Anda di halaman 1dari 6

DINAMIKA KABUT ASAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP

VISIBILITAS
(Studi Kasus di Japura Rengat Tanggal 11 September 2015)
DYNAMICS OF SMOG AND ITS EFFECT ON THE VISIBILITY

(Case Study in Japura Rengat on September 11th 2015)


Gita Dewi Siregar
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
Email: dhewy89@@gmail.com

Abstrak
Kejadian kabut asap terburuk yang pernah terjadi di daerah Riau adalah pada tahun 2015.
Hal ini mengakibatkan visibilitas berkurang secara drastis 7000 m menjadi 100 m dalam 3
bulan. Kebakaran yang terjadi dapat diindikasikan oleh kemunculan titik panas (hotspot) yang
teridentifikasi melalui data MTSAT. Oleh karena itu perlu dikaji pergerakan kabut asap di
daerah Rengat serta deteksi kapan datangnya kabut asap yang sampai di daerah Rengat. Data
yang digunakan adalah model satelit Himawari dan data Hotspot dari daerah-daerah berikut,
yaitu Jambi, Rengat dan Pekanbaru yang kemudian menghasilkan trajektori pergerakan asap
dari kebakaran lahan. Metode yang digunakan adalah analisa deskriptif berdasarkan keluaran
model Hysplit untuk mengetahui trajektori pergerakan kabut asap yang sampai di dearah Rengat
dan Himawari 8 untuk membedakan kabut asap dan awan dengan konsep model warna
pencahayaan (RGB). Berdasarkan hasil analisis Hysplit dan satelit Himawari, pergerakan asap,
dan banyaknya titik hotspot, daerah Jambi merupakan daerah yang lebih mempengaruhi
visibilitas daerah Rengat dibanding daerah Pekanbaru.

Kata Kunci : Kabut asap, Visibilitas, Titik Panas, Hysplit, Himawari 8

Abstract

The worst smog event in Riau Province occurred on 2015. The smog event induced the
decrement of visibility from 7000 m to 100 m within 3 months on that year. The forest fires
events indicated by the hotspots on MTSAT images. Therefore, the smog movement distribution
over Rengat Area and the detection of smog rise up need to be investigated. The data used in
this research are Himawari satellite data and hotspots data from Jambi, Rengat, and
Pekanbaru. Hence, smog distributions trajectory from forest and land fires is generated. The
method used is descriptive approach based on Hysplit output to investigate the trajectory of the
smog reached Rengat area and the HImawari 8 data to differentiate between smog and clouds
using color lightning concept (RGB). Results from smog distribution trajectory and the number
of hotspots from Hysplit and Himawari 8, shows that Jambi is the main source of the decrement
of visibility over Rengat Area compared to Pekanbaru.

Key Word : Smog, Visibility, Hotspot, Hysplit, Himawari 8


PENDAHULUAN mengubah profil stabilitas atmosfer oleh
Indonesia merupakan negara yang pemanasan lapisan bawah dan mengurangi
memiliki hutan tropis yang terbesar ketiga. kelembaban relatif (Koren, 2008). Kebakaran
Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau hutan (Forest Fire) didefinisikan sebagai :
yang paling sering mengalami kejadian 1. Kebakaran yang tidak disebabkan oleh
kebakaran hutan, khusunya Provinsi Riau dan unsur kesengajaan yang
Jambi yang memang memiliki lahan gambut mengakibatkan kerugian. Kebakaran
dan masih banyak terdapat hutan- hutan. terjadi karena faktor – faktor:
Dampak yang paling nyata akibat kebakaran
 Fenomena alam misal musim
ini adalah kabut asap yang dapat
kemarau panjang dan El ńino
mengganggu aktivitas dan kesehatan
masyarakat. Selain itu dampak dari kabut  Aktivitas dan ulah manusia misal karena
asap dapat berpengaruh pada kegiatan kelalaian manusia membuat api ditengah-
transportasi seperti darat, laut dan tengah hutan di musim kemarau atau atau
penerbangan. hutan – hutan yang mudah terbakar)
Kerawanan kebakaran semakin tinggi 2. Bentuk kerusakan hutan yang disebabkan
akan terjadi jika ditemukan adanya gejala El- oleh api didalam areal hutan Negara.
Nińo. Kabut asap pada kebakaran tahun Propinsi Riau dan Jambi merupakan
1997-98 diperkirakan menimbulkan dua propinsi di Pulau Sumatera yang
kerugikan sector pariwisata dan kesehatan sebagian besar wilyahnya adalah dataran
jangka pendek diseluruh wilayah. Emisi rendah. Dari luas daratan Propinsi Riau 9,4
karbon yang dihasilkan pada tahun 1997-98 juta ha dan luas daratan Propinsi Jambi
menggangkat Indonesia menjadi salah satu 48.989,98 km² merupakan lahan gambut.
penyebab polusi terbesar didunia. Jumlah Salah satu cara yang efektif dalam
dari titik api (hotspot) dari kebakaran hutan membangun perkebunan adalah dengan cara
dan lahan yang terjadi setiap tahunnya sangat membakar. Sejak tahun 1997/1998 kebakaran
bervariasi. Pada tahun 2015 tercatat hampir hutan dan lahan terjadi di Sumatera hingga
186 titik api yang tersebar diwilayah Riau mencapai 26.000 ha. Telah diketahui bersama
dan 107 titik api yang ada diwilayah Jambi. bahwa aktivitas pembakaran ladang pertanian
Bencana dari kebakaran hutan dan lahan ini dan hutan merupakan penyebab timbulnya
mengakibatkan terganggunya trnasportasi asap di Indonesia dari kawasan Jambi dan
darat dan udara. (Sutopo, 2000). Riau. Pada wilayah Riau dan Jambi ribuan
Asap (smoke) adalah fenomena cuaca hektar tanah gambut terbakar untuk
berupa partikel- partikel yang melayang dari kemudian digantikan menjadi perkebunan
permukaan sampai naik akibat kebakaran kelapa sawit.
hutan dan lahan (Soepangkat, 1994). Asap (Byers, 1974) dalam bukunya
disebabkan oleh pembakaran yang tidak General Meteorology mengartikan kabut
sempurna merupakan partikel udara kering. sebagai a stratus cloud layer occuring at or
Asap yang bercampur dengan kabut disebut very near the ground atau awan stratus dekat
dengan kabut asap atau smog yang dapat permukaan tanah. Dalam dokumen WMO
menyebabkan berkurangnya jarak padang No.306, WMO No.407, dan NWSI 10-813,
(visibility). Dalam dunia penerbangan kabut adalah butiran air yang sangat kecil,
visibilitas yang buruk dapat mengganggu biasanya butiran tersebut berukuran
kelancaran dan keselamatan dalam kegiatan mikroskopis yang melayang di atmosfer dan
lepas landas dan mendaratnya pesawat. dapat mengurangi jarak penglihatan di
Bencana kabut asap yang terjadi permukaan sampai kurang dari satu
didaerah Rengat setiap tahunnya disebabkan kilometer.
oleh asap kiriman yang terjadi diwilayah Kabut dapat mengurangi radiasi
Pekanbaru dan Jambi. Berdasarkan Dinas matahari yang jatuh kepermukaan bumi,
Komunikasi dan Informatika Provinsi Riau sehingga menghalangi terjadinya
jarak pandang di Rengat mencapai 50 meter pencampuran pada siang hari (Tjasyono,
akibat terhalang polusi asap dampak 2008).
kebakaran hutan dan lahan di Riau. Asap
merupakan aerosol padat yang dapat
Istilah kabut asap (smog) menurut Akan tetapi kabut merupakan faktor
(Tjasyono, Mikrofisika Awan Dan Hujan, yang paling besar pengaruhnya terhadap
2001) pertama kali dipakai pada tahun 1926 visibilitas. Ketebalan kabut dapat dibedakan
dan kemudian istilah ini sering digunakan menjadi beberapa, yaitu :
untuk menggambarkan pencemaran udara a. Kabut sangat tebal,dengan visibility
dalam daerah industri. Kabut asap adalah kurang dari 30 m.
campuran antara asap (smoke) dan kabut b. Kabut tebal, dengan visibility antara
(fog). Kabut asap dapat menyebabkan kabut 30 – 50 m
biasa menjadi kabut yang lebih buruk. c. Kabut sedang, dengan visibility
Dengan adanya kabut asap maka jarak antara 50 – 10 m.
pandang dan pernafasan manusia akan d. Kabut tipis, dengan visibility 100 m
terganggu. atau lebih.
Pencemaran udara yang diakibatkan e. Pengaruh warna benda yang dilihat
oleh kebakaran hutan didominasi oleh asap dan latar belakangnya untuk megukur
dan partikulat. Partikulat adalah pencemar visibilitas menggunakan benda
padat atau cair yang berukuran antara 0,001 – sebagai pedoman.
500 μm, dan mempunyai waktu tinggal di f. Pengaruh sinar matahari (posisi
udara antara beberapa detik sampai beberapa pengamat terhadap sinar matahari).
bulan. Berdasarkan ukurannya, partikulat Visibilitas akan dihasilkan baik bila
dapat digolongkan menjadi: posisi matahari di belakang pengamat
o asap (fumes) : 0,001 – 1 sedangkan bila matahari ada di
μm samping pengamat maka akan
o kabut (mist) : 1 – 10 μm menghasilkan visibilitas yang
o debu halus : ≤ 100 μm kurang baik dan akan lebih tidak baik
o debu kasar : > 100 μm lagi bila matahari ada di depan
pengamat.
Dalam skala luas kabut asap yang g. Pengaruh ukuran sudut benda.
dihasilkan dari pembakaran dapat menutupi Ukuran sudut benda adalah sudut
atmosfer sehingga matahari terlihat merah. penglihatan yang terbentuk terhadap
Apabila partikel kering ini menjadi inti matahari sehubungan dengan jarak
kondensasi dan berikatan dengan uap air dan ukuran benda yang dilihat
yang biasa terjadi pada pagi hari, maka dapat h. Pengaruh sinar yang menyilaukan
menimbulkan visibilitas yang sangat rendah i. Pengaruh keadaan lapangan diantara
(< 1 Km) hingga hanya mencapai beberapa pengamat dengan benda sebagai
meter saja yang disebut smog (smoke and pedoman.
fog) atau kabut asap. j. Pengaruh latar belakang yang
Visibilitas dalam meteorologi adalah bercahaya terhadap benda sebagai
tingkat kejernihan (transparansi) daripada pedoman.
atmosfer, sehubungan dengan penglihatan Kebakaran yang akan terjadi dapat
manusia yang dinyatakan dalam satuan jarak. diindikasikan oleh kemunculan titik panas
Dalam keadaan atmosfer yang sama, nilai (hotspot). Akan tetapi, tidak semua
visibiltas pada malam hari harus sama seperti kemunculan titik panas berarti kebakaran.
yang diperoleh pada siang hari. Suhu yang relatif tinggi dipermukaan bumi
Visibilitas dipengaruhi oleh faktor – dibandingkan daerah sekitarnya disebut
faktor seperti adanya partikel – partikel padat dengan titik panas (hotspot) Sunarsono dkk.,
atau cair yang ada di udara, seperti kabut, (2013).
asap, debu dan bermacam – macam jenis Menurut Badan Meteorologi
hujan. Jika partikel banyak, maka cahaya Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
akan berkurang karena cahaya akan diserap, menjelaskan bahwa titik panas dapat
dipantulkan dan dipancarkan oleh partikel dipastikan sebagai titik api apabila tingkat
udara. Makin banyak molekul uap air, jarak kepercayaan (confidence) diatas 80 persen.
penglihatan makin pendek
4. Data citra satelit Himawari 8 pada
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian tanggal 11 – 13 September 2015
Tujuan dari penelitian ini adalah yang didapat dari Subbidang
sebagai berikut Pengolahan Citra Satelit BMKG
1. Menganalisis pergerakan kabut asap Pusat.
secara horisontal didaerah Rengat
dengan menggunakan metode 2. HASIL DAN PEMBAHASAN
HYSPLIT (Hybrid Single-Particle 2.1 Trajektori Hysplit
Lagrangian Integrated Trajectory) a. Tanggal 11 September 2015
2. Mendeteksi kapan datangnya kabut
asap yang sampai di Rengat dan dari
mana sumber kabut asap yang ada
didaerah Rengat.
Manfaat penelitian ini selanjutnya
dapat digunakan untuk membantu dalam
memahami pergerakan sebaran kabut asap
dari daerah Riau dan Jambi yang berdampak
di Stasiun Meteorologi Klas III Japura Rengat
yang mempengaruhi kegiatan operasional
bandara, berdasarkan arah angin dan sebaran
titik api. Selain itu, untuk melihat arah Gb1. Lapisan 10 meter tanggal 10
pergerakan kabut asap pada setiap lapisan September 2015 di Jambi
dengan menggunakan model trayektori
kedepannya di Stasiun Meteorologi Klas III
Japura Rengat untuk keperluan operasional
khususnya penerbangan

1. METODOLOGI

Dalam penelitian ini data yang


digunakan adalah :
1. Pada penelitian ini, penulis
menggunakan jenis Data visibility
Gb2. Lapisan 10 meter tanggal 10
manual yang diamati oleh
Setember 2015 di Riau
observer tiap jam selama tanggal Analisis arah angin kabut asap pada
kejadian dari data metar Stasiun tanggal 10 September 2015 pada lapisan 10
Meteorologi Klas III Japura Rengat.
meter di Jambi angin yang berasal dari Timur
2. Data sebaran titik api yang ada di bertiup ke arah Barat hingga Barat Daya
Jambi dan Riau pada bulan sedangkan di Riau angin yang berasal dari
September 2015 berdasarkan Tenggara bertiup ke arah Barat Laut.
pegamatan citra satelit MODIS
(Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer) dengan sumber
data dari NASA (National
Aeronautics and Space
Administration) yang didapat dari
website satelit.bmkg.go.id
3. Archived Meteorological Data
Extract tipe GDAS diunduh dari
website
https://ready.arl.noaa.gov/ready2-
bin/extract/extracta.pl untuk Gb 3. Lapisan 3000 meter tanggal 10 September
running HYSPLIT 2015 di Jamb
Pekanbaru, terlihat pola warna kecoklatan
hasil dari Himawari 8 pada tanggal 11
September 2015 jam 03.47 UTC yang
mengarah ke arah Riau. Pola warna
kecoklatan pada gambar tersebut hasil dari
RGB untuk mengindikasikam pola
kebaradaan asap hasil kebakaran. Dan titik
panas (hotspot) paling banyak berada di
daerah Jambi yang memungkinkan asap lebih
banyak terjadi didaerah tersebut

Gb.4 Lapisan 3000 meter tanggal 10 Setember c. Analisis Hotspot


2015 di Riau
Analisis pergerakan kabut asap pada Tabel 1. Titik panas (Hotspot) di Jambi pada
tanggal 10 September pada lapisan 3000 tanggal
meter di Jambi sebagian besar angin yang 11 september 2015 yang diatas 80%
berasal dari Tenggara bertiup ke arah Barat TANGGAL 11
Laut dan di Riau angin yang berasal dari LONG LAT CONF LONG LAT CONF
103.416 -2.217 91 104.45 -1.351 84
Selatan sebagian besar bertiup ke arah Utara 103.216 -1.905 85 104.05 -1.27 93
103.215 -1.896 89 104.18 -1.205 81
Pergerakan kabut asap pada tanggal 103.206 -1.897 89 104.02 -1.229 99
11 September 2015 102.707 -1.73 94 104.36 -1.172 95
104.3 -1.759 98 104.35 -1.173 93
Tanggal 11 104.143 -1.763 84 104.02 -1.22 88
104.335 -1.718 100 104.01 -1.221 88
HYSPLIT
wilayah 104.116 -1.335 94 104.36 -1.163 95
10 meter 3000 meter 104.049 -1.317 93 104.35 -1.164 89
104.04 -1.319 89 104.12 -1.307 91
Jambi BD BL 103.991 -1.603 100 104.15 -1.293 91
Riau BL U 103.989 -1.617 100 104.14 -1.294 100
103.814 -1.384 91 104.13 -1.295 90
103.807 -1.381 100 104.12 -1.297 96
b. Analisis dengan SATAID 103.127 -2.148 99 104.37 -1.152 80
103.792 -1.298 89 104.36 -1.143 86
103.805 -1.303 100 104.37 -1.164 100
104.353 -1.164 94 104.37 -1.159 100

Dari tabel 4.1 Hotspot pada tanggal


11 september 2015 berjumlah 38 titik hospot
yang diatas 80% dari data Hotspot
keseluruhannya. Data ini diambil dari data
Hotspot BMKG yang di update pada tanggal
12 September jam 05.00 WIB. Dari data ini
dapat dikatakan bahwa banyaknya jumlah
titik panas pada daerah Jambi yang
mengakibatkan kabut asap semakin tebal
sehingga mempengaruhi jarak pandang
(visibility).
Gb 5. Hasil pengolahan data tanggal 11September
2015 dengan menggunakan RGB dan 3. KESIMPULAN
Georeferencing GIS
Berdasarkan hasil penelitian dapat
Keterangan : disimpulkan beberapa point terkait dengan
∆ : PekanBaru *: Rengat □: Jambi rumusan masalah seperti yang tertulis pada
bab Pendahuluan. Yaitu sebagai berikut:
Hasil pengolahan data Himawari 8
1. Arah pergerakan kabut pada lapisan
dengan menggunakan perangkat lunak Sataid
GMSLPD untuk wilayah Jambi, Rengat dan 10 meter lebih banyak angin dari
Tenggara yang menuju Barat Laut
dengan menggunakan model http://mediacenter.riau.go.id/read/16019/jar
HYSPLIT yang melewati daerah ak-pandang-di-rengat-50-meter-
Riau khusunya Rengat. Sedangkan akibat-asap-.html
pada lapisan 3000 meter sekitar http://news.okezone.com/read/2015/09/13/34
75% kea rah Barat yang tidak 0/1213354/kabut-asap-kian-pekat-
melewati daerah Riau. jarak-pandang-hanya-100-meter
2. Arah pergerakan kabut asap dengan http://suluhonline.com/news/detail/1756/kab
menggunakan SATAID juga lebih ut-asap-di-sejumlah-kecamatan-di-
menunjukkan pergerakan kabut inhu-semakin-pekat.html#.VuUT2-
asap berasal dari daerah Jambi yang Z1w4N
melewati daerah Rengat sehingga
mempengaruhi jarak pandang
(visibility) di Rengat.
3. Titik hotspot pada tanggal lebih
cenderung di daerah Jambi dengan
confidence ≥ 80% yang lebih
berpengaruh kabut asap berasal dari
daerah Jambi.

DAFTAR PUSTAKA

Byers, H.R 1974. General Meteorologi New


York : McGraw-Hill Book Company
Inc. London.

Adinugroho, W. C. (2009). Bagaimana


Kebakaran Hutan Bisa Terjadi.
Departemen Kehutanan.Dewita, A.,
2015. Identifikasi Squall Line
menggunakan Radar Gematronik.
STMKG. Jakarta.
Damayanti, Mentari I. 2015. Analisis
Pergerakan Kabut Asap Dampak
Kebakaran Hutan Di Bandara Sultan
Syarif Kasim II Pekanbaru (Studi
Kasus Kabut Asap Riau Januari –
Februari 2014). Skripsi, Sekolah
Tinggi Meteorologi Klimatologi dan
GeofisikaBlustein, B.H., dan Jain,
M.H., 1985, Formation of Mesoscale
Lines of Precipitation : Severe Squall
lines in Oklahoma during the Spring,
Weather Alert Radar Network,
Wellston.

Koren, I. e. (2008). Smoke Invigoration


Versus Inhibition Of Clouds Over
The Amazon”. Science Vol 321,
P:946-949.
Tjasyono, B. H. (2001). Mikrofisika Awan
Dan Hujan. Jakarta: BMKG.

Anda mungkin juga menyukai