Anda di halaman 1dari 7

JIMVET.

01(4):729-735 (2017) ISSN : 2540-9492

POTENSI INFUSA BATANG SERNAI (Wedelia biflora) SEBAGAI ANALGESIK


PADA MENCIT (Mus musculus)

The Potential of Sernai (Wedelia biflora) Stems Infuse as an Analgesic


to Mice (Mus musculus)

Widya Hanifa1, M. Isa2, T. Armansyah TR3


1Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
2Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
3Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
wid.cancer@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi infusa batang sernai (Wedelia biflora)
sebagai analgesik pada mencit (Mus musculus) dengan metode hot plate. Hewan uji yang
digunakan pada penelitian ini adalah 15 ekor mencit yang dibagi dalam 3 kelompok
perlakuan, masing-masing terdiri atas 5 ekor mencit. Sampel penelitian yang digunakan
adalah tumbuhan sernai yang berumur lebih dari 1 tahun dengan panjang tanaman telah lebih
dari 0,3 meter. Kelompok P0 sebagai kontrol negatif diberi akuades, kelompok P1 sebagai
kontrol positif diberi meloksikam, sedangkan kelompok P2, P3, dan P4 diberikan infusa batang
sernai masing-masing dengan konsentrasi 50, 75, dan 100%. Aktivitas analgesik dihitung
setiap 30 menit selama 2 jam dengan menggunakan metode induksi termik menggunakan hot
plate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusa batang sernai memiliki
pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap peningkatan waktu respons analgesik. Uji lanjut BNt
(Beda Nyata terkecil) menunjukkan bahwa kelompok P2 berbeda nyata (P<0,05) dengan P0,
P1, P3 dan P4. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa infusa batang sernai
memiliki kemampuan analgesik pada mencit. Konsentrasi 50% memiliki kemampuan
analgesik yang lebih baik dibanding meloksikam.
Kata kunci: batang sernai, analgesik, meloksikam, hot plate

ABSTRACT
The aim of this study was to understand the potential of sernai (Wedelia biflora) stems
infuse as an analgesic in mice (Mus musculus) with hot plate method. 15 mice were devided
into 3 groups (P0, P1, P2, P3, P4) which consist of 5 mice per group. The sample was Wedelia
biflora about 1 year old with length more than 0.3 meters. P0 and P1 were negative and
positive control both given aquades and meloxicam respectivily, while the others (P2, P3, P4)
were Wedelia biflora stem infuse by 50, 75, and 100%. Analgesic activity was calculated
every 30 minutes for 2 hours using a thermal induction method using a hot plate. The results
showed that infusa stem administration had a significant effect (P<0.05) on the increase of
analgesic response. Further test of LSD (Least Significance Different) showed P2 group was
significantly different (P<0,05) with P0, P1, P3, and P4. From these results it can be concluded
that rod infusa has an analgesic effect on mice induced by thermal. Concentration of 50%
has a better analgesic effect than meloxicam.
Keywords: Sernai Stems, analgesic, meloxicam, hot plate

PENDAHULUAN

Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan dirasakan sebagai rasa sakit.
Nyeri dapat timbul dibagian tubuh manapun sebagai respons terhadap stimulus yang
berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin, tertusuk benda

729
JIMVET. 01(4):729-735 (2017) ISSN : 2540-9492

tajam, dan patah tulang. Rasa nyeri timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka,
terbentur, dan terbakar. Hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan posisi tubuhnya (Guyton dan Hall, 1997). Pada dasarnya, rasa nyeri merupakan
mekanisme pertahanan tubuh. Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi
tertentu, nyeri dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penderitaan bagi individu yang
merasakan sensasi ini (Irwan, 2009).
Sensasi nyeri tersebut bisa diminimalisir dengan pemberian obat-obatan penghilang
rasa nyeri (analgesik). Analgesik adalah zat-zat yang dalam dosis tertentu dapat memberikan
efek mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri (Schmitz dkk., 2008). Obat yang memiliki
sifat anti-inflamasi, antipiretik, dan analgesik disebut obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS).
Beberapa contoh OAINS yang dapat berfungsi sebagai analgesik antara lain adalah aspirin,
asam mefenamat, diklofenak, ibuprofen, meloksikam. Meloksikam merupakan OAINS yang
selektif terhadap siklooksigenase-2 (COX-2) tanpa menghambat aktifitas enzim COX-1,
penghambatan enzim COX-1 menghindari pembentukan prostacyclin (PgI2) yang
bertanggung jawab untuk efek iritasi lambung-usus. Obat-obat tersebut merupakan obat kimia
sintetik yang tidak terlepas dari efek sampingEfek samping obat tersebut diantaranya adalah
gangguan pencernaan, edema, nyeri kepala, anemia, insomnia, batuk, pruritus, rash, dan
gangguan miksi (Indriatmoko, 2012). Hal ini menyebabkan pengobatan dengan cara
tradisional dan pemakaian obat tradisional masih banyak dilakukan dalam mengurangi bahkan
menghilangkan nyeri oleh masyarakat secara luas baik di daerah pedesaan maupun daerah
perkotaan (Hargono, 1997).
Nyeri juga dapat diatasi dengan pemberian obat-obat tradisional (Puspitasari dkk.,
2003). Pemakaian obat tradisional memiliki efek samping yang rendah. Namun obat
tradisional harus diperhatikan kebenaran bahan, ketepatan dosis, dan ketepatan waktu
penggunaan (Nursiyah, 2013). Salah satu tumbuhan yang digunakan masyarakat sebagai obat
tradisional adalah tumbuhan sernai (Wedelia biflora). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rinidar dkk. (2014) melaporkan bahwa ekstrak air daun sernai memiliki khasiat sebagai
antipiretik. Ekstrak etanol, n-hexan, dan etil asetat daun sernai dilaporkan sebagai
antiplasmodium (Isa dkk., 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ali dkk. (201),
Mubdi (2015), Azhyumardi (2015) ekstrak daun sernai , dan Rahmatia (2016) ekstrak batang
sernai juga berpotensi sebagai analgesik, namun penelitian tentang potensi infusa batang
sernai sebagai analgesik yang diinduksi oleh rangsang termal belum pernah diteliti.
Pemanfaatan obat tradisional tumbuhan sernai oleh masyarakat pada umumnya dalam
bentuk rebusan (infusa). Oleh karena itu, perlunya dilakukan penelitian tentang efek analgesik
batang sernai dengan metode infusa yang diuji dengan rangsang termal. Infusa batang sernai
diharapkan mampu memberikan efek analgesik, sehingga lebih mudah dan praktis digunakan
masyarakat.

MATERIAL DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Kegiatan ini dilaksanakan di bulan Desember 2016
sampai denganJanuari 2017.

Alat dan Bahan Penelitian


Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi stopwatch, thermometer, hot
plate, sonde lambung, spuit, gelas kimia, corong pisah, kain flannel, kompor, panci infusa,
timbangan, dan kandang mencit, sedangkan bahan yang digunakan adalah batang sernai yang
berumur lebih 1 tahun dengan panjang tanaman lebih dari 0,5 meter dari permukaan tanah,

730
JIMVET. 01(4):729-735 (2017) ISSN : 2540-9492

meloksikam, akuades, dan mencit (Mus musculus) jantan berumur 2-3 bulan dengan berat 25-
30 gram berjumlah 15 ekor. Mencit dalam keadaan sehat dan belum mendapatkan perlakuan
apapun.

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola split plot untuk uji analgesik metode hot
plate. Total mencit yang digunakan pada penelitian kali ini adalah 15 ekor mencit jantan,
masing-masing dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan dengan 3 kali ulangan.

Prosedur Penelitian
Preparasi infusa batang sernai
Batang sernai yang digunakan pada penelitian kali ini berasal dari daerah Keudah,
Banda Aceh. Batang sernai yang telah dipersiapkan kemudian dipotong dengan ukuran 0,25
cm. Batang sernai ditimbang sebanyak 50 gram ditambah 100 ml akuades kemudian
dimasukkan ke dalam panci infusa, setelah itu dipanaskan untuk membuat infusa 50%, 75
gram batang sernai ditambah 100 ml untuk membuat infusa 75%, dan 100 gram batang sernai
ditambah 100 ml akuades untuk membuat infusa 100%. Pemanasan dilakukan selama 15
menit terhitung setelah suhu mencapai 90oC, kemudian disaring panas dengan menggunakan
kain flannel (Depkes, 2009).

Perlakuan dan Pengujian efek analgesik terhadap Hewan Coba


Mencit dengan bobot 25-30 gram dipuasakan selama 16 jam dan dibagi menjadi 5
kelompok. Selanjutnya masing-masing kelompok diberikan perlakuan berbeda secara oral.
Kelompok 1 (Po) diberikan aquades sebagai kontrol negatif. Kelompok 2 (P1) diberikan
meloksikam 1-2 mg/kgbb sebagai kontrol positif, kelompok 3 (P2), kelompok 4 (P3), dan
kelompok 5 (P4) masing-masing diberikan infusa batang sernai dengan konsentrasi 50, 75,
dan 100%. Pada waktu pengamatan 30, 60, 90, dan 120 menit setelah pemberian perlakuan
secara oral, mencit secara bergantian ditempatkan di atas plate yang telah dipanaskan pada
suhu 55-56°C. Setelah itu, reaksi yang terjadi pada mencit tersebut diamati. Waktu reaksi
dicatat ketika hewan telah menunjukan reaksi dengan menjilat kaki belakang atau melompat
(Sirait dkk., 1993 yang disitasi oleh Puspitasari dkk., 2003).

Analisis Data
Data hasil perlakuan dianalisis dengan analisis varian (Anava) dan dilanjutkan dengan
uji lanjut BNT dengan taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut ini disajikan data waktu respons nyeri
mencit terhadap rangsang termal setelah diberi berbagai perlakuan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata ±SD waktu respons nyeri mencit terhadap rangsangan panas menggunakan
metode hot plate setelah pemberian infusa batang sernai
Perlakuan Waktu Pengamatan (menit)
Menit ke- 30 Menit ke- 60 Menit ke- 90 Menit ke- 120
P₀ 23,50±4,54Aa 24,71±5,96Aa 22,68±4,71Aa 24,22±2,32Aa
P₁ 29,43±11,80Aba 32,63±7,75ABa 40,23±17,93ABa 36,53±13,82Aa
P₂ 50,37±21,93Bab 52,93±25,78Bab 57,10±13,84Bb 30,87±15,97Aa
P₃ 42,20±13,72 ABab 25,87±5,40Aab 19,63±9,15Aa 44,20±13,72Ab

731
JIMVET. 01(4):729-735 (2017) ISSN : 2540-9492

P₄ 26,93±6,73Aa 32,03±15,27ABa 35,03±7,60ABa 45,90±10,15Aa


A,B
Superskrip yang bebeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
a,b
Superskrip yang bebeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
P0 : Kontrol negatif (akuades)
P1 : Kontrol positif (meloksikam)
P2 : Infusa batang sernai konsentrasi 50%
P3 : Infusa batang sernai konsentrasi 75%
P4 : Infusa batang sernai konsentrasi 100%

Berdasarkan Tabel 1, terlihat kelompok perlakuan P2 yang diberi infusa batang sernai
dengan konsentrasi 50% berbeda nyata (P<0,05) dengan P0, P1, P3, dan P4. Kelompok
perlakuan P1 yang diberi meloksikam sebagai kontrol positif tidak berbeda nyata (P>0,05)
dengan konsentrasi 75 dan 100% infusa batang sernai, namun berbeda nyata (P<0,05) dengan
kelompok perlakuan P0.
Pada uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil), menunjukkan pengaruh yang nyata
(P<0,05) pada interaksi antara perlakuan namun tidak berbeda nyata (P>0,05) pada interaksi
perlakuan dan waktu. Uji lanjut ini menunjukkan bahwa pemberian akuades tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) pada setiap waktu pengamatan. Namun
pemberian meloksikam terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan P2. Pada menit ke-30
terlihat bahwa P2 berbeda nyata (P<0,05) dengan P0 dan P4 namun tidak berbeda nyata
(P>0,05) dengan P1 dan P3, sedangkan P1 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P0, P2, P3, dan
P4. Pada menit ke-60 P2 berbeda nyata (P<0,05) dengan P0 dan P3 namun tidak berbeda nyata
(P>0,05) dengan P1 dan P4, sedangkan P1 tidak berbeda nyata dengan P0, P2, P3, dan P4 . Pada
menit ke-90 , P2 berbeda nyata (P<0,05) dengan P0 dan P3 namun tidak berbeda nyata
(P>0,05) dengan P1 dan P4 sedangkan P1 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan semua
perlakuan. Pada menit ke-120 tidak ada perbedaan yang signifikan (P>0,05) antara P0, P1, P2,
P3, dan P4, sehingga terlihat bahwa respons nyeri yang baik terdapat pada infusa batang
sernai 50% (P2) bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol positif (P1) secara
signifikan (P<0,05).
Interaksi antara perlakuan dan waktu pada perlakuan P2 dan P3 terdapat perbedaan
yang nyata (P<0,05) antara menit ke-90 dengan menit ke-120, sedangkan interaksi antara
waktu dan perlakuan pada menit ke-30, 60, dan 90 terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05)
antara P0 dan P2. Perbedaan yang nyata juga terdapat pada menit ke-90 antara perlakuan P2
dengan P3. Fluktuasi waktu reaksi rata-rata respons nyeri mencit terhadap hotplate dengan
suhu 55-56°C yang diukur dalam selang waktu 30 menit dapat dilihat pada Gambar 1.

732
JIMVET. 01(4):729-735 (2017) ISSN : 2540-9492

Gambar 1.Waktu reaksi rata-rata respons nyeri mencit terhadap hot plate dengan suhu 55-
56°C yang diukur dalamselang waktu 30 menit

Gambar 1 menunjukkan bahwa infusa batang sernai memberikan hasil lebih tinggi
dari kelompok kontrol (P0), kecuali pada P3 di menit ke-30 mengalami penurunan respons
nyeri di menit ke-30 dan 60 antar semua perlakuan, namun pada menit ke-120 respons
menahan nyerinya naik kembali seperti halnya pada P4 yang juga pada menit ke-120 naik
kembali. Hal yang menarik terlihat bahwa pada P4 fluktuasi rata rata respons mencit menahan
nyeri meningkat mulai dari menit ke-30 sampai dengan menit ke-120 dibandingkan dengan
kelompok perlakuan P1 dan P2. Gambaran ini memperlihatkan bahwa pada menit ke-120
infusa batang sernai dengan konsentrasi 100% daya kerja obatnya belum mengalami
penurunan. Sherwood (2014) menyatakan bahwa respons nyeri yang ditimbulkan oleh rasa
sakit akibat induksi panas >420C menimbulkan sentakan tajam nyeri pada awal yang segera
diikuti oleh nyeri yang lebih difus dikarenakan terpicunya reseptor nyeri yang disebut
nosiseptor.
Semua nosiseptor dapat ditingkatkan kepekaannya oleh adanya prostaglandin. Apabila
prostaglandin dihambat maka nyeri tidak akan terjadi. Kelompok obat analgesik mampu
menghambat prostaglandin (Katzung, 2012). Apabila merujuk pada pernyataan ini maka
infusa batang sernai mempunyai kemampuan untuk menghambat prostaglandin sehingga
respons yang muncul pada mencit adalah meningkatnya waktu menahan nyeri akibat stimulus
panas yang ditimbulkan oleh plat panas (hot plate) bersuhu 55-56°C. Semakin lama waktu
yang ditimbulkan untuk menahan rasa nyeri akibat rangsangan panas maka semakin tinggi
daya analgesiknya (Natsir dkk., 2014).
Pada mencit dengan perlakuan kontrol negatif yang diberi akuades rata-rata memiliki
waktu respons nyeri yang rendah jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini
dikarenakan akuades tidak memiliki zat apapun yang dapat menghambat proses nyeri.
Paparan rangsangan noksius yang berulang dapat menyebabkan peningkatan rasa nyeri
(sensitasi) (Jepma dkk., 2014). Hal inilah yang menyebabkan kemungkinan penurunan waktu
respons nyeri. Pada kontrol positif yang diberi meloksikam terdapat perbedaan yang nyata
(P<0,05) dengan P0. Hal ini disebabkan karena meloksikam (C₁₄H₁₃N₃O₄S₂) merupakan
golongan OAINS derivat asam fenolat yang bekerja dengan cara menghambat biosintesis
prostaglandin. Prostaglandin merupakan mediator inflamasi melalui penghambat COX-2,
sehingga proses inflamasi dapat dihambat (Dequeker dkk., 1998).
Pada penelitian ini juga terlihat bahwa ada mencit yang memperlihatkan respons yang
berbeda dengan yang lain, seperti terlihat pada kelompok P3. Pada kelompok ini terlihat
bahwa pada menit ke-30 mencit mampu menahan nyeri seperti halnya kelompok perlakuan
lain, namun pada menit ke-60 dan 90 terjadi penurunan menahan rasa nyeri dan pada menit
ke-120 kembali mampu menahan rasa nyeri lebih lama. Menurut Gun dkk. (2011) respons
paparan yang disebabkan oleh plat panas (hot plate) juga ditentukan oleh respons individual
pada sensitivitas kulit dan tingkat hormon serta habituasi. Pada P3, terlihat di menit ke-30
respons sama seperti P1, P2, P3, dan P4, artinya pada menit ke-30 ini semua bahan infusa
batang sernai yang diberikan secara oral telah terabsorbsi sempurna sehingga mampu
menimbulkan efek yang terlihat dari kemampuan mencit menahan rasa nyeri. Namun ada P 3
di menit ke-60 dan 90 menurun kemampuan menahan rasa nyeri, yang secara farmakologi
seharusnya reaksinya mengikuti gradien seperti P1, P2, dan P4. Pernyataan ini dibuat dengan
asumsi bahwa pada konsentrasi 50% (P2) mampu menahan nyeri, demikian juga pada
konsentrasi 100% (P4). Artinya pada saat ini bahan aktif dari batang sernai belum mengalami
penurunan. Oleh karena itu, penurunan respons dalam menahan nyeri ini diduga akibat
pengaruh sensitivitas kulit. Diketahui bahwa pada metode hot plate ini kaki mencit diletakkan
di atas plat panas. Pada menit ke-120 mencit sudah mengalami habituasi aman terjadi adaptasi

733
JIMVET. 01(4):729-735 (2017) ISSN : 2540-9492

dari panas yang terpapar pada kaki mencit. Motoc dkk. (2010) menambahkan bahwa rasa
nyeri setiap individu berbeda, dikarenakan ambang nyeri setiap individu juga berbeda (Tjay
dan Rahardja, 2008). Perbedaan toleransi rasa nyeri juga dapat dipengaruhi oleh umur, jenis
kelamin, dan ras (Woodrow dkk., 1972). Nyeri lebih bersifat subyektif sehingga menyulitkan
untuk membuat suatu batasan (National Research Council, 2009).
Tumbuhan sernai telah dilaporkan oleh Rinidar (2005) bahwa mengandung senyawa
metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, dan terpenoid. Senyawa steroid, caumarin, dan
saponin juga terkandung dalam tumbuhan sernai (Isa dkk., 2008). Menurut Hasballah dkk.
(2006) ekstrak metanol batang sernai mengandung senyawa aktif terpenoid, sedangkan
Thomy dkk. (2009) melaporkan pada daunnya mengandung senyawa aktif terpenoid dan
flavonoid. Isa (2014) menyatakan bahwa sernai yang tumbuh di Provinsi Aceh positif
mengandung triterpenoid. Triterpenoid diketahui berperan sebagai analgesik yang
menghambat enzim COX-2, dengan demikian akan mengurangi produksi prostaglandin oleh
asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri (Pandey dkk., 2012). Wemay dkk. (2013)
menambahkan bahwa senyawa terpenoid dan flavonoid mampu menghambat lintasan enzim
siklooksigenase. Rahmatia (2016) juga membuktikan bahwa ekstrak batang sernai mampu
bertindak sebagai analgesik. Pada beberapa penelitian lain juga menyebutkan bahwa adanya
kandungan alkaloid dan flavonoid juga mampu bertindak sebagai analgesik (Puspitasari dkk.,
2003 dan Afrianti dkk., 2014).

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
infusa batang sernai (Wedelia biflora) yang diberikan secara oral memiliki kemampuan
sebagai analgesik pada mencit (Mus musculus) yang diinduksi termal menggunakan hot plate.
Infusa batang sernai dengan konsentrasi 50% memiliki aktivitas analgesik yang lebih baik
dibandingkan dengan meloksikam.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, R., R. Yenti, dan D. Meustika. 2014. Uji aktifitas analgetik ekstrak etanol daun
pepaya (Carica papaya L.) pada mencit putih jantan yang di induksi asam asetat 1%.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 1(1): 54-60.
Dequeker, J., C. Hawkey, A. Kahan, K. Steinbruck, C. Alegre, E. Baumelou, B. Begaud,
H.Isomaki, G. Littlejohn, J. Mau, and S. Papazoglou. 1998. Improvement in
gastrointestinal tolerability of the selective cyclooxygenase (COX)-2 inhibitor,
meloxicam, compared with piroxicam: results of the Safety and Efficacy Large-scale
Evaluation of COX-inhibiting Therapies (SELECT) trial in osteoarthritis. British
Society for Reumatology. 37 (9): 946-951
Gun, A., E.N. Bobecke, C. Weber, and M.M. Morgan. 2011. The influence of non-
nociceptive factors on hot plate latency in rats. J Pain. 12(2):222-227.
Hasballah, K. Murniana, dan A. Azhar. 2006. Aktivitas antibakteri dan antifungi dari
tumbuhan Wedelia biflora. Jurnal Kedokteran Yarsi. 14(1):038-045.
Isa, M. 2014. Identifikasi kandungan senyawa kimia pada Wedelia biflora dan uji
bioaktivitasnya sebagai antiplasmodium Berghei. Jurnal Medika Veterinaria. 8(2):
51-55.
Isa, M., Rinidar, dan T. Armansyah. 2008. Isolasi dan identifikasi senyawa aktif dari daun
sernai (Wedelia biflora) sebagai antiplasmodium secara In Vivo. Laporan Penelitian.
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

734
JIMVET. 01(4):729-735 (2017) ISSN : 2540-9492

Jepma, M., M. Jones, and T.D.W. Thedy. 2014. The dynamics of pain : evidence for
simultaneous site-spesific habituation and site-nonspecific sensitization in thermal
pain. The Journal of Pain. 15(7):734-746.
Katzung, B.G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Motoc, D., N.C. Turtoi, V. Vasca, E. Vasca, and F. Schneider. 2010. Physiology of pain-
general mechanism and individual differences. Jurnal Medica Aradean. 13(4):19-23.
National Research Council. 2009. Nutrient Requirements of Poultry Eighth Revised Edition.
National Academy of Sciences. Washington, DC.
Natsir, N.M. Tanumiharja, I.K. Mattulada, dan V.H. Sanusi. 2014. Pemanfaatan akar sidaguri
(Sida rhombifolia) sebagai bahan analgetik. Jurnal PDGI. 63(2):66-9.
Pandey A.R.D. Pandey, P. Tripathi, P.P. Gupta, J. Haider, S. Bhatt dan A.V Singh.
2012. Moringa oleifera lam. (sahijan) - a plant with a plethora of diverse
therapeutic benefits: an updated retrospection. Medicinal Aromatic Plants. 6(12):
77-93.
Puspitasari, H., S. Listyawati, dan T. Widiyani. 2003. Aktivitas analgetik ekstrak umbi teki
(Cyperus rotundus L.) pada mencit putih (Mus musculus L.) jantan. Biofarmasi.
1(2):50-57.
Rahmatia, A.R. 2016. Potensi Ekstrak Metanol Batang Sernai (Wedelia biflora) sebagai
Analgesik pada Mencit (Mus musculus). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Rinidar, T. Armansyah, dan T.A. Putri. 2014. Potensi ekstrak air daun sernai (Wedelia
biflora) sebagai antipiretik pada mencit (Mus musculus). Jurnal Medika Veterinaria.
8(2):147-151.
Rinidar. 2005. Pengaruh pemberian infusa daun sernai terhadap peradangan akibat alergi.
Laporan. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Thomy, Z.B., Ginting, dan Harnelly. 2009. Kultur jaringan dan isolasi metabolit skundeer
serta uji toksisik tumbuhan serbai (Wedelia biflora). Laporan Penelitian. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2008. Obat-obat Penting. PT Gramedia, Jakarta.
Wemay, M.A, Fatimawali, dan F. Wehantaouw. 2013. Uji fitokimia dan aktivitas analgesik
ekstrak etanol tanaman kucing-kucingan (Acalypha indica L) pada tikus putih
betina galus wistar (Rattus novergicus L). Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(3):1-8.
Woodrow, K.M., G.D. Friedman, A.B. Siegelaub, dan M.F. Collen. 1972. Pain tolerance:
difference according to age, sex, ana race. Psyhosomatic Medicine. 14(6):548-556.

735

Anda mungkin juga menyukai