Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SECSIO CAESAREA INDIKASI PRE EKLAMSI BERAT

1. Pre Eklamsi Berat


1.1 Pengertian
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dngan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih ( Asri Hidayat, 2009 ).
Preeklamsi berat adalah gangguan multi sistem yang bersifat spesifik
terhadap kehamilan dan masa nifas ( Errol R. Norwitz, 2007).
Pre eklamsi diartikan sebagai hipertensi yang terjadi setelah usia gestasi
20minggu disertai proteinuria ( Tony Hollingworth, 2011 ).
1.2 Etiologi
Penyebab preeklamsi tidak diketahui. Sejumlah teori mencakup
adanya respon abnormal imunologis ibu terhadap alograf janin,
abnormalitas genetik yang mendasari, ketidak seimbangan kaskade
prostanoid, dan adanya toksin dalam aliran darah (Errol R. Norwitz,
2007).
1.3 Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala berat
b. Penglihatan kabur
c. Peningakatan tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
d. Edema pada paru
e. Kejang / koma
f. Proteinuria (Errol R. Norwitz, 2007)
1.4 Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan
perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme
merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi
vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi
arterial.Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan
sensitifitas dari sirculating pressors.
Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ
tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu
timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation. Preeklamsia berat
dihubungkan dengan kerusakan endotelial vaskuler yang disebabkan oleh
vasospasme dan vasokontriksi arteriolar. Sirkulasi arteri terganggu
olehadanya area konstriksi dan dilatasi yang bergantian. Kerusakan
endoterial menyebabkan kebocoran plasma kedalam ruang
ekstravaskuler dan memungkinkan terjadinya agregasi trombosit.
Tekanan osmotik koloid menurun saat protein masuk keruang
ekstravaskuler, dan wanita beresiko mengalami hipovolemia dan
perubahan perfusi dan oksigenasi jaringan. Edema paru dapat terjadi
paru non kardiogenik atau kardiogenik. Edema paru non kardiogenik
terjadi karena kapiler pulmonari menjadi lebih permeabel dan rentang
terhadap kebocoran cairan. Edema paru kardiogenik terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler pulmonari, peningkatan ini
terjadi karena penumpukan cairan dalam bantalan pulmonari.
Vasospasmen arteri dan kerusakan endotelial juga mengurangi
perfusi keginjal. Penurunan perfusi keginjal menyebabkan penurunan
GFR dan oliguria. Kerusakan endotelial kapiler glomerulus
memungkinkan protein menembus membran kapiler dan masuk kedalam
urine, yang menyebabkan proteinuria, peningkatan nitrogen urea darah
dan peningkatan kreatinin serum. Hati juga terpengaruh oleh vasospasme
multisistem dan kerusakan endotelial. Penurunan perfusi kehati
menyebabkan iskemik dan nekrosis. (Patricia dkk,2013).
1.5 Penanganan preeklampsia berat:
Ibu yang didiagnosa preeklamsia berat/sindrom HELLP (preeklamsia
berat disertai keluhan-keluhan lainnya) menderita penyakit kritis dan
memerlukan penanganan yang tepat. Protokol pelaksanannya masih
kontroversi antar rumah sakit saat ini. Pengenalan temuanklinis dan
laboratorium sindrom HELLP sangatlah penting jika terapi yang agresif
dan dini perlu dilakukan untuk mencegah mortalitas maternal dan
perinatal. Serviks yang belum siap (belum berdilatasi atau melunak)
karena usia kehamilan dan sifat agresif penyakit ini mendukung
dilakukannya operasi sesaria. Induksi persalinan yang lama dapat
meningkatkan morbiditas maternal.
a. Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 dalam infuse
Dekstrose 5% dengan kecepatan 15-20 tetes permenit. Dosisi awal
MgSO4 2 g IV dalam 10 menit selanjutnya 2 g perjam ddalam drip
infuse sampai tekanan darah antara 140-150/90-100 mmHg. Syarat
pemberian MgSO4 adalah reflek patella kuat, RR>16 kali permenit,
dan dieresis dalam 4 jam sebelumnya (0.5ml/kg BB/jam) adalah >
100cc. Selama pemberian MgSO4, perhatikan tekanan darah, suhu,
perasaan panas, serta wajah merah.
b. Berikan nifedipin 9-3-4 x 10 mg per oral. Jika pada jam ke 4 diastolik
belum turun sampai 20%, tambahkan 10 mg oral. Jika tekanan
diastolic meningkat ≥110mmHG, berikan tambahan suglingual.
Tujuannya adalah penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam,
kemudian diharapkan stabil antara 140-150/90-100mmHg.
c. Periksa tekanan darah, nadi, dan pernapasan tiap jam. Pasang
kateter urin dan kantong urin. Ukur urin tiap 6 jam. Jika < 100ml/4 jam,
kurangi dosis MgSO4 menjadi 1g/jam.

2. Sectio Caesarea
2.1 Pengertian
Sectio caesarea adalah tindakan operasi paling konservasif. Indikasi
tindakan operasi obsetric dipertimbangkan dengan melihat adanya idikasi
pada ibu, indikasi pada janin, indikasi profilaks dan indikasi vital
(Manuaba, 2004).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (Sarwono, 2009)
Sectio caesarea adalah kelahiran janin melalui jalur abdominal
(laparatomi) yang memerlukan insisi dalam uterus ( histerotomi ) ( Errol R.
Norwitz, 2007).
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dngan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih ( Asri Hidayat, 2009).
Jadi dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa Sectio
Caesarea dengan indikasi Preeklampsia adalah Masa setelah proses
pengeluaran janin yang dapat hidup di luar kandungan dari dalam uterus
ke dunia luar dengan menggunakan insisi pada perut dan karena adanya
hipertensi, edema, dan proteinuria.
2.2 Etiologi
Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005)
a. Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi
untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri.
Resiko rupturuteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya,
klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus
bawah, kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik
pada kehamilan berikutnya.
Wanita yang mengalami ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan,
Sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan
pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk
bagi ibu dan janin.
b. Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnyakemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi
terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir,
kelainan persalinan terdiri dari :Ekspulsi (kelainan gaya dorong). Oleh
karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus)
dan kurangnya upaya otot volunter selama persalinan kala dua.
Panggul sempit Kelainan presentasi, posisi janin.
c. Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan janin,
jikapenentuan waktu sectio caesarea terlambat, kelainan neurologis
seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang tepat untuk
sectio caesarea.
d. Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko tali
pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan prolaps
pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala.
e. CPD (Chepalo Pelvic Disproportion)
CPD adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami.
f. Pre-Eklamsi
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.
Setelah perdarahan dan infeksi, Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan.
g. Ketuban pecah dini (KPD)
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi impart. Sebagian besar KPD adalah
hamil aterm diatas 37 minggu.
h. Bayi Kembar (Gemili)
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi tinggi dari pada
kelahiran 1 bayi. Selain itu bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang.Sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
i. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya hambatan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor, dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
2.3 Manifestasi Kilnis
Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesarea:
a. Pusing
b. Mual muntah
c. Nyeri di sekitar luka operasi
d. Adanya luka bekas operasi
e. Peristaltik usus menurun ( Sarwono, 2005 )
2.4 Patofisiologi dan WOC
Ovum dibuahi oleh sperma, ovum yang telah dibuahi membelah diisi
sambil bergerak menuju rahim kemudian melekat pada mukosa rahim
untuk selanjutnya bersarang diruang rahim disebut implantasi. Setelah
janin bertambah dalam rahim dan cukup bulan akan menuju jalan lahir.
Apabila kelainan letak janin, kehamilan yang melewati dari taksiran
persalinan dan keadaan ibu yang bermasalah selama hamil maka
persalinan normal sulit untuk dilakukan, hal ini di indikasikan kelahiran
secara sectio caesarea.
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu preeklamsi berat, distorsi kepala
panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Setelah dilakukan
sectio caesarea ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah
utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia
yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat
dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan
yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga
menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi ( Doenges,
Sarwono,2009 : 208,Errol R. Norwitz, 2007).
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya (Smeltzer 2001).
a. Darah rutin (mis Hb)
b. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa
c. USG abdomen
d. Gula darah sewaktu
2.6 Komplikasi
Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal
dan komplikasi setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio
caesarea (Hecker, 2001)
a. Perdarahan
Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai
hemostasis ditempat insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat
terjadi setelah pemanjangan masa persalinan.
b. Sepsis sesudah pembedahan
Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea
dilakukan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim.
Antibiotik profilaksis selama 24 jam diberikan untuk mengurangi
sepsis.
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Keperawatan
a. Kaji ulang prinsip keperawatan pasca bedah
b. Jika masih terdapat perdarahan lakukan masase uterus,
c. Berikan perawatan luka post op operasi secara intensif
(Sarwono, 2009 )
2.7.2 Medis
a. Obat pencegah kembung
Digunakan untuk mencegah perut kembung dan
memperlancar saluran pencernaan, alinamin F, prostikmin,
perimperan.
b. Antibiotik dan antiinflamasi
c. Amfisin 2 gr IV setiap 6 jam
d. Metronidazol 500 ml IV setiap 24 jam
3. Post Partum
3.1 Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran
bayi,plasenta,serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali
organ plasenta,serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali
organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6
minggu. Post partumadalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya,
disertai dengan pulihnya organ-organ yang berkaitan dengan kandungan,
yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya
berkaitan saat melahirkan (Suherni, dkk, 2009).
Post partum adalah periode 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ –
organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.Menurut
Bobak (2004). Post partum (nifas/puerperium) adalah masa setelah
keluarnya plasenta sampai alat – alat reproduksi pulih seperti sebelum
hamil dan secara normal berlangsung selama enam minggu atau 42
hari.Ambarwati & Wulandari (2008).
3.2 Periode Post Partum
Menurut Saleha (2009) tahapan yang terjadi pada post partum adalah
sebagai berikut :
a. Periode ImmediatePost partum (24 jam)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini sering terdapat masalah, misalnya perdarahan kerana
atonia uteri. Oleh karena itu, dengan teratur harus melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah,
dan suhu.
b. Periode EarlyPost partum (24 jam – 1 minggu)
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak
ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
c. Periode Late Post partum (1 minggu – 5 minggu)
Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling KB.
3.3 Adaptasi Fisiologi
a. Tanda- tanda vital
a) Suhu Badan
Satu hari (24jam) postprtum suhu badan akan naik sedikit (37,5°C
– 38°C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan
cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan
menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi
karena adanya pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak,
berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, tractus
genitalis atau sistem lain.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
c) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah
tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi
postpartum.
b. Sistem cardiovaskuler
Untuk TD biasanya tidak terjadi peningkatan tetapi TD menurun
sifatnya sementara (hipotensi artastik) biasanya terjadi penurunan
sistolik 20 ml air raksa disertai nyeri kepala,perubahan penglihatan,ini
dicurigai preeklamsi post partum.
c. Sistem pencernaan
Berkaitan dengan terjadinya konstipasi karena peregangan janin
dalam rahim menyebabkan BAB keras.
3.4 Adaptasi Psikologi
a. Fase taking in (periode tingkah laku ketergantungan )berlangsung
selama 1 sampai 2 hari
b. Fase taking hold (periode anatara tingkah laku mandiri dan
ketergantungan )berlangsung selama 3-4 hari
c. Fase letting Go(periode kemandirian dalam peran lain) Post
Partum blues
a. Kekecewaan pada masa post partum yang berkaitan dengan
mudah tersinggung,nafsu makan dan pola tidur terganggu.
b. Penyebabnya adalah perubahan abnormal dan peran transisi yaitu
rasa tidak nyaman dan kelelahan atau kehabisa tenaga
c. Bagi orang tua yang kurang mengerti tentang hal itu ,maka akan
timbul rasa bersalah yang dapat mengakibatkan depresi post
partum. (Saleha 2009)
3.5 Adaptasi Keluarga
a. Adaptasi psikologis orangtua
Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan
kelahiran bayi. Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat
setelah kelahiran bayi, terjadi perubahan psikologis yang cukup
kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula oleh respon
anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh
keluarga, perlu mempersiapkan diri secara psikologis dalam
menerima kehadiran anggota keluarga baru Beberapa adaptasi
psikologis antara lain :
b. Adaptasi parental
Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama
periode prenatal, ibu merupakan bagian pertama yang memberikan
lingkungan untuk berkembang dan tumbuh sebelum anak lahir.
Proses menjadi orangtua tidak mudah dan sering menimbulkan
konflik dan krisis komunikasi karena ketergantungan penuh bayi pada
orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan komponen yaitu :
1. kemampuan kognitif dan motorik, merupakan komponen pertama
dari respon menjadi orangtua dalam perawatan bayi.
2. Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen psikologis
dalam perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan
pengalaman awal menjadi orangtua.
c. Fase maternal
Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut “Rubin
Maternal Phases” yaitu :
1. Taking in (periode ketergantungan)
Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan
dimana ibu berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan
tergantungan secara emosional ibu berusaha untuk
mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
2. Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan
dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu
merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu
sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam
perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang
tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri
sendiri.
3. Letting go (fase mampu sendiri)
Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan
dimana ibu mulai menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari
bayi yang baru lahir. Ibu melepas bayangan persalinan dengan
harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima kenyataan.
3.6 Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada ibu post partum
a. Payudara
Perubahan payudara ibu post partum dipengaruhi oleh hormone
esterogen,progesterone,HPL,dan prolactin.sedangkan hormone
yang berfungsi untuk memperlancar ASI yaitu insulin,kortikosteroid
dan tiroksin.pada ibu post partum payudara akan tegang,penuh dan
terasa nyeri bila disusukan pada bayi.
b. Abdomen
Setelah post partum perut akan terasa ringan dan adanya strie serta
linea nigra.
c. Jalan lahir
Pada jalan lahir umumnya pada hari 1-3 lochea berwarna rubra,
setiap pengeluaran lochea bila disertai dengan perpanjangan
pengeluaran darah ada kemungkinan mengalami kedaan abnormal
seperti terdapatnya sisa ketuban atau luka jalan lahir yang masih
berdarah (Obstetri fisiologi,2001)
d. Kembalinya rahim kebentuk asal
Pada waktu kehamilan terjadi perubahan ada otot rahim yang
disebabkan karena adanya pembesaran ukuran sel.
e. Perubahan kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi pada beberapa tempat karena
proses hormonal yaitu berupa :Kloasma gravidarum pada pipi
.setelah persalinan hormonal berkurang dan hiperpigmentasi
menghilang serta pada dinding perut akan menjadi putih mengkilat.
f. Dinding perut
Otot dinding perut memanjang sesuai dengan besarnya
pertumbuhan hamil dan setelah persalinan dinding perut akan
kendor sesuai dengan jumlah kehamilan dan tergantung pada
perawatan ibu selama masa nifas.
3.7 Fisiologi penyembuhan luka
Pertama-tama,dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan
apakah ada perdarahan yang harus dihentikan.Kemudian,tentukan jenis
trauma ,tajam atau tumpul,luasnya kematian jaringan,banyaknya
kontaminasi,dan berat ringannya luka (Buku ajar ilmu bedah,2005)
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal
jaringan baru dan dengan dikeluarkannya subtract oleh fibroblast,
memberikan pertanda bahwa makrofag,pembuluh tubuh secara normal
akan berespon terhadap cedera dengan dilakukannya proses section
caesarea “proses peradangan”, yang dikarakteristikan dengan lima
tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat),
nyeri (pain), dan kerusakan fungsi (impaired function).
a. Proses Penyembuhannya
1) Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler
yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak.
Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan
perdarahan dan membersihkan area luka dari benda sing dan
sel mati dan bakteri. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai
dengan : hangat pada kulit,odema dan rasa sakit yang
berlangsung sampai hari ke 3 atau ke 4.
2) Fase proliferative
Proses kegiatan yang penting pada fase ini adalah
memperbaiki dan menyembuhkan luka section caesarea dan
ditandai dengan poliferasi sel.
3) Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke 3 setelah perlukaan dan
berakhir sampai kurang lebih 12 bulan.tujuan dari fase ini
adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi
jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Luka
dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan
kekuatan jaringan perut mampu atau tidak mengganggu untuk
melakukan aktifitas normal.
b. Faktor- factor yang mempengaruhi penyembuhan luka
1) Usia
2) Status nutrisi,banyak vitamin terutama vitamin c membantu
dalam
3) metabolism yang terlibat dalam penyembuhan luka.
4) Status imunologi
5) Penyakit metabolisme
6) Pemakian obat obat steroid yang dapat menekan respon
inflamasi dan
7) meningkatkan resiko inflamasi.
8) Kebersihan
9) Istirahat dan posisi. (Potter dan Perry,2006)
4. Asuhan Keperawatan Teoritis
4.1 Pengkajian
1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan , agama,


alamat, status erkawinan, ruang rawat, MR , diagnosa medik, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, tanggal operasi, serta penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri atau tidak nyaman dari berbagai
sumber misalnya trauma bedah/ insisi, nyeri distensi kantung kemih
meliputi keluhan atau berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien
operasi.
b. Riwayat kesehaatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat sc sebelumnya, tekanan darah
tinggi, panggul ibu sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi
penyakit yang lain dapat mempengaruhi penyakit sekarang, apakah
pasien pernah mengalami penyakit yang sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga ada yang mengalami riwayat SC dengan indikasi letak
sungsang, panggul sempit, dan sudah riwayat SC sebelumnya atau
penyakit yang lain.
d. Riwayat menstruasi
Kaji menarche, siklus haid, lama haid, ganti duk, masalah dalam
menstruasi
e. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
Pada saat dikaji klien melahirkan pada kehamilan ke berapa, lama
masa kehamilan, dan kelainan selama hamil, kaji tanggal persalinan,
jenis persalinan, penyulit persalinan, keadaan anak, apgar score dan
lain-lain
f. Riwayat nifas
a. Dikaji tinggi fundus uteri
b. Lochea
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital.
a. Kepala
Rambut : rambut dapat bersih atau kotor, warna bervariasi sesuia
dengan ras, rambut rontok atau tidak.
Mata : penglihatan baik/ tidak, kongjungtiva anemis/tidak, sklera
ikterik/tidak.
Hidung : hidung simetris / tidak, bersih/tidak, secret ada/tidak,
adapembengkakan/tidak.
Telinga : ganggua pendengaran/tidak, adanya serumen / tidak, simetris
atau tidak.
Mulut : kebersihan mulut, mukosa bibir dan kebersihan gigi
b. Leher
Adanya pembengkakan kelenjer tyroid/tidak, warna kulit leher.
c. Thorax
Payudara : ASI ada/tidak, puting susu menonjol/tidak
Paru- paru :
I : simetris kiri kanan/ tidak
P: teraba massa / tidak
P: perkusi diatas lapang paru biasanya normal
A : suara nafas biasanya normal ( vesikuler )
Jantung
I: ictus cordis terlihat/tidak
P: ictus cordis terba/tidak
P: suara ketuk jantung
A: reguler, adakah bunyi tambahan tidak
d. Abdomen
I: abdomen mungkin masih besar atau menonjol, terdapat luka operasi
tertutup perban
A: bising usus +/-
P: nyeri pada luka operasi, TFU di umbilicus setelah janin lahir
P: difan muskuler pertahanan otot
e. Genetalia
Lihat keadaaan perineum bersih/tidak, jumlah dan warna lochea post
sc hari ke3 biasanya warna lochea rubra, dan berapa kali ganti duk.
f. Ekstremitas
Post sc dapat terjadi kelemahan sebagai dampak anestesi yang
mendefresikan
sistem saraf pada muskulosskletal sehingga menurunkan yonus otot.
4. Data Sosial Ekonomi
Sectio caeserae dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dengan
berbagai indikasi.
5. Data Spiritual
Pasien dengan post SC sulit melaksanaakan ibadah karena kondisi
kelemahan setelah SC.
6. Data Psikologis
Pasien biasanya dalam keadaan labil, cemas akan keadaan
seksualitasnya dan harga diri pasien terganggu. (Mitayani,2011)
1). Bounding (Ikatan emosional seseornag dengan orang lain) :dinilai
dengan menggunakan score (3-12)
2). Taking in
a. Berorientasi pada diri sendiri
b. Takut ketergantungan yang meningkat
3). Taking Hold
Apakah ada rasa tertarik pada bayi Letting Go Apakah bias
melakukan perawatan mandiri Post partum blues
a. After pain
b. Pengetahuan ibu tentang kebutuhan seksual
c. Pengetahuan ibu tentang tanda-tanda komplikasi (perdarahan
setelah melahirkan)
7. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium : pemeriksaan Hb dan leukosit, biasanya pasien
dengan post sc akan mengalami kekurangan darah dan peningkatn
leukosit.
8. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan trauma
pembedahan post op SC.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sindroma nefrotik
(penurunan filtrasi)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/ luka post op
4. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
5. Cemas berhubungan dengan krisis situasi
9. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan trauma
pembedahan post op SC.
Tujuan:
Setalah dilakukan tindakan keperawatam\n 2x24 jamdiharapkan klien
mengatakan nyeri berkurang
Kriteria Hasil:
Klien dapat istirah dengan tenang
Klien mengatakan nyeri berkurang
Skala nyeri:0
Intervensi
1. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat
menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien
terhadap nyerinya
2. Jelaskan penyebab nyerinya
R/. Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/. Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga
kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
4. Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/. untuk mengalihkan perhatian pasien
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai dengan
indikasi
R/. kolaborasi dengan dokter dalam memberi terapi obat yang sesuai
dengan keadaan pasien.
Diagnosa 2
Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/ luka post op
Tujuan:
Setalah dilakukan tindakan keperawatam\n 2x24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil:
a. Tanda-tanda vital normal
b. Jumlah sel darah putih normal
c. Luka operasi kering
d. Tidak ada pus pada luka
Intervensi
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
R/ mencuci tangan sebelum dan sesedah kontak dengan yang lain
untuk mengurangi kuman atau bakteri.
2. Monitor tanda-tanda vital.
R/ memantau ttv untuk mengetahui perubahan perubahan ttv tiap 6
jam
3. Monitor tanda-tanda infeksi pada luka.
R/ memantau tanda-tanda infeksi agar dapat memudah untuk
melakukan perawatan mengenai infek lebih lanjut
4. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan luka.
R/ kebersihan pada daerah pos op sangat di jaga sehinga tidak terjadi
infeksi
5. Lakukan ganti balut pada hari ke tiga post operasi.
R/ Mengganti balutan untuk mengurangi penempelan bakteri dan ganti
balutan setiap 1 hari sekali.
6. Lakukan angkat jahit sebagian pada hari ke lima post operasi.
R/ mengangat jahitan untuk tidah tertutup oleh jaringan yang tumbuh
yang baru.
7. Berikan antibiotika sesuai advis dokter.
R/ berkolaborasi dengan dokter untuk memilih obat sesuai dengan
indikasi dan sesuai dosis pemberian obat.
Diagnosa 3
Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
Tujuan:
Setalah dilakukan tindakan keperawatam\n 2x24 jam diharapkan klien
mengatakan konstipasi tidak keras.
Kriteria Hasil:
Klien dapat mengerti penyebab konstipasi klien dapat BAB tidak peras.
Intervensi
1. Kaji pada klien apakah ada gangguan dalam BAB
Rasional : Untuk mengetahui apakah ada gangguan dalam BAB
2. Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang banyak
mangandung serat
Rasional : Cairan dan makanan serat dapat merangsang eliminasi
dan mencegah konstipasi
3. Anjurkan untuk minum yang banyak
Rasional : Untuk merangsang eliminasi
4. Kolaborasi pemberian obat supositoria
Rasional : Untuk melunakan feses
Diagnosa 4
Cemas berhubungan dengan krisis situasi
Tujuan:
Setalah dilakukan tindakan keperawatam\n 2x24 jam diharapkan klien
mengatakan tidak cemas lagi
Kriteria Hasil:
Ibu tampak tenang
Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
Intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan ibu
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan
pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan
medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme proses persalinan
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat
mengurangi emosional ibu yang maladaptif
3. gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang
dimiliki ibu efektif
4. Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang
sekarang secara lapang.
Phatway

Faktor ibu Faktor janin:


preeklamsi letak presbo

Seksio ceasar (sc)

Trauma Kelahiran anak Efek anastesi


pembedahan menurun spinal

Terputusnya Perubahan bedres


kontuinitas peran
jaringan efek
pembedahan
Kurang Penurunan
pengetahuan motilitas
Luka terbuka

Ansietas/cemas Resiko
konstipasi

Tempat masuk Menekan ujung


kuman saraf

Resiko infeksi Nyeri akut


Daftar Pustaka

Doris, C. B., 1984. Introductory Maternity Nursing. 4th edition. JB. Lippincott
Company, Philladelphia.
Johnson, M., Maas, M., 2000. Nursing Outcome Classification (NOC)
2nd ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
Mansjor A, 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media
Aeusculapius, Jakarta.
McCloskey, J., Bulechek, G., 2000. Nursing Interventions Classification (NIC),
4th ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
Muchtar, R, 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, EGC. Jakarta.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2005-2006.
NANDA International. Philadelphia.
Prawiroharjo, 2006. Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Tucker, SM, (1998), Standar Perawatan Pasien, Edisi 5, Volume 4, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC. Jakarta
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.
Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2002. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2004. Sinopsis Obstetri, Edisi 4, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramedi

Anda mungkin juga menyukai