Penyakit Gondok
Penyakit Gondok
Disusun oleh :
Nanik Dewi Setyowati 25010113120089
BAGIAN 1:
Kabupaten Brebes yang berada di pantai utara Jawa merupakan salah satu
kabupaten di Jawa Tengah yang mengandalkan komoditas pertanian sebagai salah
satu sumber penndapatan asli daerahnya. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh
Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Brebes di empat desa di
kecamatan X diperoleh informasi bahwa kasus gondok (goiter) yang dinyatakan
dalam total goiter rate (TGR) pada siswa SD di keempat desa tsb ternyata tinggi,
yakni rata-ratanya mencapai 22,2%. Bila dikaji per desa, TGR untuk masing-
masing desa adalah sbb: desa A 23,5%; desa B 8,9%; desa C 32,1% dan desa D
24,5%.
TUGAS 1:
1. Apakah goiter/gondok itu? (etiologi, patogenesis, bagaimana metode
pemeriksaannya, epidemiologi, dampaknya terhadap tumbuh-kembang anak)
2. Apakah TGR? Bagaimana interpretasinya?
JAWABAN TUGAS 1 :
1. Goiter/Gondok
Penyakit gondok adalah pembengkakan atau benjolan besar pada leher
sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar
gondok yang tidak normal. Kebanyakan penyakit gondok disebebakan oeh
kekurangan yodium dalam makanan (Maxwell et all, 2011).
Selain itu penyakit gondok dapat didefinisikan sebagai kondisi yang
menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (kelenjar tiroid) yang diakibatkan oleh
meningkatnya aktivitas kelenjar tersebut dalam upaya meningkatkan produksi
hormon tiroksin maupun triiodotironin. Secara morfologi penyakit ini dapat
dikenali dari adnaya benjolan di leher bagian depan awah. Kelenjar gondok
berupa elenjar berbentu kupu-kupu yang terdapat di leher. Kelenjar ini mebentuk
hormon tiroksi dan triiodotironin dari bahan baku iodium( Wijayanti, 2010)
Penyakit Gondok/ Giter sering disebut sebagai penyakit Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium(GAKY). Penyebab timbulnya GAKY adalah karena tubuh seseorang kekurangan
undur yodium secara tertus menerus dalam jangka waktu yang lama (Dardjito dan
Rahardjo, 2010)
A. Etiologi
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan defisiensi
yodium yang berlangsung lama akibat dari pola konsumsi pangan yang kurang
mengonsumsi yodium sehingga akan menggangu fungsi kelenjar tiroid, yang
secara perlahan menyebabkan kelenjar membesar sehingga menyebabkan gondok.
Yodium sendiri adalah sejenis mineral ang terdapat di alam, baik di tanah
maupun di air,, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan utnuk pertumbuhan dan
perkembangan makhluk hidup. Dalam tubuh manusia Yodium diperlukan untuk
membntuk Hormon Tiroksi yang berfunsi untuk mengatur pertumbuhan dan
perkembangan termasuk kecerdasan mulai dari janin sampai dewasa.
Defisiensi yodium akan menguras cadangan yodium serta mengurangai
produksi tetraiodotironin/T4. Penurunan kadar T4 dalam darah memicu sekresi
Thyroid Stimulating Hormon(TSH) yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid
bekerja lebih giat sehingga fisiknya kemudian membesar (hiperplasi.) Pada saat
ini efisiensi pemompaan yodium bertambah yang dibarengi dengan percepatan
pemecahan, yodium dalam kelenjar.
Kekurangan yodium pada masa kehamilan, dan awal kehidupan
menyebabkan, perkembangan otak terhambat.Titik paling kritis GAKY adalah
trimester ke-2 kehamilan sampai dengan 3 tahun setelah lahir. GAKY merupakan
salah satu peyebab kerusakan otak yang dapat dicegah (Pratama, 2012).
Agent kimia penyebab goiter/gondok adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia
yang dapat menggangu hormogenesis tiroid. Goitrogen menyebabakan
pembesaran kelenkar tiroid seperti yang terdapat dalam kandungan kol,, lobak,
padi-padian, singkong, dan goitrin dalam rumput liar. Goitrogen juga terdapat
dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium, phenylbutazone,
aminoglutethimide,expectorants yang mengandung yodium secara berlebih.
Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab goiter yang
merupakan salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus
anak-anak yang sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium
radioaktif pada tiroksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana sebelumnya
tidak diketahui. Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25
tahun kemudian. Selain itu Goiter endemik sering terdapat di daerah-daerah yang
air minumnya kurang sekali mengandung yodium.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf ).
B. Patogenesis
Gondok terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga pula penghambatan dalam pembentukan TSH
oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinakan hipofisis mensekresikan
TSH dalam jumlah yang berlebuhan. TSH kemudian meenebabakna sel-sel tiroid
mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel.
Dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.Akibat kekurangan
yodium maka tiak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3 , ukuran folikel
menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500
gram.
Selain itu goiter/gondok dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang
menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(goitrogenic agent), proes peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit
Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan
penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya goiter kolid dan goiter non
toksis(goiterendemik).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf)
C. Metode pemeriksaan
1. Anamnesis
Dalam anamnesis ditanyakan mengenai pembesaran didaerah leher depan,
adanya keluhan-keluhan hipertiroid (seperti selalu kepanasan, keringatan, makin
kurus, dll). Disamping itu apakah ada merasakan nyeri atau tanda-tanda
penekanan (seperti gangguan menelan, sesak nafas, suara serak). Apakah terdapat
anggota keluarga atau tetangga yang menderita penyakit yang sama (Tim
Pelaksana Skil Lab FK Universitas Andalas, 2012)
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik kelenjer tiroid merupakan bagian dari pemeriksaan umum
seorang penderita. Dalam memeriksa leher seseorang, struktur leher lainnya pun
harus diperhatikan. Ada beberapa alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini
tertutup atau berubah oleh keadaan kelenjar tiroid, kedua metastasis tiroid sering
terjadi ke kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga kelainan leher yang sama
sekali tidak berhubungan dengan gangguan kelenjer gondok. Riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan
oleh gangguan fungsi kelenjer tiroid melibatkan hampir seluruh oragan tubuh,
sehingga pengungkapan detail kelainan organ lainnya sangat membantu
menegakkan maupun mengevaluasi gangguan kelainan penyakit kelenjar tiroid.
Pemeriksaan kelenjar tiroid meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi (Tim
Pelaksana Skil Lab FK Universitas Andalas, 2012). Selain itu pemeriksaan fisik
juga bisa bisa dilakukan melalui USG, UIE, Tes Fungsi Hormon, Foto Rontgen
leher ,Sidikan (Scan) tiroid, Biopsi Aspirasi Jarum Halus
a. Inspeksi
Waktu memeriksa kelenjar tiroid hendaknya dipastikan arah sinar yang
tepat, sehingga masih memberi gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit
maupun benjolan. Demikian pula harus diperhatikan apakah ada bekas luka
operasi. Dengan dagu agak diangkat, perhatikan struktur dibagian bawah-depan
leher. Kelenjar tiroid normal biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi,
kecuali pada orang yang amat kurus, namun apabila dalam keadaan tertentu
ditemukan deviasi trachea atau dilatasi vena maka harus curiga kemungkinan
adanya gondok substernal. Biasanya dengan inspeksi saja kita dapat menduga
adanya pembesaran kelenjar tiroid yang lazim disebut gondok.
Gondok yang agak besar dapat dilihat, namun untuk memastikan serta
melihat gambaran lebih jelas maka pasien diminta untuk membuat gerakan
menelan (oleh karena tiroid melekat pada trachea ia akan tertarik keatas
bersama gerakan menelan). Manuver ini cukup diagnostik untuk memisahkan
apakah satu struktur leher tertentu berhubungan atau tidak dengan tiroid.
Sebaliknya apabila struktur kelenjar tiroid tidak ikut gerakan menelan sering
disebabkan perlengkapan dengan jaringan sekitarnya. Untuk ini dipikirkan
kemungkinan radang kronik atau keganasan tiroid auskultasi (Tim Pelaksana
Skil Lab FK Universitas Andalas, 2012)
b. Palpasi
Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan kelenjar
tiroid maka palpasi merupakan jalan terbaik dan terpenting. Ada beberapa cara,
tergantung dari kebiasaan pemeriksa. Syarat untuk palpasi tiroid yang baik
adalah menundukkan leher sedikit serta menoleh kearah tiroid yang akan
diperiksa (menoleh kekanan untuk memeriksa tiroid kanan, maksudnya untuk
memberi relaksasi otot sternokleidomastoideus kanan). Pemeriksa berdiri
didepan pasien atau duduk setinggi pasien. Sebagian pemeriksa lebih senang
memeriksa tiroid dari belakang pasien. Apapun yang dipilih langkah pertama
ialah meraba daerah tiroid dengan jari telunjuk (dan atau 3 jari) guna
memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan simetri. Untuk
mempermudah meraba tiroid, kita dapat menggeser laring dan tiroid ke satu
sisi dengan menggunakan ibu jari atau jari tangan lain pada kartilago tiroid.
Kedua tiroid diperiksa dengan cara yang sama sambil pasien melakukan
gerakan menelan.
Palpasi lebih mudah dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang
gemuk tiroid yang membesar juga dapat diraba dengan mudah. Umumnya
wanita mempunayi gondok lebih besar sehingga lebih mudah diraba. Tujuan
menggunakan metoda ini ialah mendapat angka statistik dalam mengendalikan
masalah gondok endemik dan kurang yodium, dengan cara yang reploducible.
Klasifikasi awal (Perez 1960) adalah sebagai berikut :
Derajat 0 : Subjek tanpa gondok
Derajat 1 : Subjek dengan gondok yang dapat diraba (palpable)
Derajat 2 : Subjek dengan gondok terlihat (visible)
Derajat 3 : Subjek dengan gondok besar sekali, terlihat dari beberapa cm.
Dalam praktek masih banyak dijumpai kasus dengan gondok yang teraba
membesar tetapi tidak terlihat. Untuk ini dibuat subklas baru yaitu derajat IA
dan derajat IB.
Derajat IA : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi tidak terlihat
meskipun leher sudah ditengadahkan maksimal.
Derajat IB : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi terlihat dengan
sikap kepala biasa, artinya leher tidak ditengadahkan.
Adapun kriteria untuk menyatakan bahwa gondok membesar ialah apabila
lobus leteral tiroid sama atau lebih besar dari falang akhir ibu jari tangan pasien
(bukan jari pemeriksa). Dalam sistem klasifikasi ini setiap nodul perlu
dilaporkan khusus (pada survei GAKI dapatan ini mempunyai arti tersendiri)
(Tim Pelaksana Skil Lab FK Universitas Andalas, 2012)
c. Auskultasi
Tidak banyak informasi yang dapat disumbangkan oleh auskultasi tiroid,
kecuali untuk mendengarkan bruit, bising pembuluh di daerah gondok yang
paling banyak ditemukan pada gondok toksik (utamanya ditemukan di lobus
kanan tiroid-ingat vaskularisasinya (Tim Pelaksana Skil Lab FK Universitas
Andalas, 2012)
(Gatie , 2006)
Kelemahan dari ultrasonografi di antaranya harus ada pelatihan, biaya
instrumen yang mahal dan masalah transportasi dari pusat ke wilayah survei
(Gatie, 2006)
(Gatie ,2006)
Nilai median UIE dalam suatu populasi dapat digunakan untuk mengukur derajat
endemisitas GAKY.
Tabel 3 Kriteria epidemiologi untuk penentuan derajat endemisitas GAKY
berdasarkan media UIE
(Gatie, 2006)
f. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur
kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat
diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya
sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya
kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun
(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga
memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk
mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap danmengubah yodida
(Darmayanti et al, 2012)
D. Epidemiologi Goiter
Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005
struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12
%) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun
259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang
diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia
yang terbanyak pada usia 31- 40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %)
(Darmayanti et al, 2012)
2. TGR
a. Definisi TGR
TGR (Total Goiter Rate) merupakan angka prevalelensi gondok yang
dihitung berdasarkan seluruh pembesaran kelenjar gondok , baikk yang teraba
(palpable) atau yang terlihat (visible). TGR digunakan untuk menentukan
endemisitas GAKY (Syaiful, 2008). TGR merupakan ukuran kelennjar tiroid
yang berubah sesuai degan asupan iodium. TGR dikatakan goiter jika masing-
masing lobus kelenjar tiroid mempunyai volume lebih besar dari normal pada
falang distal pemeriksa .
Klasifikasi TGR dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4 Klasifikasi TGR dengan metode Palpasi
(Ananda,2011)
Daerah Endemik GAKY adalah daerah yang sebagian besar penduduknya
mengalami pembesaran kelenjar gondok. Klasifikasi daerah endemik :
- Daerah GAKI berat, bila TGR ≥ 30%
- Daerah GAKI sedang, bila TGR 20-29,9%
- Daerah GAKI ringan, bila TGR 5-19,9%
- Daerah non-endemik, bila TGR ≤ 5% (Syaiful, 2008)
(Ananda, 2011)
Ananda, Ajinata Alfa Afiv . 2011. Hubungan Stimulasi Kognitif Dengan Prestasi
Belajar Pada Anak Di Daerah Endemis GAKY. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/46194/3/Alfa_Ajinata_Afiv_Ananda_2201011112
0016_Lap.KTI_Bab2.pdf diakses pada 6 januari 2016
Dardjito dan Rahardjo 2010. Iodine Deficiency Disorder In Reproductive Age
Women In Baturaden Districtbanyumas Regency, Central Java. Artikel
penelitian .Jurnal Kesehtan Masyarakat Nasional,Vol 5, No 3, Desember
2010.
Darmayanti, Ni Luh Ayu et al. 2012. Endemik Goiter. Artikel.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14448&val=970
diakses pada 6 januari 2016
Gatie, Ni Asih Luh. Validasi Total Goitre Rate (Tgr) Berdasar Palpasi Terhadap
Ultrasonografi (Usg) Tiroid Serta Kandungan Yodium Garam Dan Air Di
Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes. Tesis . Magister Gizi Masyarakat.
Undip . http://core.ac.uk/download/files/379/11715426.pdf
Maxwell et al 2010.Where There is No Doctor. Alih Terjemahan Bahasa
Indonesia. Yogyakata : ANDI.
Mirdania, Yaditta. 2012. Jangan Sepelekan Gondok. Http://majalahkesehatan.
com/jangan-sepelekan-gondok/. Diakses tanggal 6 Januari 2016.
Pratama Ridho, 2012. Makalah Ganguan Akibat Kekurangan Yodium. PKM-GT.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan.
https://www.academia.edu/9996806/MAKALAH_GANGGUAN_AKIBAT
_KEKURANGAN_YODIUM_GAKY_ diakses pada 5 januari 2016
Syaiful, Iip. 2008. Masalah Gizi di Indonesia dan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat. Http://kgm.bappenas.go.id/document/datadokumen/28_Data
Dokumen.pdf. diakses pada 6 Januari 2016
Tim Pelaksana Skil Lab FK Universitas Andalas, 2012). Penuntun Skills Lab Blok
2.5 Gangguan hormon dan metabolisme : Pemeriksaan Fisik kelenjar tiroid
edisi 3. Fakultas Kedokteran Universoitas Andalas Padang.
http://fk.unand.ac.id/images/skills_lab_Blok_2.5._2012.pdf diakses pada 5
Januari 2016
Wijayanti, Gratiana. 2010. Penyakit Gondok: Penyebab, Gejala Dan
Konsekuensinya Bagi Perkembangan Janin, Anak-Anak, Dan Remaja Dan
Penanggulangannya.
http://bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/Penyakit%20Gondok%20Penyebab
,%20gejala%20dan%20konsekuensinya%20bagi%20perkembangan%20jani
n,%20anak-anak,%20dan%20remaja%20dan%20penanggulangannya-.pdf
diakses pada 4 Januari 2015.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf )
diakses pada 5 januari 2016
BAGIAN 2:
Berdasarkan teori dan bukti-bukti epidemiologi yang diketahui selama ini, kasus
gondok pada umumnya terjadi di daerah dataran tinggi, karena asupan yodium
yang kurang. Namun, berdasarkan informasi, ternyata keempat desa yang temuan
TGR-nya tinggi tersebut berada di daerah dataran rendah. Hasil pemeriksaan
ekskresi yodium urin (EYU) pada siswa SD di keempat desa tersebut
mendapatkan angka yang masih dalam batas normal, sehingga berdasarkan hasil
tsb dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab goiter pada siswa SD di keempat
desa tsb bukan karena kekurangan yodium.
TUGAS 2;
1. Apakah yang dimaksud dengan EYU? Tujuan pemeriksaan tsb untuk apa?
Berapa nilai normalnya?
2. Terkait dengan kemungkinan ‘penyebab’ kekurangan asupan yodium yang
sudah dapat disingkirkan, kemungkinan adanya ‘penyebab’ atau ‘faktor
risiko’ lain harus Anda pikirkan.
JAWABAN BAGIAN 2
1. EIU
a. Definisi EIU
Berat ringannya endemisitas suatu daerah selain dinilai berdasar dari
adanya pembesaran kelenjar tiroid (TGR), dapat juga dengan menilai median
kadar iodium dalam urin atau Ekskresi Iodium Urin (EIU). EIU menggambarkan
asupan iodium, sebab 90% iodium yang masuk tubuh diekskresi melalui urin.
Kecukupan iodium tubh mulai dinilai dari iodium yang masuk lewat makanan dan
minuman, sebab tubuh manusia tidak dapat mensintesis iodium. Pemeriksaan EIU
dalam urin sangat penting dilakukan karena hampir seluruh iodium 90%
dieksresikan melalui urin, dengan demikian EIU dapat menggambarkan intake
seseorang . Indikaror utama untuk melihat kemajuan pnanganan GAKI ada dua,
pertama untuk melihat niai asupan iodium dipakai kadar iodium dalam garam
kedua untuk melihat impak adalah dngan pemeriksaan EIU.
Berdasarkan WHO/UNICEF/ICCIDD telah disepakati pengambilan
sampel urin menggnakan urin sewaktu sebab urin 24 jam atau urin pagi sulit
didapatkan pada studi lapangan. Pada pengukuran di seluruh dunia adalah metode
Acid digestion dnegan larutan ammonium persulfate. . Pertimbangan pemilihan
metode ini adalah mudah, cepat dan tidak memerlukan alat yang terlalu mahal.
Metode ini menggunakan prinsip kolorimetri (Sartini, 2012)
(Rasipin, 2011).
(Rasipin, 2012)
2. Faktor Risiko lain Penyebab Kekurangan Asupan Iodium
1. Faktor Geografi
Prevalensi gondok berdsarkan letak geografis yang diolah berdasarkan
prevalensi gondok pada anak sekolah meunjukkan bahwa dataran tinggi sebesar
30,3 %, disusul daerah dataran rendah (8,7%) dan di daerah rawa hanya sebesar
2,8 % . Dengan uji proporsi ditemukan perbdaan yang bermakna antara prevalensi
gondok di daerah tinggi dan rendah serta perbedaan bermakna antara dataran
tinggi dan rawa (Fredy dalam Saidin 2009)
Djokomoelyanto dalam Saidin 2009 mengemukanan bahwa dataran tinggi atau
pegunungan biasanya miskin akan yodium karena lapisan paling atas dari tanah
yang megandung yodium terkikis dari waktu ke waktu. Sebalinya tanah di dataran
rendah kemungkinan terkikis lebih kecil sehingga di duga kandungan yodium
masih normal . Di daerah rawa diharapkan tidak terjadi pengikisan tanah sehingga
kadar yodium tanah dan air cukup tinggi.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang terpentiing adalah agen-agen goitrogen. Goitrogen
adalah zat atau bahan yang dapat menggangu pembentukan hormon tiorid,
sehinga dpat menyebabkan pembesaran kelenjar tioid (gondok) (Djokomoelyanto
dalam Saidin 2009)
Terdapat 2 jenis goitrogen yaitu; goitrogen alami dan sintesis. Goitrogen alami
yang paling penting adalah singkong dan kubis. Sedangkan goitrogen sintesis
adalah insektisida, organoklor(DDT, DDD, dan Dieldrin), fungisida, dan
antibiotik (tetrasiklin)
a. Pengaruh goitrogen alami
Goitrogen alami dapat dikelompokkan menjadi 3:
1. Kelompok tiosianat atau senyawa mirip tiosianat yang secara primer
menghambat mekanisme transport aktif iodium ke dalam kelenjar
tiroid. Makanan-makanan tinggi tiosianat adalah singkong, jagung,
rebung, ubi jalar dan buncis besar
2. Kelomok tiourea, tionamide, tioglicoside , bioflavonoid dan disulfide
aflifatik. Kelompok ini bekerja menghambat organifikasi yodium dan
penggabungan yodotirosin dalam pembentukan hormone tiroid aktif.
Kelompok ini ditemukan dengan konsentrasi tinggi dalam bahan
makanan seperti sorgum, kacang-kacangan, bawang merah dan garlic.
3. Kelomok yodida. Senyawa ini bekerja pada proses proteolisis dan rilis
hormone tiroid.
Untuk mencari faktor risiko dari kejadian goiter pada siswa SD di keempat desa
tersebut kemudian Anda mencari informasi tentang kegiatan/perilaku masyarakat
di lokasi dengan observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara tersebut diperoleh informasi sbb: kegiatan/pekerjaan utama
masyarakat di keempat desa tersebut adalah di bidang pertanian; komoditas
pertanian paling utama di desa A, C dan D adalah bawang merah dan cabe;
sementara untuk desa B komoditas utama adalah padi.
TUGAS 3:
Jawaban :
Tertarik akan adanya perbedaan yang cukup mencolok angka TGR antara desa
dengan jenis pertanian bawang merah/cabe dibanding padi, maka Anda
melakukan observasi dan wawancara lebih mendalam dengan masyarakat/petani
di keempat desa. Hasilnya adalah bahwa terdapat perbedaan dalam penggunaan
pestisida antara jenis pertanian bawang merah/cabe dengan padi. Pada jenis
pertanian bawang merah, petani melakukan penyemprotan 3-4 kali/minggu
dengan dosis di atas standar yang tertulis dalam kemasan; sementara pada jenis
pertanian padi, penyemprotan hanya dilakukan 1-2 kali/bulan. Jenis pestisida yang
paling banyak digunakan di lokasi adalah golongan organopospat.
TUGAS 4:
Jawaban :
1. Epidemiologi deskriptif berdasarkan kasus
a. Karakteristik orang
o Usia
Usia merupakan variable yang selalu harus diperhitungkan dalam studi
epidemiologi. Perbedaan angka penyakit yang ada antar kelompok dalam populasi
belum dapat diinterpretasikan sebelum memperhitungkan relevansi kemungkinan
adanya perbedaan usia antar kelompok-kelompok tersebut.
b. Karakteristik Tempat
c. Karakteristik Waktu
2. Rumusan Masalah
Pestisida atau Pest Killing Agent merupakan obat-obatan atau senyawa kimia
yang umumnya bersifat racun, digunakan untuk membasmi jasad pengganggu
tanaman, baik hama, penyakit maupun gulma. Penggunaan pestisida pada suatu
lahan, merupakan aplikasi dari suatu teknologi yang pada saat itu, diharapkan
dapat membantu meningkatkan hasil pertanian dan membuat biaya pengelolaan
pertanian menjadi lebih efisien dan ekonomis. Pemakaian pestisida biasanya
dilakukan karena adanya kekhawatiran petani akan adanya serangan hama yang
dapat menurunkan hasil pertaniannya. Intensitas pemakaian pestisida yang tinggi,
dan dilakukan secara terus menerus pada setiap musim tanam akan menyebabkan
beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan terakumulasi pada produk-
produk pertanian dan perairan, pencemaran pada lingkungan pertanian, keracunan
pada hewan, keracunan pada manusia sehingga berdampak buruk terhadap
kesehatan manusia. Dampak buruk pestisida ini bukan hanya mengenai petani
atau pekerja yang menyemprot pestisida saja, tetapi juga dapat mengenai keluarga
dan tetangga di mana kegiatan itu dilakukan. Keracunan pestisida dapat bersifat
akut maupun kronis. Keracunan pestisida yang akut ada yang bersifat lokal ada
juga yang bersifat sistemik. Keracunan pestisida yang bersifat sistemik dapat
menyerang sistem syaraf, hati atau liver, perut, sistem kekebalan dan
keseimbangan hormonal. Keracunan pestisida dapat ditemukan dengan memeriksa
aktifitas cholinesterase dalam darah. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
keracunan pestisida meliputi beberapa faktor antara lain, umur, tingkat
pendidikan, masa kerja, lama kerja per hari, jenis pestisida, dosis pestisida,
frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan, arah angin waktu penyemprotan
dan penggunaan alat pelindung diri (APD)
Patogenesis
Ketika pestisida masuk ke dalam tubuh, pestisida akan menempel pada
enzim kholinesterase, akibatnya terjadi hambatan pada aktifitas enzim
kholineterase, sehingga terjadi akumulasi substrat (asetilkolin) pada sel efektor.
Keadaan tersebut akan menyebabkan gangguan pada syaraf yang berupa aktifitas
kholinergik secara terus menerus akibat asetilkolin yang tidak dihidrolisis.
Asetilkolin berperan sebagai jembatan penyebrang bagi mengalirnya getaran-
getaran syaraf. Melalui system syaraf inilah organ-organ di dalam tubuh
menerima informasi untuk mempergiat atau mengurangi aktifitas sel pada organ.
Pada system syaraf, stimulasi yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut
syaraf (akson) dalam bentuk impuls. Setelah impuls syaraf oleh asetilkolin
diberangkatkan/diteruskan melalui serabut, enzim kholinesterase memcahkan
asetilkolin dengan cara menghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan sebuah ion
asetat, impuls syaraf kemudian berhenti
Faktor lingkungan
-Jenis tanaman
-arah angin
-waktu penyemprotan
Faktor perilaku
-Intensitas penyemprotan
-lama kerja per hari Kejadian
-penggunaan APD
-Kebiasaan Cuci Tangan goiter/gondok
-Aktivitas bermain di lahan
pertanian
-penyimpanan pestisida di
dalam rumah
-ikut melakukan kegiatan
pertanian dengan orang tua
Faktor genetik
Kelainan metabolic
kongenital (Penyakit graves)
Faktor lingkungan
-Jenis tanaman
-arah angin
-waktu penyemprotan
DAFPUS BAGIAN 4
Hidayat, Nur Ilma. 2008. Identifikasi Residu Pestisida Klorpirifos dan Profenofos
pada Bawang (Allium ascalonicum) di Pasar Terong Market dan Lotte Mart
Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin
Semarang.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4321/NUR%20IL
MA%20HIDAYAT_K11109294.pdf?sequence=1 diakses pada 10 Januari
2016
(http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab3-
epidemiologi_deskriptif.pdf) diakses pada10 Januari 2016
BAGIAN 5:
TUGAS 5:
Jawaban
1. Besar Risiko
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126060-S-5608-Faktor-faktor%20yang-
Metodologi.pdf)
A. Penyemprotan
Faktor Risiko Melakukan Tidak Jumlah
Penyemprotan melakukan
penyemprotan
Faktor Risiko (+) 15 15 30
Faktor Risiko (- ) 25 65 90
Jumlah 40 80 120
15 15
: 65
25
3 3
: 13
5
3 13
5 3
13
5
2,6
Nilai Ods Ratio 2,6 karena ≥ 1 sehingga ada hubungan positif antara
kejadian gondok dengan kegiatan penyemprotan.
Tidak
Melakukan
Faktor Risiko melakukan
Pengangkutan Jumlah
Pengangkutan
Hasil Panen
Hasil Panen
Faktor Risiko (+) 14 16 30
Faktor Risiko (- ) 45 45 90
Jumlah 59 61 120
14 16
: 45
45
14 45
45 16
14
16
0,875
Nilai Ods Ratio 0,875 karena < 1 sehingga ada hubungan negatif antara
kejadian gondok dengan kegiatan pengangkutan hasil panen.
C. Penggunaan APD
Tidak
Menggunakan
Faktor Risiko Menggunakan Jumlah
APD
APD
Faktor Risiko (+) 7 23 30
Faktor Risiko (- ) 43 47 90
Jumlah 50 70 120
7 23
:
43 47
7 47
43 23
329
989
0,33
Nilai Ods Ratio 0,33 karena < 1 sehingga ada hubungan negatif antara
kejadian gondok dengan menggunakan APD
Dari hasil dari penghitungan odds ratio dikeathui bahwa ada hubungan positif
antara kejadian goiter atau gondok dengan kegiatan penyemprotan. Kemudian
tidak ada hubungan antara kejadian goiter atau gondok dengan kegiatan
pengangkutan hasil panen dan penggunaan APD. Hasil dari penghitungan odds
ratio ad hubungan positif antara kejadian goiter atau gondok dengan kegiatan
penyemprotan. Kemudian tidak ada hubungan antara kejadian goiter atau gondok
dengan kegiatan pengangkutan hasil panen dan penggunaan APD. Jadi,
berdasarkan tiga perhitungan faktor risiko diatas dapat disimpulkan bahwa siswa
SD yang ikut melakukan kegiatan pertanian dan berinteraksi langsung dengan zat
pestisida di lingkungan pertanian berisiko lebih tinggi menderita goiter daripada
siswa SD yang tidak ikut melakukan kegiatan pertanian.
4. Saran