Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN “POST NATAL CARE”

Dosen Pembimbing:
1. Ns. Ardianis. S.Kep,MM
2 Ns. Yepni Nensi, M.Kep

Anggota Kelompok III:


1. ARIS KURNIA, S.Kep 8.SUNARTIK, S.Kep
2. FUJI RAMI AYU, S.Kep 9.SYAFRINIFERA, S.Kep
3. MAULANI Dwi F, S.Kep 10.TUTI INDRAWARNII, S.Kep
4. MARDELISA, S.Kep 11.VARISTA HANDINI, S.Kep
5. NINING FURI, S.Kep 12. WELIZA FENISIA, S.Kep
6. PRIMA SYANUR, S.ep 13 YULDAWATI, S.Kep
7. SEPNI RAMADIYENT, S.Kep 14. ZANIMAR, S.Kep
15. ZULFA EKA PUTRI S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA


PADANG
TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, tuhan yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Atas bimbingan dan pertolongannya sehingga makalah ini dapat
tersusun dengan berdasarkan berbagai sumber pengetahuan yang bertujuan untuk
membantu proses belajar mengajar mahasiswa agar dapat berlangsung secara efektif
dan efisien. Sehingga dapat di terbitkan sesuai dengan yang di harapkan dan dapat di
jadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan keperawatan dan sebagai panduan
dalam melaksanakan makalah dengan judul “POSTNATAL CARE’’

Penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,namun
selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.Akhir kata penulis berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

12 Desember 2019

Kelompok III

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pemeriksaan pada masa nifas tidak banyak mendapat perhatian ibu karena sudah
dirasa baik dan selanjutnya semuanya berjalan lancar, pemeriksaan kala nifas sebenarnya
sangat penting dilakukan untuk mendapatkan penjelasan yang berharga dari dokter, bidan
atau perawat yang menolong persalinan itu, diantara masalah penting tersebut adalah
melakukan evaluasi secara menyeluruh tentang alat kelamin dan mulut rahim yang
mungkin masih luka akibat proses persalinan.
Asuhan masa nifas diperlukan dalam dalam periode ini karena merupakan masa kritis
baik ibu maupun bayinya, diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi
setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (
surwono,2002
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiolgi post partum ?
1. Apa definisi post partum ?
2. Apa penyebab/etiologi dari post partum?
3. Apa saja klasifikasi pada post partum?
4. Bagaimana patofisiologi dari post partum?
5. Apa saja manifestasi klinis dari post partum?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari post partum ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari post partum?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien post
partum di ruang Kebidanan Rumah Sakit TK.III dr. Reksodiwiryo Padang

1.3.2 Tujuan khusus


 Dapat mengetahui pengertian post partum
 Dapat mengetahui etiologi, klasifikasi, patofisiologi dan manifestasi klinis
pada post partum.
 Mampu melakukan pengakjian pada pasien post partum

3
 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien post partum
 Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah
keperawatan yang timbul pada pasien post partum.
 Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada
pasien poat partum.
1.4 Manfaat
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pembahasan tentang post partum
diantaranya adalah :
 Dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada retinopati diabetik secara komperensif.

4
BABII
KONSEPDASAR

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIS


System reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak didalam rongga
pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak di perineum.
Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat rangsangan
hormone estrogen dan progesterone ( Bobak, 2005 ).
1. Stuktur eksterna

a. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa. Kata ini
berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran panjang, mulai
klitoris kiri dibatasi bibir kecil sampai kebelakang dibatasi perineum.
b. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk
bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas
simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan
ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons
berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus.

5
c. Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi
lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang
dari mons pubis ke arah bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada
garis tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus
vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia
mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya.
Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada
perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka.
Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada
permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap
daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis
ke arah luar perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak
tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi.
Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi
selama rangsangan seksual.
d. Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora merupakan lipatan kulit yang
panjang, sempit, dan tidak berambu yang , memanjang ke arah bawah dari bawah
klitoris dan dan menyatu dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior
labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan
mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna
merah kemerahan dan memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus
emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi
vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif, sehingga
meningkatkan fungsi erotiknya.
e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di
bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat adalah
sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif
dari pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris
membesar.

6
Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi lemak seperti
keju yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris
berasal dari kata dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris
dianggap sebagai kunci seksualitas wani ta. Jumlah pembuluh darah danpersarafan
yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi
tekanan.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lojong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari
muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia.
Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora,
masing-masing satu pada setiapsisi orifisium vagina.
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipi dan tipis, dan terletak
pada pertemuan ujung bawah labia mayor dan minora di garis tengah di bawah
orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis terletak di antara fourchette
dan hymen.
h. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina
dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.

2. Struktur interna

7
a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba
falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian
mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding
pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii
proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium adalah
menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. saat lahir, ovarium wanita
normal mengandung banyak ovum primordial. Di antara interval selama masa
usia subur ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid
dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi
wanita normal.
b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang ke
arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk
mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan berdiameter
0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang
tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan otot.
Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites
peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah pada
saat ovulasi.
c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang tampak mirip
buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila di
tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang
merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang
merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni
bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan
dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus
adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan
persalinan.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :

8
1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu lapisan
membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan permukaan padat,
lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan lapisan dalam padat yang
menghubungkan indometrium dengan miometrium.
2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot polos yang
membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal membentuk lapisan luar
miometrium, paling banyak ditemukan di daerah fundus, membuat lapisan ini
sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.
3) Peritonium perietalis
Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali seperempat
permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat kandung kemih dan
serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu
membuka rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak menutupi
seluruh korpus uteri.

d. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulai
esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina
dapat digunakan untuk mengukur kadar hormone seks steroid. Cairan vagina
berasal dari traktus genetalis atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi
antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH
nik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari
vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

2.2 PENGERTIAN
Postpartum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Postpartum adalah masa 6 minggu sejak
bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal
sebelum hamil (Bobak,2010).

9
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa aterm,
tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan persalinana
selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005).
Partusspontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau obat- obatan (prawiroharjo,
2000).

2.3 ETIOLOGI
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan
atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan.
1. Partus dibagi menjadi 4 kala :
 kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan no sampai pembukaan
lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga
parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung
jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
 Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai 3
menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang
ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada
pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua kekuatan, His dan
mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu. Kepala lahir
seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung
kepala dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu belakang.
Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti
dengan sisa air ketuban.
 Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya
bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya plasenta dapat ditandai dengan
uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan
terjadi perdarahan.
 Kla IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan post partum
paling sering terjadi pada 2 jam pertama, observasi yang dilakukan yaitu tingkat
kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya
perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400
sampai 500 cc (Manuaba, 1989).
2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, factor janin, dan faktor
persalinan pervaginam.

10
a. Faktor Ibu
 Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah kehamilan yang
mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas
menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan
telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn, 2003).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau
partus. Pada primipara robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang
berulang pada persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).
 Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila
pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus didukung
untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin
mengejang (Jhonson, 2004).
Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu
(JHPIEGO, 2005).
b. Faktor Janin
 Berat Badan Bayi Baru lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram
(Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma
persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah
tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir
dan robekan pada perineum (Rayburn, 2001).
 Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan sumbu
memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu (Dorland,1998).
 Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap
extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter
submentobregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian
antara glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya
antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003).

11
 Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini
berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian
terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan
penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah adalah diameter
verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan diameter antero posterior kepala
janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).
 Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam
polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah
sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan
menjadi empat macam yaitu presentasi bokong sempurna,
presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki, dan presentasi bokong
lutut (Oxorn, 2003).

c. Faktor Persalinan Pervaginam


 Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan
dengan ekstrasi menggunakan tekanan negative dengan alat vacum yang dipasang
di kepalanya (Mansjoer, 2002).
 Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan
dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang
dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri,
robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya
varices vagina (Oxorn, 2003).
 Embriotomi
prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan pengurangan
volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk
memberi peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi
tersebut (Syaifudin, 2002).

12
 Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat,
berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi
uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang
dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari
adanya proses persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005).
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004).
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua
minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul.
Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60gr. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormone menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan
hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2
jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara
intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir.

c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan
trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik
dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan

13
luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca partum,
kecuali pada bekas tempat plasenta.
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah,
kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama mengandung
darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah
setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea
alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba
bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali
ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan
rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada
sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.

2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar
gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen
dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar
esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler
berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusuidan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating
hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan

14
ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Bowes, 1991).
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan sekitar
6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.

4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi
ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk ; 1993).
5. Sistem pencernaan
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu merasa
sangat lapar.
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selam waktu
yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan.
6. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara selama wanita
hamil (esterogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, krotison, dan
insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan pada hari
kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi
pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b. Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,
yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras ketika

15
disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat
dikeluarkan dari puting susu.
7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya kehilangan
darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler.
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi
terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebapkan
volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi
lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang
masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan
lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit
utero plasenta tibatiba kembali ke sirkulasi umum (Bowes, 1991).
c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal.
Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol
dapat timbul dan berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan
(Bowes, 1991).

8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin
dan melahirkan.
9. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung
secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu
relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pemsaran rahim.
10. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menutap. Kulit
kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar,
tapi tidak hilang seluruhnya.

16
2.5 KLASIFIKASI RUPTUR PERINEUM
Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat rupture perineum
dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan
adalah :
 Vagina
 Komisura posterior
 Kulit perineum
b. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan
adalah :
 Mukosa Vagina
 Komisura posterior
 Kulit perineum
 Otot perineum
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan
adalah :
 Sebagaimana ruptur derajat dua
 Otot sfingter ani
d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah
:
 Sebagaimana ruptur derajat tiga
 Dinding depan rectum

2.6 PATOFISIOLOGI
1. Adaptasi Fisiologi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira
2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pasca
partum keenam fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilikus dan

17
simpisis pubis. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum
hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350
gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen
dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama
hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormone menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan
membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera
setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan
membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada
payudara merangsang pelepasan oksitosin.
2. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum
dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu
keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya
dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi
sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan
penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik.

18
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga
telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah sembuh,
perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan
kembali

2.7 PATHWAY
2.8 KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc
setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda
sebagai berikut:
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya
perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam
setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus
lainnya, tiga penyebap utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik dan ini
merupakan sebab utama dari perdarahan post partum. Uterus yang sangat teregang
(hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin besar), partus lama
dan pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat,menimbulkan
perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan
segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah tertahannya atau belum
lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
 Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga masih
ada pembuluh darah yang tetap terbuka

19
 Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada uterus
setelah jalan lahir hidup.
 Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).

2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post partum. Insiden
infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 dalam 2 hari
selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah : streptococus dan
staphylococus aureus dan organisasi lainnya.
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebabkan oleh infeksi puerperalis.
Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membrane memiliki resiko tinggi terjadinya
endometritis (Novak, 1999).

4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting susu
akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis umumnya di
awali pada bulan pertamapost partum (Novak, 1999).
5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan resiko
infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan bakterigram
negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan thrombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya status
vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi tromboplebitis
(pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan
thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari 500 –
750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebapkan
kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).

20
8. Post partum depresi Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai
beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada
dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi
cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala,
ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan
semangat (Novak, 1999).

2.9 PENATALAKSANAAN
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong
terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan
menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara
memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir,
segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau
plasenta lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan
penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke arah
luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis
luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir.
Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa
vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut
secara jelujur.

21
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah karena
robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan
catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi
lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum Menurut Mochtar (1998) persalinan
yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku
Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan
perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh
tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan, dilakukan
berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
 Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi
suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.
 Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah
dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti
merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
 Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan
cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi
uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
 Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik
dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara
regional/ umum (Hamilton, 1995).

22
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Data Biografi
Data biografi yang penting dalam kaitannya dengan sistem persepsi sensori yang
merupakan data dasar, diantaranya nama pasien, umur pasien, jenis kelamin, hal ini
berkaitan dengan menentukan jenis penyakit tertentu misalnya seperti pada diabetes
melitus tipe I atau II, dan data dari lainnya seperti nama, alamat, suku bangsa, nomor
register.
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status, suku
bangsa, bahasa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan hubungan dengan pasien.
c. Pendidikan dan Pekerjaan
Biasa terjadi pada seseorang yangstres, perokok, terkenan sinar radiasi,
kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa seperti ada
pasir di mata, mata dapat menonjol.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama mata silau bila terkena sinar, mata kabur, kesulitan membaca,
kesulitan melihat ( focus ) pada jarak jauh atau dekat.
b. Riwayat penyakit sekarang
Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien
meminta bantuan pelayanan seperti menanyakan persepsi pasien tentang
penyakitnya, mulai kapan tanda dan gejala muncul, jika ada nyeri bagaimana
karakteristik nyerinya, penyebarannya, upaya yang sudah dilakukan untuk
mengatasi penyakitnya.Riwayat kesehatan sekarang dapat ditanyakan dengan
menggunakan metode PQRST:
 Provokatif, Paliatif (apa yang memperberat dan apa yang memperingan gejala),
perawat bisa menanyakan hal-hal apa saja yang bisa memperberat gejala, dan
hal-hal yang bisa memperingan gejala.

23
 Quality, Quantity (karakteristik keluhan dan jumlah).
 Region, Radiasi, misalnya perawat menanyakan dimana lokasi/letak dari rasa
nyeri yang dialami klien? Apakah nyeri yang dirasakan menyebar ke tempat
lain? Apakah mengganggu dalam aktivitas sehari-hari?
 Scale, contohnya menanyakan berapa skala nyeri yang dialami oleh klien?.
Skala nyeri ini juga dapat dibuat rentang tersendiri oleh perawat yang mengkaji
keluhan nyeri.
 Time, misalnya perawat menanyakan kapan keluhan nyeri dirasakan oleh klien.
Apakah pagi hari, siang hari, ataukah malam hari.
c. Riwayat penyakit yang pernah dialami dan riwayat keperawatan klien.
Perawat perlu mencatat riwayat penyakit yang pernah dialami oleh pasien
selain yang dialami sekarang, seperti adakah penyakit hipertensi, riwayat penyakit
diabetes melitus, hipotiroid, penyakit jantung. Pengobatan yang telah diberikan,
serta pembedahan yang pernah dialami.
 Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu
rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang dan lain-lain.
 Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun
banyak makan dan lain-lain.
 Gangguan psikologis seperti mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak
mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.
 Selain itu perlu juga memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di
saat sekarang dan masa lalu.
d. Riwayat kesehatan keluarga dan resiko genetic
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien atau ganguan tertentu yang berhubungan secara langsung
dengan gangguan hormonal. Tanyakan tentang riwayat obesitas keluarga, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan, diabetes, infertilitas, penyakit tiroid.
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola pemenuhan nutrisi:
 Mengkaji tinggi badan dan berat badan.
 Apakah ideal antara berat badan dan tinggi badannya, berapa yang diinginkan
berat badannya.
 Adakah perubahan pola makan, baik jumlah maupun jenisnya.

24
 Adakah peningkatan nafsu makan.
 Keadaan warna kulit, khususnya pada wajah, leher, tangan.

b. Pola eliminasi:
 Frekuensi BAK, BAB.
 Apakah ada perubahan BAK, BAB, lebih dari normal.
 Adakah kesulitan dalam BAB dan BAK.
 Penggunaan laksativ untuk membantu BAB.
c. Pola aktivitas dan latihan:
 Aktivitas saja yang bisa dilakukan sehari-hari.
 Adakah program khusus latihan.
 Apakah olahraga secara rutin, bagimana polanya.
 Adakah kesulitan atau gangguan aktivitas.
 Apakah mudah lelah dan letih saat beraktivitas.
d. Pola istirahat dan tidur:
 Berapa jam waktu tidur.
 Adakah gangguan tidur.
 Adakah tanda-tanda kurang tidur.
 Bagaimana pola tidurnya.
 Adakah pemberian obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur.
e. Pola konsep diri:
 Gambaran diri: sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.
 Identitas diri: ciri-ciri atau keadaan seseorang yang berbeda dengan orang lain.
 Peran diri: sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat.
 Ideal diri: persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan
bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu.
f. Pola peran-hubungan:
Mengkaji bagaimana hubungan sosial klien dengan keluarga ataupun
lingkungan sekitarnya.
g. Pola seksualitas:
 Apakah sudah menikah, mempunyai anak.
 Pola hubungan seksual, kepuasan dalam hubungan seksual.

25
 Adakah perubahan hasrat seksual.
 Adakah perubahan menstruasi.
 Bagaimana kemampuan ereksi.
h. Pola mekanisme koping:
 Apakah mempunyai stressor.
 Bagaimana mengatasi stressor.
 Bagimana support system yang dilakukan.
i. Pola nilai dan kepercayaan:
Menanyakan nilai dan kepercayaan yang dianut oleh klien, dan kebiasaan
klien dalam hal mendekatkan diri kepada sang pencipta.
4. Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
 Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
b) Pola nutrisi dan metabolic
 Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
 Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
 Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
 Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
c) Pola aktivitas setelah melahirkan
 Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
 Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
 Apakah ibu tampak mengantuk ?
d) Pola eliminasi
 Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
 Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
e) Neuro sensori
 Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
 Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
 Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
 Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
 Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
f) Pola persepsi dan konsep diri

26
 Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
 Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan penampilan
tubuhnya saat ini ?
g) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
 Pemeriksaan TTV
 Pengkajian tanda-tanda anemia
 Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
 Pemeriksaan reflek
 Kaji adanya varises
 Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b. Payudara
 Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
 Kaji adanya abses
 Kaji adanya nyeri tekan
 Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
 Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau uterus
 Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
 Kaji adnanya kontraksi uterus
 Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau perineum
 Observasi pengeluaran lokhea
 Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomy
 Kaji adanya pembengkakan
 Kaji adnya luka
 Kaji adanya hemoroid
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara perawatan
Vulva
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi

27
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses
persalinan.
7. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang
mengenai sumber informasi

3.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN


8. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4
b. Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-37C, N 60-100 x/menit, RR 16-24
x/menit, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan pengurang
nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang mengalami nyeri, S
: skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )
Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan
keperawatan sesuai dengan respon klien
c. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang
Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyer
d. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien pada
hal lain
Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari
rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri
9. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara perawatan
Vulva
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan
bertambah

28
Kriteria hasil :
a. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
b. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
c. Perawatan pervagina berkurang
d. Vulva bersih dan tidak inveksi
e. Tidak ada perawatan
f. Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
a. Pantau vital sign
Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi
b. Kaji daerah perineum dan vulva
Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum
c. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
d. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
e. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya
Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi
f. Lakukan perawatan vulva
Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi pasien
10. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui
Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Kriteria hasil :
a. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
b. Asi keluar
c. Payudara bersih
d. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
e. Bayi mau menetek
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
b. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care

29
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah terjadinya bengkak
pada payudara
c. Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui
Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi bayi
d. Jelaskan cara menyusui yang benar
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi
11. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi
Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan sudah BAB
b. Pasien mengatakan tidak konstipasi
c. Pasien mengatakan perasaan nyamannya
Intervensi :
a. Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun
Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi
b. Observasi adanya nyeri abdomen
Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB
c. Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat
Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB
d. Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat
Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB
e. Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan
Rasional : penggunana laksatif mungkan perlu untuk merangsang peristaltik usus
dengan perlahan atau evakuasi feses
12. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan darah dan intake ke oral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu untuk memenuhi
kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian cairan lewat IV.
b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine
adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik

30
Intervensi :
a. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari
keadaan normal
b. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok
Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat tanda- tanda
syok
c. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program
Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami difisit
volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV langsung
masuk ke pembuluh darah.
13. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses
persalinan dan proses melelahkan Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan
laporan kesulitan jatuh tidur / tidak merasa segera setelahistirahat, peka rangsang,
lingkaran gelap di bawah mata sering menguap
Tujuan : istirahat tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan
dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru. Melaporkan peningkatan rasa
sejahtera istirahat
Intervensi :
a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan
dan jenis kelahiran
Rasional : persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila terjadi
malam meningkatkan tingkat kelelahan.
b. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional : membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi, menurunkan
rangsang
c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali ke
rumah
Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan bayi lebih
awal serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh serta
menyadari kelelahan berlebih, kelelahan dapat mempengaruhi penilaian
psikologis, suplai ASI dan penurunan reflek secara psikologis

31
14. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang
mengenai sumber informasi
Tujuan : memahami parawatan diri dan bayi
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis kebutuhan individu
Intervensi :
a. Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama persalinan dan
tingkat kelelahan klien
Rasional : terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan
tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan dari atau perawatan bayi
b. Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan pasangan dalam
mengidentifikasi hubungan
Rasional : periode postnatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan
yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu
maturasi, dan kompetensi
c. Berikan informasi tentang peran progaram latihan postpartum progresif
Rasional : latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai, menghasilkan
tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan sejahtera secara umum
d. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat, berkunjung
pelayanan kesehatan masyarakat
Rasional : meningkatkan kemandirian dan memberikan dukunagan untuk adaptasi
pada perubahan multiple

32
DAFTAR PUSTAKA

 Mansur, Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba

Medika.

 Manuaba,Ida Bagus.2007.Ilmu Kebidanan,Penyakit kandungan, dan keluarga

Berencana untuk Pendidikan Bidan.Jakarta:EGC

 Saifuddin,Abdul Bari.2006.Buku Panduan Praktis Kesehatan Maternal dan

Neonatal.Jakarta:Tridasa Printer

 Varney,Hellen,dkk.2007.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume1.Jakarta:EGC

 Prawirohardjo,Sarwono.2008.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

 Mochtar, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC : Jakarta

 Bobak,M.Irene.2004. Perawatan Maternitas dan Gynekologi.Bandung: VIA PKP

 Ibrahim, Cristian. 1996. Perawatan Kebidanan ( Perawatan Nifas) Jilid III. Jakarta :

Bharata.

33

Anda mungkin juga menyukai