Anda di halaman 1dari 17

Antiinflamasi

Kelompok 4 GENAP Reg 2B


Sri Ismawati (PO.71.39.1.18.072)
Tharissa Rizka R (PO.71.39.1.18.074)
Yoriza Afriola (PO.71.39.1.18.076)
Veni Elyani (PO.71.39.1.18.078)
Zharifah Azzahra (PO.71.39.1.18.080)
Antiinflamasi
Inflamasi :Suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh kerusakan pada jaringan 
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologik. Inflamas
i berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik agen yang 
merusak maupun jaringan yang rusak. 
Tanda-tandanya : Pembengkakan/edema, kemerahan, panas, nyeri & perubahan fungsi.

 Obat antiinflamasi yang biasa digunakan dibagi menjadi dua, yaitu antiinflamasi steroid 
dan antiinflamasi nonsteroid. Namun kedua golongan obat tersebut memiliki banyak efek 
samping. Antiinflamasi steroid dapat menyebabkan tukak peptik, penurunan imunitas ter
hadap infeksi, osteoporosis, atropi otot dan jaringan lemak, meningkatkan tekanan intra-
 okular, serta bersifat diabetik, sedangkan antiinflamasi nonsteroid dapat menyebabkan 
tukak lambung hingga pendarahan, gangguan ginjal, dan anemia.
 Maka banyak dilakukan  pengembangan antiinflamasi yang berasal dari bahan alam, teru-
tama pada tanaman. Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat diantara
nya buah, daun, kulit batang, rimpang, dan bunga.
Mekanisme Antiinflamasi
 Bagaimanakah mekanisme aksi NSAID?
 Adanya rangsangan yang diterima tubuh, menyebabkan sel akan mengalami cidera.
Dinding sel terdiri datas komponen fosfolipid (fosfat dan lemak), adanya cidera sel
akan menyebabkan lepasnya enzim fosfolipase A2.
 Enzim ini menyebabkan diproduksinya asam arakidonat oleh sel yang akan
dilepaskan dalam darah. Asam arakidonat selanjutnya berubah bentuk menjadi
senyawa mediator nyeri seperti prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI), dan
tromboksan A2 (TX).
 Pembentukan senyawa-senyawa ini terjadi karena dalam tubuh terdapat enzim
siklooksigenase (COX). Selain melalui enzim COX, asam arakidonat bisa juga diubah
bentuknya oleh enzim lain yakni lipooksigenase membentuk leukotrien (LT1).
Mekanisme Antiinflamasi
Ada dua tipe utama NSAID, nonselektif dan selektif. Istilah nonselektif dan selektif merujuk
pada kemampuan NSAID untuk menghambat jenis enzim COX tertentu; tipe utama adalah COX-
1 dan COX-2.
 NSAID non selektif – menghambat enzim COX-1 dan COX-2 pada tingkat yang sama.
 NSAID selektif – lebih menghambat COX-2 (banyak ditemukan di situs peradangan)
dibanding COX-1, jenis yang biasanya ditemukan di lambung, trombosit darah, dan
pembuluh darah.
Perhatian terhadap NSAID secara umum
 Orang dengan penyakit arteri koroner yang diketahui (misalnya riwayat serangan
jantung, angina [nyeri dada karena arteri jantung yang menyempit], riwayat stroke,
atau arteri menyempit ke otak) dan orang-orang yang berisiko lebih tinggi harus
menghindari menggunakan baik NSAID selektif maupun nonselektif.
 NSAID umumnya tidak dianjurkan untuk orang dengan penyakit ginjal, gagal jantung,
atau sirosis, atau untuk orang yang menggunakan diuretik. Beberapa pasien yang alergi
terhadap aspirin mungkin dapat mengambil NSAID selektif dengan aman, meskipun hal
ini harus dibicarakan terlebih dahulu dengan tenaga kesehatan profesional.
Mekanisme Antiinflamasi
Metode-Metode Percobaan Antiinflamasi
 1.  Asam Asetat sebagai penginduksi rasa nyeri
Setelah dua minggu hewan diadaptasikan, mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dibagi secara acak
kedalam empat kelompok, termasuk juga kedalamnya kelompok normal dan kelompok positif kontrol, an
dua kelompok sampel uji. Kelompok kontrol diberikan salin, sedangkan kelompok positif kontrol diberikan
indometasin (10mg/kg ip) 20 menit sebelum diberikan asam asetat. Dosis sampel uji dibeirkan dalam dua
variasi dosis, dimana diberikan secara peroral 60 menti sebelum asam asetat (0.1 ml/10g) diberikan. %
menit setelah injeksi IP asam asetat dilihat tikus yang mengalami nyeri dalam rentang waktu 10 menit.
 2.  Tes formalin
Mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dikelompokkan secara acak kedalam 4 grup (n=8). Termasuk
kedalamnys kelompok normal dan positif control dan kelompok sample uji. Kelompok control hanya diberi
pembawa, positf contro, indometasin (10mg/kg ip) dilarutkan dalam tween 80 plus 0.9% (w/v) larutan
salin dan diberikan secara IP pada volume 0.1ml/10 g. Satu jama sebelum pengujian, hewan ditempatkan
pada kandang standar ( ukuran 30x12x13 cm) yang digunakan sebagai tempat observasi.Samepl diberikan
secara peroral 60 menit sebelum injeksi formalin. Indometasin diadministrasikan 30 menit sebelum injeksi
formalin. 20 µl formalin 1% dinjeksikan pada permukaan dorsal dari tapak kaki kanan. Dan waktu tapak
kaki meregang dicatat. 5 menit setelah injeksi formalin disebut fase awal, dan waktu 15-40 menit disebut
fase akhir. Waktu yang dibutuhkan untuk meregangkan tapak kaki dihutng dengan stopwatch. Aktivitas
diukur dlam interval waktu 5 menit.
 3.  λ-carrageenin sebagai penginduksi udema pada tapak kaki
Mencit jantan galur ICR (18-25 gr) dipuasakan 24 jam sebelum masa percobaan
dengan tetap diberi minum. 50 µl suspensi 1% karagenan dilarutkan dalam larutan
salin dinjeksikan pada tapak kaki kanan mencit.Sampel dan indometasin dilarukan
dalam tween 80 plus 0.9% (w/v) larutan salin. Konsentrasi final dari tween 80 tidak
boleh lebih dari 5% dan tidak menyebabkan inflamasi yng berarti. 2 jam sebelum
dinduksi, diberikan sampel dengan 2 tingkatan dosis secara oral. Indometasin (10
mg/kg ip)  diinjeksikan 90 menit sebelum induksi. Udema pada tapak kaki segera
dihitung setlah injeksi karagenan (interval waktu 1,2,3,4,5,6 jam) dengan
menggunakan pletismometer. Derajat udema dievaluasi dengan rasio a/b
a= volume tapak kaki kanan setelh induksi karagenan
b= volume tapak kaki kanan sebelum induksi karagenan
 4.  Metode Panas
 Tes Hot plate
Metode ini dengan menggunakan hot plate yang suhunya 55 ± 1°C. Waktu terjadi reaksi basal hewan
terhadap panan dicatat. Hewan yang menunjukkan respon melompat dalam waktu 6-8 detik dimasukkan
kedalam kelompok percobaan. 60 menit setelah administrasi senyawa uji dan positif control, hewan
dikelompokkan kedalam 6 grup dimana masing-masingnya ditaruh pada hot plate. Waktu sampai terjadi
lompat hewan coba disebut waktu reaksi.Persentasi inhibisi sakit dihutung denga rumus:
(PIP) = ((T1-T0)/T0) x 100 àT1 =

 Tes menarik ujung ekor


Waktu reaksi basal hewan uji terhadap panas dicatat dengan melekatkan ujung ekor (jarak 1-2 cm
paling ujung) pada sumber panas. Respon dilihat ketika hwean menarik ekor dari sumber panas. Hewan
yang menunjukkan respon dalam 3-5 detik dimasukkan kedlaam percobaan. Periode waktu pemgamatan
selama 15 detik. Waktu pengamatan dilakukan setelah 30 dan 60 menti administrasi obat. Persentase
inhibis dihutng dengan rumus:
(PIP) = ((T1-T0)/T0) x 100
T1 =waktu setalah diberi obat and T0 = sebelum diberi obat
 5.  Etil fenil propionate sebagai penginduksi edem pada telinga tikus
Tikus jantan (100-150 gr) digunakan sebgai hewan coba. Edema telinga dinduksi
mengoleskan secara topical EEp dengan dosis 1mg/20 μl pertelinga pada bagian
permukaan dan dalam kedua telinga dengan mengunakan pipet otomatis. Sampel uji
juga dioleskan pada telinga denga volum yang sama seperti EEP. Waktu sebelum, 30
menit, 1 jam dan 2 jam merupakan waktu pengamatan setelah induksi. Ketebalan
telinga diukur jangka sorong.
 6.   Putih telur sebagai penginduksi edema
Empat grup tikus wistar jantan dan betina diberikan : grup 1, 10%
propilenglikol, grup 2 dan 3 sampel uji, dan grup 4 diberikan natrium diklofenak
sebagaikontrol positif (100 mg/kg po). Setelah 30 menit, masing-masing kelompok
disuntikkan dengan putih telur sebanyak 0.5 ml pada tapak kaki kiri. Digunakan
pletismometer digital untuk mengukur volume kaki yang mengalami udema dalam
perode 120 menit. Dengan interval 30, 60, 90 dan 120 menit.
Prosedur percobaan Antiinflamasi
1. Mulai percobaan, masing-masing tikus dikelompokkan dan ditimbang bobot badannya, kemudian diberi
tanda pengenal.
2. Berikan tanda batas pada kaki belakang kiri untuk setiap tikus dengan spidol, agar pemasukan kaki ke
dalam air raksa setiap kali selalu sama.
3. Pada tahap pendahuluan volume kaki tikus diukur dan dinyatakan sebagai volume dasar. Pada setiap kali
pengukuran volume, tinggi cairan raksa pada alat diperiksa dan dicatat sebelum dan sesudah
pengukuran, usahakan jangan sampai ada air raksa yang tertumpah.
4. Tikus diberi obat atau larutan kontrol secara i.p atau oral. Satu jam kemudlan telapak kaki kiri diukur
volume pembengkakan alat Plethysmometer dengan mencatat kenaikan air raksa pada alat tersebut
(Vo). Selanjutnya, 0,05 ml larutan karagenan diberikan pada telapak kaki kiri tikus secara subkutan.
5. Volume kaki yang diberi karagenan diukur setiap 1 jam sampai menit ke 75. Catat perbedaan volume
kaki untuk setiap jam pengukuran (Vt).
6. Hasil pengamatan dicantumkan dalam tabel untuk setiap kelompok, Tabel harus berisi persentase
kenaikan volume setiap jam untuk masing-masing tikus. Perhitungan persentase kenaikan volume kaki
dilakukan dengan membandingkannya terhadap volume dasar sebelum menyuntikkan karagenan.
7. Selanjutnya untuk setiap kelompok dihitung persentase rata-rata dan bandingkan persentase yang
diperoleh kelompok yang diberi obat terhadap kelompok kontrol pada jam yang sama.
8. Gambarkan grafik persentase inhibisi radang terhadap waktu.
Tumbuhan Obat yang Bersifat
Antiinflamasi
Dari berbagai hasil penelitian yang dilaporkan, kandungan kimia yang memiliki  khasi-
at sebagai antiinflamasi adalah flavonoid. Flavonoid dapat menghambatan siklooksigenase 
atau lipooksigenase dan menghambat akumulasi leukosit di daerah sehingga dapat menjadi
 antiinflamasi.
 Kunyit (Curcuma Domestica)
Tumbuhan Obat yang Bersifat
Antiinflamasi
 Kencur (Kaempferia galangal)

 Secara empirik rimpang kencur sering digunakan sebagai obat tradisional, salah


satunya untuk mengobati radang (inflamasi). Antiinflamasi pada kencur.
merupakan tipe anti inflamasi non steroid.
Tumbuhan Obat yang Bersifat
Antiinflamasi
 Tapak liman (Elephantopus scaber)
Tumbuhan Obat yang Bersifat
Antiinflamasi
 Ubi jalar ungu (Dioscorea alata)
Tumbuhan Obat yang Bersifat
Antiinflamasi
 Daun suji (Dracaena reflexa var. angustifolia)
Daftar Pustaka
 ESCOP Monographs, (2003)., The Scientific Foundation for Herbal Medicinal
Products., Thieme. United Kingdom.
 Anton. R. (ed). 2003. Monographs The Scientific Foundation for Herbal
Medical product, European Scientific Cooperative on Phytotherapy. United
Kingdom. 107-111.
 Schulz, Volker, Rudolf Hansel, Mark Blumenthal, V.E. Tyler (2004)., Rational
Phytotherapy.
 dll
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai