Anda di halaman 1dari 14

Penggunaan sabun kalsium

yang tidak larut mampu meniadakan efek asam

lemak pada bakteri, sehingga meningkatkan

kecernaan serat (Fernandez, 1999)

Fernandez, J.I. 1999. Rumen by-pass fat for dairy

diets: when to use which type. Feed

International. Agust : 18-21

Lemak diketahui mengandung energi

yang lebih tinggi daripada karbohidrat atau

protein dan menghasilkan panas metabolis

yang lebih rendah. Bila lemak diberikan

dalam jumlah berlebih (di atas 5%) kepada

ternak ruminansia dapat mengganggu populasi

mikroba di dalam rumen dan mengurangi

kemampuan ruminansia untuk mencerna

hijauan (Preston & Leng, 1987; Bunting

et al., 1996). Lebih lanjut diketahui bahwa

pengaruh lemak tak jenuh (unsaturated fatty

acids) dapat bersifat racun bagi mikroba

rumen dan melapisi partikel serat sehingga

mencegah bakteri fi brolitik untuk menempel

yang selanjutnya menurunkan kecernaan serat

(Eastridge & Firkins, 1991). Oleh karenanya

pemberian lemak perlu diproteksi sehingga

dapat melewati rumen tanpa memberikan

pengaruh negatif terhadap mikroba rumen.

Eastridge, M. L., & J. L. Firkins. 1991. Feeding

hydrogenated fatty acids and triglycerides

to lactating dairy cows. J. Dairy Sci. 74:


2610–2616

Bunting, L. D., J. M. Fernandez, R. J. Fornea,

T. W. White, M. A. Froetschel, J. D. Stone,

& K. Ingawa. 1996. Seasonal effects of

supplemental fat or undegradable protein

on the growth and metabolism of Holstein

calves. J. Dairy Sci. 79: 1611-1620

Preston, T. R. & R. A. Leng. 1987. Matching

Ruminant Production Systems with Available

Resources in the Tropics and Sub-Tropics.

Penambul Books, Armidale, Australia

Strategi peningkatan produktivitas ternak dalam memperbaiki kualitas daging

ditinjau dari aspek nutrisi ternak yaitu dengan melakukan penambahan sumber

asam lemak tidak jenuh dalam ransum. Penambahan sabun kalsium dari minyak

kedelai merupakan salah satu agen proteksi yang berguna untuk mengurangi

dampak negatif suplementasi asam lemak tidak jenuh pada aras tinggi, berupa

penurunan degradabilitas serat (Aharoni et al. 2004), dan menghindarkan asam

lemak tidak jenuh dari biohidrogenasi ikatan ganda oleh mikroba rumen (Ashes et

al. 1995). Nurhanah (2014) melaporkan bahwa penambahan minyak kedelai yang

diproteksi dalam bentuk sabun kalsium pada level 5% dalam ransum memberikan

hasil yang signifikan, dengan tidak mengganggu kecernaan bahan kering, bahan

organik, protein kasar dan serat kasar serta derajat keasaman (pH) rumen.

Penggunaan sabun kalsium dari minyak kedelai memberikan efek dalam

melindungi lemak bahan pakan, meningkatkan kecernaan serat, dan penggunaan

ransum tinggi lemak secara optimal (Hidayat et al. 2011).

Proses penyabunan mengakibatkan asam lemak bergabung dengan garam

alkali membentuk sabun. Sabun yang terbentuk ini memiliki ekor hydrophobic dan

hydrophilic. Ekor hydrophobic yang menyebabkan molekul sabun terlindung dari

air (Fessenden dan Fessenden 1986),


Salah satu minyak nabati yang dapat digunakan untuk meningkatkan asam

lemak tidak jenuh pada daging adalah minyak kedelai. Jumlah asam lemak tidak

jenuh pada minyak kedelai lebih besar dibandingkan dengan jumlah asam lemak

jenuhnya, yakni sebesar 85% (Ketaren 1986),

Pembuatan Sabun Kalsium (Kumar et al. 2006)

Pembuatan sabun kalsium dilakukan terlebih dahulu dengan pengamatan

terhadap bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan adalah bilangan yang

menyatakan jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabun 1 gram

minyak/lemak. Penentuan bilangan penyabunan minyak dilakukan dengan cara

refluksi minyak yang ditambahkan larutan KOH beralkohol. Larutan KOH

beralkohol dibuat dengan mencampurkan KOH dan alkohol 95%. Sampel minyak

sebanyak 5 ml dicampurkan dengan 50 ml larutan KOH beralkohol dimasukkan ke

dalam labu penangas berleher untuk direfluksi dan dititrasi sehingga didapat

bilangan penyabunan dan jumlah NaOH yang digunakan. Minyak dan BHT

(Butylated hydroxytoluene) dipanaskan pada suhu 80 oC dan ditambahkan larutan

NaOH 50% secara perlahan sehingga terjadi saponifikasi. Aduk hingga merata dan

tambahkan larutan CaCl2 sedikit demi sedikit serta tambahkan pollard sambil

diaduk hingga membentuk gumpalan berwarna kegelapan. Gumpalan tersebut

ditempatkan pada loyang beralas plastik hingga membeku dan mengeras.

Hidayah (2014) melaporkan bahwa penggunaan metode proteksi pada

minyak nabati yang berbeda baik dalam bentuk sabun kalsium ataupun

mikroenkapsulasi tidak mengganggu kondisi pH rumen.

Aliyah (2015) juga

melaporkan bahwa penambahan sabun kalsium minyak nabati pada buffer yang

berbeda tidak mempengaruhi nilai pH rumen dengan rataan nilai pH rumen

penelitian berkisar 6.79- 6.84 sehingga masih dalam kisaran normal dengan tidak

mengganggu aktivitas mikroba rumen.

Sabun kalsium yang bersifat inert, tidak akan toksik atau berdampak negatif

pada aktivitas dan ekosistem rumen (Ferlay et al 1993). Minyak yang dilindungi
sabun kalsium akan lolos dari proses biohidrogenasi oleh mikrobia rumen dan tidak mengganggu pH
rumen serta ekosistem rumen sehingga langsung melewati rumen

untuk dibawa ke abomasum dan akan terpisah secara sempurna pada kondisi asam

abomasum (Kowalski 1997).

Suharti et al. (2015) menyatakan bahwa peningkatan

konsentrasi amonia dengan penggunaan sabun kalsium minyak tanaman

menunjukkan adanya peningkatan degradasi protein pakan oleh mikroba rumen.

Konsentrasi amonia yang tinggi tersebut juga memungkinkan peningkatan sintesis

protein mikroba pada sistem rumen karena amonia merupakan prekursor utama

dalam pembentukan sel mikroba.

Penambahan minyak kedelai terproteksi sampai level 10% mampu

menurunkan konsentrasi amonia sehingga mengganggu aktivitas mikroba rumen

dalam mendegradasi protein pakan. Penurunan konsentrasi amonia diduga

dikarenakan adanya teknologi terproteksi asal lemak yang dapat melindungi

kandungan nutrien lain yang terkandung didalamnya sehingga aktivitas enzim mikroorganisme rumen
tidak mampu mencerna bahan pakan yang diproteksi dan

mengakibatkan protein di rumen yang terhidrolisis menurun. Sabun kalsium asam

lemak mampu digunakan untuk memproteksi protein sehingga dapat menurunkan

degradasi rumen (Sklan dan Tinsky 1993).

Adanya penambahan minyak kedelai yang diproteksi pada level 10 % mampu

menurunkan populasi protozoa sehingga meningkatkan bakteri selulolitik dalam

meningkatkan kecernaan serat kasar, menurunkan aktivitas proteolisis, dan mampu

menekan energi dalam bentuk CH4 (Sutardi 1999). Tingginya kandungan asam

lemak tidak jenuh dan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat pada minyak

kedelai mampu mengurangi populasi protozoa. Hal ini sesuai pernyataan Hristov et

al (2004) bahwa semakin banyak ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rantai

panjang akan menyebabkan populasi protozoa menurun. Menurut Hidayah (2014),

penggunaan minyak wijen populasi protozoanya paling rendah dibandingkan

dengan minyak kanola dan flaxseed. Hal ini dikarenakan kandungan asam laurat
pada minyak wijen lebih tinggi dibandingkan minyak lainnya, baik itu dalam

bentuk bebas, sabun kalsium ataupun mikroenkapsulasi. Bain et al. (2014)

menyatakan bahwa penurunan populasi protozoa dikarenakan kemampuan

protozoa dalam melakukan proses biohidrogenasi lemak lebih rendah dari bakteri,

sehingga akumulasi lemak dalam pakan menurunkan pertumbuhannya. Ruminansia

yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak linoleat tinggi yang tidak

diproteksi akan menyebabkan populasi protozoa yang lebih rendah dibandingkan

pakan sumber asam lemak oleat yang tidak diproteksi (Nasution 2015).

Penelitian Hidayah (2014) melaporkan

bahwa proteksi minyak dengan sabun kalsium walaupun tidak nyata, terlihat paling

tinggi populasi bakteri totalnya. Peningkatan populasi bakteri total ini dikarenakan

adanya peranan mineral kalsium yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan

aktivitas bakteri rumen (Hidayah 2014).

SKRIPSI 2

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa sifat lemak ruminan dapat

dipengaruhi bila dapat mengubah reaksi mikroba atau pemberian lemak

yang tidak mendapat proses dalam rumen yaitu dengan mekanisme :

rumen by pass. Lemak by-pass merupakan sumber energi yang tidak

mempunyai efek terhadap fermentasi rumen dan siap diasimilasi oleh

ternak dalam sistem pencernaannya dan lolos atau terpintas dari proses

degradasi mikroba dalam retikulo rumen atau disebut lemak terlindung.

Teknologi sabun kalsium (Ca-Soap) merupakan salah satu teknologi

perlindungan lemak yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan. Teknologi sabun kalsium adalah suatu
proses kimiawi untuk menyabunkan bahan

lemak dan alkali yang dikenal dengan proses saponifikasi, dan ditambah

mineral Kalsium (Ca) dengan tujuan mengubah bentuk minyak ikan dan

CPO menjadi bentuk padat yang dapat dicampur dengan pakan ternak.
Fernandez (1999) yang

menyatakan bahwa lemak terlindung dalam bentuk sabun kalsium tidak

mempunyai efek negatif terhadap keseimbangan mikroba dalam rumen tapi tetap mengantarkan dosis
energi yang tinggi untuk membantu

produksi ternak ruminansia. Disamping itu sabun kallsium tidak

mempengaruhi pencernaan serat walaupun diberikan dalam jumlah yang

besar dalam ransum serta akan terhindar dari penjenuhan asam lemaknya

oleh bakteri rumen sehingga kandungan lemak susu dan daging dari

ternak ruminansia mengandung asam-asam lemak tidak jenuh yang

mungkin aman untuk dikonsumsi.

Jenkins dan Palmquist (1984) yang menyatakan bahwa sabun

kalsium merupakan bentuk lemak terlindung dan merupakan sumber

lemak yang efektif dalam bahan pakan ternak ruminansia, karena sistem

fermentasi rumen tetap normal dan kecrnaan asam lemaknya tinggi.

pemberian sabun kalsium

dengan bahan dasar minyak ikan lemuru yang disuplementasikan

kedalam pakan ternak domba jantan lokal sebanyak 10%, nyata

meningkatkan produksi VFA total, pertambahan bobot badan harian lebih

baik, meningkatkan kualitas karkas dan menurunkan kadar kolesterol

dalam serum dan daging ternak tersebut. Peningkatan produksi VFA total

ini diduga karena pemberian lemak dalam bentuk sabun kalsium efektif

sebagai sumber energi. Hal ini disebabkan karena dipandang dari segi

energi, lemak mengandung energi lebih tinggi dari karbohidrat dan protein

sehingga dalam jumlah sedikit saja yang ditambahkan dalam ransum

ruminan dapat meningkatkan kadar energi ransum (Parakkasi, 1995).

Pemberian lemak dalam bentuk sabun kalsium juga dapat

meningkatkan lemak intramuskuler (marbling), sedangkan lemak

punggung (tebal lemak punggung) relatif sama. Marbling dan lemak

punggung merupakan lemak yang paling terakhir terdeposit sedangkan


lemak ginjal dan pelvic merupakan yang paling awal dan lemak

intermuskuler adalah di tengah (intermediate) (Boggs and Merkel, 1984)

Sabun kalsium merupakan bentuk lemak terlindung dan merupakan

sumber lemak yang efektif dalam bahan pakan ternak ruminansia, karena

sistem fermentasi rumen tetap normal, kecrnaan asam lemaknya tinggi,

dan sabun ini dapat dengan mudah dicampur pada beberapa jenis bahan

pakan (Jenkins dan Palmquist 1984)

Teknologi sabun kalsium (Ca-Soap) adalah suatu proses kimiawi

untuk menyabunkan bahan lemak dan alkali yang dikenal dengan proses

saponifikasi dan ditambah mineral Kalsium (Ca) dan merupakan bentuk

lemak terlindung dengan sumber lemak yang efektif dalam bahan pakan

ternak ruminansia karena sistem fermentasi rumen tetap normal,

kecernaan asam lemaknya tinggi, dan sabun ini dapat dengan mudah

dicampur pada beberapa jenis bahan pakan (Jenkins dan Palmquist

1984).

Upaya untuk memaximumkan penyerapan lemak di usus halus

pada ruminansia ini mengarah pada pengembangan lemak terlindung

yang dicampur dengan garam kalsium. Mineral kalsium yang dicampur

dengan asam lemak telah dikenal sebagai sabun kalsium. Bahan ini

dibentuk dari asam-asam lemak jenuh dan tidak jenuh digabung dengan

ion kalsium untuk membentuk garam (Soedarmo et al. 1988) Sabun

kalsium ini merupakan bentuk lemak terlindung dan merupakan sumber

lemak yang efektif dalam bahan pakan ternak ruminansia, karena sistem

fermentasi rumen tetap normal, kecrnaan asam lemaknya tinggi, dan

sabun ini dapat dengan mudah dicampur pada beberapa jenis bahan

pakan (Jenkins dan Palmquist 1984). Disamping itu, banyak penelitian

melaporkan bahwa peningkatan kadar kalsium dalam bahan pakan dapat

menurunkan pengaruh negatif yang terjadi pada pencernaan serat.

Keadaan ini terjadi karena bentuk formasi sabun kalsium yang bersifat
non toksik terhadap bakteri rumen (Palmquist et al. 1986).

Fernandez (1999) yang

menyatakan bahwa lemak terlindung dalam bentuk sabun kalsium tidak

mempunyai efek negatif terhadap keseimbangan mikroba dalam rumen

tapi tetap mengantarkan dosis energi yang tinggi untuk membantu

produksi ternak ruminansia. Disamping itu sabun kallsium tidak

mempengaruhi pencernaan serat walaupun diberikan dalam jumlah yang

besar dalam ransum serta akan terhindar dari penjenuhan asam lemaknya

oleh bakteri rumen sehingga kandungan lemak susu dan daging dari

ternak ruminansia mengandung asam-asam lemak tidak jenuh yang

mungkin aman untuk dikonsumsi.

Minyak kedelai merupakan salah satu minyak yang banyak mengandung

lemak terutama asam lemak poli tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA)

yang cukup tinggi yaitu sekitar 85% meliputi asam linolenat (15% - 64%), asam

oleat (11% - 60%), asam linoleat (1% - 12%) dan asam arachidonat (1.5%)

(Muliawati 2006)

Menurut Panagan et al. (2011) bilangan penyabunan merupakan besar

kecilnya molekul asam lemak yang terkandung dalam minyak yang dibutuhkan

untuk menyabunkan sejumlah miligram kalium hidroksida dalam 1 gram minyak.

Bilangan penyabunan dipengaruhi oleh berat molekul minyak, minyak dengan

bobot molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi

dari pada minyak yang bobot molekulnya tinggi. Bilangan penyabunan minyak

kedelai menurut Ketaren (1986) yaitu sebesar 189-195. Bobot molekul minyak

kedelai yang dihasilkan mempengaruhi jumlah NaOH dan CaCl2 yang akan

ditambahkan dalam pembuatan sabun kalsium dari bobot bahan dasar yang
digunakan (Joseph 2007).

Pramono et al. (2013) yang menyatakan bahwa suplemen sabun kalsium pada

pakan cukup efektif dalam mempertahankan nilai keasaman (pH) di dalam rumen.

Ferlay et al. (1993) juga menyatakan bahwa sabun kalsium yang bersifat inert di

dalam rumen, tidak beracun bagi bakteri rumen dan tidak berdampak negatif pada

pencernaan rumen. Proses pertumbuhan dan metabolisme mikrobia tidak akan

terganggu pada kondisi pH rumen yang normal, sehingga aktivitas mikrobia

berjalan dengan normal dan proses pencernaan bahan pakan akan optimal

(Prawirokusumo 1994).

Menurut Fessenden dan Fessenden (1986), proses penyabunan

mengakibatkan bergabungnya asam lemak dengan garam alkali sehingga

membentuk sabun. Sabun yang terbentuk memiliki ekor hydrophobic dan

hydrophilic. Ekor hydrophobic menyebabkan molekul sabun terlindungi dari air.

Hal ini menyebabkan enzim mikroorganisme rumen tidak bisa mencerna bahan

pakan yang diproteksi karena media reaksinya berupa air sehingga mengakibatkan

penurunan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik di dalam rumen

Minyak kelapa sawit mengandung asam

lemak jenuh sebanyak 50%

Monounsaturated Fatty Acid (MUFA) atau

asam lemak tak jenuh tunggal 40% dan

Polyunsatureted Fatty Acid (PUFA) atau

asam lemak tak jenuh ganda 10% (Murdiati,

1992).

Saponifikasi merupakan salah satu

usaha untuk memintasrumenkan minyak,

sehingga dampak negatif pemberian minyak

pada ternak ruminansia dapat dihindarkan

dan asupan asam lemak takjenuh pakan


meningkat. Energi pakan yang tinggi akan

menghasilkan karkas sapi yang lebih berat

dan lebih berlemak daripada yang berenergi

rendah selama kurun waktu tertentu

(Soeparno, 2005)

Murdiyati, A. 1992. Pengolahan Kelapa Sawit II.

PAU Pangan Gizi Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Soeparno dan H.L. Davies. 1987. studies on the

growth and carcass composition in

daldale wether lambs: I. the effect of

dietary energy concentration and pasture

species. Australian Journal of

Agricultural Research 38: 403-416.

Bunting (1996), bila minyak

diberikan dalam jumlah berlebih (diatas 5%) kepada ternak ruminansia dapat

mengganggu populasi mikroba di dalam rumen dan mengurangi kemampuan

ruminansia untuk mencerna hijauan. Penambahan minyak yang terproteksi sabun

kalsium yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebanyak 6% karena dengan

adanya proteksi dari sabun kalsium maka diharapkan minyak yang diberikan tidak

mengalami biohidrogenasi seluruhnya.

Bunting LD, Fernandez JM, Fornea RJ, White TW, Froetschel MA, Stone JD,

Ingawa K. 1996. Seasonal effects of supplemental fat or undegradable protein on the growth and
metabolism of Holstein calves. J Dairy Sci. 79:

1611-1620.

Minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) dan miyak ikan
merupakan bahan-bahan yang masih mengandung lemak terutama asam
lemak poli tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA) cuku tinggi
sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak sumber energi dan asam
lemak tak jenuh (PUFA).
Penggunaan CPO dan minyak ikan perlu diwaspadai mengingat
ternak ruminansia sangat peka terhadap kandungan lemak yang tinggi
dalam ransumnya karena dapat memberikan efek negatif pada ternak
terutama

dalam

proses

fermentasi

rumen,

seperti

membatasi

pencernaan serat, merupakan racun bagi bakteri selulolitik, menurunkan


aktivitas enzim dan menurunkan absorpsi beberapa kation.

Selain itu

mikroorganisma rumen juga dapat menghidrogenasi asam lemak poli


takjenuh sehingga dapat meningkatkan kolesterol (Parakkasi, 1995).
Proteksi dilakukan untuk tetap dapat memanfaatkan pengaruh positif

asam lemak tidak jenuh bebas, berupa peningkatan efisiensi metabolisme

energi ruminal. Sabun kalsium merupakan bentuk lemak terlindungi dan

sumber lemak yang efektif dalam bahan pakan ruminansia, karena system

fementasi rumen tetap normal, kecernaan asam lemak tinggi dan sabun ini

dapat dengan mudah dicampur dengan beberapa jenis bahan pakan (Jenkins

dan Palmquist, 1984).

Minyak nabati merupakan produksi yang diperoleh dari tumbuh -

tumbuhan dengan cara mengekstrasi minyak dari biji - bijian atau buah -

buahan yang diproses untuk digunakan sebagai bahan pakan. Minyak


nabati banyak mengandung asam lemak essensial terutama asam lemak

linolet yang sangat dibutuhkan tubuh, kecuali minyak kelapa dan minyak

biji zaitun (Patrick dan Schaible, 1980).

Hasil ikutan pengolahan buah kelapa sawit. Produk utama ekstraksi

buah kelapa sawit adalah minyak sawit (crude palm oil, CPO), sementara

hasil ikutannya adalah tandan kosong, serat perasan, lumpur sawit/solid,

dan bungkil inti kelapa sawit (Liwang, 2003). Kelapa sawit dapat

menghasilkan dua macam minyak dari sabut buah dan dari inti atau

minyak daging buah. (Agus, 2008)

Menurut Fauzi et. al., (2008).Minyak sawit memiliki keunggulan

dibanding dengan minyak nabati lainnya. Beberapa keunggulan minyak

sawit antara lain sebagai berikut :

1. Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu

menempatkan CPO menjadi minyak nabati termurah.

2. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan

minyak kedelai dan minyak bunga matahari masing – masing

0,34 dan 0,53 ton/ha.

3. Sifat intergredable-nya cukup menonjol dibandingkan

dengan minyak nabati lainya, karena memiliki keluwesan dan

keluasan dibidang pangan maupun non pangan

Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibanding

dengan minyak nabati lainnya yang terdiri dari sitosterol, campesterol,

sigmasterol, dan kolesterol. Dalam CPO kadar sterol berkisar antara

360 – 660 ppm dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau

sebesaar 0,001 % dalam CPO. Bahkan kandungan kolesterol dalam satu

butir telur setara dengan kandungan sterol dalam 29 liter minyak sawit.

Minyak sawit dapat dikatakan sebagai sumber minyak goreng non

kolesterol (kadar kolesterolnya rendah) (Fauzi et. al., 2008)

Agus, A., 2008. Paduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Bagian Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. UGM. Ardana Media: Yogyakarta

Fauzi, Y., Widyastuti, Y. E., Satriawibawa, I. dan Hartono, R., 2008. Kelapa

Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta


Liwang, T. 2003. Palm oil mill effluent management. Burotrop Bull. 19: 38

Patrick, H. and P. J. Schaible.1980.Poultry and Nutrition. Avi Publishing

Company, Inc., Connecticut.


Jenskin, T.C. and D.L. Palmquist. 1984. Effect of fatty acidsor calcium soap on

rumen and total nutrient digestibility of dairy ration. J. Dairy Sci. 67: 978

Anda mungkin juga menyukai