Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR HUMERUS dengan Tindakan ORIF (Open Reduction and Interna Fixation)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners

Departemen Surgikal di IKO RS PANTI NIRMALA

Ni Komang Tri Yasanti

NIM: 180070300111046

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR HUMERUS

1. Pengertian
Frakture adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh trauma (Mansjoer, Arif, et al. 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C (1999) fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang disebabkan adanya tekanan eksternal yang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Humerus atau tulang lengan atas adalah tulang panjang pada lengan yang terletak
antara bahu dan siku. Pada sistem rangka terletak diantara skapula (tulang belikat) dan
radius-ulna (tulang pengumpil-hasta). Secara anatomis tulang hemurus dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu: bagian atas humerus, badan humerus (corpus humerus), dan
bagian bawah humerus. Kepala bonggol humerus (caput humerus) bersendi dengan
cavitas glenoidales dari skapula. Penyambungan ini dikenal dengan sendi bahu yang
memiliki jangkauan gerak yang luas. Pada persendian ini terdapat dua bursa yaitu bursa
subacromialis dan bursa subscapularis. Bursa subacromialis membatasi otot
supraspinatum dan otot deltoideus. Bursa subscapularis memisahkan fossa subscapularis
dari tendon otot subscapularis..
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus
(Mansjoer, Arif, et al, 2000).Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang
disebabkan oleh benturan / trauma langsung maupun tak langsung (Sjamsuhidajat, R.
2004).
Jadi fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh
benturan/trauma langsung maupun tak langsung karena diskontinuitas atau hilangnya
struktur dari tulang humerus.

2. Klasifikasi
Frakture atau patah tulang humerus terbagi atas:
a. Fraktur suprakondilar humerus, jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi:
1. Jenis ekstensi: terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui
benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan siku dalam
posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi.
2. Jenis fleksi: banyak pada anak yang terjadi akibat jatuh pada telapak tangan
dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi
sedikit fleksi.
b. Frakture interkondiler humerus: sering terjadi pada anak.
c. Frakture batang humerus: frakture ini disebabkan oleh trauma langsung yang
mengakibatkan fraktur transfersal atau gaya memutar tak langsung yang
mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi).
d. Fraktur kolum humerus: dapat terjadi pada kolum anatomikum (terletak dibawah kaput
humeri) dan kolum sirurgikum (terletak dibawah tuberkulum).

3. Etiologi
Penyebab frakture humerus diantaranya adalah:
a. Akibat peristiwa trauma: karena adanya tekanan tiba – tiba dengan kekuatan yang
melebihi batas kemampuan tulang yang berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Trauma ada dua, yaitu:
1. Trauma langsung: tulang bisa patah pada tempat yang terkena benturan,
kemungkinan ada kerusakan pada jaringan lunak.
2. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami frakture pada tempat yang jauh
dari tempat terkena benturan, kerusakan jaringan lunak pada fraktur kemungkinan
tidak terjadi.
b. Akibat tekanan: disebabkan adanya tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat
menyebabkan retak pada tulang.
c. Kondisi abnormal pada tulang: fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal pada
tulang jika tulang tersebut lemah misalnya oleh tumor atau tulang tersebut dalam
kondisi rapuh (osteoporosis).

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada fraktur humerus adalah:
a. Nyeri terus menerus dan meningkat, terjadi karena adanya spasme otot dan
kerusakan sekunder sehingga fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
b. Deformitas atau kelainan bentuk. Terdapat perubahan pada fragmen tulang yang
disebabkan oleh adanya deformitas tulang dan fraktur itu sendiri. Hal ini akan tampak
saat dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
c. Terdapat gangguan fungsi. Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat
digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak
berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang
yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
d. Bengkak dan memar, terjad karena adaya hematoma pada jaringan lunak.
e. Pemendekan. Pada frakture tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempetan di atas dan di
bawah lokasi fraktur humerus.
f. Krepitasi. Suara derik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika humeri digerakkan
yang disebabkan oleh trauma langsung maupun tak langsung.

5 . Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat
dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.
b. Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

6. Penatalaksanaan Medis
6.1 Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium Satu Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam
dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga (Pembentukan Kallus)
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi
dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang
yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal
dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat
sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur
menyatu.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada
tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga
sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
6.2 Empat prinsip penanganan fraktur
a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi,
bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang
mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga didapat
posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan
sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik
adalah: alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur yang tidak
memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus,
angulasi <5>.
c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi
union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan logam
seperti screw.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

6.3 Pemilihan alat fiksasi


Pemilihan alat fiksasi tergantung lokasi fraktur, potensial nekrosis avascular pada
kepala sendi femur, dan kesukaan dokter yang merawat. Fraktur intrakapsular dengan
impaksi tanpa displasemen dapat disembuhkan cukup dengan bed rest saja. Jenis
tindakan untuk jenis fraktur yang lain adalah sebagai berikut :
a. Stable plate and screw fixation : Dengan status non-weight bearing selama 6 minggu
sampai 3 bulan
b. Telescoping nail fixation : Dengan status minimal weight bearing sampai partial weight
bearing selama 6 minggu sampai 3 bulan.
c. Prosthetic implant : Biasanya digunakan protesis Austin Moore atau protesis bi-polar
untuk mengganti leher dan kepala sendi. Harus menjalani restriksi posisi dari 2 minggu
sampai 2 bulan dan restriksi partial weight bearing sampai sekitar 2 bulan.
d. Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal)
dilakukan jika kondisi umum pasien tidak mengijinkan untuk menjalani pembedahan.
(Med.Sur.Nursing, Barbara C.long) .
7. Komplikasi
Komplikasi awal
a. Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna
maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu
ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
Komplikasi lambat
a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih
lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)
b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.
c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal

8. Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang humerus dapat menyebabkan fraktur. Fraktur dapat
berupa fraktur tertutup ataupun terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak di sekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jaringan lunak
seperti otot tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Tekanan yang kuat dan berlebihan dapat
mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan ragmen tulang keluar menembus
kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan
kemungkinan terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada
daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang sebab tulang berada pada posisi yaang
kaku
9. Asuhan Keperawatan pada klien Fraktur
9.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang klien yang dibutuhkan dan
dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 2004).
Pengkajian dilakukan secara langsung dan tidal langsung melalui observasi keadaan
umum klien, wawancara dengan klien dan keluarga pemeriksaan fisik dari kepala sampai
ujung kaki dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perfusi.
Pengkajian pada klien dengan fraktur menurut Doenges (2000) adalah:
a. Aktivitas atau istirahat
Tanda: keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera,faraktur itu sendiri atau terjadi secara skunder dari pembengkakan jaringan,
nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda: hipertensi(kadang-kadang terlihat sebagai respon nyeri / ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah) takik kardi(respon stress,hipovolemia) penurunan atau tak ada nadi
pada bagian yang cidera.
c. Nyeri
Gejala: nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada jaringan atau
kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi ) : taka da nyeri akibat kerusakan
saraf Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
d. Keamanan
Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna pembengkakan local
(dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
e. Neurosensori
Gejala: Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot, kebas/ kesemuttan
Tanda: Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan rotasi, krepitasi, ( bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan,/ hilang fungsi. Angitasi ( mungkin
berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain).
f. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala: lingkungan cidera.

9.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut carpenitto (2007) diagnosa yang muncul pada pasien dengan fraktur yaitu:
a. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan imobilitas
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat
fraktur
c. Resiko infeksi yang berhubungan dengan alat fiksasi invasive
d. Deficit perawatan diri mandi dan eliminasi yang berhubungan dengan keterbatasan
pergerakan sekunder akibat fraktur
e. Kurang aktifitas pengalih yang berhubungan dengan kejenuhan monoton sekunder
akibat alat imobilisasi
f. Resiko hambatan pemeliharaan rumah yang berhubungan dengan (contohnya ) alat
fiksasi, hambatan mobilitas fisik,tidak tersedianya sistem pendukung
g. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program trapeutik yang berhubungan
dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, tanda dan gejala komplikasi,
pembatasan aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,
Jakarta.
Jitowiyono, S; & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta
Nuha Medika
Denny. 2014. Instrumentasi Teknik Amp (Austin More Hip Protese) // Orthopaedi. Diakses
tanggal 29 juni 201
Mizan. 2014. Tinjauan teori Fraktur collum femur . Diakses tanggal 29 juni 2015
Marilynn E. Doenges, Mary F. Mooerhouse, Nursing Care Plan. Edition 3, Philadhelphia:
F.A.Davis Company, 1993
Moorhead, Sue dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. 2008. Mosby
Elsevier.
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis : Definition and
Classification 2012-2014. NANDA International. Philadelphia
Sjamsuhidajat, R & Wim, de J. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius
OTA (orthopaedic trauma association, 2010) dan AAOS (American Academy of Orthopaedic
Surgeons).
ORIF (Open Reduction And Internal Fixation)

1. Definisi ORIF

Open Reduction Interna Fixation (ORIF) adalah fiksasi interna dengan pembedahan
terbuka untuk mengistirahatkan fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukkan
paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk menguatkan/mengikat bagian-bagian tulang
yang fraktur secara bersamaan. Fiksasi interna sering digunakan untuk merawat fraktur pada
tulang panggul yang sering terjadi pada orang tua (Reeves, 2001).

2. Tujuan ORIF

Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu
dan tidak mengalami pergeseran.

3. Indikasi ORIF
a. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi
b. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran
kembali setelah reduksi, selain itu juga fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh
kerja otot.
c. Fraktur yang penyatuannya kurang sempurna dan perlahan-lahan terutama fraktur
pada leher femur.
d. Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
e. Fraktur multiple, bila fiksasi dini mengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan
organ pada bagian system.
f. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya.

4. Kontraindikasi
Fraktur terbuka grade III

5. Tindakan Pembedahan ORIF (Open Reduction And Internal Fixation)


a. Reduksi Terbuka
Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomi menuju tempat yang mengalami fraktur. Fraktur diperiksa dan diteliti.
Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka. Fraktur direposisi agar
mendapatkan posisi yang normal kembali. Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang
dipertahankan dengan alat ortopedik berupa: pin, skrup, plate, dan paku (Wim de
Jong,m, 2000).
1) Keuntungan Reduksi
Akurat, stabilitas reduksi tertinggi, pemeriksaan struktur neurovaskuler,
berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal, penyatuan sendi yang
berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat, rawat inap lebih
singkat, dapat lebih cepat kembali ke pola ke kehidupan normal (Barbara, 1996).
2) Kerugian
Kemungkinan terjadi infeksi dan osteomielitis tinggi (Barbara, 1996).
b. Fiksasi Internal
Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang. Lubang kecil
dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari
secara khusus, antara lain: Observasi letak pen dan area, observasi kemerahan,
basah dan rembes, observasi status neurovaskuler distal fraktur, fiksasi internal
pembidaian, fiksasi internal dilaksanakan dalam teknik aseptis yang sangat ketat dan
pasien untuk beberapa saat mandapat antibiotik untuk pencegahan setelah
pembedahan (Barbara, 1996).

Metode yang digunakan dalam melakukan fiksasi interna harus sesuai keadaan
sekrup kompresi antar fragmen.
 plat dan sekrup: paling sesuai untuk lengan bawah
 paku intra medulla: untuk tulang panjang yang lebih besar
 paku pengikat sambungan dan sekrup: ideal untuk femur dan tibia
 sekrup kompresi dinamis dan plat: ideal untuk ujung proximal dan distal femur.

6. Komplikasi ORIF
Komplikasi tindakan ORIF
1) Infeksi
2) Kehilangan dan kekakuuan jangkauan gerak
3) Kerusakan otot
4) Kerusakan saraf dan kelumpuhan
5) Deformitas
6) Sindrom kompartemen (Reeves, 2001)
Daftar Pustaka

Barbara. (1996). Perawtan Medikal Bedah 1. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran Bandung
Brunner&Suddart. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.3. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J.Raux, Gayle.Lockhart, Robin.2001.Keperawatan Medikal
Bedah.Edisi : 1.Jakarta : Salemba Medika.
Wim de Jong, Sjamsu Hidayat.2000. Buku Ajar Imu Bedah Edisi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai