Anda di halaman 1dari 10

PENGAWETAN IKAN DENGAN BIJI PICUNG BEKU

I. PENDAHULUAN

Picung (Pangium edule Reinw) merupakan tumbuhan yang tergolong pada


kelompok Spermatophyta atau tumbuhan berbiji yang memiliki ciri khas adanya satu organ atau
bagian dari tanaman yang menyerupai biji. Pohon picung juga dikenal dengan nama lain seperti
Kepayang, kluwek, keluwek, keluak, atau kluak. Tanaman ini adalah tanaman liar yang banyak
ditemui di hutan pada ketinggian hingga 1000 m.
Biji picung (Pangium edule Reinw) sebenarnya telah lama digunakan sebagai pengawet
ikan oleh nelayan di daerah Banten, Jawa Barat, Sulawesi Utara, serta daerah lain yang sulit
mendapatkan pasokan es. Dalam pemanfaatannya, nelayan biasa mencampurkan picung yang
telah dicacah yang dicampur dengan garam, kemudian melumurkannya ke seluruh permukaan
dan bagian rongga perut ikan. Biji picung banyak mengandung asam sianida dan tanin, yang
diyakini berfungsi sebagai bahan pengawet. Asam sianida bersifat antimikroba, tetapi dalam
jumlah banyak dapat menyebabkan keracunan pada manusia. Meskipun demikian, penggunaan
biji picung sebagai pengawet ikan tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan konsumen
karena asam sianida diketahui mudah menguap dalam suhu ruang.
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa penggunaan 3 – 4 % picung yang
dicampur dengan 2 – 3 % garam, dapat mempertahankan kesegaran ikan hingga 4 hari pada
suhu ruang (normal). Selain itu, ekstrak picung juga terbukti mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Gram positif maupun Gram negatif seperti Staphylococcus aureus, Pseudomonas
fluorescens, Salmonella thypimurium, Enterobacter aerogenes dan Micrococcus lactis.
Dengan melihat hasil penelitian di laboratorium dan mengamati penggunaan picung
sebagai bahan pengawet ikan secara tradisional di lapangan menunjukkan bahwa potensi
pemanfaatan biji picung untuk menghambat proses penurunan mutu ikan sangat terbuka luas.
Meskipun demikian, masih terdapat beberapa kendala teknis dalam penggunaannya di
lapangan, yaitu
1. Waktu panen picung yang hanya sekali dalam setahun sehingga ketersediaannya terbatas pada
musim tertentu;
2. Proses penyiapannya kurang praktis karena biji picung harus dipisahkan dulu dari cangkangnya
lalu dicacah setiap akan digunakan;
3. Biji yang telah dipisahkan dari cangkangnya mudah berubah warna menjadi kecoklatan yang
menyebabkan penurunan daya pengawetan biji picung terhadap ikan segar dan akan
mempengaruhi warna ikan yang diawetkan.
Untuk mengatasi kendala tersebut di atas diperlukan suatu teknologi yang dapat
menjamin ketersediaan biji picung sepanjang tahun dalam bentuk yang praktis, mudah
digunakan sekaligus memiliki daya pengawetan ikan yang tinggi.
Pengawetan biji picung dengan cara pengeringan telah dicoba dilakukan, namun
hasilnya tidak memuaskan karena biji picung menjadi coklat dan daya pengawetan terhadap ikan
pun sangat berkurang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembekuan biji picung dapat menghambat kerja
enzim yang berperan dalam proses oksidasi biji picung yang menyebabkan biji picung berwarna
coklat. Kemampuan biji picung untuk mengawetkan ikan masih dapat dipertahankan meskipun
disimpan dalam kondisi beku. Selain itu biji picung beku juga mempunyai kemampuan anti
bakteri khususnya E. coli dan S. aureus.
Penggunaan biji picung beku pada ikan nila dapat memperpanjang daya simpan ikan
hingga 3 – 4 kali lebih lama, jika dibandingkan dengan ikan nila tanpa pengawetan. Ikan yang
disimpan pada suhu ruang tanpa pengawetan hanya bisa bertahan selama 8 – 12 jam
saja,sedangkan jika diawetkan dengan biji picung beku mampu bertahan selama 24 – 48 jam.
Teknologi pengawetan ikan menggunakan biji picung beku ini layak diterapkan di tempat
pendaratan ikan yang terpencil dan susah mendapatkan pasokan es sebagai pengawet.

II. KEUNGGULAN TEKNOLOGI PENGAWETAN IKAN DENGAN BIJI PICUNG BEKU

Memanfaatkan biji picung beku sebagai bahan pengawet ikan segar memiliki beberapa
keunggulan yaitu
A. Keunggulan Teknis
Secara teknis teknologi pengawetan ikan menggunakan biji picung beku memiliki
keunggulan sebagai berikut :
1. Biji picung beku sangat praktis karena tidak perlu memecahkan, mencungkil dan mencincang biji
picung setiap akan mengawetkan ikan;
2. Dalam keadaan beku dapat tersedia dengan daya pengawetan yang sama sepanjang tahun
tanpa terkendala musim;
3. Biji picung beku memang tidak lebih unggul dibandingkan pengawetan dengan suhu rendah/es
yang hingga saat ini masih tidak tergantikan. Akan tetapi teknologi ini memberikan solusi untuk
daerah-daerah di mana refrigerasi/es tidak tersedia, seperti di daerah terpencil, yang
masyarakatnya lebih banyak mengenal ikan asin daripada ikan segar;
4. Mudah diterapkan dalam sistem usaha kelautan dan perikanan secara berkelanjutan sesuai
dengan daerah pengembangan (ekologi, sosial budaya, ekonomi, teknis, infrastruktur, fiksal,
hukum dan kelembagaan).

B. Keunggulan Ekonomis
Ditinjau dari segi ekonomi, teknologi pengawetan ikan menggunakan biji picung beku ini
memiliki keunggulan sebagai berikut :

1. Teknologi pengawetan biji picung dapat mendorong berkembangnya industri bahan pengawet
alami yaitu biji picung beku, yang aman dan mudah digunakan di pusat-pusat penjualan ikan
segar yang terpencil atau yang tidak terjangkau oleh pasokan es;
2. Biaya pengawetan ikan dengan biji picung beku lebih murah dibandingkan pengawetan ikan
menggunakan bahan lainnya. Biaya pengawetan ikan menggunakan es memerlukan biaya
sekitar 1000-3000 rupiah/kg ikan (tergantung lama penyimpanan), bila es ditambahkan terus
menerus dapat mengawetkan ikan hingga 10-12 hari. Sedangkan pengawetan dengan biji
picung beku memerlukan sekitar 500 rupiah/kg ikan dengan daya awet 2-3 hari. Tanpa
pengawetan, ikan akan busuk dalam waktu 8 jam;
3. Biaya pengangkutan biji picung beku ke pusat pendaratan ikan jauh lebih mudah, lebih praktis
dan lebih murah dibandingkan dengan pengangkutan es, atau pengangkutan biji picung segar
yang masih bercangkang.
C. Keunggulan Sosial
Keunggulan dari sisi aspek sosial dalam penerapan teknologi pengawetan ikan
menggunakan biji picung beku ini adalah sebagai berikut :
1. Teknologi ini dapat mencegah penyalah-gunaan bahan pengawet berbahaya seperti formalin
untuk mengawetkan ikan;
2. Teknologi pembekuan ini dapat dintroduksikan kepada UKM atau koperasi nelayan yang berada
di wilayah terpencil;
3. Industri biji picung beku bahkan dapat mendorong pembudidayaan pohon picung, terutama di
lahan kering atau lahan terlantar, sehingga produksi dapat ditingkatkan, karena saat ini
ketersediaan biji picung masih terbatas karena masih mengandalkan tanaman yang ada di
hutan/kebun dan tidak tersebar merata di seluruh Indonesia.

III. LANGKAH KERJA

A. Menyiapkan Biji Picung Beku


Tahap pertama dalam teknologi pengawetan ikan menggunakan biji picung beku adalah
menyiapkan biji picung beku yang siap digunakan. Alat dan bahan serta urutan kerja tahap ini
adalah sebagai berikut:
1. Alat dan Bahan
a. Peralatan yang digunakan untuk menyiapkan biji picung beku ini adalah sebagai berikut :
- Pemecah biji picung (palu kecil atau pemecah biji kenari)
- Freezer
- Plastik kemasan 1 kg
- Baskom
- Pisau kecil
- Talenan
b. Bahan yang digunakan adalah biji picung yang sudah dipisahkan dengan dagingnya.
2. Urutan Kerja
Secara garis besar, urutan kerja penyiapan biji picung beku dapat dilihat pada gambar berikut :
Secara rinci untuk mendapatkan biji picung beku yang siap digunakan untuk mengawetkan ikan
perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Kulit buah picung dikupas dan diambil bijinya;
b. Biji picung dibersihkan lalu dibuka dengan memecahkan kulitnya;
c. Bagian dalam biji picung dicungkil, dikumpulkan dan dicincang halus;
Catatan : Selama proses pengupasan dan pencincangan biji picung harus diusahakan agar
selalu menggunakan suhu rendah, mengurangi cahaya, dan bekerja cepat untuk menghindari
berubahnya warna daging biji picung menjadi coklat

d. Biji picung yang sudah di cincang dikemas dalam kantong plastik berukuran ± 1 kg;
e. Biji picung dalam kemasan plastik dibekukan pada suhu -10 s/d - 18°C selama beberapa jam,
selanjutnya disimpan dalam freezer agar tetap dalam keadaan beku. Selama disimpan, biji
picung beku harus tetap dalam keadaan beku;
f. Perlu diperhatikan bahwa sejak pemanenan, biji picung harus dilindungi dari cahaya matahari,
udara (oksigen) dan suhu tinggi. Proses produksi biji picung beku ini sebaiknya dilakukan secara
bertahap, tanpa menunggu bahan baku terkumpul dalam jumlah banyak. Karena biji picung yang
tidak segera dibekukan akan menjadi coklat dan daya awetnya menurun. Pada saat
pendistribusian, biji picung beku harus dijaga dalam kondisi beku dan tidak terpapar sinar
matahari.
3. Aplikasi Biji Picung Beku Untuk Mengawetkan Ikan
a. Alat dan Bahan
1) Peralatan :
- Baskom
- Ember
- Meja
2) Bahan :
- Ikan yang telah disiangi
- Biji picung beku
- Garam Kristal

B. Urutan Kerja
Diagram alir penerapan biji picung beku untuk mengawetkan ikan dapat dilihat pada
gambar berikut
Secara rinci penerapan biji picung beku untuk mengawetkan ikan adalah sebagai berikut :

1. Biji picung beku dilelehkan pada suhu ruangan;


2. Dosis biji picung beku untuk mengawetkan ikan adalah 4% dari bobot ikan segar dan dapat
dicampur garam sebanyak 1-2% dari bobot ikan. Misalnya ikan segar seberat 1 kg maka biji
picung beku yang dapat digunakan adalah sebanyak 40 gram dan garam sebanyak 10-20 gram;
3. Biji picung dilumurkan ke seluruh permukaan ikan dan dimasukkan ke rongga perut ikan yang
telah disiangi isi perutnya;
4. Pada tahap pelelehan dan aplikasi, biji picung beku sebaiknya tidak terpapar langsung dengan
sinar matahari. Konsentrasi biji picung beku yang digunakan untuk pengawetan ikan jangan
melebihi konsentrasi yang dianjurkan

IV. PENUTUP

Demikian materi mengenai pengawetan ikan menggunakan biji picung beku ini disusun,
semoga bermanfaat khususnya bagi masyarakat kelautan dan perikanan, maupun masyarakat
umum.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2013. Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Anonymous.http://id.wikipedia.org/wiki/Kepayang, 3 Maret 2015
Pengawetan makanan Alami

A. Pengawetan makanan
Adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan
yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan.Dalam
mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan,
keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan
makanan. Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam
skala industri masa kini berbasis pada cara-caratradisional yang dikembangkan
untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan.

B. Tujuan
Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan,
hasil produksipanen menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang
cepatbusuk, makanan yang disimpan dapat menjadi rusak, misalnya
karenaoksidasi atau benturan. Contohnya lemak menjadi tengik karena mengalami
reaksi oksidasi radikal bebas. Untuk menangani hal tersebut, manusia melakukan
pengawetan pangan, sehingga bahan makanan dapat dikonsumsi kapan saja dan
dimana saja, namun dengan batas kadaluarsa, dan kandungan kimia dan bahan
makanan dapat dipertahankan. Selain itu, pengawetan makanan juga dapat
membuat bahan-bahan yang tidak dikehendaki seperti racun alami dan sebagainya
dinetralkan atau disingkirkan dari bahan makanan.

C. Cara
Pendinginan di lemari pendingin merupakan salah satu cara untuk
mengawetkan makanan. Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan
dengan keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari
pengawetan. Secara garis besar ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu
fisik serta biologi dan kimia.

1. Fisik
Pengawetan makanan secara fisik merupakan yang paling bervariasi jenisnya,
contohnya adalah:
 pemanasan. Teknik ini dilakukan untuk bahan padat, namun tidak efektif untuk
bahan yang mengandung gugus fungsional, seperti vitamin dan protein.
 pendinginan. Dilakukan dengan memasukkan ke lemari pendingin, dapat diterapkan
untuk daging dan susu.
 pengasapan. Perpaduan teknik pengasinan dan pengeringan, untuk pengawetan
jangka panjang, biasa diterapkan pada daging.
 pengalengan. Perpaduan kimia (penambahan bahan pengawet) dan fisika (ruang
hampa dalam kaleng).
 pembuatan acar. Sering dilakukan pada sayur ataupun buah.
 pengentalan dapat dilakukan untuk mengawetkan bahan cair
 pengeringan, mencegah pembusukan makanan akibatmikroorganisme, biasanya
dilakukan untuk bahan padat yang mengandung protein dan karbohidrat
 pembuatan tepung. Teknik ini sangat banyak diterapkan pada bahan karbohidrat
 Irradiasi, untuk menghancurkan mikroorganisme dan menghambat
perubahan biokimia

2. Biologi dan kimia


Pengawetan makanan secara biologi dan kimia secara umum ditempuh dengan
penambahan senyawa pengawet, seperti:
 penambahan enzim, seperti papain dan bromelin
 penambahan bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam,gula.
 pengasinan, menghambat pertumbuhan mikroorganismepembusuk makanan
 pemanisan, menaruh dalam larutan dengan kadar gulayang cukup tinggi untuk
mencengah kerusakan makanan
 pemberian bahan pengawet, biasanya diterapkan pada bahan yang cair atau
mengandung minyak.
Bahan pengawet makanan ada yang bersifat racun dan karsinogenik. Bahan
pengawet tradisional yang tidak berbahaya adalah garam seperti pada ikan
asin dan telur asin, dan sirup karena larutan gula kental dapat mencegah
pertumbuhan mikroba. Kalsium propionat atau natrium propionat digunakan untuk
menghambat pertumbuhan kapang, asam sorbat menghambat pertumbuhan kapang
dalam keju, sirup dan buah kering.

D. Prinsip
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
 Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi(autolisis) bahan pangan
 Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk
serangan hama
 Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan
sebagai pengawet juga diharapkan dapat mengganggu kondisi optimal
pertumbuhan mikroba. Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling
rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya. Karena
itu bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif biasanya digunakan
asam-asam organik. Cara yang dapat ditempuh untuk mencegah atau
memperlambat kerusakan mikrobial adalah:
1. mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja denganaseptis)
2. mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan prosesfiltrasi
3. menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan
penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau
penggunaan pengawet kimia.
4. membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasiatau radiasi.
E. Kluwak Sebagai Pengawet Alami
Ada banyak bahan yang digunakan untuk mengawetkan makanan salah
satunya adalah Kluwak. Pohon Kluwek atau orang Sunda memanggilnya tangkal
picung (tangkal = pohon, picung = kluwek) atau dalam bahasa lain kepayang,
kepahiang, kluwak, keluak, atau kluak, panarassan ( dalam bahasa ilmiah Pangium
edule Reinw. ex Blume, suku Achariaceae, dulu dimasukkan dalam Flacourtiaceae)
adalah pohon yang tumbuh liar atau setengah liar (sengaja ditanam) .
Biji kluwek sering dipakai sebagai bumbu dapur, namun hati-hati biji kluwek
sangat beracun jika dikonsumsi secara mentah karena mengandung asam sianida
dalam konsentrasi tinggi. Efek samping memakan biji kluwek mentah adalah pusing
(mabuk & muntah). Biji kluwek juga sering dipakai sebagai racun untuk mata panah.
Biji Kluwek aman dikonsumsi jika sudah direbus dan direndam terlebih dahulu.
Selain sebagai bumbu dan pemberi warna, kluwak (Pangium edule Reinw)
juga bisa digunakan sebagai pengawet. Kluwak biasanya digunakan sebagai
pengawet ikan segar. Ikan segar yang diawetkan dengan kluwak bisa bertahan
hingga enam hari.
Ikan dan daging merupakan sumber pangan yang mudah rusak sehingga
perlu usaha untuk mengawetkannya. Hasil berbagai temuan di lapang ikan dan
daging banyak diawetkan dengan pengawet yang berbahaya seperti formalin,
sehingga perlu dilakukan usaha untuk menemukan pengawet ikan dan daging yang
aman untuk konsumen. Berbagai rempah-rempah seperti jahe, laos, kunyit dan
kluwak serta beluntas memiliki senyawa antimikrobia sehingga berpotensi untuk
mengawetkan bahan pangan seperti ikan dan daging. Penelitian ini bertujuan
mengetahui efek penggunaan pengawet alami (lengkuas, kunyit, jahe, beluntas,
kluwak) terhadap sifat organoleptik meliputi sifat fisik dan daya terima serta masa
simpan daging dan ikan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
eksperimental murni di laboratorium. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini
adalah eksperimen murni (true experimental) melalui percobaan di laboratorium.
Variabel yang akan diteliti meliputi masa simpan (total mikrobia) ikan dan daging
yang diawetkan dengan pengawet alami (lengkuas, kunyit, jahe, beluntas, kluwak),
sifat fisik dan daya terima daging dan ikan yang diawetkan. Hasil penelitian
menunjukkan: 1) sifat fisik ikan dan daging yang diawetkan dengan jahe, laos,
kunyit, beluntas dan kluwak pada hari ke- 1 (24 jam), dalam keadaan masih baik dan
tekstur masih kenyal, sedangkan pada hari ke-2 (48 jam), sudah mulai menunjukkan
tanda-tanda kerusakan dengan tekstur mulai lunak ; 2) masa simpan ikan
berdasarkan total mikrobia pada hari ke-0 dan 1 nilai p>0,01 yang menunjukkan
tidak berbeda nyata.Pada hari ke-0, jumlah total mikrobia pada perlakuan dengan
jahe 15%, kunyit 10% dan kluwak 15% jumlahnya lebih kecil dibandingkan pada
kontrol, sedangkan perlakuan dengan beluntas 15% dan laos 15% jumlah total
mikrobia lebih besar dibandingkan pada kontrol. Total mikrobia pada hari ke-1 (24
jam), perlakuan dengan jahe, laos, kunyit dan kluwak dosis 15%, jumlahnya lebih
rendah dibandingkan pada kontrol, sedangkan pada beluntas 15% jumlahnya lebih
tinggi dibandingkan dengan kontrol ; 3) masa simpan daging berdasarkan total
mikrobia pada hari ke-0 dan 1 nilai p>0,01 sehingga tidak berbeda nyata. Total
mikrobia pada perlakuan dengan jahe, laos, kunyit, beluntas dan kluwak dengan
dosis 15% pada hari ke-0 maupun hari ke-1 (24 jam), jumlahnya lebih kecil
dibandingkan pada kontrol; 4) daya terima ikan oleh konsumen menunjukkan p<0,01
yang berarti berbeda nyata. Ikan yang paling disukai adalah ikan dengan
penambahan pengawet laos 15%, sedangkan daya terima ikan yang kurang disukai
konsumen adalah ikan yang diawetkan dengan kluwak 15%; 5) daya terima daging
oleh konsumen menunjukkan nilai p<0,01 sehingga berbeda nyata. Daging yang
paling disukai adalah daging dengan penambahan pengawet laos 15%, sedangkan
daya terima daging yang kurang disukai konsumen adalah daging yang diawetkan
dengan kluwak 15%.
Cara penggunaanya, buah kluwak dicincang halus, dikeringkan kemudian
dimasukkan ke dalam perut ikan yang telah dibersihkan isi perutnya. Biasanya
pengawetan ikan segar dengan kluwak dilakukan oleh pada nelayan di daerah
Banten. Nelayan biasanya mengawetkan ikan untuk pengiriman ikan jarak jauh.
Pengawetan dengan kluwak seringkali dikombinasikan dengan penggaraman dan
pendinginan.

untuk lebih jelasnya dapat di buka


dihttp://id.wikipedia.org/wiki/Pengawetan_makanan dan
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/414?show=full

Anda mungkin juga menyukai