
kepercayaan lebih dari 5%.
Pada ketiga uji di atas memiliki nilai chi kuadrat lebih kecil dari 5,991 sehingga
bisa diterima. Namun, jika dilihat dari PUH-nya, nilai PUH gumbel yang lebih besar

27
dibandingkan dengan metode yang lain. Untuk itu, pada analisis yang lainnya
digunakan data dari Metode Gumbel.

2.2.4 Penentuan Perhitungan Metode Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Dengan kata lain bahwa intensitas curah hujan menyatakan besarnya curah hujan
dalam jangka waktu pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan perjam.
Hasil akhir dari analisis curah hujan yang dilakukan adalah mendapatkan
Intensity Duration Curve (IDC). Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan
berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar eriode ulangnya
makin tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan
frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam kurva intensitas dan durasi tersebut.
Diperlukan data angka pendek, misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan
jam-jaman untuk membentuk lengkung IDC. Data hujan jenis ini hanya dapat
diperoleh dari pos penakar hujan otomatis. Selanjutnya, berdasarkan hujan jangka
pedek tersebut lengkung IDC dapat dibuat dengan salah satu dari persamaan Talbot,
Sherman, dan Ishiguro.
Untuk mengelola data curah hujan menjadi intensitas hujan digunakan cara
statistik dari data pengamatan curah hujan yang terjadi. Dan bila tidak dijumai data
untuk setia durasi hujan, maka diperlukan pendekatan secara empiris dengan
berpedoman kepada durasi 60 menit (1 jam) dan pada curah hujan harian maksimum
yang terjadi setiap tahun. Cara lain yang lazim digunakan adalah dengan mengambil
pola intensitas hujan untuk kota lain yang mempunyai kondisi yang hampir sama.
Metode yang data digunakan antara lain adalah:

1. Metode Van Breen


1.1 Teori Dasar
Penurunan rumus yang dilakukan Van Breen didasarkan atas anggapan bahwa
lamanya durasi hujan yang ada dipulau jawa terkonsentrasi selama 4 jam dengan
hujan efektif sebesar 90% hujan total selama 24 jam.
Berikut adalah persamaan Van Breen untuk kota Jakarta:
90% 𝑥 𝑋𝑟 inch
𝐼𝑟 = ( )
4 𝑥 25.4 jam

28
Persamaan Van Breen untuk kota lainnya di Indonesia:
54𝑅𝑇 + 0.07 𝑅𝑇 2
𝐼𝑇 =
𝑡𝑐 + 0.3 𝑅𝑇

Keterangan:
RT = curah hujan maksimum
tc = durasi hujan (dalam jam)

Dengan persamaan diatas dapat dibuat suatu kurva intensitas durasi hujan dimana
Van Breen mengambil kota Jakarta sebagai kurva basis bentuk kurva IDF. Kurva
ini dapat memberikan kecenderungan bentuk kurva untuk daerah daerah lain di
Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van Breen kota Jakarta,
besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan.
Pendekatan yang dipakai Breen dan kawan-kawan sebenarnya sederhana, yakni
mengendalikan aliran air dari hulu hingga hilir dengan membangun sejumlah
saluran pemecah. Tujuannya agar pada saat debit air sungai memuncak, aliran dari
hulu tidak serempak melimpas ke wilayah komersil kota. Aliran air, baik yang
berasal dari batang sungai maupun saluran buatan, akhirnya ditampung pada
“sungai buatan” yang dibangun di bagian tertentu kota.

1.2 Contoh Perhitungan


Contoh perhitungan intensitas hujan pada PUH 2 tahun pada durasi 10 menit
54𝑅𝑇 + 0.07 𝑅𝑇 2 54(122.5441)+ 0.07 (122.5441)2
𝐼𝑇 = = = 180.3975
𝑡𝑐 + 0.3 𝑅𝑇 10+ 0.3 (122.5441)

1.3 Tabel Data


Tabel 2.20 Hasil Perhitungan Metode Van Breen

durasi INTENSITAS
(menit) 2 5 10 25 50 100
161.388 186.948 203.872 225.255 241.118 256.864
5 197.2835 205.3171 210.3721 216.5378 220.9858 225.3152
10 180.3975 189.7826 195.5908 202.5814 207.5659 212.3749
20 154.0298 164.839 171.4918 179.4494 185.0863 190.4939

29
40 119.1879 130.5277 137.5873 146.0872 152.1339 157.9473
60 97.2008 108.0394 114.8759 123.1853 129.1417 134.8992
80 82.06241 92.16108 98.60012 106.4909 112.1868 117.7211
120 62.57204 71.22544 76.82948 83.78207 88.85528 93.82551
240 36.53799 42.3585 46.21622 51.09475 54.71687 58.31459

2. Metode Bell-Tanimoto
2.1 Teori Dasar
Data hujan dalam selang waktu yang panjang (paling sedikit 20 tahun)
diperlukan dalam analisis data frekuensi hujan. Bila data ini tidak tersedia dan
besarnya curah hujan selama enam puluh menit dengan periode ulang 10
tahun diketahui sebagai dasar, maka suatu rumus empiris yang disusun Bell
dapat digunakan untuk menentukan curah hujan dengan durasi 5-120 menit
dan periode ulang 2-100 tahun. Rumus Bell dapat dinyatakan dalam
persamaan (Subarkah. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. 1980):

Keterangan:
R = curah hujan
T = periode ulang tahun (PUH)
t = durasi hujan (menit)
R1 = besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 1
R2 = besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 2
Data curah hujan maksimum untuk PUH sepuluh tahun dalam
penggunaannya untuk Metode Bell di atas, digunakan harga rata-rata distribusi
hujan dua jam pertama. Intensitas hujan (mm/jam) menurut Bell dihitung
dengan persamaan berikut:

2.2 Contoh Perhitungan

30
60
Nilai 𝑅10 untuk PUH 2 tahun dan durasi 10 menit adalah

60
122.5441 87 + 28
𝑅10 = ( )
170 2
Mencari nilai RT untuk PUH 2 tahun dan durasi 10 menit
𝑅𝑇𝑡 = (0.21 (ln2) + 0.52)(0.54(10)0.25 − 0.5) 41.4873
Mencari Nilai IT untuk PUH 2 tahun dan durasi 10 menit
60
𝐼𝑇𝑡 = 12.69733
10

2.3 Tabel Data

Tabel 2.21 Hasil Perhitungan PUH Metode Bell Tanimoto


PUH Durasi
X10 10R60 RT' I't
(tahun) (menit)
5 11.17135 134.0562
10 16.72209 100.3325
20 23.32307 69.9692
40 31.17299 46.75949
2 60 161.388 54.587 36.43652 36.43652

80 40.50819 30.38114

120 46.76761 23.3838


240 59.05341 14.76335
5 16.68198 200.1838
10 24.9708 149.8248
20 34.82793 104.4838
40 46.55009 69.82513
5 186.948 63.23257
60 54.41002 54.41002
80 60.49017 45.36762
120 69.83725 34.91862
240 88.18342 22.04586
5 21.2785 255.342
10 31.8512 191.1072
20 44.42434 133.273
10 40 203.872 68.95669 59.3764 89.0646
60 69.40203 69.40203
80 77.1575 57.86812

31
120 89.08005 44.54003
240 112.4813 28.12032
5 28.01817 336.218
10 41.93963 251.6378
20 58.49513 175.4854
40 78.18305 117.2746
25 225.255 76.18913
60 91.38417 91.38417
80 101.5961 76.19705
120 117.2949 58.64747
240 148.1082 37.02705
5 33.64153 403.6983
10 50.35708 302.1425
20 70.23533 210.706
40 93.8747 140.812
50 241.118 81.55457
60 109.7253 109.7253
80 121.9868 91.4901
120 140.8365 70.41824
240 177.8341 44.45852
5 39.72706 476.7247
10 59.46635 356.7981
20 82.94045 248.8214
40 110.856 166.284
100 256.864 86.88039
60 129.5739 129.5739
80 144.0534 108.0401
120 166.3129 83.15645
240 210.0031 52.50078

Tabel 2.22 Hasil Perhitungan Metode Bell Tanimoto


durasi INTENSITAS
(menit) 2 5 10 25 50 100
161.388 186.948 203.872 225.255 241.118 256.864
5 134.0562 200.1838 255.342 336.218 403.6983 476.7247
10 100.3325 149.8248 191.1072 251.6378 302.1425 356.7981
20 69.9692 104.4838 133.273 175.4854 210.706 248.8214
40 46.75949 69.82513 89.0646 117.2746 140.812 166.284
60 36.43652 54.41002 69.40203 91.38417 109.7253 129.5739
80 30.38114 45.36762 57.86812 76.19705 91.4901 108.0401
120 23.3838 34.91862 44.54003 58.64747 70.41824 83.15645
240 14.76335 22.04586 28.12032 37.02705 44.45852 52.50078

32
3. Metode Hasper- Der Weduwen
3.1 Teori Dasar
Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan
oleh Hasper dan Der Weduwen. Penurunan rumus diperoleh berdasarkan
kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan
bahwa hujan mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih
kecil dari 1 jam dan durasi hujan dari 1 jam sampai 24 jam.

Keterangan:
Xt = curah hujan harian maksimum
t = durasi hujan (dalam jam)
Untuk 0 < t < 1 jam

Untuk 1< t < 24 jam

Menghitung intensitas (I)

3.2 Tabel Data


Tabel 2.23 Hasil Perhitungan PUH Metode Hasper-Der Weduwen

durasi
PUH Xt Ri R I
(jam)

0.083333 98.82614 16.94413 203.3296


0.166667 195.6445 114.7173 688.3038
2 0.333333 161.388 175.0904 100.1572 300.4716
0.666667 164.8133 90.03327 135.0499
1 161.3876 84.52027 84.52027

33
1.333333 159.6748 92.87576 69.65682
2 157.962 104.9474 52.47371
4 156.2491 124.4935 31.12338
0.083333 104.8078 62.24893 746.9871
0.166667 130.6335 76.59776 459.5865
0.333333 156.7467 89.66405 268.9921
0.666667 177.8474 97.15345 145.7302
5 186.948
1 186.9485 97.90672 97.90672
1.333333 192.0197 111.6894 83.76703
2 197.4932 131.2114 65.60568
4 203.4188 162.0766 40.51914
0.083333 108.2416 64.28837 771.4605
0.166667 137.1983 80.44702 482.6821
0.333333 167.4918 95.81058 287.4317

0.666667 192.7526 105.2957 157.9436


10 203.872
1 203.872 106.7697 106.7697
1.333333 210.1279 122.2221 91.66656
2 216.9288 144.124 72.06202
4 224.3492 178.7532 44.68829
0.083333 112.0927 66.57565 798.9078
0.166667 144.8304 84.92216 509.533
0.333333 180.4644 103.2313 309.694
0.666667 211.3247 115.4412 173.1619
25 225.255
1 225.2548 117.9681 117.9681
1.333333 233.1878 117.4634 88.09752
2 241.8914 113.6383 56.81914
4 251.4837 100.1865 25.04662
0.083333 114.6514 68.09534 817.144
0.166667 150.0667 87.99254 527.9552
0.333333 189.6796 108.5027 325.5081
0.666667 224.9184 122.8671 184.3007
50 1 241.118 241.1179 126.2758 126.2758

1.333333 250.4264 126.147 94.61021

2 260.7096 122.4789 61.23945

34
4 272.1289 108.4112 27.10279
0.083333 116.9756 69.4758 833.7096
0.166667 154.9431 90.85181 545.1109
0.333333 198.5028 113.5499 340.6497
0.666667 238.2594 130.155 195.2324
100 256.864
1 256.8638 134.522 134.522
1.333333 267.6497 134.8228 101.1171
2 279.647 131.3755 65.68775
4 293.0718 116.7544 29.1886

Tabel 2.24 Hasil Perhitungan Metode Hasper-Der Weduwen


durasi INTENSITAS
(menit) 2 5 10 25 50 100
161.388 188.378 215.769 250.376 276.050 301.535
5 203.3296 746.9871 771.4605 798.9078 817.144 833.7096
10 688.3038 459.5865 482.6821 509.533 527.9552 545.1109
20 300.4716 268.9921 287.4317 309.694 325.5081 340.6497
40 135.0499 145.7302 157.9436 173.1619 184.3007 195.2324
60 84.52027 97.90672 106.7697 117.9681 126.2758 134.522
80 69.65682 83.76703 91.66656 88.09752 94.61021 101.1171
120 52.47371 65.60568 72.06202 56.81914 61.23945 65.68775
240 31.12338 40.51914 44.68829 25.04662 27.10279 29.1886

Setelah ketiga metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan


perhitungan penentuan atau pendekatan intensitas hujan. Cara ini dimaksudkan untuk
menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan.
Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil.

2.2.5. Analisis Kuadrat Terkecil dan Kurva IDF

Mengenal dan meformulasikan pola hujan dapat mencegah dampak negatif dari
hujan. Formaulasi hujan tersebut sangat bermanfaat untuk penanganan kawasan hulu
Daerah Aliran Sungai (DAS). Terdapat tiga variabel utama dalam pengamatan pola
hujan untuk keperluan analisa, prediksi, dan perencanaan, yaitu ketebalan hujan (R),
durasi hujan (t), dan distribusinya dalam ruang dan waktu. Berdasarkan tiga variabel
35
ini dapat diturunkan menjadi dua variabel lain, yaitu intensitas hujan (I) dan
probabilitas hujan (T). Dua variabel ini dapat dilihat pada tiga metode untuk
mengetahui intensitas curah hujan, yaitu Metode Van Breen, Mononobe, serta
Haspers dan Der Weduwen. Untuk menentukan metode perhitungan intensitas curah
hujan tersebut secara tepat maka digunakan persamaan tetapan yang umum
digunakan yaitu Persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Langkah pendekatan
yang perlu dilakukan adalah :
Perhitungan tetapan dapat dilakukan dengan beberapa persamaan sebagai
berikut :
a. Rumus Talbot
Persamaan ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan
a dan b ditentukan dengan harga yang terukur.
𝑎
𝐼=
𝑡+𝑏
Dimana :
I : intensitas curah hujan (mm/jam)
t : lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)
a,b: konstanta yang tergantung pada lamanya curah hujan yang terjadi di
suatu wilayah
N : jumlah durasi curah hujan sampel
Dimana perhitungan a dan b adalah sebagai berikut :
∑[𝐼. 𝑡] ∑[𝐼 2 ] − ∑[𝐼 2 . 𝑡] ∑[𝐼]
𝑎= 2
𝑁 ∑[𝐼 2 ] − (∑ 𝐼 )
∑[𝐼] ∑[𝐼. 𝑡] − 𝑁 ∑[𝐼 2 . 𝑡]
𝑏= 2
𝑁 ∑[𝐼 2 ] − ( ∑ 𝐼 )
b. Rumus Sherman
Persamaan ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam.
𝑎
𝐼=
𝑡𝑛

Dimana :
I : intensitas curah hujan (mm/jam)
t : lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)

36
a,n : konstanta
N : jumlah durasi curah hujan sampel
∑ log 𝐼 ∑(log 𝑡) 2 − ∑(log 𝑡. log 𝐼) ∑ log 𝑡
log 𝑎 = 2
𝑁 ∑(log 𝑡) 2 − (∑ log 𝑡)
∑ log 𝐼 ∑ log 𝑡 − 𝑁 ∑(log 𝑡. log 𝐼)
𝑛= 2
𝑁 ∑(log 𝑡) 2 − (∑ log 𝑡)

c. Rumus Ishiguro
𝑎
𝐼=
𝑏 + √𝑡
Dimana :
I : intensitas curah hujan (mm/jam)
t : lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)
a,b : konstanta
N : jumlah durasi curah hujan sampel
∑(𝐼 √𝑡) ∑ 𝐼 2 − ∑(𝐼 2 √𝑡) ∑ 𝐼
𝑎=
𝑁 ∑ 𝐼 2 − (∑ 𝐼)2
∑(𝐼 √𝑡) ∑ 𝐼 − 𝑁 ∑(𝐼 2 √𝑡)
𝑏=
𝑁 ∑ 𝐼 2 − (∑ 𝐼)2
Hasil perhitungan :
Tabel 2.25 Data Standar Deviasi Terukur dan Prediksi

Van Breen Bell- Tanimoto Hasper Der Weduwen


PUH
Talbot Sherman Ishiguro Talbot Sherman Ishiguro Talbot Sherman Ishiguro
2 0 21.32048 19.00083 6.127528 5.08153 6.346627 395.0551 183.973 498.11
5 0 21.89144 18.79385 9.15013 7.58816 9.477307 26.35114 10.37268 65.32599
10 0 22.19891 18.67018 11.67134 9.678986 12.08866 28.70951 11.28626 63.89768
25 0 22.52966 18.52783 15.36807 12.74467 15.91758 10.03145 58.17547 138.7769
50 0 22.74283 18.43123 18.4525 15.30258 19.1123 9.725015 61.17148 138.1847
100 0 22.93302 18.34206 21.79044 18.07071 22.56959 9.571501 63.89538 137.2159

Dengan mencari standar deviasi terkecil dari hasil perhitungan diatas, maka
metode terpilih yang digunakan untuk mencari intensitas hujan adalah Van Breen –
Talbot yaitu nol.

37
Tabel 2.26 Data Intensitas Hujan dengan Metode Van Breen dan Persamaan Talbot
Durasi Intensitas Hujan (mm/jam) pada PUH
(menit) 2 5 10 25 50 100
161.388 186.948 203.872 225.255 241.118 256.864
5 197.2834537 205.3171 210.3721 216.5378 220.9858 225.3152
10 180.3974582 189.7826 195.5908 202.5814 207.5659 212.3749
20 154.0298418 164.839 171.4918 179.4494 185.0863 190.4939

40 119.1878832 130.5277 137.5873 146.0872 152.1339 157.9473

60 97.20080373 108.0394 114.8759 123.1853 129.1417 134.8992


80 82.06241263 92.16108 98.60012 106.4909 112.1868 117.7211
120 62.57203888 71.22544 76.82948 83.78207 88.85528 93.82551
240 36.53798729 42.3585 46.21622 51.09475 54.71687 58.31459

Penggambaran Kurva IDF dari tabel diatas

Grafik 5 Data Intensitas Hujan dengan Metode Van Breen dan Persamaan Talbot

Kurva IDF
250

200
Intensitas Hujan (mm/jam)

PUH 2
150
PUH 5
PUH 10
100
PUH 25
PUH 50
50 PUH 100

0
0 50 100 150 200 250 300
Durasi (menit)

38

Anda mungkin juga menyukai