Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH

ANALISIS PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR


1TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK
BERDASARKAN ILMU SOSIOLOGI HUKUM

MATA KULIAH : Sosiologi Hukum

Nama Mahasiswa :Beni Bereando Girsang


NPM :150710014
Kode Kelas : 172-LW034-N1
Dosen Pengampu :Parningotan Malau, S.T., S.H., M.H., Dr.Can.

UNIVERSITAS PUTERA BATAM


FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2018
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas

Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Mata Kuliah Sosiologi

Hukum Denagn judul “Analisis Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Pelayan Publik Berdasarkan Ilmu Sosiologi Hukum” sesuai dengan waktu yang

telah direncanakan.

Makalah ini merupakan tugas Hukum Perburuhan Dan Tenaga Kerja Pada

Program Studi Ilmu Hukum Universitas Putera Batam Tahun Akademik

2018/2019.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari pula bahwa tugas makalah

ini tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai

pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Bapak Parningotan Malau, S.T., S.H., M.H., Dr.Can. ,Selaku

Dosen Pengampu Sosiologi Hukum Di Universitas Putera Batam.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat

koreksi untuk penyempurnaan sangat diharapkan, akhirnya penulis

mengaharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Batam, Juli 2018


3

Beni Bereando Girsang

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Perumusan Masalah ..................................................................................... 6

C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................... 6

D. Metode Penulisan Makalah ........................................................................... 6

BAB II Tinjauan Umum Terhadap Peraturan Daerah Pelayan Publik Kota Batam 7

A. Tinjauan Umum Peraturan Daerah Pelayan Publik Kota Batam ................. 7

B. Ruang Lingkup Perda ................................................................................ 8

BAB III Analisis Tentang Pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Pelayanan Publik Kota Batam................................................................. 10

A. Analasis Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan

Publik Kota Batam ............................................................................................ 10

B. Isi Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelayanan

Publik................................................................................................................. 16

A. Kesimpulan .................................................................................................. 23

B. Saran ............................................................................................................. 24
4

Daftar Pustaka ....................................................................................................... 25

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan publik yang ideal adalah serangkaian dari cita suatu tata

pemerintahan yang baik (Good Govermance)1, jika didefinisikan Good

Govermance itu sendiri adalah cita-cita yang menjadi visi penyelenggara negara

diberbagi belahan bumi, termasuk indonesia.2 Secara sederhana Good

Govermance dapat diartikan sebagai sebuah prinsip dalam mengatur pemerintahan

yang memungkinkan layanan publiknya yang efesien, sistem pengendaliannya

bisa diandalkan, dan administrasinya dapat bertanggung jawab pada publik.3

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala

bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang

pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi

Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara

atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

1
Good Govermance itu sendiri adalah cita-cita yang menjadi visi penyelenggara negara
diberbagi belahan bumi, termasuk indonesia.
2
Pandji, “Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance”, Cetakan Ke Dua,
Bandung PT. Refika Adimata. 2009. Hlm 30.
3
Winarsih,dan Ratminto, “Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual”,
Penerapan Citizen’s Charter, dan Standar Pelayanan Minimal”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2005.
Hlm. 12
5

undangan.4 Pelaksanaan dari pelayanan publik ini pada umumnya adalah pegawai

negeri sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan serta diangkat oleh

pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau

diserahi tugas Negara lainnya. Melihat dari pemaparan ini sungguh penting

adanya pelayanan publik yang baik, dengan tujuan agar masyarakat dapat

mempermudah dalam setiap urusan di dalam birokrasi pemerintahan. Tetapi

dalam menciptakan suatu pelayanan publik yang ideal khususnya di Negara

Indonesia sanagatlah sulit. Badan Pertanahan Nasional salah satu instansi yang

dinilai sebagai instansi pelayanan publik terburuk.5

Berdasarkan beberapa kasus di atas, pelayanan publik di Indonesia masih

jauh dari harapan, masyarakat yang masih banyak dibingungkan dengan adanya

birokrasi yang berbelit-belit, pungli, dan ketidaktahuan masyarakat tentang

layanan publik. Hal ini yang mengakibatkan salah satunya adalah tindak pidana

korupsi yang sering dilakukan oleh aparatur pelaksana payanana publik di

pemerintahan. Dengan adanya catatan buruk yang diperoleh oleh Kantor Bandan

Pertanahan Kota Batam mengenai palayanan publik hal ini wajib menjadi

perkerjaan rumah (PR) bagi para pengambilan kebijakan khusunya di Provinsi

Kepri untuk merombak dalam rangka perbaikan jauh lebih baik kedepan.6

Dalam kasus yang terjadi di Kota Batam dalam rangka pelayanan publik

yang tedapat beberapa catatan buruk yang diperoleh oleh lembaga-lembaga

4
T.Y Galih., “,Public Service Dalam Teori Dan Realita” JaKarta, Pustaka Indonesia.2008.
hlm 20.
5
Muchlis dan Hamdi. 2001 “Good Governance dan Kebijakan Otonomi Daerah”, dalam
Jurnal Otonomi Daerah 2001
6
Hamidi Jazim dkk, “Optik Hukum Peraturan Daerah Bermasalah Menggas Peraturan
Daerah Yang Responsif dan Berkesinambungan”, Prestasi Pustaka , Jakarta. 2011. Hlm 20.
6

(isntansi-instansi) kita ketahui secara mendalam apa yang mengakibatkan hal ini

dapat terjadi dalam rangka pelayanan publik. 7Apakah kesalahan terdapat pada sisi

pelayanan yang dilakukan oleh para pegawai ataukah adanya kelemahan dalam

Perturan Derah (Perda) Pelayanan Publik (Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pelayanan Publik). Dalam kesmpatan ini penulis mencoba untuk menganalisis

dari sisi Peraturan Daerah Kota Batam mengenai pelayanan publik yang sudah

dijadikan dokumen hukum dalam menciptakan pelayanan publik yang ideal.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka pokok masalah yang perlu

dicermati yaitu :

1. Apakah sudah tepat isi (materi muatan) serta pemberlakuan Peraturan Daerah

Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik Kota Batam?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Sebagaimana lazimnya setiap penulisan karya ilmiah tentunya mempunyai

beberapa tujuan. Adapun tujuan tujuan tersebut adalah,

1. Mengetahui isi (materi muatan) serta pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor

11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik Kota Batam

D. Metode Penulisan Makalah

Dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini saya menggunakan

pedoman yang berasal dari sumber-sumber buku dan jurnal di internet. Atau lebih

menggunakan metode studi kepustakaan karena, dalam menyusun makalah ini

7
Hidayat Ahmad, 2010, dalam artikel, “Transparansi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan
Publik”, Jakarta, PT. Refika Adimata.2010. hlm. 13.
7

kami menggunakan buku-buku yang sebelumnya sudah dianalisis dalam tugas

sebelumnya.

BAB II
Tinjauan Umum Terhadap Peraturan Daerah
Pelayan Publik Kota Batam

A. Tinjauan Umum Peraturan Daerah Pelayan Publik Kota Batam

Tujuan dibentuknya perda tetang Pelayanan Publik Kota Batam ini ada

beberapa point (i) Mewujudkan kepastian tentang hak, tanggung jawab,

kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan

pelayanan publik di Kota Batam (ii) Mewujudkan sistem penyelenggaraan

pelayanan publik yang baik sesuai dengan asas-asas umum penyelenggaraan

pemerintahan yang baik di Provinsi Kota Batam,(iii) Terpenuhinya hak-hak

masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik secara maksimal, (iv)

Mewujudkan partisipasi dan ketaatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas

pelayanan publik sesuai mekanisme yang berlaku.8 Hal ini sesuai dengan pasal 3

Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Publik

Di Kota Batam. Keberadaan Perda ini sangat penting sebagai acuan dalam

melaksanakan pelayanan publik yang ideal di Daerah Kota Batam, khususnya

terkait dengan soal perijinan dan non perijinan yang berlaku diruanglingkup

birokrasi Kota Batam.

8
Lihat pasal 3 Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan
Publik Di Kota Batam.
8

B. Ruang Lingkup Perda

Salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah

propinsi sudah tertuang dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1)9, huruf c, k, l, m, n

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada huruf

c penyelenggaraan Ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat huruf k

memberikan pelayanan termasuk lintas kabupaten/kota, huruf l memberikan

pelayana kependudukan, dan catatan sipil, huruf m memberikan pelayanan

adminstrasi umum pemerintahan, huruf n memberikan pelayanan administrasi

penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota. Selain hal ini juga dalam ranah

pelayanan yang daerah provinsi juga dapat dilihat dalam ketetuan pasal 16 ayat

(1), dan (2) Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.10

“Ayat (1) Hubungan dalam pelayanan umum antara pemeritah dan

pemerintahan daerah sebagaimana yang dimaksud pasal 2 ayat (4) dan ayat (5)

meliputi: (a) kewenangan tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan

minimal. (b) mengalokasikan pendanaan pelayanan umum yang menjadi

kewejangan daerah dan (c) fasilitas pelaksanaan kerja sama antara pemerintah

daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum”.

Ayat (2) hubungan dalam bidang pelayanan umum atara pemerintahan

daerah seabagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dan (5). (a) pelayanan

umum yang manjadi kewenagan daerah. (b) kerajasama antara pemerintah daerah

dalam penyelenggaraan pelayanan umum dan (c) pengelolaan perizinan bersama

bidang pelayanan umum. Mengenai pasal di atas mengingat begitu banyaknya


9
Pasal 13 ayat (1), huruf c, k, l, m, n Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
10
pasal 16 ayat (1), dan (2) Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
9

tugas daerah mengenai pelayan umum sangatlah perlu dibentuknya Perda Tentang

Pelayan Publik Propinsi Kota Batam, agar dapat terlaksananya pelayanan publik

yang efektif dalam penylenggaraan suatu pemerintahan.


10

BAB III
Analisis Tentang Pemberlakuan Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Publik Kota Batam

A. Analasis Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan

Publik Kota Batam

Untuk menganalisis suatu peraturan daerah perlu dicermati terlebih dahulu

hal-hal yang penting dan hal-hal yang menjadi suatu ketentuan (prosedural) di

dalam pembuatu suatu perda.11 Salah satu contoh mengenai dasar-dasar untuk

menciptakan suatu peraturan daerah yang baik, dalam artian dimana perda yang

dibuat harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan, apakah perda tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi, serta perda yang dibuat apakah sudah sesui dengan keadaan masyarakat

yang akan melaksanakannya.12

Dalam pembuatan perda jika kita tinjau dari hierarki perundang-undangan

yang teori ini dikumukkan oleh Hans Kelsen yaitu stufentheorie. Yang

mangatakan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis

dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku,

bersumber dan berdasar pada norma yang libih tinggi demikian seterusnya sampai

pada suatu norma yang dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan

11
Asikin, Zainal. 2004. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.hal. 30
12
pasal 16 ayat (1), dan (2) Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
11

fiktif, yaitu norma dasar (grundnorm). Seiring berkembangnya ilmu 13 dalam dunia

hukum teori ini berkembang dan dikembangkan oleh Nawiasky yang menegaskan

bahwa terdapat empat kelompok besar norma yang secara berurutan dari atas ke

bawah yaitu norma fundamental (staatsfundamentalnorm) atau dasar

(staatsgrundgesetz), undang-undang formal (formell gesetz), dan aturan pelaksana

yang sejajar dengan aturan otonomi (verordnung and autonome satzung). Norma

fundamental ditetapkan terlebih dahulu (presupposed) oleh masyarakat. Aturan

dasar merupakan aturan-aturan yang bersifat pokok, masih umum, masih dalam

garis besar, dan masih merupakan norma tunggal yang belum disertai dengan

norma sekunder. Aturan pelaksana yang sejajar dengan aturan otonomi berfungsi

menyelenggarakan ketentuan-ketentuan Undang-Undang. Dalam hal ini juga

dikemukakan mengenai perbedaan antara aturan pelaksana dan atruan otonom

adalah aturan pelaksanaan berdasarkan delegasi, sedangkan aturan otonom

berdasarkan atribusi wewenang membentuk peraturan perundang-undangan.

Atribusi dalam hal ini membentuk peraturan perundang-undangan (atributie i

wetgevingsbevoegheid) adalah pemberian wewenang membentuk peraturan

perundang-undangan yang diberikan Undang-Undang Dasar (UUD) dan Undang-

Undang (UU) kepada suatu lembaga negara atau pemerintah. Wewenang itu

melekat terus menerus sehingga dapat dilaksanakan setiap saat dengan tepat

dengan memperhatikan batas-batas yang diberikan. Sedangkan delegasi

membentuk peraturan perundang-undangan adalah pelimpahan wewenang

pembentukan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan


13
Farida Maria Indrati Soeprapto, 1998 “Ilmu Perundang-Undangan Dasar dan
Pembentukannya”, Yogyakarta, Kanisius.
12

perundang-undangan yang lebih rendah. Wewenang ini diberikan hanya untuk

sementara, sehingga wewenang tersebut hanya diwakilkan.

Selain itu juga dalam membentuk suatu peraturan yang perlu diingat bahwa

adanya suatu aturan yang tergolong harmonis, hal ini penting untuk menciptakan

suatu aturan yang pada nantinya tergolong ideal. Pembentukan perturan

perundang-undangan yang harmonis dan mudah diterapkan dimasyarakat

merupakan salah satu pilar utama bagi penyelenggaraan suatu negara. Apabila kita

membicarakan ilmu perundang-undangan, maka kita juga akan membicarakan

mengenai proses pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut dalam suatu

negara, dan sekaligus seluru peraturan-peraturan negara yang merupakan hasil

pembentukan peraturan-peraturan negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat

daerah.14

Hal yang jarang diperhatikan mengenai asas-asas dalam pembentukan

hukum peraturan perundang-undangan, dikemukakan oleh Attamimi ada 3 (tiga)

camam mengenai asas-asas pembentukan perudang-undangan, sebagai berikut:

a. Asas cita hukum Indonesia, yaitu Pancasila disamping sebagai rechtsidee

yang juga merupakan norma fundamental negara.15

b. Asas bernegara berdasarkan atas hukum dan asas pemerintahan berdasarkan

sistem konstitusi. Berdsarakan prisip ini Undang-Undang sebagai alat

peraturan yang khas ditempatkan dalam keutamaan hukum dan juga sebagai

dasar dan batas penyelenggaraan pemerintahan.16

14
Dwiyanto Agus, 2008 “Mewujudkan Good Gorvernance Melalui Pelayanan Publik”,
Cetakan Ke Tiga, Yogyakarta, Gajah Mada University Press.
15
Ibid.
16
Ibid.
13

c. Asas lainnya, yang meliputi asas formal dan asas materiil.17

Setiap warga Negara tidak akan pernah bisa menghindari dari hubungan

dengan birokrasi pemerintah. Pada saat yang sama, birokrasi pemerintah adalah

satu-satunya organisasi yang memiliki legitimasi untuk melaksanakan berbagai

peraturan dan kebijakan menyangkut masyarakat secara luas dan warga Negara.

Itulah sebabnya pelayanan pelayanan yang diberikan oleh birokrasi pemerintah

menuntut tanggung jawab secara moral yang tinggi dalam melaksanakan

kewajiban dalam rangka menciptakan pelayanan publik yang baik. Namum

sayangnya tanggung jawab moral dan tanggung jawab professional ini menjadi

salah satu titik lemah yang krusial dalam birokrasi pelayanan publik di Negara

Indonesia. Dalam artian sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dalama

pelaksanaan pelayanan publik di lapangan. Padahal ketentuan-ketentuan secara

legal formal sudah baik dan benar yang disusun dan disahkan oleh para pengambil

kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam bentuk

peraturan daerah.18

Memang sangat tragis jika kita melihat pelayan publik yang dilakukan di

Negara Indonesia tercinta kita ini, sering terdengar dimana-mana baik dimedia

massa sampai media elektronik. Terdengarnya penyimpangan-penyimpangan

yang dilakukan oleh instansi-instansi yang melakukan pelayanan publik. Mulai

dari mempersulit masyarakat dengan alasan prosedur birokrasi dan praktik-praktik

Korupsi Kolusi Dan Nepotisme (KKN).19

17
Loc.It. Widyadharma, Ignatius. Hal. 31
18
T.Y Galih., 2011“,Public Service Dalam Teori Dan Realita” html,2011.
19
Kartasapoetra. G dan Rience. G. Widianingsih. 1982. Pokok-Pokok Hukum Perburuhan.
Bandung. Hal. 45
14

Keberadaan mengenai aturan dalam pelaksanaan pelayanan publik sekala

propinsi seperti Kota Batam memang sudah menjadi keharusan, mengingat

banyaknya suatu tugas yang dibebekan kepada pihak pemerintah untuk

memberikan pelayaan kepada masyarakat secara luas.20 Dapat dibayangkan

apabila tidak adanya suatu aturan mengenai pelayanan publik disuatu daerah dapat

dipastikan terdapat beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh pihak pelaksana

birokrasi pada khususnya, selain itu juga dari sisi masyarakat itu sendiri. Yang

kita ketahui bersama bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik disuatu

daerah sering terjadi penyimpangan yang dikelukan kepada masyarakat, semisal

dengan adanya birokrasi yang berbelit-belit sehingga membuat masyarakat

menjadi resah dan jenuh terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh

pihak borikrat itu sendiri.21

Sedangkan dalam pelayanan publik yang diharapkan oleh masyarakat dan

kita bersama adanya suatu pelayanan publik yang mudah untuk dilaksanakan.

Tetapi apa yang diharapkan tidaklah selamanya berjalan sesuai dengan rencana.

Dalam hal ini menurut penulis tidak adanya harmonisasi baik pada sisi

pelaksanaan maupun aturan yang dibuat oleh pihak pemerintah.22 Sebagai salah

satu contoh yang dicetak oleh Kompas terdapatnya laporan dari pihak masyarakat

mengenai pelayanan publik yang terjadi di Kota Batam dimana masyarakat selalu

dipersulit atas tindakan para birokrat yang selalu berbelit-belit untuk mempersulit

20
Op.Cit. Effendi, Sofyan. Hal 15
21
Asikin, Zainal. 2004. Dasar-Dasar Hukum . Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.hal. 30
22
Loc.It. Asikin, Zainal. Hal. 35
15

masyarakat yang mempunyai keperluan mengenai pengurusan suatu identitas

seperti Kartu Tandan Penduduk (KTP), perijinan tanah dan lain sebagainya.

Dengan adanya suatu pemberitaan yang menyimpang terhadap pelayaan

publik di Kota Batam oleh pihak masyarakat hal ini sudah menyimpangi

ketentuan dalam proses pelayanan publik yang sudah di jadikan aturan hukum

melalui Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan

Publik Di Kota Batam khususnya pada BAB II Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup

pada ketentuan pasal 2 (dua) Asas Penyelenggara pelayanan publik angka 6 asas

profesionalisme jika dikorelasikan dengan apa yang terjadi dalam pelayanan

publik di Kota Batam yang sempat diberitakan oleh pihak media Kompas adanya

tindakan berbelit-belit yang dilakukan oleh para pelaksana birokrat tidaklah sesuai

dengan asas yang termaktup dalam perda Propinsi Jawa Timur ini. Yang menurut

penulis dengan adanya tindakan yang mempersulit masyarakat dalam proses

pelayanan publik adalah suatu tindakan yang tidak profesional yang dilakukan

oleh para birokrat.

Selain itu dari segi teknik penyusunan peraturan perundang-undangan,

berdasarkan analisa yang dilakukan oleh penulis terhadap Perda Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Pelayanan Publik Di Kota Batam diperoleh data bahwa dalam

penyususnan perda juga belum mengikuti teknik penyusunan peraturan

perundang-undangan sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.
16

B. Isi Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Pelayanan Publik

1. Konsideran

a. Pembukaan

b. Dalam pokok-pokok suatu pemikiran yang terkandung dalam konsideran

Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Publik Di Kota Batam

belum memuat aspek-aspek yang wajib dimasukkan dalam suatu peraturan

yang dibuat yakni aspek filosofis, dan sosiologis yang menjadi hal yang

fundamental dalam pembuatun perda.

c. Aspek filosofis dalam Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan

Publik Di Kota Batam hanya memasukkan bahwa dibentuknya perda ini

hanya merupakan suatu kewajiban pemerintah semata, menurut penulis

seharusnya memuat mengenai diperlukan pembentukan perda ini

dikarenakan atas adanya suatu kebutuhan masyarakat yang semakin hari

semakin meningkat dengan suatu birokrasi pemerintahan.

d. Sedangkan pada aspek sosiologis pada Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pelayanan Publik Di Kota Batam hanya menitik beratkan pada suatu

peningkatan kualitas pelayanan publik seharusnya peraturan yang dibuat

sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan sosial masyarakat Kota Batam.

Tidak hanya semata-mata untuk meningkatkan kualitas suatu pelayanan

publik, seharusnya memasukkan mengenai semakin banyaknya suatu

keperluan dalam kehidupan masyarakat dengan suatu pemerintahan

khususnya mengenai perijinan.


17

2. Dasar Hukum

Dasar hukum yang tercantum dalam perda seharusnya suatu peraturan

perundang-undangan yang mempunyai relevansi yang sangat urgen dengan perda

yang akan dibentuk, tetapi kenyataan yang terjadi sering kali terdapat dalam

pembuatan suatu perda perancang perda sering memasukkan peraturan

perundang-undangan atau dasar hukum yang tidak mempunyai relevansi secara

signifikan dan juga sering dimasukkan dalam perda. Seperti pada Perda Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Pelayanan Publik Di Kota Batam yang memasukkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4125). Menurut penulis hal ini tidak

perlu untuk dimasukan kerena pelayanan publik tidak mempunyai relevansi yang

cukup signifikan dengan perda yang dibuat. Sehingga dalam perda pelayanan

publik Kota Batam ini dapat dikatakan pemborosan dasar hukum yang

dimasukkan dalam konsideran.

3. Diktum

Kata “MEMUTUSKAN” dalam suatu peraturan khususnya Perda Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Pelayanan Publik Di Kota Batam yang ditulis dengan tulisan

bersambung adalah suatu teknik penulisan yang salah. Seharusnya kata

“MEMUTUSKAN” harus ditulis dengan menggunakan spasi seperti “M E M U T

U S K A N”.
18

4. Batang Tubuh

a) Ketentuan Umum

Kata-kata yang digunakan dalam ketentuan umum pada Perda Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Pelayanan Publik Di Kota Batam menurut hemat penulis

tidak sistematis khususnya pada angka 5 dan angka 6. Pada angka 5 memberikan

pengertian mengenai komisi pelayanan publik Kota Batam sedangkan terlebih

dahulu pada angka 6 ketentuan umum memberikan pengertian mengenai

pelayanan publik, seharusnya untuk memberikan penjelasan secara sistematis

terlebih dahulu meberikan pengertian mengenai pelayanan publik terlebih dahulu

setelah itu pengertian mengenai komisi pelayanan publik itu sendiri. Selain itu

juga dalam ketentuan umum juga ada kata atau istilah yang tidak terdapat dalam

materi muatan seperti pada BAB IV Tentang Tata Kelola Pelayanan Publik yang

tidak tercantum didalamnya juga ada yang dimuat dalam ketentuan umum tetapi

tidak tercantum dalam materi muatan seperti pengertian media pada angka 14

ketentuan umum.

b) Ketentuan Pidana

Papa ketentuan pidana Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan

Publik Di Kota Batam tidak memberikan arti yang cukup detail mengenai

pelanggaran administratif yang dimaksudkan hanya memberikan gambaran secara

umum dengan redaksi “Pelanggaran administratif yang dilakukan oleh

penyelenggara pelayanan publik dikenakan sanksi administrasi” sehingga perlu


19

diberikan pengertian-pengertian mengenai pelanggaran administratif yang

dimaksud dalam perda ini sehingga pada nantinya tidak menimbulkan multi tafsir

pada kalangan akademisi hukum dan para pengamat peraturan perundang-

undangan lainnya. Menurut penulis juga apabila tidak adanya kejelasan dalam

ketentuan pidana (kententuan sanksi) dapat menjadi acuhan para pelaku

penyalahgunaan kewenangan untuk mendapatkan suatu keuntungan dalam

pelayanan publik. Sehingga secara esensial menurut penulis menjadi suatu

keharusan adanya perumusan pengertian yang dimaksud dengan pelanggran

administratif tersebut sehingga memperoleh kejelasan yang pasti.

5. Penutup

Pada tahap terakhir ini khususnya mengenai Perda Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Pelayanan Publik Di Kota Batam terdapat beberapa penyimpangan dalam

penulisan mengenai penggunaan gelar pejabat yang menandatangani perda ini

masih mencantumkan gelar akademisnya dan nomor induk kepegawaiannya.

Seharusnya pejabat yang menandatangani dalam pengesahan perda tidaklah perlu

mencantumkan gelar akademisi dan nomor induk kepegawaian yang dimiliki.

Memang dalam pembentukan perda yang baik adalah suatu proses pembentukan

atau pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari

proses perencanaan, perancangan, perumusan, pembahasan, pengesahan,

pengundangan, penyebarluasan serta proses evaluasi perda tersebut. Untuk

membuat suatu perda yang ideal tidaklah mudah seperti apa yang dibayangkan,

membuat suatu perda bukanlah suatu perkejaan yang mudah, karena itu
20

diperlukan orang-orang yang mempunyai keterampilan dibidang akademisnya

yakni orang-orang yang betul-betul mengerti mengenai pembuatan perancangan

peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini salah satu yang harus dipahami

oleh setiap perancang peraturan perundang-undangan adalah merumuskan secara

baik dan benar landasan peraturan perundang-undangan yang dibentuk sehingga

mampu mencerminkan peraturan perundang-undangan yang biak.

Dalam penyusunan perda yang baik selain memerlukan orang-orang yang

memiliki kapasitas tertentu dibidang teknis perancangan peraturan perundang-

undangan juga diperlukan suatu partisipasi masyarakat agar dalam pembentukan

perda tersebut tetap sasaran. Dengan begitu dalam perancangan suatu perda perlu

mengingat hal urgen yakni adanya partisipasi masyarakat yang ketentuan tersebut

sudah dituangkan dalam BAB X Pasal 53 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menjelaskan bahwa

masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka

penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan

daerah.

Pentingnya membuka media partisipasi kepada masyakat dalam rangka

pembentukan suatu peraturan daerah memberikan banyak manfaat yang dapat

diambil Sad Dian Utomo mengatakan manfaat partisipasi masyarakat dalam

pembuatan kebijakan publik, termasuk dalam pembuatan perda adala sebagai

berikut:

1. Memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik.


21

2. Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga

mengetahui dan terlibat dalam pembuatan kebijakan publik.

3. Meningkatkan kepercayaan warga kepada pihak eksekutif dan legislatif

dalam pembuatan perda.

4. Efesiensi sumber daya, sebab dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam

pembuatan kebijakan publik dan mengetahui kebijakan publik, maka sumber

daya yang digunakan dalam sosialisasi kebijakan publik dihemat.

Selain hal di atas juga perlu diperhatikan mengenai Teknik dan Asas

Pembuatan Perda yang baik meningat pembuatan suatu perda bukalah suatu hal

yang cukup mudah melainkan suatu pekerjaan yang cukup menguras kemampuan,

paling tidak ada 4 syarat bagi peraturan perundang-undangan termasuk perda yang

baik yaitu: yuridis, sosiologis, filosofis, dan tekni perancangan peraturan

perundang-undangan yang baik:

a. Landasan fundamental

Uraian yang memuat tentang pemikiran terdalam yang harus terkandangn

dalam peraturan perundang-undangan dan pandangan hidup yang mengarahkan

pembuatan peraturan perundang-undangan. Pemikiran terdalam dan padnangan

hidup yang harus tercermin dalam peraturan perundang-undangan adalah nilai-

nilai proklasmasi pancasila.

b. Landasan Yuridis

Uraian tentang ketentuan hukum yang menjadi acuan dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan. Landasan yuridis meliputi:


22

1. Yuridis formal yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang merujuk atau

memberi kewenangan kepada lembagai/organ atau lingkungan jabatan untuk

membuat suatu peraturan perundang-undangan.

2. Yuridis materiil yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang menentukan isi dari

peraturan perundang-undangan yang dibentuk.

c. Landasan Sosiologis

Bahwa perda harus mencerminkan kenyataan hidup dalam masyarakat.

Dengan demikian perda yang dibentuk dapat diterima masyarakat, memeiliki daya

laku efektif, dan tidak banyak memerlukan pengerahan institusi/penegakan hukum

dalam pelaksanaannya.

6
TAHUN 2014
5
TAHUN 2013
4
TAHUN 2012
3 TAHUN 2011

0
PERDA KOTA BATAM
23

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bagian terakhir tulisan ini berdasarkan analisa yang ditemukan oleh

penulis dalam Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Publik Di Kota

Batam maka para pelaku (pembentuk) suatu peraturan disuatu daerah tidak terlalu

jelih dan tidak terlalu memperhatikan aturan-aturan dalam peraturan perundang-

undangan khsusnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang

Pembentukan Perundang-Undangan, sehingga banyak terdapat hal-hal yang

termasuk memberikan cacat lahir pada peturan yang dikeluarkan.

Seperti pada diktum kata “MEMUTUSKAN” masih dicetak dengan tulisan

normal tanpa adanya spasi diantara setiap hukum, ketentuan umum tidak

tersistematis dalam memberikan pengertian serta dalam ketentuan umum juga ada

materi muatan yang tidak dijelaskan pengertiannya pada ketentuan umum

khusunya pada pasal 8 Perda Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pelayanan Publik Di

Kota Batam.

Dari bagian terakhir (penutup) dalam Perda Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

Pelayanan Publik Di Kota Batam pejabat yang menandatangani penetapan perda

masih menggunakan gelar akademisi dan nomor induk kepegawaian, yang

semestinya tidak perlu untuk di tuangkan pengesahan penetapan perda.


24

B. Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis dalam tulisan yang singkat ini, agar

kiranya pihak pemerintah sering memberikan pelatihan kepada para pembuat

peratuaran daerah (legal drafter) dengan mendatangkan para ahli dibindang

pembuatan peraturan daerah itu sendiri. Dengan harapan agar pada nantinya para

legal drafter dapat membuat suatu perda yang baik (perda yang sesuai dengan

sasaran).
25

Daftar Pustaka

1. Bagirmanan, 1992 “Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia” ,Jakarta ,

Ind-Hill-Co.

2. Budiman NPD Sinaga dan Jazim Hamidi, 2005 “Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan Dalam Sorotan”, Jakarta, PT.Tata Nusa.

3. Dwiyanto Agus, 2008 “Mewujudkan Good Gorvernance Melalui Pelayanan

Publik”, Cetakan Ke Tiga, Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

4. Farida Maria Indrati Seprapto, 2007,“Ilmu Perundang-Undangan”, Jogyakarta

Kanisius.

5. Farida Maria Indrati Soeprapto, 1998 “Ilmu Perundang-Undangan Dasar dan

Pembentukannya”, Yogyakarta, Kanisius.

6. Hidayat Ahmad, 2010, dalam artikel, “Transparansi Dalam Penyelenggaraan

Pelayanan Publik”, Jakarta, PT. Refika Adimata.

7. Hamidi Jazim dkk, 2011 “Optik Hukum Peraturan Daerah Bermasalah

Menggas Peraturan Daerah Yang Responsif dan Berkesinambungan”, Prestasi

Pustaka , Jakarta.

8. Media Kompas Dapat Diakses Melalui www.Kompas .com.

9. Muchlis dan Hamdi. 2001 “Good Governance dan Kebijakan Otonomi

Daerah”, dalam Jurnal Otonomi Daerah 2001.

10. Pandji, 2009, “Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance”,

Cetakan Ke Dua, Bandung PT. Refika Adimata.


26

11. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pelayanan

Publik Kota Batam.

12. Redaksi Explore Indonesia, 2008, “Menyonsong Pelaksanaan Undang-

Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)”, http://www.explore-

indo.com/layanan-publik/48-layanan-publik/174-pelayanan-publik-bagian-

1.html.

13. T.Y Galih., 2011“,Public Service Dalam Teori Dan Realita”

http://pustakaclicker.blogspot.com/2011/01/public-service-dalam-teori-dan-

realita.html,2011.

14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

15. Winarsih,dan Ratminto, 2005, “Manajemen Pelayanan : Pengembangan

Model Konseptual”, Penerapan Citizen’s Charter, dan Standar Pelayanan

Minimal”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai