Anda di halaman 1dari 15

TUGAS EKOLOGI LAHAN KERING

TENTANG TEKNOLOGI ALTERNATIF/ ADAPTIF

KELOMPOK 6
1. Abraham Karmani
2. Susan Apriani Bureni
3. Koniyarti Tuan
4. Martha O. Nobrihas

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya
hidup dari sektor pertanian. Pencapaian swasembada pangan khususnya beras di tahun 1984
merupakan bukti keberhasilan pembangunan pertanian saat itu, namun ironisnya saat ini
Indonesia dikenal sebagai negara pengimpor beberapa produk pertanian, seperti beras,
jagung, kedelai, kapas, gula pasir, gandum kacang tanah, kacang hijau, dan beberapa jenis
buah-buahan, dengan volume yang bertambah setiap tahun. Untuk mencukupi kebutuhan
pangan, penduduk Indonesia memerlukan luas lahan garapan minimal 22 juta hektar
(Sumarno, 2005). Saat ini luas lahan pertanian yang ada berkisar 17,04 juta hektar yang
terdiri dari 7,8 juta hektar lahan basah dan 9,24 juta hektar lahan kering (Puslittanak, 2000).
Dari luas lahan kering di Indonesia berkisar 116,91 juta hektar, yang berpotensi menjadi
lahan pertanian berkisar 64,83 juta hektar, sementara lahan yang telah digarap baru mencapai
9,24 juta hektar (Puslittanak, 2000). Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih
memiliki potensi untuk mengembangkan produktivitas pertaniannya melalui pengembangan
dan pengelolaan lahan kering.
Lahan kering adalah lahan tadah hujan (rainfed) yang dapat diusahakan untuk sawah
(lowland, wetland), tegal atau ladang (upland). Menurut Hidayat et al. (1997), lahan kering
merupakan lahan dengan kesuburan tanah yang rendah, lahan dengan tanah yang retak-retak,
lahan dengan solum tanah yang dangkal, dan lahan perbukitan. Masalah utama yang sering
dijumpai pada lahan kering adalah masalah keterbatasan air. Terbatasnya ketersediaan air
menyebabkan lahan dalam kondisi cekaman kekeringan. Secara fisiologis tanaman yang
tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata untuk
mengurangi laju kehilangan air yang akan diikuti oleh penutupan stomata dan menurunnya
serapan CO2 bersih pada daun. Menurunnya laju fotosintetis akan berakibat pada penurunan
fotosintat yang dihasilkan. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan tanaman untuk
pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman,
pembesaran diameter, perbanyakan daun dan pertumbuhan akar. Selain masalah ketersediaan
air, umumnya lahan kering memiliki kesuburan marginal yang memiliki sifat fisik kurang
baik, kahat hara, toksisitas dan tingginya serangan hama penyakit.
Cekaman merupakan faktor lingkungan biotik dan abiotik yang dapat mengurangi laju
proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari cekaman melalui berbagai
mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat dari
cekaman dan proses fisiologis yang terpengaruh. Respon ini bersama-sama memungkinkan
tanaman untuk mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun
terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut. Jika tanaman
akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut memiliki
tingkat resistensi terhadap cekaman. Beberapa contoh cekaman yang akan mempengaruhi
proses fisiologis seperti pada tanah marginal, suhu ekstrim dll.

B. TUJUAN
 Mengetahui pengertian lahan kering
 mengetahui alternatif respon tanaman terhadap cekaman lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LAHAN KERING


Lahan kering dapat didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang
tahun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005).
Berdasarkan penggunaan lahan untuk pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS)
mengelompokkan luas lahan kering menjadi lahan tegal atau kebun, ladang atau
huma, lahan sementara tidak diusahakan, dan rawa yang tidak ditanami. Kadekoh
(2007) mendefinisikan lahan kering sebagai lahan dimana pemenuhan kebutuhan air
tanaman tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah tergenang sepanjang
tahun. Sementara menurut Minardi (2009), lahan kering umumnya selalu dikaitkan
dengan pengertian bentuk-bentuk usahatani bukan sawah yang dilakukan oleh
masyarakat di bagian hulu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai lahan atas
(upland) atau lahan yang terdapat di wilayah kering (kekurangan air) yang tergantung
pada air hujan sebagai sumber air.
Berdasarkan ketinggian tempat (elevasi) dan topografi, lahan kering
dibedakan menjadi dataran rendah (elevasi < 700 m dpl.) dan dataran tinggi (elevasi >
700 m dpl.), dengan luasan masing-masing sebesar 87,3 juta Ha dan 56,7 juta Ha.
Lahan kering dataran rendah pada umumnya datar berombak, berombak
bergelombang, dan berbukit, sedangkan lahan kering dataran tinggi umumnya
bergelombang, berbukit, sampai bergunung (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, 2005). Berdasarkan relief atau bentuk wilayah, lahan kering
dibedakan menjadi lahan datar berombak dengan lereng 3-8 persen, berombak
bergelombang dengan lereng 8-15 persen, berbukit dengan lereng 15-30 persen, dan
bergunung dengan lereng 30 persen. Berdasarkan kondisi iklim, lahan kering
dibedakan menjadi lahan iklim basah dan iklim kering. Lahan kering dataran rendah
berada pada kondisi iklim basah pada ketinggian 700 m dpl dengan curah hujan tinggi
(> 1500 mm/th) dengan masa hujan relatif panjang. Sedangkan iklim kering
mempunyai curah hujan relatif rendah (< 1500 mm/th) dengan masa curah yang
pendek (3,5 bulan) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
2005).

B. ALTERNATIF ATAU RESPON TERHADAP CEKAMAN


 Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah
Masam.
Tanah masam adalah tanah dengan nilai pH tanah rata-rata kurang dari 4,0 dan
tingginya kandungan unsur aluminium. Terbatasnya pertumbuhan pada tanah
masam terjadi karena toksisitas atau defisiensi hara mineral tertentu. Kendala
utamannya berupa kelebihan Al bebas dan Al dapat ditukarkan (Al-dd),
kelebihan Mn, dan defisiensi P, Ca, dan Mg. Sering pula terjadi defisiensi N,
K, S, Mo, Zn dan Cu. Taraf nitrogen umumnya juga sangat rendah. Taraf Al
dan Mn yang berlebihan secra fisiologis mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Faktor kemasaman tanah yang paling penting kontribusinya terhadap
potensial hasil yang rendah adalah defisiensi kalsium (Ca) dan keracunan
Aluminium (Al). Walaupun demikian keracunan Al dianggap lebih menonjol.
Tingginya Al pada subsoil masam seperti pada Oxisol, Ultisol dan Inceptisol
menyebabkan buruknya perkembangan akar. Dengan demikian sistem
perakaran terbatas pada lapisan tanah atas yang dangkal, sehingga akar tidak
dapat memanfaatkan air dan unsur hara yang tersimpan pada subsoil.
Akibatnya tanaman mudah mengalami cekaman air, pertumbuhannya
terhambat dan biomas serta hasil yang diperoleh rendah.
Mekanisme adaptasi tanaman pada tanah masam bisa terpisah (hanya toleran
terhadap Al saja atau Mn saja) atau sekaligus (toleran Al dan Mn) disertai
dengan efisien menyerap phospat. Tanaman yang toleran tanah masam adalah
teh, ketela rambat, ketela pohon, kacang tanah, sedangkan tanaman yang peka
jagung, kacang merah dan kedele. Ada 3 mekanisme utama toleransi tanaman
terhadap toksik Al yaitu :
 Menghindari penyerapan (excluder plant);
 Inaktivasi di akar (excluder/includer plant); dan
 Akumulasi di pucuk (includer plant).
Mekanisme akumulasi di pucuk terutama pada tanaman toleran Al tinggi.
Tanaman budidaya hanya sedikit yang termasuk tipe 3 seperti teh, dimana
pada daun tua mengandung 30 mg/g BK. Untuk tanaman yang dibudidayakan,
umumnya memiliki mekanisme tipe 1 atau 2.
 Cara tanaman beradaptasi terhadap cekaman fisiologis pada tanah
tergenang dan kekeringan.
1. Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di
daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi
laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air
oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan
ketersediaan air tanah. Tumbuhan merespon kekurangan air dengan
mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air
pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu
mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara
menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan
pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu
mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane
sel penjaga. Daun juga berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain.
Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang tergantung pada turgor, maka
kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda. Respon ini
meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat
peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan
kebanyakan tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan
menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi transpirasi dengan
cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari. Semua respon
daun ini selain membantu tumbuhan untuk menghemat air, juga mengurangi
fotosintesis. Pertumbuhan akar juga memberikan respon terhadap kekurangan
air. Selama musim kemarau, tanah umumya mongering dari permukaan
hingga bawahnya. Keadaan ini menghambat pertumbuhan akar dangkal,
karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang diperlukan untuk
pemanjangan. Akar yang lebih dalam yang dikelilingi oleh tanah yang masih
lembab terus tumbuh. Dengan demikian, sistem akar memperbanyak diri
dengan cara yang memaksimumkan pemaparan terhadap air tanah.
2. Cekaman tanah tergenang
Tanah tergenang (waterlogged soil) adalah tanah yang kadar airnya
berlebih, pori tanah penuh terisi air baik pada top soil maupun sub soil.
Penyebabnya bisa karena curah hujan berlebih, tingginya muka air tanah
(watertable), dan lain-lain. Mekanisme adaptasi terhadap tanah tergenang
dengan kondisi defisit O2 dapat melalui penghindaran/menghindari stres
(stress avoidance) atau toleran terhadap stres (stress tolerance).
Mekanisme adaptasi dengan penghindaran stres dilakukan dengan adaptasi
secara anatomis dan morfologis serta adaptasi metabolik. Menghidari stres
umumnya merupakan mekanisme adaptasi utama, sedangkan toleran
berperaan sebagai upaya adaptasi tambahan (Gambar 6). Pada padi,
adaptasi anatomis terjadi dengan adanya porositas akar yang besar, yaitu
proporsi antara ruang interseluler yang terisi udara (air-filled intercelluler
space) dengan aerenchima. Porositas akar padi 1,0 dan jagung 0,25.
Dengan porositas akar yang besar pada padi, maka transport O2 dari daun
ke akar kemudian dilanjutkan ke daerah rizosfir terjadi lebih besar
sehingga dapat mengatasi kondisi anaerobik. Tanaman tidak kekurangan
oksigen bebas.

 Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah


Salin.
Tanah dianggap salin jika kandungan garam terlarut dari segi jumlah telah
mengganggu pertumbuhan kebanyakan tanaman. Tanah salin merupakan tanah
dengan kandungan garam NaCl tinggi. Menurut US Salinity Laboratory, tanah
salin merupakan tanah yang mengandung garam terlarut jumlahnya dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman, daya hantar listriknya (EC/electrical
conductivity ) > 4 mmhos/cm atau setara dengan 40 mM NaCl/l. Stres garam
terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam garam terlarut
yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam
tanaman pada tanah salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi tertentu yang dapat
mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres
tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut
dalam air. Dalam larutan tanah, garam-garam ini mempengaruhi pH dan daya
hantar listrik. Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan
menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta
penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam
umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi
pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala
pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi
adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian
ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut
yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga
tanaman kekurangan air. Mekanisme adaptasi terhadap NaCl tinggi secara
umum dilakukan melalui :
 Avoidance (menghindar) dengan tidak menyerap NaCl atau tolerance
yaitu NaCl diserap, tetapi tanaman tahan terhadap kadar garam NaCl
tinggi
 Pengaturan osmotik (osmotic adjustment) melalui meningkatkan
potensial air jaringan dengan sinetsis asam amino tertentu, gula dan
meningkatkan laju serapan K, Ca dan NO3, atau akumulasi garam di
vacuola.
 Exkresi garam, melalui salt gland pada permukaan daun atau
pembuangan garam melalui rambut daun
 Pengguguran daun bawah.
Pada mekanisme toleransi dengan adaptasi morfologi, salinitas menyebabkan
perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga
potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses
biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur
mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan
luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada
permukaan daun, serta lignifikansi akar yang lebih awal. Ukuran daun yang
lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor. Sedangkan
lignifikansi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting
untuk memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan
aktivitas normal.
 Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah
Alkalin
Tanah alkalin/tanah berkapur merupakan tanah dengan pH tinggi (pH >7),
dicirikan oleh kandungan CaCo3 tinggi, kadang-kadang bisa mencapai 95%.
Berdasarkan tingkat kemasamannya, Marschner (1986) membagi tanah alkalin
menjadi tanah Renzines (pH = 7) dan tanah Solanets (pH > 8). Kendala utama
yang dialami tanaman pada tanah alkalin adalah aerasi tanah buruk, defisi air,
sifat fisik tanah jelek, kandungan HCO3 tinggi, serta defisiensi Fe, Zn, P dan
Mn disertai toksik Na dan B. Pada tanah dengan kandungan CaCO3 > 20%
terjadi klorosis yang diinduksi oleh kapur (lime-induced-chlorosis). Gejala ini
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan defisiensi Fe karena
inaktivasi Fe secara fisiologi yang disebababkan oleh tingginya konsentrasi
HCO3 pada keadaan HCO3 > 20%. Defisit air dan sifat fisik tanah yang buruk
(mechanical impedence) merupakan kendala lain pada tanah salin, yang juga
mempengaruhi serapan, translokasi dan pemakaian Fe. Mekanisme adaptasi
tanaman terhadap tanah alkalin tergantung apakah tanaman tersebut termasuk
kelompok calcicoles ( tanaman yang senang lahan berkapur) atau kelompok
calsifuges (tanaman yang tidak menyenangi lahanberkapur). Kelompok
calcicoles atau tanaman yang senang lahan berkapur, mempunyai adaptasi
untuk mengatasi defisiensi Fe atau tingginya konsentrasi HCO3 yaitu dengan
cara adaptif terhadap HCO3 tinggi, efisiensi Fe tinggi dengan tidak
menunjukkan klorosis, serapan Ca dibatasi dengan afinitas membran rendah
terhadap Ca, dan Ca diserap ke sitoplasma lalu membentuk Ca-binding
protein.
 Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekamanan Fisiologis Pada Suhu
Ekstrim.
Suhu sebagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi produksi
tanaman secara fisik maupun fisiologis. Secara fisik, suhu merupakan bagian
yang dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari dan dapat diestimasikan
berdasarkan keseimbangan panas. Secara fisiologis, suhu dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan stomata, dan respirasi. Selain
itu, suhu merupakan salah satu penghambat dalam proses fisiologi untuk
sistem produksi tanaman ketika suhu tanaman berada diluar suhu optimal
terendah maupun tertinggi.
1. Cekaman Panas
Panas berlebihan dapat mengganggu dan akhirnya membunuh suatu
tumbuhan dengan cara mendenaturasi enzim-enzimnya dan merusak
metabolismenya dalam berbagai cara. Salah satu fungsi transpirasi adalah
pendinginan melalui penguapan. Pada hari yang panas, misalnya
temperature daun berkisar 3°C sampai 10°C di bawah suhu sekitar.
Tentunya, cuaca panas dan kering juga cenderung menyebabkan
kekurangan air pada banyak tumbuhan; penutupan stomata sebagai respon
terhadap cekaman ini akan menghemat air, namun mengorbankan
pendinginan melalui penguapan tersebut. Sebagian besar tumbuhan
memiliki respon cadangan yang memungkinkan mereka untuk bertahan
hidup dalam cekaman panas Di atas suatu temperature tertentu- sekitar
40°C pada sebagian besar tumbuhan yang menempati daerah empat
musim, sel-sel tumbuhan mulai mensintesis suatu protein khusus dalam
jumlah yang cukup banyak yang disebut protein kejut panas (heatshock
protein). Protein kejut panas ini kemungkinan mengapit enzim serta
protein lain dan membantu mencegah denaturasi.
2. Cekaman Dingin
Satu permasalahan yang dihadapi tumbuhan ketika temperature
lingkungan turun adalah perubahan ketidakstabilan membrane selnya.
Ketika sel itu didinginkan di bawah suatu titik kritis, membrane akan
kehilangan kecairannya karena lipid menjadi terkunci dalam struktur
Kristal. Keadaan ini mengubah transport zat terlarut melewati membrane,
juga mempengaruhi fungsi protein membrane. Tumbuhan merespon
terhadap cekaman dingin dengan cara mengubah komposisi lipid
membrannya. Contohnya adalah meningkatnya proporsi asam lemak tak
jenuh, yang memiliki struktur yang mampu menjaga membrane tetap cair
pada suhu lebih rendah dengan cara menghambat pembentukan Kristal.
Modifikasi molekuler seperti itu pada membrane membutuhkan waktu
beberapa jam hingga beberapa hari. Pada suhu di bawah pembekuan,
Kristal es mulai terbentuk pada sebagian besar tumbuhan. Jika es terbatas
hanya pada dinding sel dan ruang antar sel, tumbuhan kemungkinan akan
bertahan hidup. Namun demikian, jika es mulai terbentuk di dalam
protoplas, Kristal es yang tajam itu akan merobek membrane dan organel
yang dapat membunuh sel tersebut. Beberapa tumbuhan asli di daerah
yang memiliki musim dingin sangat dingin (seperti maple,mawar,
rhodendron) memiliki adaptasi khusus yang memungkinkan mereka
mampu menghadapi cekaman pembekuan tersebut. Sebagai contoh,
perubahan dalam komposisi zat terlarut sel-sel hidup memungkinkan
sitosol mendingin di bawah 0°C tanpa pembentukan es, meskipun Kristal
es terbentuk dalam dinding sel.
 Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Cahaya
Intoleran.
Cahaya merupakan salah satu kunci penentu dalam proses metabolismen
dan fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses
perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Respon tanaman terhadap
cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada tanaman yang
tahan (mampu tumbuh ) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau sering
disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam
kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran. Kedua kondisi cahaya tersebut
memberikan respon yang berbeda-beda terhadap tanaman, baik secara
anatomis maupun secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam kondisi
cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan
tipis, sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis
daun kecil dan tebal. Kedua kondisi tersebut akan dapat menjadi faktor
penghambat pertumbuhan tanaman apabila pemilihan jenis tidak sesuai
dengan kondisi lahan, artinya tanaman yang toleran ketika ditanam diareal
yang cukup cahaya justru akan mengalami pertumbuhan yang kurang baik,
begitu juga dengan tanaman intolean apabila di tanam pada areal yang kondisi
cahaya terbatas pertumbuhan akan mengalami ketidak normalan. Dengan
demikian pemilihan jenis berdasarkan pada sifat dasar tanaman akan menjadi
kunci penentu dalam keberhasilan pembuatan tanaman. Berikut ini adalah
perbedaan Tanaman Toleran ( Shade leaf) Vs Intoleran ( Sun Leaf) menurut
Silvika (2009).
 Tumbuhan cocok ternaung menunjukkan laju fotosintesis yang sangat
rendah pada intensitas cahaya tinggi dibanding tumbuhan cocok
terbuka.
 Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung mencapai titik jenuh pada
intensitas cahaya yang lebih rendah dibanding tumbuhan cocok
terbuka.
 Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung lebih tinggi dibanding
tumbuhan cocok terbuka pada intensitas cahaya yang sangat rendah.
 Titik kompensasi cahaya untuk tumbuhan cocok ternaung lebih rendah
dibanding tumbuhan cocok terbuka.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
 Lahan kering dapat didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau
sepanjang tahun. Cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap proses
fisiologi tanaman. Ketersediaan air merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil jarak pagar. Kekeringan dapat mengganggu proses
fotosintesis, akibat menutupnya stomata yang dapat mengurangi asimilasi CO2.
 Sejumlah tanaman memiliki respon atau alternatifnya tersendiri dalam
menghadapi cekaman lingkungan diantaranya
1. Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah Masam.
mekanismenya adalah Menghindari penyerapan (excluder plant), Inaktivasi di
akar (excluder/includer plant); dan Akumulasi di pucuk (includer plant).
2. Cara tanaman beradaptasi terhadap cekaman fisiologis pada tanah tergenang
dan kekeringan.
 kekeringan menggunakan mekanisme meminimumkan kehilangan air
melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas
permukaan daun dan juga sistem akar memperbanyak diri dengan cara
yang memaksimumkan pemaparan terhadap air tanah.
 Tanah tergenang menggunakan Mekanisme adaptasi terhadap tanah
tergenang dengan kondisi defisit O2 dapat melalui
penghindaran/menghindari stres (stress avoidance) atau toleran terhadap
stres (stress tolerance). Mekanisme adaptasi dengan penghindaran stres
dilakukan dengan adaptasi secara anatomis dan morfologis serta adaptasi
metabolik.
3. Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah Salin
menggunakan mekanisme avoidance (menghindar), pengaturan osmotik
(osmotic adjustment), eksresi garam, pengguguran daun bawah
4. Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Tanah Alkalin
Mekanisme adaptasi tanaman terhadap tanah alkalin tergantung apakah
tanaman tersebut termasuk kelompok calcicoles ( tanaman yang senang lahan
berkapur) atau kelompok calsifuges (tanaman yang tidak menyenangi
lahanberkapur). Kelompok calcicoles atau tanaman yang senang lahan
berkapur, mempunyai adaptasi untuk mengatasi defisiensi Fe atau tingginya
konsentrasi HCO3 yaitu dengan cara adaptif terhadap HCO3 tinggi, efisiensi
Fe tinggi dengan tidak menunjukkan klorosis, serapan Ca dibatasi dengan
afinitas membran rendah terhadap Ca, dan Ca diserap ke sitoplasma lalu
membentuk Ca-binding protein.
5. Cara Tanaman Beradaptasi Terhadap Cekaman Fisiologis Pada Cahaya
Intoleran dengan cara memberikan respon tanaman terhadap cahaya berbeda-
beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada tanaman yang tahan (mampu
tumbuh ) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau sering disebut tanaman
toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam kondisi cahaya
terbatas atau tanaman intoleran. Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan
respon yang berbeda-beda terhadap tanaman, baik secara anatomis maupun
secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara
umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada
tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan tebal.
DAFTAR PUSTAKA

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press Inc, London
Ltd. 674p.
Petani Wahid. 2006. Cekaman Lingkungan Abiotik pada Lahan-Lahan Marginal.
http://petaniwahid.blogspot.com/2008/08/tanah-tantangan-bertani-diindonesia.
html. Diakses pada tanggal 25 April 2013.
Rai, I. N., M. Sukawijaya (2008). Fenofisiologi Pertumbuhan Pucuk Tanaman Buah
Naga Merah (Hylocereus undatus). AGRITROP. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian
27(1):22-29.
Rai, I. N 2007. Bunga dan Buah Gugur pada Tanaman Manggis (Garcinia
mangostana L.) Asal Biji dan Sambungan. AGRITROP. Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian Vol.26, No.2, 2007. ISSN : 0215 8620, Hal. 66-73.
Ryugo K. 1988. Fruit Culture: Its Science And Art. New York: John Wiley & Sons, Inc.
344pp.
Silvika. 2009. Cekaman Cahaya. http://silvika.atspace.com/acara3.htm. Diakses
pada tanggal 25 April 2013.
Sinaga. 2008. Peran Air Bagi Tanaman. http://puslit.mercubuana.ac.id/file/8Artikel
%20Sinaga.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2013.

Anda mungkin juga menyukai