Anda di halaman 1dari 11

KOHESI DAN KOHERENSI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Analisis Teks Translasional


Dosen pengampu Dr. Teguh Setiawan, M. Hum

OLEH
NURUL AINI
NIM. 16706251033

PROGRAM STUDI LINGUISTIK TERAPAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
PENDAHULUAN
Keterampilan bahasa pada manusia memiliki empat komponen yang saling berkaitan satu
sama lain. keterampilan tersebut antara lain, mendengar, berbicara, membaca dan
menulis.
Pada umumnya, keterampilan yang dimiliki pertama kali adalah keterampilan mendengar
dan
yang terakhir adalah keterampilan menulis. Hal ini dikarenakan keterampilan menulis
merupakan keterampilan berbahasa yang memiliki tingkat kesulitan lebih dibanding
jenis
keterampilan lainnya. Terkait dengan keterampilan menulis maka keterampilan membaca
merupakan ketrampilan yang erat kaitannya dengan keterampilan menulis. Seseorang
yang
memiliki kecenderungan atau minat membaca banyak buku tentu memiliki kosakata yang
banyak dan semakin beragam sehingga mampu menuangkan ide dan menuliskannya kembali
sehingga dapat melahirkan jenis tulisan yang lebih variatif.
Dalam penerjemahan, seseorang melakukan kegiatan alih bahasa dari bahasa sumber
(BSu) ke bahasa sasaran (BSa). Sesuai dengan ini, Catford (1978: 20) mendefinisikan
translation as “the replacement of textual material in one language (SL) by
equivalent textual
material in another language (TL). Namun, proses pengalihan bahasa ini juga tidak
hanya
mengalihkan struktur luar bahasa namun juga struktur dalam bahasa. Seperti yang
dinyatakan
oleh Newmark: Translation is rendering the meaning of a text into another language
in the
way that the author intended the text (Newmark, 1988: 5).. Selain newmark,
Simatupang (2000:
2) juga mengatakan penerjemahan adalah mentransfer makna yang terdapat dalam bahasa
sumber kedalam bahasa sasaran dan mewujudkannya kembali di dalam bahasa sasaran
dengan
bentuk-bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa
sasaran. Tidak hanya bentuk gramatikal suatu bahasa namun juga makna dari BSu ke
BSa.
Teks yang diterjemahkan merupakan wujud dari prosedur, aturan dan prinsip sehingga
hasil
terjemahan dapat berterima.
Seorang penerjemah yang dapat menghasilkan tulisan yang berterima dalam BSa tentu
tidak hanya mengandalkan banyaknya kosakata yang dimilikinya namun juga pesan atau
makna yang terkandung di dalam tulisannya. Untuk menghasilkan struktur dan makna
yang
berterima terdapat poin penting yang tidak boleh terlewatkan yaitu mengenai kohesi
dan
koherensi kalimat-kalimat yang terdapat di dalam sebuah paragraf serta paragraf-
paragraf
dalam sebuah kesatuan wacana yang utuh. Oleh karena itu diperlukan pengkajian lebih
lanjut
mengenai kohesi dan koherensi yang terdapat dalam proses penerjemahan. Dalam
pembahasan
kali ini kita akan membahas bagaimana perbedaan kohesi dan koherensi dan apa yang
dapat
membentuk kohesi sehingga dapat menghasilkan sebuah teks yang berterima.
1. Pengertian Kohesi dan Koherensi
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain
dalam
wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau koheren (Moeliono dkk, 1997:
343).
Halliday dan Hasan (1992: 65) juga menyatakan bahwa kohesi adalah perangkat
sumbersumber kebahasaan yang dimiliki setiap bahasa sebagai bagian dari metafungsi
tekstual untuk
mengaitkan satu bagian teks dengan bagian lainnya. Selanjutnya Halliday dan Hasan
dalam
Aflahah (2012: 2) mengungkapkan bahwa penentu utama untuk menentukan apakah
seperangkat kalimat itu merupakan suatu teks sangat bergantung pada hubungan-
hubungan
kohesif yang ada di dalam dan di antara kalimat-kalimat itu yang dapat membentuk
suatu
jaringan atau tekstur (texture). Suatu teks itu mempunyai jaringan dan inilah yang
membedakannya dengan yang bukan teks. Jaringan ini dibuat oleh hubungan yang padu
(cohesive relation). Senada dengan hal ini, Gutwinsky (1976: 26) menyatakan kohesi
ialah
hubungan antarkalimat dan anatrklausa dalam sebuah teks, baik dalam strata
gramatikal
maupun dalam strata leksikal. Newmark (1988: 23) juga menyatakan bahwa kohesi
merupakan
suatu hal yang berdasarkan pada struktur dan gramatikal. Struktur tersebut dibentuk
melalui
kata-kata penghubung (konjungsi, enumerasi, pengulangan, artikel pasti, kata-kata
umum,
sinonim refetential, dan tanda baca). Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut
ini:
a. Moana harus meninggalkan desanya karena ia harus mencari dan menemukan Maui.
b. Annelies dan ibunya harus berpisah karena Annelies akan pergi ke Belanda
c. Do you know me? Yes, I do…. (penggantian kata know).
Dari contoh di atas terbentuk makna yang kohesif. Hal ini ditunjukkan melalui kata
pengulangan kata pada contoh kalimat (b), penggunaan pronomina pada kalimat (a),
serta
penggantian kata do untuk know pada kalimat (c). ketiga kalimat ini dapat
dimengerti oleh
pembaca karena memberikan pemahaman yang utuh yang disebabkan oleh adanya kohesi
dalam struktur kalimat tersebut.
Halliday dan Hasan dalam Munday (2008: 152) menyatakan bahwa kohesi dibentuk
dengan cara kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi dibedakan kedalam lima
jenis yaitu:
(1) Referen, (2) Penggantian, (3) Penghilangan, (4) Konjungsi, dan (5) Leksikal
kohesi.
Penjabaran lebih lanjut akan dibahas dalam sub penjelasan selanjutnya.
Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh atau koheren memang tidak selalu digunakan
piranti kohesi.Dalam contoh di bawah ini terdapat dialog yang dapat dipahami
meskipun
informasi di dalamnya muncul tidak secara eksplisit:
A: Ada suara ribut-ribut di luar!
B: Aku lagi di dapur, masak.
A: Oke
Dari dialog tersebut kita dapat memahami adanya informasi yang muncul secara
implisit.
Ketika A mengucapkan “Ada suara rebut di luar!”, dia mengharapkan B untuk segera
keluar
dan mencari tau apa yang sedang terjadi. Ketika B menyatakan “Aku lagi di dapur,
masak”, Si
B mengharapkan A yang melihat apa yang terjadi. Ketika A menjawab “Oke” maka di
sini A
akan memeriksa apa yang terjadi di luar.
Hal ini dapat dengan mudah dipahami meskipun informasi yang ada tidak muncul
secara eksplisit. Dalam hal ini pembaca menggunakan konsep koherensi. Menurut Bell
(1991:
165), [coherence is] “consists of configuration and sequencing of the CONCEPTS and
RELATIONS”. Sehingga, ketika pembaca memaknai teks pembaca melakukan “configuration
and relations” yaitu pembaca akan memakni dan membuat hubungan yang implisit
terhadap
sesuatu yang eksplisit dalam teks. Pemaknaan ini berasal dari pengetahuan di luar
teks
(konteks). Dapat kita simpulkan bahwa asumsi pembaca yang menghubungkan teks dengan
pengetahuan luar teks ini lah yang disebut koherensi. Dari pengertian kohesi dan
koherensi di
atas dapat kita katakan bahwa kohesi adalah keterpaduan bentuk sedangkan koherensi
adalah kepaduan makna. Pada kohesi, yang terpadu adalah unsur-unsur lahiriah teks,
termasuk
struktur lahir (tata bahasa). Sedangkan keberpaduan atau koherensi mengharuskan
unsur-unsur
batinnya (makna, konsep, dan pengetahuan) saling berpadu.
2. Kohesi
Halliday dan Hasan dalam Munday (2008: 152) mengemukakan bahwa piranti kohesi itu
dapat dibentuk dengan beberapa cara. Halliday dan Hasan membedakan lima tipe utama
kohesi
gramatikal menjadi: reference, substitution, ellipsis, conjuction, dan lexical
ties.
a. Reference (Referen)
Referen sebagai salah satu jenis kohesi dapat dikatakan sebagai pemarkah dieksis
yang mengacu pada bagian wacana seperti orang, tempat dan lainnya. Referen
dibentuk dengan leksikal dan leksikal yang digunakan sebagai pembentuk referen ini
meliputi:
a) Pronomina (pronoun) seperti:
I, you, they, we…. (dalam bahasa Inggris)
Ich, du, sie, Sie ….. (dalam bahasa Jerman)
Ana, anta, anti, hiya, nahnu…. (dalam bahasa arab).
Saya, anda, dia, beliau…. (dalam bahasa Indonesia) dan lain sebagainya.
b) Demonstratives (kata tunjuk) seperti
This, that, these and those (dalam bahasa Inggris)
Ini, itu, di sini, di sana (dalam bahasa Indonesia)
Tilka, dzalika (dalam bahasa arab)
Contoh yang dapat dimunculkan dalam kalimat adalah sebagai berikut: (1) ibu saya
seorang guru. dia (2) Ayah saya bekerja di perpustakaan. Dia senang bekerja di
sana.
b. Substitution (Penggantian)
Substitution adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain
dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau untuk
menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana 2011: 229). Substitusi dapat
dibedakan atas substitusi nominal, verbal dan klausal. Berikut ini merupakan contoh
yang menunjukkan substitusi
a) Do you want the blankets? Yes, I will take one. (One mensubstitusi blankets)
b) Did you sing? Yes, I did. (Did mensubstitusi sing)
c) The blankets needed to be cleaned. Yes, they did. (Did mensubstitusi needed to
be
cleaned)
c. Ellipsis (Penghilangan/pelesapan)
Menurut Aflahah (2012: 14), ellipsis dapat dikatakan sebagai ikatan kosong atau
zero tie sebab ikatan itu secara actual tidak dikatakan. Di bawah ini contoh
ellipsis
yakni:
a) Ketika ø memasuki rumah baru, kita menginginkan adanya suasana yang sama
sekali baru.
b) Sebelum ø pulang, Kikin mengajak teman-temannya ke sungai untuk
membersihkan badan dari lumpur.
Unsur yang dihilangkan atau dilesapkan pada kalimat a) dan b) adalah unsur subjek
pada klausa. Unsur tersebut adalah Kikin dan kita. Jika dituliskan secara lengkap
bentuk
kedua kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
a) Ketika (kita) memasuki rumah baru, kita menginginkan adanya suasana yang sama
sekali baru.
b) Sebelum (Kikin) pulang, Kikin mengajak teman-temannya ke sungai untuk
membersihkan badan dari lumpur.
d. Conjuction (Kata hubung)
Menurut Kridalaksana (2011: 131), konjungsi adalah partikel yang dipergunakan
untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa,
kalimat dengan kalimat, paragraph dengan paragraph. Sesuai dengan fungsinya,
konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat digunakan untuk merangkaikan ide, baik
dalam satu kalimat (intrakalimat) maupun antar kalimat (Rani dkk, 2004: 107).
Menurut
Suwandi (2002: 243), konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa
atau lebih. Berdasarkan hasil beliau terdapat konjungsi koordinatif, konjungsi
subordinatif, dan konjungsi antarkalimat.
Konjungsi koordinatif merupakan konjungsi yang menghubungkan dua unsur atau
lebih dan kedua unsur tersebut memiliki status yang sama seperti (1) Habibie
sprechen
Duetsch, Indonesisch, Englisch und Javanisch, (2) Silahkan pilih dia atau diriku.
Kedua kalimat ini memunculkan kata hubung dan dan atau yang digunakan untuk
menghubungkan suatu hal yang setara.
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau
lebih namun klausa tersebut tidak memiliki status sintaksis yang sama seperti (1)
Jika
masalah ini tidak segera diselesaikan maka dia sulit untuk pulang kerumah, (2) I am
happy when you visit my town, (3) Jaka menikahi gadis itu karena ia mencintainya.
Konjungsi antar kalimat konjungsi antar kalimat menghubungkan satu kalimat
dengan kalimat lainnya seperti Sumaryadi adalah tetangga dekat Jatmiko. Rumahnya
sedikit serong. Namun, sama-sama berada di tepi sawah.
e. Lexical ties (Ikatan leksikal)
Lexical ties atau leksikal kohesi terjadi ketika dua kata atau dua unsur di dalam
suatu wacana dihubungkan melalui kriteria semantik (Suwandi, 2002: 247). Kohesi
dapat dibentuk oleh pengulangan, sinonim, superordinate atau hipernim dan kolokasi.
Pengulangan dapat dilakukan dengan pengulangan utuh, pengulangan sebagian,
dan pengulangan dalam bentuk lain. Contoh bentuk pengulangan adalah sebagai
berikut:
a) Setiap manusia pasti pasti menginginkan suasana baru untuk mengusir
kejenuhan. Suasana yang lebih baik dari sebelumnya.
b) Sepuluh tahun kita menikah. Sepuluh tahun kita hidup bersama. Sepuluh
tahun setiap harinya kulalui hari bersamamu.
c) Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa
ragu-ragu dan fisafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat mendorong
kita untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
Penggunaan kohesi leksikal yang berupa sinonim terjadi jika suatu wacana
menggunakan kata atau frasa yang memiliki kesamaan atau kemiripan makna untuk
menghubungkan dua kalimat seperti mereka memainkan gitar sesuai dengan lagu yang
mereka pelajari. Salah seorang diantara mereka memetik senarnya dengan lembut.
Hipernim mengacu pada kata umum seperti contoh dalam kalimat semenjak
kepergian Annesia ke Negeri Belanda, bunga yang biasanya semerbak di depan rumah
Nyai Ontosoroh tak tampak lagi. Hanya anggrek bulan yang masih tampak menawan
oleh karena ketahanannya terhadap terpaan panas. Relasi makna pada kata bunga dan
anggrek bulan merupakan hiponim, di mana kata bunga merupakan hipernim
sedangkan anggrek bulan merupakan hiponim.
Kolokasi merupakan asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain yang
berdampingan seperti dua hari terakhir menjelang berbuka puasa Yogyakarta dilanda
cuaca buruk, hujan deras terjadi di wilayah Sleman dan sekitarnya. Kata cuaca dan
hujan dua kata yang dapat berdampingan satu sama lain. selain itu, hujan juga dapat
berdampingan dengan badai, angina dan lain sebagainya.
3. Koherensi
Definisi yang senada dengan Bell dinyatakan oleh Beaugrande (1931:4), dia
menjelaskan
bahwa coherence concerns the ways in which components of textual world; the
configuration
of concepts and relations which underlie the surface text are mutually accessible
and relevant.
hal ini menunjukkan arti bahwa koherensi mengacu pada bagaimana tekstual, seperti
konfigurasi konsep dan hubungan yang mendasari sebuah teks, saling berterima dan
berkaitan.
Kohesi merupakan istilah yang mengacu pada struktur atau ragam gramatika suatu
bahasa sedangkan istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi
yang
tersirat disimpulkan untuk menginterpretasikan ilokusinya dalam membentuk sebuah
wacana.
Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang runtut
(koheren) meskipun tidak terdapat pemarkah penghubung kalimat yang digunakan
(Aflahah,
2012: 17). Dari sini dapat kita simpulkan kalimat yang koheren dapat terbentuk
meskipun tidak
memiliki kohesifitas di dalamnya. Koherensi berfungsi menghubungkan ujaran dalam
makna
saling melengkapi dan saling berkesinambungan. Oleh sebab itu dengan adanya
koherensi
kalimat terbentuk secara logis dan bermakna secara utuh.
Rani dkk (2004: 134) mengatakan di samping kohesi, masih banyak faktor lain yang
memungkinkan terciptanya koherensi itu, antara lain latar belakang pemakai bahasa
atas
bidang permasalahan (subject matter), pengetahuan atas latar belakang budaya dan
sosial,
kemampuan “membaca” tentang hal-hal yang tersirat, dan lain-lain. selain itu, pada
koherensi
juga dapat diciptakan penerapan praanggapan yang logis, pemahaman akan variasi
ujaran dalam situasi
yang berbeda. Penguraian sumber variasi menghendaki sejumlah persyaratan, misalnya
kita harus
melihat peranan partisipan tutur, hubungan antarpartisipan: apakah mereka itu
sahabat, orang asing,
muda, tua, berasal dari status yang sama, dan seterusnya.

Berikut ini adalah contoh wacana yang mempunyai koherensi baik, tetapi tidak tampak
hubungan kohesifnya.
A: “ada telepon.”
B: “saya sedang mandi.”
C: “baiklah.”
Apa yang dikemukakan oleh A memang hanya alasan mengapa ia tidak dapat menerima
telepon. Meskipun tidak ada piranti kohesi tetapi rangkaian makna tidak akan
membingungkan
atau sudah dapat diketahui. Hal ini tentu saja dikarenakan adanya kemampuan
“membaca” halhal yang tersirat dalam percakapan tersebut. Koherensi teks
berhubungan dengan ekspektasi
dan pengalaman pendengar atau penerima pesan terhadap dunia ini. Pra-anggapan
terkait
dengan pemahaman linguistik dan ekstra linguistik pengirim pesan yang berasumsi
bahwa
penerima telah mengetahui maksud pesan yang disampaikan oleh si pengirim pesan.
Dengan
kata lain, presuposisi atau pra-anggapan merupakan asumsi awal yang penutur
sampaikan
terhadap pendengar bahwa apa yang akan dituturkan dimengerti dan dipahami oleh
mitra tutur.
4. Kesimpulan
Beberapa ahli mendefinisikan penerjemahan sebagai proses tidak hanya alih bentuk
bahasa akan
tetapi juga alih makna dari bahasa sumber (BSu) kedalam bahasa sasaran (BSa). Hal
ini
mengindikasikan bahwa makna yang terkandung dalam sebuah teks juga merupakan hal
yang penting
dalam sebuah teks.
Koherensi dan kohesi merupakan unsur yang digunakan untuk membengun teks yang baik.
Wacana yang baik ditandai dengan penggunaan kohesi yang sesuai dan diwujudkan oleh
struktur
semantik yang logis. Hubungan kohesi dapat dilihat dari penggunaan kohesi. Kohesi
dapat dibentuk
melalui berbagai macam cara sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Selanjutnya penggunaan kohesi semata bukanlah suatu jaminan bahwa wacana tersebut
koheren.
Di samping kohesi, masih banyak faktor lain yang memungkinkan terciptanya koherensi
wacana antara

lain latar belakang pemakai bahasa atas bidang permasalahan (subject matter),
pengetahuan
atas latar belakang budaya dan sosial, kemampuan “membaca” tentang hal-hal yang
tersirat
dan lain sebagainya. Dari sini dapat kita katakan bahwa kohesi adalah keterpaduan
bentuk sedangkan koherensi adalah kepaduan makna.
DAFTAR PUSTAKA

Aflahah. (2012). Kohesi dan koherensi dalam wacana. OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei
2012
Beaugrande, R. De dan W. Dessler. 1981. Introductian top Text Linguistic.
Bell, Roger T. (1991). Translation and translating. London: Longman
Catford, C.J. (1978). A Linguistic Theory of Translation. Fifth Impression. Oxford:
Oxford
University Press.
Halliday, M. A. K & Ruqaiya Hasan. (1992). Bahasa, konteks dan teks: Aspek-aspek
bahasa
dalam pandangan semiotic sosial. (Terjemahan Asrudin Barori Tou). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. (Buku asli diterbitkan tahun 1985 )
Harimurti Kridalaksana. (2011). Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
London: Longman
Moeliono, Anton dkk. (1997). Tata bahasa baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Munday, Jeremy. (2008). Introducing translation studies theories and application.
(4th ed).
London & New York: Routledge Taylor & Francis Group
Newmark, Peter. (1988). A textbook of translation. London: Prentice Hall
Internasional
Rani dkk (2004). Analisis wacana. Malang: Bayumedia Publishing
Sarwiji Suwandi. (2002). Kohesi dalam bahasa Indonesia. Diambil pada tanggal 10 Mei
2017, dari
http://linguistikindonesia.org/images/files/KohesidalamBahasaIndonesia.pdf.
Simatupang, Maurits D.S. (2000). Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Direktorat
Jenderal
Pendidikan Tinggi Departement Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai