KELOMPOK 6
1. Abraham Karmani
2. Susan Apriani Bureni
3. Koniyarti Tuan
4. Martha O. Nobrihas
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya
hidup dari sektor pertanian. Pencapaian swasembada pangan khususnya beras di tahun 1984
merupakan bukti keberhasilan pembangunan pertanian saat itu, namun ironisnya saat ini
Indonesia dikenal sebagai negara pengimpor beberapa produk pertanian, seperti beras,
jagung, kedelai, kapas, gula pasir, gandum kacang tanah, kacang hijau, dan beberapa jenis
buah-buahan, dengan volume yang bertambah setiap tahun. Untuk mencukupi kebutuhan
pangan, penduduk Indonesia memerlukan luas lahan garapan minimal 22 juta hektar
(Sumarno, 2005). Saat ini luas lahan pertanian yang ada berkisar 17,04 juta hektar yang
terdiri dari 7,8 juta hektar lahan basah dan 9,24 juta hektar lahan kering (Puslittanak, 2000).
Dari luas lahan kering di Indonesia berkisar 116,91 juta hektar, yang berpotensi menjadi
lahan pertanian berkisar 64,83 juta hektar, sementara lahan yang telah digarap baru mencapai
9,24 juta hektar (Puslittanak, 2000). Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih
memiliki potensi untuk mengembangkan produktivitas pertaniannya melalui pengembangan
dan pengelolaan lahan kering.
Lahan kering adalah lahan tadah hujan (rainfed) yang dapat diusahakan untuk sawah
(lowland, wetland), tegal atau ladang (upland). Menurut Hidayat et al. (1997), lahan kering
merupakan lahan dengan kesuburan tanah yang rendah, lahan dengan tanah yang retak-retak,
lahan dengan solum tanah yang dangkal, dan lahan perbukitan. Masalah utama yang sering
dijumpai pada lahan kering adalah masalah keterbatasan air. Terbatasnya ketersediaan air
menyebabkan lahan dalam kondisi cekaman kekeringan. Secara fisiologis tanaman yang
tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata untuk
mengurangi laju kehilangan air yang akan diikuti oleh penutupan stomata dan menurunnya
serapan CO2 bersih pada daun. Menurunnya laju fotosintetis akan berakibat pada penurunan
fotosintat yang dihasilkan. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan tanaman untuk
pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman,
pembesaran diameter, perbanyakan daun dan pertumbuhan akar. Selain masalah ketersediaan
air, umumnya lahan kering memiliki kesuburan marginal yang memiliki sifat fisik kurang
baik, kahat hara, toksisitas dan tingginya serangan hama penyakit.
Cekaman merupakan faktor lingkungan biotik dan abiotik yang dapat mengurangi laju
proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari cekaman melalui berbagai
mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat dari
cekaman dan proses fisiologis yang terpengaruh. Respon ini bersama-sama memungkinkan
tanaman untuk mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun
terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut. Jika tanaman
akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut memiliki
tingkat resistensi terhadap cekaman. Beberapa contoh cekaman yang akan mempengaruhi
proses fisiologis seperti pada tanah marginal, suhu ekstrim dll.
B. TUJUAN
Mengetahui pengertian lahan kering
mengetahui alternatif respon tanaman terhadap cekaman lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Lahan kering dapat didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau
sepanjang tahun. Cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap proses
fisiologi tanaman. Ketersediaan air merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil jarak pagar. Kekeringan dapat mengganggu proses
fotosintesis, akibat menutupnya stomata yang dapat mengurangi asimilasi CO2.
Sejumlah tanaman memiliki respon atau alternatifnya tersendiri dalam
menghadapi cekaman lingkungan diantaranya
1. Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah Masam.
mekanismenya adalah Menghindari penyerapan (excluder plant), Inaktivasi di
akar (excluder/includer plant); dan Akumulasi di pucuk (includer plant).
2. Cara tanaman beradaptasi terhadap cekaman fisiologis pada tanah tergenang
dan kekeringan.
kekeringan menggunakan mekanisme meminimumkan kehilangan air
melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas
permukaan daun dan juga sistem akar memperbanyak diri dengan cara
yang memaksimumkan pemaparan terhadap air tanah.
Tanah tergenang menggunakan Mekanisme adaptasi terhadap tanah
tergenang dengan kondisi defisit O2 dapat melalui
penghindaran/menghindari stres (stress avoidance) atau toleran terhadap
stres (stress tolerance). Mekanisme adaptasi dengan penghindaran stres
dilakukan dengan adaptasi secara anatomis dan morfologis serta adaptasi
metabolik.
3. Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah Salin
menggunakan mekanisme avoidance (menghindar), pengaturan osmotik
(osmotic adjustment), eksresi garam, pengguguran daun bawah
4. Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah Alkalin
Mekanisme adaptasi tanaman terhadap tanah alkalin tergantung apakah
tanaman tersebut termasuk kelompok calcicoles ( tanaman yang senang lahan
berkapur) atau kelompok calsifuges (tanaman yang tidak menyenangi
lahanberkapur). Kelompok calcicoles atau tanaman yang senang lahan
berkapur, mempunyai adaptasi untuk mengatasi defisiensi Fe atau tingginya
konsentrasi HCO3 yaitu dengan cara adaptif terhadap HCO3 tinggi, efisiensi
Fe tinggi dengan tidak menunjukkan klorosis, serapan Ca dibatasi dengan
afinitas membran rendah terhadap Ca, dan Ca diserap ke sitoplasma lalu
membentuk Ca-binding protein.
5. Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Cahaya
Intoleran dengan cara memberikan respon tanaman terhadap cahaya berbeda-
beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada tanaman yang tahan (mampu
tumbuh ) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau sering disebut tanaman
toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam kondisi cahaya
terbatas atau tanaman intoleran. Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan
respon yang berbeda-beda terhadap tanaman, baik secara anatomis maupun
secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara
umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada
tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan tebal.
DAFTAR PUSTAKA
Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press Inc, London
Ltd. 674p.
Petani Wahid. 2006. Cekaman Lingkungan Abiotik pada Lahan-Lahan Marginal.
http://petaniwahid.blogspot.com/2008/08/tanah-tantangan-bertani-diindonesia.
html. Diakses pada tanggal 25 April 2013.
Rai, I. N., M. Sukawijaya (2008). Fenofisiologi Pertumbuhan Pucuk Tanaman Buah
Naga Merah (Hylocereus undatus). AGRITROP. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
27(1):22-29.
Rai, I. N 2007. Bunga dan Buah Gugur pada Tanaman Manggis (Garcinia
mangostana L.) Asal Biji dan Sambungan. AGRITROP. Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian Vol.26, No.2, 2007. ISSN : 0215 8620, Hal. 66-73.
Ryugo K. 1988. Fruit Culture: Its Science And Art. New York: John Wiley & Sons, Inc.
344pp.
Silvika. 2009. Cekaman Cahaya. http://silvika.atspace.com/acara3.htm. Diakses
pada tanggal 25 April 2013.
Sinaga. 2008. Peran Air Bagi Tanaman. http://puslit.mercubuana.ac.id/file/8Artikel
%20Sinaga.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2013.