Anda di halaman 1dari 20

1

`BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perumahan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Rumah atau

tempat tinggal, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman

purba manusia bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang dengan

mendirikan rumah di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad

modern ini manusia sudah membangun rumah bertingkat dan diperlengkapi

dengan peralatan yang serba modern.

Rumah yang sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan

oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan.Sanitasi rumah adalah usaha

kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap

struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung

yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Rumah juga merupakan

salah satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria

kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna mendukung penghuninya agar

dapat bekerja dengan produktif (Munif Arifin, 2009).

Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan

penyakit berbasis lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat

akhir-akhir ini. Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan

penyebab utama kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan


2

balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80%

dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut

mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan

lingkungan (Munif Arifin,2009).

Penyakit ISPA masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang penting untuk diperhatikan karena merupakan penyakit akut dan bahkan

dapat menyebabkan kematian pada balita di berbagai negara berkembang

termasuk negara Indonesia yang kaya akan penduduk yang masih taraf di

bawah ekonomi. Pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 1,9 juta anak

meninggal karena penyakit ISPA sebanyak 70% terjadi di Afrika dan Asia

Tenggara (Williams, 2002).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyatakan

bahwa proporsi kematian balita dan bayi karena ISPA di dunia adalah sebesar

19% dan 26% (Anonimous, 2006). Menurut WHO (2005) 78% kematian

balita di Indonesia terjadi pada usia neonatus sekitar 38%, usia 1-11 bulan

sekitar 40% dan 22% terjadi pada usia 1-5 tahun. Berdasarkan estimasi tahun

2006 tercatat bahwa sekitar 500 sampai 900 juta penyakit ISPA terjadi dalam

setiap tahunnya di negara berkembang, sehingga penyakit ISPA perlu

mendapat perhatian dan prioritas dalam penanganan masalah kesehatan.

Rumah yang menjadi tempat tinggal dan tempat berlindung bagi para

penghuninya merupakan salah satu alasan yang dapat menjamin kesehatan

para penghuninya. Penilaian rumah sehat menjadi salah satu syarat untuk

menentukan derajat kesehatan penghuninya. Persentase keluarga yang


3

menghuni rumah sehat merupakan salah satu indikator rumah sehat sekarang

MDGs telah selesai berakhir. Sejak tahun 2013 dan di buat kerangka baru

untuk menggantikan MDGs yang disebut dengan SDGs ( Sustainable

Development Goals). SDGs ditetapkan oleh PBB pada akhir September 2015

di New York dengan masa berlaku mulai Januari 2016 hingga Desember

2030 dan ada sekitar 193 negara anggota PBB yang berkomitmen untuk

melaksanakan SDGs.

Komponen rumah dan lingkungannya yang tidak memenuhi syarat

kesehatan merupakan faktor resiko sebagai sumber penularan berbagai

macam jenis penyakit, khususnya jenis penyakit yang berbasis lingkungan

(Keman, 2005). Akibat dari keadaan rumah yang tidak sehat akan

menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia itu sendiri dan

dampak salah satunya yaitu penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),

terutama pada anak balita yang rentan terhadap penyakit.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Barito

Kuala, jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada 2017

mencapai 20.677 orang. Penderita ISPA untuk anak umur 1-4 tahun sebanyak

5.006 orang. Dari umur 5 tahun sampai dewasa 15.671 orang.

Selain itu, Dinkes gencar menghimbau dan mensosialisasikan penyakit

ISPA kepada masyarakat, terutama memasuki musim penghujan seperti saat

ini melalui promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya ISPA.

Hasil observasi awal di wilayah kerja Puskesmas Mandastana pada

bulan Oktober 2017, masih ditemukan rumah penduduk yang semi permanen.
4

Rumah yang semi permanen diantaranya ditandai dengan sebagian bangunan

masih menggunakan bahan yang mudah terbakar seperti kayu dan bambu

serta lantai belum berubin. Penduduk yang memiliki peliharaan seperti anjing

dan ayam, umumnya menempatkan kandangnya dekat rumah untuk

keamanan. Selain itu, dapur rumah tidak dibuat lobang asap. Umumnya

penduduk membuat lobang asap di dapur dengan membuka jendela sebagian

saja pada saat sedang memasak dan menutupnya kembali setelah selesai.

Ventilasi penduduk rumah memiliki ukuran yang kecil dan jumlah sedikit

dalam suatu ruangan tertutup. Wilayah kerja PuskesmasKec. Mandastana

terletak di Kabupaten Batola terdiri dari 13 Desa & Desa Tabing Rimbah ada

11 RT & 3 RW Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi adalah masih

tingginya penyakit ISPA yang antara lain disebabkan oleh lingkungan di

dalam rumah masih belum memenuhi persyaratan rumah sehat.

Adapun kondisi perumahan yang ada di Desa Tabing Rimbah di

antaranya jarak antara rumah yang satu dengan rumah lainnya sangat

berjauhan dan hanya sedikit rumah yang saling berdekatan, selain itu aktivitas

sehari-hari masyarakatnya bertani sehingga kondisi rumah yang sangat

sederhana dengan rumah yang mayoritas berbahan kayu dan beratap daun

rumbia untuk tinggal tidak terlalu diperhatikan yang penting bagi mereka bisa

beristirahat melepas lelah setelah seharian berkerja karena kebiasaan mereka

bekerja pagi sekali dan pulangnya siang bahkan ada yang sampai sore baru

sampai ke rumah jadi hampir setiap hari kondisi rumah yang selalu tertutup

karena kurang terperhatikan dan tidak tertata rapi. Oleh karena itu,
5

masyarakat atau individu diharapkan untuk selalu mewaspadai penyakit

tersebut agar penyakit tersebut tidak timbul atau muncul pada setiap

waktunya. Disini lingkungan sangat berperan penting, khususnya lingkungan

yang berada pada tempat tinggal kita atau yang biasa disebut dengan rumah.

Rumah merupakan tempat tinggal, bagian dari eksistensi individu/atau

keluarga (terkait dengan status, tempat kedudukan, identitas), dimana rumah

atau tempat tinggal yang kita miliki haruslah bersih, rapih, sehat, dan

lingkungan yang ASRI. Agar keluarga selalu sehat dan betah di rumah.

B. Rumusan Masalah

Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf

kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan

mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini

dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh lingkungan, jika kondisi tidak

sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah (lingkungan

pemukiman).Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman

pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan

penghuninya.

Dengan adanya uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut : Bagaimana kondisi perumahan penderita penyakit infeksi

saluran pernafasan Akut (ISPA) di Desa Tabing Rimbah Kecamatan

Mandastana Kabupaten Barito Kuala Tahun 2017 ?


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Mengetahui kondisi perumahan penderita penyakit infeksi

saluran pernafasan Akut (ISPA) di Desa Tebing Rimbah Kecamatan

Mandastana Kabupaten Barito Kuala Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus :

a.menilai Rumah penderita Ispa

b.diketahui katagori Rumah penderita Ispa

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Dinas Kesehatan

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu

sumber informasi dan bahan evaluasi bagi instansi terkait dalam hal

penentu kebijakan untuk menangani masalah penyakit yang banyak terjadi

di masyarakat khususnya ISPA

2. Manfaat ilmiah untuk masyarakat

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan

ilmiah bahan bacaan bagi seluruh lapisan masyarakat umum terutama

pembaca dalam memahami faktor-faktor kondisi perumahan

yang mempengaruhi kejadian ISPA. diharapkan dapat menambah

pengetahuan, khususnya bagi masyarakat mengenai pentingnya dalam

memelihara dan menjaga lingkungan dan sanitasi yang sehat pada masing-

masing tempat tinggal mereka guna untuk mencegah bahaya penyakit ISPA.

3. Manfaat praktikan atau keilmuan


7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujuk bagi

peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian yang relevan dengan

topik penelitian ini

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Sistematika Penulisan

F. Keaslian Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Insfeksi Saluran Pernafasan

B. Rumah Sehat

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

B. Tempat dan waktu Penelitian

C. Populasi dan Sampel

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

E. Metode Pengumpulan Data

F. Pengolahan dan Penyajian Data

G. Jadwal Penelitian
8

F. Keaslian Penelitian

1. Vita Ayu Oktaviani, (2009). Skripsi (S1) Universitas Muhammmadyah

Surakarta Jurusan Kesehatan Masyarakat dengan judul Hubungan Antara

Sanitasi Fisik Rumah Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas

(ISPA) pada Balita Di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten

Boyolali. Penelitian bersifat Observasional. Variabel penelitian yaitu

Sanitasi Fisik Rumah dan Kejadian Insfeksi Saluran Pernafasan (ISPA)

Pada Balita.

2. Ike Suhandayani, (2007). Skripsi (S1) Universitas Negeri Semarang Jurusan

Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan judul Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati

Tahun 2006. Penelitian bersifat Deskriptif. Variabel penelitian yaitu Faktor-

Faktor Penyebab Insfeksi Saluran Pernafasan (ISPA) Pada Balita.

3. Istianna Nurhidayati Nurfitriah, (2009). Skripsi (S1) Universitas Negeri

Semarang Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan judul Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas Pati I

Kabupaten Pati Tahun 2006. Penelitian bersifat Deskriptif. Variabel

penelitian yaitu Faktor-Faktor Penyebab Insfeksi Saluran Pernafasan (ISPA)

Pada Balita.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan

terdahulu adalah hanya mendiskripsikan atau menggambarkan kondisi

perumahan pada penderita penyakit ISPA sedangkan penelitian terdahulu


9

adalah survei analitik dengan rancangan Cross Sectional pada judul skripsi

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita” dan

penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional pada skripsi

berjudul “Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita”.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA adalah penyakit insfeksi saluran

pernafasan atas yang meliputi insfeksi mulai dari rogga hidung sampai

dengan epiglottis dan laringseperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga

(otitis media, dan radang tenggorokan (faringitis).

Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang akan

sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu, tetapi

penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika dibiarkan

dan tidak segera ditanggani.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan lingkungan

pasal 162 adalah Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan

kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi

tingginya. Oleh karena itu manusia atau individu wajib akan menjaga dan

berhak untuk mendapatkan kesehatan dan keselamatan yang seutuhnya.

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan

bagian atas dan infeksi akut pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu

penyakit yang terbanyak diderita oleh anak-anak, baik di Negara berkembang

maupun di Negara maju dan sudah mampu. Dan banyak dari mereka perlu masuk

rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran


11

pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai

pada, masa dewasa.

Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran

pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah

sebagai berikut:

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung ingga alveoli

beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan

pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran

pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk

jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan

batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernafasan

(respiratory tract).

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini.

Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun

untuk beberapa penyakit yang dapat digolongakan ISPA proses ini

dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes RI, 1996:3).

B. Pengertian Rumah Sehat

Rumah adalah tempat untuk berlindung dari pengaruh keadaan alam

sekitarnya (misalnya hujan, matahari dan lain-lainnya) serta tempat untuk

beristirahat setelah bertugas memenuhi sehari-hari.


12

Definisi perumahan (housing) menurut WHO adalah : suatu struktur fisik

di mana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, di mana

lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan

yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani

dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Untuk

mewujudkan rumah dengan fungsi di atas, rumah tidak harus mewah/besar

tetapi rumah yang sederhanapun dapat dibentuk menjadi rumah yang

layak huni.

Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting

bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk

melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti

yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan

sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah

mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah

yang sehat dan layak dihuni Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi

didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau

masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap

beberapa aspek yang sangat berpengaruh. Adapun Persyaratan Kesehatan

Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

829/Menkes/SK/ VII/1999 adalah sebagai berikut:

1. Bahan Bangunan
13

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat

membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :

1). Debu Total tidak lebih dari 150 µg m3

2). Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam

3). Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan

berkembangnya mikro organisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai

berikut:

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

b. Dinding

1). Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi

untuk pengaturan sirkulasi udara

2). Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah

dibersihkan

3). Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

4). Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus

dilengkapi dengan penangkal petir

5). Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang

tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang

mandi dan ruang bermain anak.

6). Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.


14

c. Pencahayaan

Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat

menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan

tidak menyilaukan.

d. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai

berikut:

1). Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C

2). Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%

3). Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam

4). Pertukaran udara

5). Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam

6). Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3

e. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal 10%

dari luas lantai.

f. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus bersarang di rumah.

g. Air

1). Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang

2). Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air

minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

h. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene.


15

i. Limbah

1). Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak

menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

2). Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, tidak

menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah.

j. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih

dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur

5 tahun.

Masalah perumahan telah diatur dalam Undang-Undang

pemerintahan tentang perumahan dan pemukiman No.4/l992 bab III pasal

5 ayat l yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak untuk

menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dan

lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

Bila dikaji lebih lanjut maka sudah sewajarnya seluruh lapisan

masyarakat menempati rumah yang sehat dan layak huni. Rumah tidak

cukup hanya sebagai tempat tinggal dan berlindung dari panas cuaca dan

hujan, Rumah harus mempunyai fungsi sebagai :

a. Mencegah terjadinya penyakit

b. Mencegah terjadinya kecelakaan

c. Aman dan nyaman bagi penghuninya

d. Penurunan ketegangan jiwa dan sosial


16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu penelitian yang

bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang Kondisi Perumahan Pada

Penderita Penyakit ISPA di Desa Tebing Rimbah Kecamatan Mandastana

Kabupaten Barito Kuala Tahun 2017.

B. Tempat dan waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tebing Rimbah Kecamatan

Mandastana Kabupaten Barito Kuala

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Rumah yang

didalamnya ada pederita Penyakit ISPA yang tersebar di 3 RW dan 11 RT di

Desa Tebing Rimbah Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala pada

bulan Desember 2017 sebanyak 41 rumah


17

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Rumah yang didalamnya

ada pederita Penyakit ISPA di Desa Tebing Rimbah Kecamatan Mandastana

Kabupaten Barito Kuala yang di ambil secara total populasi (Saturation

Sampling) sebanyak 41 rumah.(Budiarto,2001 )

X = Hasil prosentase
f = Frekuensi hasil pencapaian
n = Total seluruh observasi

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah bahan bangunan, pencahayaan,

ventilasi, binantang peliharaan, air minum, limbah/sampah, jamban.


18

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi Alat Skala Hasil


No Variabel
operasional ukur ukur ukur
1.Rumah Sehat
1. Perumahan Kondisi fisik Lembar Ordinal 2.Rumah Cukup
Perumahan observasi
yg dinilai berupa 3.Rumah Kurang
berdasarkan checklist
form 4.Rumah tidak
penilaian
Rumah Sehat Sehat

E. Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan mengisi form yang ada dengan mengamati

kondisi fisik perumahan yang dihasilkan dengan cara menconteng pada kolom

yang ada.

F. Pengolahan dan Penyajian Data

Dari data yang diperoleh dilakukan pengolahan dan analisis secara

deskriptif, selanjutnya berpedoman dengan teori Persyaratan Kesehatan Rumah

Tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/

VII/1999 tentang syarat-syarat rumah sehat.

Adapun hasil penilaian dapat dikatagorikan sbb.(Santoso,2015)

1.Nilai> 70 tergolong Rumah Sehat

2.Nilai,55-70 tergolong Rumah cukup

3.Nilai 40-55 tergolong Rumah kurang

4 Nilai <40 tergolong Rumah tidak Sehat


19

G. Jadwal Penelitian

Adapun Karya Tulis Ilmiah ini sepenuhnya dilaksanakan pada semester

II (dua) tahun 2017 – 2018, terdiri dari beberapa tahapan yang tercantum dalam

jadwal penelitian berikut :

Tabel 3.2
Jadwal Penelitian

2017 2018
No Kegiatan
8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

1 Pengajuan judul √ √ √ √ √

2 Penyusunan Proposal √

3 Konsultasi Proposal √ √ √ √

4 Ujian Profosal √

5 Perbaikan Proposal √

6 Persiapan Penelitian √

Pelaksanaan
7 √ √
Penelitian

Pengumpulan dan
8 √ √
Pengolahan Data

9 Penyusunan KTI √ √ √

10 Ujian Akhir Program √


20

DAFTAR PUSTAKA

Anonimos, 2008, Pekerjaan Umum Rumah Sederhana Sehat. Dinas Pekerjaan


Umum RI, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Kepmen Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1996.

Soedjajadi Keman, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman,


Jurnal Kesehatan Lingkungan, Volume 2, No.1, Tahun 2005.

Khaidirmuhaj (2008) Pengertian ISPA dan Pneumonia. Diakses : 10 Januari


2016.

Munif Arifin, 2009. Rumah Sehat dan Lingkunganya. diakses dari


environmentalsanitation.wordpress.com, November November 2011.

Budiarto,2001,Biostatistik untuk kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.Jakarta


EGCm

Santoso Imam,2015, Kesehatan Lingkungan permukiman perkotaan,


gosyes publishing,Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai