Anda di halaman 1dari 12

Sistem Manajemen Mutu

A. Penegertian dan Ruang Lingkup Sistem Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu memiliki definisi yaitu sebagai suatu sistem untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi dalam hal mutu disamping itu juga
berguna sebagai suatu sistem manajemen untuk menetapkan kebijakan dan sasaran
serta untuk mencapai sasaran itu. Terdapat persyaratan umum yang harus diperhatikan
oleh suatu organisasi dalam sistem manajemen mutu yaitu :

1. Menetapkan sistem manajemen mutu


2. Mendokumentasikan sistem manajemen mutu
3. Mengimplementasikan sistem manajemen mutu
4. Memelihara sistem manajemen mutu dan

Ke empat elemen ini harus selalu diperhatikan dan terus menerus melakukan
perbaikan guna keefektifannya. Adapun fungsi dari manajemen dalam sistem
manajemen mutu yaitu berupa POAC (Planning, Organizing, Actuating dan
Controlling)

1. Planning, atau proses perencanaan adalah proses yang menyangkut upaya yang
dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan
penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan
organisasi.
2. Organizing, atau dalam bahasa Indonesia perorganiasasian merupakan proses
menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam
perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh,
sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa
semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna
pencapaian tujuan organisasi
3. Actuating,atau pelaksanaan dan implementasi, perencanaan dan
pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan pelaksanaan
kerja. Untuk itu maka dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerjasama.
Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi,
misi dan program kerja organisasi. Pelaksanaan kerja harus sejalan dengan
rencana kerja yang telah disusun. Kecuali memang ada hal-hal khusus sehingga
perlu dilakukan penyesuian. Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas,
fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-masing SDM untuk
mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.
4. Controlling, proses pengawasan dan pengendalian adalah proses yang dilakukan
untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan,
diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang
diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis
yang dihadapi.
Untuk ruang lingkup sistem manajemen mutu itu sendiri terdiri dari:
 Membuktikan kemampuannya secara konsisten dalam pemenuhan produk
sesuai dengan persyaratan pelanggan dan undang-undang yang berlaku.
 Meraih kepuasan pelanggan melalui penerapan sistem yang efektif, termasuk
proses – proses yang diperlukan untuk peningkatan kinerja secara
berkesinambungan dan jaminan terhadap kesesuaian persyaratan pelanggan
dan undang – undang yang berlaku.

B. Perkembangan Sistem Manajemen Mutu

Proses perkembangan menuju era mutu merupakan proses yang cukup panjang
dengan melewati berbagai pengalaman dan pendekatan metode yang bermacam-macam.
Perkembangan mutu yang terjadi tidak lepas dari awal perubahan era menuju era industri
di mana mulai dipergunakannya mesin-mesin untuk membantu proses produksi. Secara
garis besar perkembangan atau evolusi mutu adalah sebagai berikut:

1. Era Tanpa Mutu


Merupakan era di mana persaingan belum terjadi oleh karena produsen atau
pemberi pelayanan belum banyak, sehingga pelanggan pun belum diberi kesempatan
untuk memilih. Hal ini terjadi pula pada organisasi pemberi pelayanan publik. Pada
lembaga pelayanan publik yang dikelola oleh pemerintah, masyarakat sebagai
pelanggan tidak diberikan hak untuk menuntut mutu pelayanan yang lebih baik atau
yang diharapkan. Keadaan ini menyebabkan mutu pelayanan organisasi publik belum
menjadi penilaian. Pengguna hanya mengutamakan yang penting ada dan dapat
dipergunakan saja.
2. Era Inspeksi
Era ini dimulai oleh perusahaan – perusahaan yang memproduksi barang. Hal
ini terjadi karena mulai adanya persaingan antar-produsen. Dengan demikian setiap
perusahaan mulai melakukan pengawasan terhadap produknya. Pada era ini juga
mulai dilakukan pemilahan mutu barang yang dilakukan melalui inspeksi. Namun
mutu produk hanya pada atribut yang melekat pada produk. Oleh karena itu, mutu
hanya dipandang produk yang rusak, cacat atau hanya pada penyimpangan dari atribut
yang seharusnya melekat pada produk tersebut. Era ini menekankan pada deteksi
masalah, keseragaman produk serta pengukuran dengan alat ukur yang dilakukan oleh
yang berfungsi menginspeksi. Fokus perusahaan terhadap mutu belum besar dan
terbatas pada produk akhir yaitu dilihat yang cacat atau rusak yang dibuang sedang
yang baik yang dilepas ke konsumen.

Era inspeksi ditandai dengan perhatian yang rendah dari pihak manajemen
terhadap mutu produk. Tanggung jawab terhadap mutu produk didelegasikan pada
departemen inspeksi yang bertugas hanya pada pendeteksian dan penyisihan produk
yang tidak memenuhi syarat kualitas dari produk yang baik. Pada era ini belum ada
perhatian terhadap kualitas proses dan sistem untuk merealisasikan produk tersebut.

3. Era Pengendalian Mutu


Era Pengendalian Mutu dimulai sekitar tahun 1930-an. Era ini disebut juga era
statistical control, yang lebih menekankan pada pengendalian, keseragaman produk
dan pengurangan aktivitas inspeksi serta dilakukan Departemen Teknis dan
Departemen Inspeksi. Pada era ini pula diperkenalkan pandangan baru terhadap
konsep Walter A Shewart, .Menurut pandangan ini mutu produk merupakan
serangkaian karakteristik yang melekat pada produk yang dapat diukur secara
kuantitatif.

Di era statistical quality control atau jaman pengendalian mutu, manajemen


telah mulai memperhatikan pentingnya pendeteksian yaitu dengan cara departemen
inspeksi sudah mulai dilengkapi dengan alat dan metode statistik dalam mendeteksi
penyimpangan yang terjadi dalam atribut produk yang dihasilkan dari proses
produksi. Terdapat perubahan dalam penanganan mutu produk yaitu hasil deteksi
yang secara statistikal dari penyimpangan mulai dipergunakan oleh departemen
produksi untuk memperbaiki proses dan sistem produksi.
4. Era Jaminan Mutu (Quality Assurance)
Era jaminan mutu ini dimulai pada sekitar tahun 1960-an yang menekankan
pada koordinasi, pemecahan masalah secara proaktif.. Pada era ini mulai dikenal
adanya konsep total Quality Control (TQC) yang diperekenalkan oleh Armand F pada
tahun 1950.

Jaminan mutu merupakan seluruh perencanaan dan kegiatan sistematik yang


diperlukan untuk memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa suatu barang
atau jasa dapat memenuhi persyaratan mutu. Jaminan mutu merupakan bagian dari
manajemen mutu yang difokuskan pada peningkatan kemampuan untuk memenuhi
persyaratan mutu.

Oleh karena itu, jaminan mutu dilaksanakan secara berkesinambungan


sistematis, objektif, dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab, masalah
mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan dan selanjutnya
menetapkan serta melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan
kemampuan yang tersedia, menilai hasil yang dicapai, dan menyusun saran tindak
lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan. (Azwar, 200).

Sejak era inilah peran manajemen mulai diperhitungkan untuk terlibat dalam
penentuan dan penanganan mutu produk. Selain itu dalam era jaminan mutu ini pula
mulai diterapkan bukan hanya pada industri manufaktur, tetapi juga pada industri
jasa.

Di Indonesia era ini berkembang ditandai dengan dibentuknya Gugus Kendali


Mutu (GKM) di masing - masing bagian atau divisi pada setiap organisasi. Kegiatan
GKM ini diprakarsai oleh Departemen Perindustrian dan Departemen Tenaga Kerja,
kemudian diikuti oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Lainnya. Pada era ini
GKM digalakkan bukan hanya secara parsial, tetapi lebih bersifat nasional. Hal ini
terlihat dengan dilakukannya konvensi GKM tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan
tingkat nasional.

Menyimak konsep era Statistical Control ini dapat diterapkan tidak hanya pada
parusahaan manufaktur, maka sejak era ini pula Manajemen Mutu mulai diterapkan
pada organisasi non barang atau organisasi jasa, seperti pada Rumah Sakit, Puskesmas
dan organisasi jasa lainnya.
5. Era Management Mutu Terpadu atau Total Quality Management
Total Quality Management (TQM) dimulai pada tahun 1980 – an, era ini
menekankan pada manajemen stratejik. TQM merupakan suatu sistem yang berfokus
kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkesinambungan kepuasan
pelanggan pada titik penekanan biaya agar sama dengan biaya yang sesungguhnya
untuk menghasilkan dan memberikan pelayanan. TQM juga sebuah upaya untuk
mencapai keunggulan kompetitif serta mengutamakan kebutuhan pasar dan konsumen
yang dilakukan oleh setiap orang dalam organisasi dengan leadership yang kuat dari
pimpinan.

Management mutu terpadu atau Total Quality Management disebut pula


Continuous Quality Improvement (CQI). Total Quality yang berarti komitmen dan
pendekatan yang digunakan secara terus-menerus untuk meningkatkan setiap proses
pada setiap bagian organisasi. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memenuhi bahkan
melampui harapan dan outcome dari customer.

Tujuan dari diterapkan TQM perlu adanya perubahan budaya serta komitmen
dari seluruh jajaran mulai pimpinan puncak sampai level terbawah. Agar TQM dapat
berkelanjutan maka organisasi harus didukung oleh budaya yang mendukung yang
menekankan pada kerja kelompok, pemberdayaan dan partisipasi karyawan,
peningkatan terus menerus fokus pada pelanggan serta kepemimpinan yang tepat.
Prinsip TQM secara keseluruhan proses produk maka titik beratnya pada penanganan
kualitas pada seluruh aspek organisasi.

6. Era Sistem Manajemen Mutu


Era ini dimulai pada sekitar tahun 1943 yaitu pada masa perang dunia II, di
mana sekutu mulai mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan peledak. Hal ini
terkait dengan mutu bahan peledak untuk keperluan militer terutama oleh pasukan
Inggris. Berdasarkan keadaan tersebut pihak militer Inggris mengembangkan
serangkaian standar yang secara umum dapat menunjukkan kemampuan suatu
perusahaan dalam menyediakan produk bermutu tinggi serta konsisten bagi
kepentingan bahan militer.

Pada akhir tahun 1960, disusun standar sistem mutu AQAP (Allied Quality
Assurance Publicators) yaitu pengembangan standar yang sudah ada sebagai sistem
kendali dengan tujuan utamanya adalah untuk mengendalikan pemasok dalam
pemenuhan persyaratan.

Pada tahun 1979 anggota ISO untuk Inggris yaitu British Standard Institute,
menyerahkan proposal kepada ISO agar dibentuk suatu komite teknis baru untuk
menyiapkan standar internasional yang berkaitan dengan teknik dan praktik
penjaminan mutu, maka dibentuklah komite teknis baru dengan nomor ISO/TC 176.
Sebagai hasil kerja ISO/TC 176, pada tahun 1987 dipublikasikan seri standar ISO
9000 yaitu sistem manajemen mutu yang merangkum sebagian besar standar
sebelumnya di samping peningkatan dan penjelasan standar baru.

C. Prinsip dan Model Sistem Manajemen Mutu


Prinsip sistem manajemen mutu meliputi:
1. Fokus Pada Pelanggan
Fokus utama manajemen mutu adalah guna memenuhi persyaratan
pelanggan dan untuk berupaya melebihi harapan pelanggan. Kesuksesan
berkesinambungan dicapai saat organisasi menarik dan mempertahankan
kepercayaan pelanggan dan pemangku kepentingan lain. Tiap aspek interaksi
pelanggan memberikan peluang untuk menciptakan nilai lebih kepada
pelanggan. Pemahaman kebutuhan saat ini dan masa depan dari pelanggan
memberikan sumbangsih kepada kesuksesan berkesinambungan dari
organisasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fokus pada
pelanggan:
 Identifikasikan pelanggan langsung dan tidak langsung.
 Pahami kebutuhan dan harapan tiap pelanggan pada saat ini dan masa
depan.
 Kaitkan sasaran organisasi dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
 Komunikasikan kebutuhan dan harapan pelanggan di seluruh
organisasi.
 Rencanakan, rancang, kembangkan, hasilkan, berikan, dan dukung
produk dan layanan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan.
 Ukur dan pantau kepuasan pelanggan serta ambil tindakan yang sesuai.
 Tentukan dan tanggapi kebutuhan dan harapan pemangku kepentingan
yang relevan, yang dapat memengaruhi kepuasan pelanggan
 Kelola hubungan dengan pelanggan untuk mencapai kesuksesan yang
berkesinambungan
2. Kepemimpinan (Leadership)
Pemimpin pada semua tingkatan menetapkan kesatuan sasaran dan
arahan, serta menciptakan kondisi yang membuat semua orang terlibat dalam
pencapaian sasaran mutu organisasi. Penciptaan kesatuan sasaran, arahan, dan
pelibatan ini memungkinkan organisasi untuk menyelaraskan strategi,
kebijakan, proses, dan sumber daya untuk mencapai sasaran organisasi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepemimpinan:
 Komunikasikan misi, visi, strategi, kebijakan, dan proses ke seluruh
organisasi.
 Ciptakan dan pertahankan nilai bersama, keadilan, dan model etika
perilaku pada semua tingkatan organisasi.
 Terapkan budaya kepercayaan dan integritas.
 Dorong komitmen menyeluruh terhadap mutu.
 Pastikan semua pemimpin pada semua tingkatan dapat menjadi contoh
yang baik.
 Sediakan sumber daya, pelatihan, dan wewenang agar semua orang
dapat bertindak dengan bertanggung jawab.
 Berikan inspirasi, dorongan, dan pengakuan terhadap kontribusi
anggota organisasi.
3. Pelibatan Orang (Engagement Of People)
Organisasi perlu memastikan semua orang kompeten, diberdayakan,
dan dilibatkan dalam pemberian nilai organisasi. Orang-orang yang kompeten,
diberdayakan, dan dilibatkan di seluruh organisasi akan meningkatkan
kapasitas organisasi untuk menciptakan nilai. Untuk mengelola organisasi
secara efektif dan efisien, semua orang pada semua orang perlu dilibatkan dan
dihargai sebagai individu. Pengakuan, pemberdayaan, dan peningkatan
keterampilan dan pengetahuan memfasilitasi pelibatan orang dalam
pencapaian sasaran organisasi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelibatan orang:
 Dorong pemahaman tentang pentingnya kontribusi individu
 Promosikan kolaborasi di seluruh organisasi
 Fasilitasi diskusi terbuka serta pembagian pengetahuan dan
pengalaman
 Berdayakan orang untuk menentukan hambatan kinerja dan untuk tidak
takut berinisiatif
 Akui dan hargai kontribusi, pembelajaran, dan perbaikan individu
 Terapkan evaluasi mandiri kinerja terhadap sasaran individu
 Lakukan survei kepuasan individu, komunikasikan hasil, dan ambil
tindakan yang sesuai
4. Pendekatan Proses (Process Approach)
Hasil yang konsisten dan terprediksi dapat dicapai dengan lebih efektif
dan efisien saat aktivitas dipahami dan dikelola sebagai proses yang saling
terkait yang berfungsi sebagai suatu sistem yang terpadu. Sistem manajemen
mutu terdiri atas proses yang saling terkait. Pemahaman bagaimana suatu
keluaran dihasilkan oleh sistem ini, termasuk semua proses, sumber daya,
pengendalian, dan interaksi, memungkinkan pengoptimalan kinerja organisasi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendekatan proses:
 Tentukan sasaran sistem serta proses yang diperlukan untuk mencapai
sasaran tersebut
 Terapkan kewenangan, tanggung jawab, dan akuntabilitas pengelolaan
proses
 Pahami kapabilitas organisasi dan tentukan keterbatasan sumber daya
sebelum melakukan tindakan
 Tentukan ketergantungan antarproses, serta analisis efek modifikasi
pada suatu proses terhadap keseluruhan sistem
 Kelola proses dan hubungan antarproses sebagai suatu sistem untuk
mencapai sasaran mutu organisasi secara efektif dan efisien
 Pastikan ketersediaan informasi yang diperlukan untuk menjalankan
dan memperbaiki proses, serta untuk memantau, menganalisis, dan
mengevaluasi kinerja sistem secara menyeluruh
 Kelola risiko yang dapat memengaruhi keluaran proses dan
keseluruhan hasil dari sistem manajemen mutu
5. Perbaikan (Improvement)
Organisasi yang sukses terus-menerus menekankan pada perbaikan.
Perbaikan penting bagi organisasi untuk memelihara tingkat kinerja saat ini,
untuk menanggapi perubahan kondisi internal dan eksternal, serta untuk
menciptakan peluang baru.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perbaikan:
 Dorong penetapan sasaran perbaikan pada semua tingkatan organisasi
 Didik dan latih orang pada semua tingkatan tentang cara penerapan alat
dan metodologi dasar untuk mencapai sasaran perbaikan
 Pastikan kompetensi SDM untuk menjalankan proyek perbaikan
 Kembangkan proses untuk menerapkan proyek perbaikan di seluruh
organisasi
 Lacak, tinjau, dan audit perencanaan, penerapan, penyelesaian, dan
hasil proyek perbaikan
 Integrasikan pertimbangan perbaikan dalam pengembangan produk,
layanan, dan proses yang baru atau yang diubah
 Akui dan hargai perbaikan
6. Pengambilan Keputusan Berbasis Bukti (Evidence-Based Decision Making)
Keputusan berdasarkan analisis dan evaluasi data dan informasi lebih
berpeluang untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pengambilan keputusan
dapat menjadi proses yang kompleks dan selalu melibatkan ketidakpastian.
Proses ini kadang melibatkan beragam jenis dan sumber masukan, serta
interpretasi terhadap masukan tersebut, yang dapat bersifat subjektif.
Diperlukan pemahaman terhadap hubungan sebab dan akibat serta potensi
dampak yang tidak diinginkan. Fakta, bukti, dan analisis data meningkatkan
objektivitas dan kepercayaan dalam pengambilan keputusan.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengambilan keputusan
berbasis bukti:
 Tentukan, ukur, dan pantau indikator utama terhadap kinerja organisasi
 Sediakan data yang diperlukan bagi orang-orang yang relevan
 Pastikan bahwa data dan informasi cukup tepat, andal, dan aman
 Analisis dan evaluasi data dan informasi dengan metode yang tepat
 Pastikan kompetensi SDM untuk menganalisis dan mengevaluasi data
sesuai kebutuhan
 Ambil keputusan dan tindakan berdasarkan bukti yang diseimbangkan
dengan pengalaman dan intuisi
7. Manajemen Hubungan (Relationship Management)
Guna mencapai kesuksesan yang berkesinambungan, organisasi
mengelola hubungannya dengan para pemangku kepentingan, seperti
pemasok. Pemangku kepentingan memengaruhi kinerja organisasi.
Pengelolaan hubungan dengan para pemangku kepentingan ini
mengoptimalkan pengaruh mereka terhadap kinerja organisasi. Manajemen
hubungan dengan pemasok dan jaringan mitra seringkali memiliki
kepentingan tertentu.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan manajemen hubungan:
 Tentukan pemangku kepentingan yang relevan (msl pemasok, mitra,
pelanggan, investor, karyawan, atau komunitas) serta hubungan
mereka dengan organisasi
 Tentukan dan prioritaskan hubungan dengan pemangku kepentingan
yang perlu dikelola
 Ciptakan hubungan yang menyeimbangkan manfaat jangka pendek
dengan jangka panjang
 Kumpulkan dan bagikan informasi, keterampilan, dan sumber daya
dengan pemangku kepentingan yang relevan
 Ukur kinerja dan berikan umpan balik kinerja kepada pemangku
kepentingan sesuai kebutuhan guna meningkatkan inisiatif perbaikan
 Jalankan aktivitas pengembangan dan perbaikan kolaboratif dengan
pemasok, mitra, dan pemangku kepentingan lain
 Dorong dan hargai perbaikan dan pencapaian dari pemasok dan mitra
Gambar Model Sistem Manajemen Mutu

Model proses sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Suatu organisasi bila ingin berhasil mencapai tujuannya, harus dimulai dengan suatu
arah yang jelas dari top manajemen, tujuan organisasi dinyatakan dalam visi dan misi
yang dijabarkan dalam kebijakan dan sasaran mutu.
2. Organisasi tergantung pada pelanggan, karena itu perusahaan harus mengetahui
keinginan pelanggan saat ini dan yang akan datang.
3. Visi dan misi sebagai perencanaan strategis memerlukan tersedianya sumber daya
(manusia, peralatan, metode, dan keuangan) untuk dapat merealisasikan persyaratan dan
harapan pelanggan.
4. Sumber daya harus dikelola untuk menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan
persyaratan pelanggan.
5. Dengan adanya perencanaan strategis dan tersedianya sumber daya yang mencukupi,
maka dapat dilakukan proses realisasi produk dan jasa yang mendapat masukan
persyaratan dari pelanggan. Persyaratan – persyaratan tersebut telah diubah menjadi
urutan proses internal perusahaan yang harus dikendalikan dengan memperhatikan
keterkaitan dan ketergantungan antar proses tersebut.
6. Produk atau jasa yang dihasilkan akan diterima oleh pelanggan. Pada fase ini akan
terjadi prosas pembanding antara harapan pelanggan dengan produk atau jasa yang
diterima yang akan melahirkan kondisi puas atau tidak puas. Perusahaan harus
mengetahui harapan pelanggan (dilihat pada garis yang terputus-putus)
7. Sebagai tindak lanjut dari pengukuran, kepuasan pelanggan, efektivitas, dan efisiensi
penerapan sistem manajemen, proses dan produk perlu dilakukan analisa terhadap data
tersebut. Hasil analisa data harus ditindak lanjuti dengan suatu program peningkatan
8. Program-program peningkatan akan menuntut arahan dan tersedianya sumber daya. Hal
ini berani dibutuhkannya kembali komitmen dari pimpinan puncak untuk
menjalankannya. Dengan demikian proses perbaikan berkesinambungan terus berlanjut
tanpa berhenti dengan tujuan akhir untuk memuaskan pelanggan.

Sumber:
http://guraru.org/guru-berbagi/4-bimtek-sistem-manajemen-mutu-iso-90012008-pengertian-
dan-model-proses-smm-iso-90012008/
https://manajemenmututerpaduku.wordpress.com/2012/05/07/perkembangan-konsep-mutu/
https://ipqi.org/prinsip-iso-9001/
https://mdk16.wordpress.com/2014/03/21/sistem-manajemen-mutu/#more-1162
https://isoshare.wordpress.com/2013/05/24/ruang-lingkup-iso-90012008/

Anda mungkin juga menyukai