Anda di halaman 1dari 47

HIPERTIROID

Oleh :
Dina Tursina

Pembimbing :
dr. Rusdi Andid, Sp.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUDZA
BANDA ACEH
2018
PENDAHULUAN
• Hipertiroidisme adalah penyakit
gangguan kelenjar endokrin yang
disebabkan oleh peningkatan
produksi hormon tiroid secara
berlebihan oleh kelenjar tiroid.

• Hipertiroid merupakan penyakit


yang relatif jarang terjadi pada
masa anak, namun kejadiannya
semakin meningkat pada usia
remaja dan dewasa. Pada anak-
anak, lebih dari 95% kasus
hipertiroid disebabkan oleh
penyakit Graves
Penyakit ini ditemukan pada 2% wanita dan 0,2% pria di seluruh populasi dengan
insiden munculnya kasus pertahun sebanyak dua puluh orang penderita tiap satu
juta populasi.

Sebagian besar kasus hipertiroid pada anak kurang dari 18 tahun adalah penyakit
Graves.
Penyakit Graves (PG) merupakan penyakit dengan insidens 0,1-3 per 100.000 anak.
Perempuan lebih sering dibandingkan lelaki dan riwayat keluarga dengan penyakit
autoimun meningkatkan risiko PG sebesar 60%.
• Belum ada angka yang pasti mengenai insiden dan prevalensi
hipertiroid pada anak-anak di Indonesia.
• Beberapa kepustakaan luar negeri menyebutkan insidensinya
masa anak diperkirakan 1/100.000 anak per tahun. Mulai
0,1/100.000 anak per tahun untuk anak usia 0-4 tahun meningkat
sampai dengan 3/100.000 anak per tahun pada usia remaja.
• Kejadian hipertiroid pada anak hanya 5-6% dari keseluruhan
kasus penyakit Graves pada segala umur.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
RA
Umur
7 tahun 9 bulan (tanggal lahir : 7 April 2010)
Jenis kelamin
Laki-laki
Alamat
Lhokseumawe
Agama
Islam
Suku
Aceh
Nomor CM
1-12-96-55
Tanggal masuk
25 Januari 2018
Tanggal
Pemeriksaan 25 Januari 2018
ANAMNESIS
Keluhan Utama

• Mata kanan menonjol

Keluhan Tambahan

• Bengkak di leher, berdebar, berkeringat banyak, gelisah, dan


penurunan berat badan.

Riwayat Penyakit Sekarang

• Pasien datang ke Poliklinik RSUZA diantar keluarga dengan


keluhan mata kanan menonjol yang dirasakan sejak April 2017.
Pasien merasa mata seperti akan keluar dan terasa tertekan,
namun tidak terasa nyeri pada mata dan juga tidak ada nyeri
kepala. Pasien juga merasakan silau pada mata dan membuat
pasien sering berkedip.
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang

• Bengkak di leher dirasakan baru muncul sejak 1 bulan ini. Sulit menelan tidak ada,
nyeri menelan tidak ada. Pasien juga mengeluh mudah lelah, tangannya sering gemetar,
jantung berdebar-debar, sering merasa kepanasan dan berkeringat banyak. Pasien
menjadi mudah lapar, nafsu makan terasa meningkat, banyak makan namun berat badan
tidak meningkat bahkan cenderung turun. Selama sakit, berat badan turun dari 30 kg ke
22 kg. Frekuensi buang air besar pasien meningkat (3-4x/hari). Pasien tidak merasakan
adanya perubahan pada fungsi berkemih. Pasien juga mengeluh gelisah dan sulit
berkonsentrasi sehingga mengganggu proses belajar di sekolah.
• Selama ini pasien berobat jalan di Rumah Sakit Cut Meutia Lhokseumawe dengan
hipertiroid, dirujuk ke RSUZA untuk pemeriksaan laboratorium dan penanganan lebih
lanjut untuk hipertiroid.

Riwayat Penyakit Dahulu

• Pasien berobat sejak bulan April 2017 dan tidak pernah putus obat.

Riwayat Penyakit Keluarga

• Ayah pasien mempunyai riwayat bengkak di leher dan mempunyai keluhan yang sama
seperti pasien dan sudah selesai berobat selama satu tahun.
ANAMNESIS
Riwayat Pemakaian Obat

• Pasien mendapatkan Thyrozol 1x10mg dan Propanolol 2x10mg. Selama pengobatan sejak bulan April
2017 pasien tidak pernah putus obat.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

• Ibu pasien ANC teratur ke bidan, tidak ada riwayat keputihan atau perdarahan selama kehamilan.

Riwayat Persalinan

• Pasien adalah anak pertama dari dua bersaudara, lahir pervaginam di klinik bidan dengan BBL = 3500
gram, cukup bulan dan segera menangis.

Riwayat Imunisasi

• Pasien diimunisasi lengkap saat bayi dan saat di sekolah dasar, yaitu BCG, Hepatitis B, polio, DTP, dan
campak

Riwayat Kebiasaan Sosial

• Pasien sehari-hari aktif bermain di luar rumah, seperti bermain bola.

Riwayat Alergi

• Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan, obat-obatan dan sebagainya.


PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Kesadaran : Compos Mentis


Umum
Keadaan Umum : Cemas

Nadi : 88 x/menit

Suhu Aksila : 36,5 °C

Pernafasan : 20 x/menit

Berat badan : 26 kg

Tinggi badan : 133 cm


PEMERIKSAAN FISIK
Status BBS : 26 kg
antropometri

TB : 133 cm

LK : 51 cm

Status Gizi TB/ U : 104 %


BB/ U : 104 %
HA : 8 tahun 9 bulan
BBI : 28 kg
BB/ TB : 92 %
Status Gizi : Normal
Kurva CDC
2 to 20
tahun :
Boys
Kurva Head
Circumference
Boys
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala :

• Normochepali, lingkar kepala 51 cm

Mata :

• Eksoftalmus (+/-), konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung (+/+)

Telinga :

• Normotia, recoil cepat kembali, sekret (-)

Hidung :

• Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)

Mulut :

• Sianosis (-), mukosa kering/hiperemis (-)


PEMERIKSAAN FISIK
Leher :

• Teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan dapat digerakan, nyeri saat
menelan (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks

• Inspeksi : Simetris, retraksi intracostal(-)


• Palpasi : Simetris, fremitus taktil dada kanan sama dengan dada kiri
• Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler (+/+) Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

Jantung

• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


• Palpasi : Iktus kordis teraba di apeks (ICS V midclavicula sinistra)
• Auskultasi : BJ I > BJ II, normal, reguler, bising (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen

• Inspeksi : Distensi (-), sikatrik (-)


• Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar dan limpa
tidak teraba
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas

• Akral hangat (+), sianosis (-), edema (-), kesan basah (+)

Genitalia

• Tidak diperiksa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium (Tanggal 14 Juni 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 12,1 12,5-15 g/dL
Hematokrit 35 37-47 %
Eritrosit 5,0 4,2-5,4 106/mm3
Leukosit 6,3 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 280 150-450 103/mm3
MCV 70 80-100 fL
MCH 24 27-31 Pg
MCHC 35 32-36 %
RDW 13,1 11,5-14,5 %
Eosinofil 5 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
Neutrofil Batang 0 2-6 %

Neutrofil Segmen 39 50-70 %

Limfosit 81 20-40 %
Monosit 5 2-8 %
SGOT 17 <31 U/L
SGPT 11 <34 U/L
GDS 158 <200 mg/dl
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium (Tanggal 14 Juni 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Free T4 39.51 9-20 pmol/L

TSHs <0,005 0,25-5 µIU/mL

Hasil Laboratorium (Tanggal 24 Januari 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Free T4 22.58 9-20 pmol/L

TSHs 0,274 0,25-5 µIU/mL

Hasil Laboratorium (Tanggal 7 Februari 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
TRAb 5,98 ≤ 1,75 IU/L
DIAGNOSIS

Diagnosis Banding
• Hipertiroid e.c dd/
• 1. Grave Disease
• 2. Tirotoksikosiis

Diagnosa kerja
• Hipertiroid e.c Grave Disease
TERAPI
Imunoserologi Tanggal Pemeriksaan

Tiroid 14-06-2017 24-01-2018 07-02-2018

Free T4 39.51 22.58 -

TSHs <0,005 0,274 -

TRAb - - 5,98

Terapi Thyrozol 1x10mg dan Thyrozol 1x10mg dan -


Propanolol 2x10mg. Propanolol 2x5mg.
Planning

• Pemeriksaan profil hormon tiroid rutin (FT4 dan TSH)

Prognosis

• Quo ad vitam
• dubia ad bonam
• Quo ad functionam
• dubia ad bonam
• Quo ad sanactionam
• dubia ad bonam
FOTO KLINIS PASIEN
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
KELENJAR
TIROID
FISIOLOGI
KELENJAR
TIROID
DEFINISI Hipertiroid adalah kondisi
dimana peningkatan kadar
hormon tiroid yang disintesis
dan disekresikan oleh kelenjar
tiroid melebihi normal.
Hipertiroid ditandai dengan
peningkatan kadar T4 dan T3
bebas dan TSH serum yang
rendah ataupun normal.
EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini belum
didapatkan angka yang
pasti insiden dan
prevalensi hipertiroid
pada anak-anak di
Indonesia.

Penelitian tahun 2008


• 0,44 per 1000 populasi
pada anak usia 0-11
tahun,
• 0,59 per 1000 populasi
pada usia 12-17 tahun,
• dengan rata-rata usia 10-
15 tahun.
ETIOLOGI
• Penyakit Grave

Aktivasi
reseptor TSH
Thyroid oleh TSAb
stimulating memicu
antibodies perkembangan
TSAb
(TSAb) yang dan
dihasilkan
berikatan dan peningkakan
melalui proses
mengaktivasi aktivitas sel-
Selanjutnya T respon imun
reseptor TSH sel tiroid
helper akan karena adanya
(TSHr)
merangsang paparan antigen
sel B untuk
Pada Graves’ Disease memproduksi
sel-sel APC (antigen antibodi
presenting cell) berupa TSAb
menganggap sel
kelenjar tiroid sebagai
antigen yang
dipresentasikan pada sel
T helper melalui
bantuan HLA (human
leucocyte antigen).
ETIOLOGI
• Pada pasien toxic adenoma ditemukan adanya nodul yang dapat
memproduksi hormon tiroid. Nodul didefinisikan sebagai masa berupa
folikel tiroid yang memiliki fungsi otonom dan fungsinya tidak
Toxic Adenoma terpengaruhi oleh kerja TSH.

• Secara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma


karena ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara
Toxic berlebihan, namun pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa
Multinodular nodul yang dapat dideteksi baik secara palpasi maupun ultrasonografi.
Goiter

• Sindrom ini disebabkan oleh mutasi pada subunit α pada protein G di


reseptor TSH. Hal ini menyebabkan aktivasi dan produksi cAMP yang
Sindrom McCune- pada akhirnya menyebabkan peningkatan produksi hormon tiroid.
Albright
ETIOLOGI
• Disebabkan oleh infeksi virus pada saluran napas bagian atas.
Hipertiroid yang terjadi tidak berat dan gejala lebih didominasi
oleh demam dan nyeri tekan tiroid. Pada pemeriksaan didapatkan
eritema dan hangat di sekitar kelenjar. Hipertiroid pada penyakit
Tiroiditis ini disebabkan oleh inflamasi kelenjar tiroid dan peningkatan
pelepasan hormon tiroid.
subakut

• Hipertiroid pada penyakit ini disebabkan karena produksi TSH


meningkat karena tumor pada kelenjar hipofisis.
Adenoma
Pituitari
KRITERIA DIAGNOSIS
Hipertiroid Riwayat kehamilan: penyakit autoimun pada ibu dan

neonatal Manifestasi obat antitiroid yang diminum.


Sebagian besar bayi lahir prematur, pertumbuhan
intrauterin terhambat.
klinis Mikrosefali, sutura sempit, kraniosinostosis.

Goiter, eksoftalmus, flushing, peningkatan suhu


tubuh.
Iritabel, sangat gelisah, hiperaktif, takipnea, hiper-
refleksi.
Takikardi (denyut jantung >160x/menit), aritmia,
pembesaran ventrikel jantung, gagal jantung, dan hipertensi.
Pada keadaan yang berat dapat terjadi penurunan
berat badan yang progresif.

Peningkatan kadar T4/FT4, T3/FT3, kadar


Pemeriksaan TSH menurun, TRAb positif pada ibu dan
anak.

Laboratorium Pemeriksaan TRAb pada ibu hamil


sebaiknya dilakukan pada kehamilan 20 – 24
minggu.
Bila TRAb ibu tinggi, sangat berisiko bayi
yang dilahirkan mengalami tirotoksikosis
neonatal.
Bila TRAb ibu negatif, tidak akan ada risiko
tirotoksikosis neonatal.
KRITERIA DIAGNOSIS
Hipertiroid Manifestasi klinis Riwayat penyakit autoimun pada penderita dan
keluarga.
pada anak Gejala dan tanda sesuai
(penyakit Pemeriksaan kelenjar tiroid: Goiter (konsistensi,
Grave) noduler, nyeri), murmur, dan bruit.
Pada penderita dengan pembesaran
tiroid simetris disertai dengan kelainan
mata (orbitopathy), sangat mungkin
penyakit Grave sehingga tidak perlu
mencari penyebab lebih lanjut.

Pemeriksaan laboratorium: Kadar T4/FT4 dan T3/FT3


meningkat, kadar TSH menurun,
dan TRAb positif.

Pemeriksaan radiologi Skintigrafi: Uptake iodium meningkat.

Skintigram dengan 123I maupun 99mTc sebaiknya dilakukan


bila ada kecurigaan Toxic Adenoma atau Toxic Multinodular
Goiter.
USG (colour doppler)
Bila kelenjar tiroid tidak noduler tanpa
orbitopathy, perlu pemeriksaan TRAb
dan RAIU untuk membedakan PG
dengan sebab lain.
Tanda dan gejala penyakit Grave pada anak
Tanda Gejala
• Goiter • Hiperaktif
• Eksoftalmus • Palpitasi
• Takikardi • Gangguan tidur
• Penurunan berat badan • Lelah
• Heat intolerance • Prestasi sekolah menurun
• Tremor halus • Emosi labil
• Hipertensi sistolik • Neck fullness atau benjolan
• Tekanan nadi melebar • Irritability and nervousness
• Rambut rontok • Buang air besar sering
• Enuresis sekunder (nokturia) • Nafsu makan meningkat
• Usia tulang maju
• Ophtalmopathy-pain, keratitis, lid lag,
proptosis.
Gambaran klinis lainnya pada hipertiroid disebabkan oleh peningkatan efek
hormon tiroid pada organ sasaran.

Efek pada Laju Metabolik

Efek Kalorigenik

Efek pada Metabolisme Perantara

Efek Kardiovaskular

Efek pada Pertumbuhan dan Sistem Saraf

Efek pada sel saraf


Tatalaksana Hipertiroid pada Anak (Grave Disease)
Terapi medikamentosa

• Obat antitiroid diberikan sebagai terapi pilihan utama pada anak dengan PG.
• »» Methimazole (MMI): dosis 0,2 – 0,5 mg/kg hari dalam jangka waktu 1-
2 tahun
• »» Titrasi dosis dengan pedoman fungsi tiroid.
• »» Sebelum pemberian obat anti-tiroid, periksa darah tepi lengkap, fungsi
hepar (bilirubin, transaminase dan alkali fosfatase).
• »» Hentikan obat jika anak mengalami demam, atralgia, luka-luka di mulut,
faringitis atau malaise, dan dilakukan pengukuran hitung lekosit.
• Apabila tidak mengalami remisi dalam 2 tahun lakukan dievaluasi terhadap
kepatuhan pengobatan, efek samping obat, dan dievaluasi kembali
pengobatan yang diberikan. Dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
tiroidektomi.
• Jika dalam keadaan tidak tersedia MMI, maka bisa diberikan PTU dengan
dosis awal 5-7mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis dengan pengawasan ketat
terutama terkait dengan fungsi hati.
• PTU harus dihentikan jika kadar transaminase meningkat 2-3 kali lipat di
atas kadar normal dan gagal membaik dalam 1 minggu setelah diulang tes
tersebut.
Tatalaksana Hipertiroid pada Anak (Grave Disease)

Terapi Beta adrenergic blocker (misal propranolol,


simtomatik atenolol, metoprolol) direkomendasikan untuk
anak dengan hipertiroid yang denyut
jantungnya > 100x/menit.

Beta adrenergic blocker bisa dihentikan ketika


kadar hormon tiroid sudah mencapai normal.

Dosis propanolol: 0.5 – 2 mg/kg/hari.


Tatalaksana Hipertiroid pada Anak (Grave Disease)

Terapi Jika pembedahan dipilih sebagai terapi untuk anak


pembedahan dengan PG, maka dilakukan near-total tiroidektomi
Pembedahan harus dilakukan oleh ahli bedah tiroid
yang berpengalaman.
Setelah terapi pembedahan anak memerlukan terapi
sulih atau pengganti hormon tiroid seumur hidup.
Radioterapi Radioterapi dilakukan dengan 131I, belum termasuk
first line therapy di Indonesia. Tujuan radioterapi
adalah menjadikan penderita hipotiroid. Dosis
radioterapi sesuai dengan protokol yang berlaku pada
masing-masing pemberi pelayanan radioterapi.
Tatalaksana Hipertiroid pada Anak (Grave Disease)
Pemantauan Pemeriksaan laboratorium dilakukan 4-6 minggu sesudah terapi awal dan
setiap pergantian dosis. Ulang tiap 2-3 bulan jika dosis sudah sesuai.

TSH seringkali masih tersupresi sampai waktu yang cukup lama sehingga
penyesuaian dosis berdasarkan (fT4 atau fT3).

Sesudah terapi obat antitiroid selama 2 tahun dan anak masih melanjutkan
terapi, maka pemantauan laboratorium dilakukan tiap 6-12 bulan.

Pemantauan jangka panjang hingga dewasa diperlukan meskipun telah


terjadi remisi atau telah menjalani pembedahan dan terapi iodine radioaktif.

Prognosis 30% anak yang diobati obat antitiroid mencapai remisi dalam 2 tahun.

75% pasien relaps dalam 6 bulan setelah henti obat, sedangkan hanya 10%
relaps setelah 18 bulan.
PEMBAHASAN
Stimulasi berlebihan saraf simpatis
terhadap otot levator palpebra
Dari anamnesis pasien
menyebabkan tatapan lebar dan
mengeluhkan mata kanan
melotot (eksoftalmus).11,12
menonjol yang dirasakan
Eksoftalmus disebabkan karena
sejak April 2017. Pasien
limfosit sitotoksik dan antibodi
merasa mata seperti akan
sitotoksik yang bersintesis dengan
keluar dan terasa tertekan,
antigen serupa seperti TSH reseptor
namun tidak terasa nyeri
yang ditemukan di orbital fibroblast,
pada mata dan juga tidak
otot orbital, dan jaringan tyroid.
ada nyeri kepala. Pasien
Sitokin yang berasal dari limfosit
juga merasakan silau pada
yang disintesis menyebabkan
mata dan membuat pasien
inflamasi di orbital fibroblast dan
sering berkedip.
otot ekstraokular, dan hasilnya adalah
pembengkakan pada otot orbital.
Hipertiroidisme disebabkan oleh
antibody reseptor TSH yang
merangsang aktifitas tiroid,
sehingga produksi tiroksin (T4)
Pasien juga mengeluhkan bengkak meningkat. Akibat peningkatan ini
di leher dirasakan baru muncul ditandai dengan adanya tremor,
sejak 1 bulan ini, mudah lelah, ketidakstabilan emosi, palpitasi,
tangannya sering gemetar, jantung meningkatnya nafsu makan,
berdebar-debar, sering merasa kehilangan berat badan. Kulit lebih
kepanasan dan berkeringat banyak. hangat dan berkeringat, rambut
Pasien menjadi mudah lapar, halus, detak jantung cepat, tekanan
nafsu makan terasa meningkat, nadi yang kecil, pembesaran hati,
banyak makan namun berat badan kadang kadang terjadi gagal
tidak meningkat bahkan cenderung jantung. Peningkatan cardiac
turun. Frekuensi buang air besar output dan kerja jantung selama
pasien meningkat (3-4x/hari). ketidakstabilan atrial menyebabkan
Pasien juga mengeluh gelisah dan ketidakteraturan irama jantung,
sulit berkonsentrasi sehingga terutama pada pasien dengan
mengganggu proses belajar di penyakit jantung. Ancaman bagi
sekolah. kehidupan di kombinasi dengan
delirium atau koma, temperatur
tubuh naik sampai 41o C, detak
jantung meningkat, hipotensi,
muntah dan diare.
Kebanyakan anak-anak
yang menderita penyakit
Pada kasus ini, keluarga Graves mempunyai
pasien yaitu ayah pasien riwayat keluarga dengan
mempunyai riwayat penyakit tiroid atau
bengkak di leher dan penyakit autoimun yang
mempunyai keluhan yang lain, misalnya diabetes
sama seperti pasien dan melitus tipe I, penyakit
sudah selesai berobat Addison, lupus sistemik,
selama satu tahun. ITP, myasthenia gravis,
arthritis rheumatoid, dan
vitiligo.
KESIMPULAN
• Hipertiroid adalah hipersekresi produksi hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid.
• Sebagian besar kasus hipertiroid pada anak kurang dari 18
tahun adalah penyakit Graves.
• Perempuan lebih sering dibandingkan lelaki dan riwayat
keluarga dengan penyakit autoimun meningkatkan risiko PG
sebesar 60%.
• Penyakit ini dapat bersamaan dengan penyakit autoimun
lainnya, misal dengan diabetes melitus tipe-1.
• Remisi dan kekambuhan yang tinggi merupakan masalah PG
bergantung dari usia pasien, derajat tirotoksikosis saat
diagnosis, respons terapi awal, dan kadar TRAb (Thyrotropin
receptor antibodies).
TERIMA KASIH

REFERENSI
Fumarola, A., A. Di Fiore, M. Dainelli, G. Grani., dan A. Calvanese, 2010, Medical Treatment of Hyperthyroidism: State of the Art, Exp Clin Endocrinol Diabetes
• Faizi M, P. E. Netty. (2006). Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak. Naskah Lengkap Continuing Education XXXVI. Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR
RSU Dr. Soetomo. Surabaya.
• UKK Endokrinologi IDAI. 2017. Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia: Diagnosis dan Tata Laksana Hipertiroid. Tersedia online: http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-
content/uploads/2017/03/Panduan-Praktik-Klinis-Diagnosis-dan-Tatalaksana-Hipertiroid.pdf
• Bahn, R.S., Burch, H.B., Cooper, D.S., Garber, J.R., Greenlee, M.C., Klein, I., Laurberg, P., McDougall, I.R., Montori, V.M., Rivkees, S.A., Ross, D.S., Sosa, J.A., dan Stan, M.N., 2011,
Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis: Management Guidelines of The American Thyroid Association and American Association of Clinical Endocrinologists, Endocr Pract.
17 (No.3)
• Lee, S.L. 2017. Hyperthyroidism and Thyrotoxicosis. http://emedicine.medscape.com (Diakses tanggal 19 Februari 2018)
• Price SA, Wilson ML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol (2). Alih Bahasa. Brahm, Huriawati Hartono, Pita Wulansari, Dewi Asih. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2006 : 1225-35.
• Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Alih Bahasa. Djauhari Widjajakusumah, Dewi Irawati, Minarma Siagian, Dangsina Moeloek, Brahm. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2003 : 305-80.
• Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 4 ed.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007:1933-43
• Anderson D. (2014). Insidens Relaps pada Anak dengan Hipertiroid Graves dan Hubungannya Terhadap Kadar Awal Tiroksin Bebas. Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis IKA
FKUI Jakarta : tidak diterbitkan
• Balai Penelitian dan Pengembangan GAKI Kementerian Kesehatan RI. 2010. “Nilai Diagnostik Indeks Wayne dan Indeks Newcastle untuk Penapisan Kasus Hipertiroid”.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/bpk/article/download/2110/1176. (Diakses 23 Desember 2014).
• Sunil Sinha, Jonathan G. Gold. 2013. “Pediatric Hypertiroidism”. http://www.emedicine.com/article/921707-overview. (Diakses 20 Desember, 2014).
• Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003. Basic Pathology. 7th ed., Vol.2. USA : Elsevier Inc
• Jacobson, E.M., Huber, A., dan Tomer, Y., 2008, The HLA Gene Complex in Thyroid Autoimmunity: From Epidemiology to Etiology, Journal of Autoimmunity 30, 58 -62.
• Baskin, H.J., Cobin, R.H., Duick, D.S., Gharib, H., Guttler, R.B., Kaplan, M.M., dan Segal, R.L., 2002, American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guidelines for Clinical
Practice for the Evaluation and Treatment of Hyperthyroidism and Hypothyroidism, Endocr Pract 8(No.6), 457–469.
• Okamoto, Y., Tanigawa, S., Ishikawa, K., dan Hamada, N., 2006, TSH Receptor Antibody Measurements and Prediction of Remission in Graves’ Disease Patients Treated with Minimum
Maintenance Doses of Antithyroid Drugs, Endocrine Journal 53(4), 467–472.
• Sherman, S.I. dan Talbert, R.L., 2008, Thyroid Disorders dalam DiPiro et al, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 7th Edition, McGraw Hill.
• Gharib, H., Papini, E., Paschake, R., Duick, D.S., Valcavi, R., Hegedus, L., dan Vitti, P., 2007, American Associations of Clinical Endocrinologists, Associazone Medici Endocrinologi, and
European Thyroid Association Medical Guidelines for Clinical Practice for the Diagnosis and Management of Thyroid Nodules, Endocr Pract 16(suppl 1), 63–102.
• Ghandour, A., dan Reust, C., 2011, Hyperthyroidisme: A Stepwise Approach Management, The Journal of Family Practice 60(no.7), 388–394.
• Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi ke 6. Jakarta: EGC
• Junqueira LC. 2003. Basic Histology : Text & Atlas. 10th ed. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.
• Gardner, David G, Dolores Shoback. 2007. Basic and Clinical Endocrinology. Jakarta: Sagung Seto.
• Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
• Silbernagl, Stefan, Florian Lang. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai