Sabun Kalsium
Sabun Kalsium
ditinjau dari aspek nutrisi ternak yaitu dengan melakukan penambahan sumber
asam lemak tidak jenuh dalam ransum. Penambahan sabun kalsium dari minyak
kedelai merupakan salah satu agen proteksi yang berguna untuk mengurangi
dampak negatif suplementasi asam lemak tidak jenuh pada aras tinggi, berupa
lemak tidak jenuh dari biohidrogenasi ikatan ganda oleh mikroba rumen (Ashes et
al. 1995). Nurhanah (2014) melaporkan bahwa penambahan minyak kedelai yang
diproteksi dalam bentuk sabun kalsium pada level 5% dalam ransum memberikan
hasil yang signifikan, dengan tidak mengganggu kecernaan bahan kering, bahan
organik, protein kasar dan serat kasar serta derajat keasaman (pH) rumen.
alkali membentuk sabun. Sabun yang terbentuk ini memiliki ekor hydrophobic dan
lemak tidak jenuh pada daging adalah minyak kedelai. Jumlah asam lemak tidak
jenuh pada minyak kedelai lebih besar dibandingkan dengan jumlah asam lemak
beralkohol dibuat dengan mencampurkan KOH dan alkohol 95%. Sampel minyak
dalam labu penangas berleher untuk direfluksi dan dititrasi sehingga didapat
bilangan penyabunan dan jumlah NaOH yang digunakan. Minyak dan BHT
NaOH 50% secara perlahan sehingga terjadi saponifikasi. Aduk hingga merata dan
tambahkan larutan CaCl2 sedikit demi sedikit serta tambahkan pollard sambil
minyak nabati yang berbeda baik dalam bentuk sabun kalsium ataupun
melaporkan bahwa penambahan sabun kalsium minyak nabati pada buffer yang
penelitian berkisar 6.79- 6.84 sehingga masih dalam kisaran normal dengan tidak
Sabun kalsium yang bersifat inert, tidak akan toksik atau berdampak negatif
pada aktivitas dan ekosistem rumen (Ferlay et al 1993). Minyak yang dilindungi
sabun kalsium akan lolos dari proses biohidrogenasi oleh mikrobia rumen dan tidak mengganggu pH
rumen serta ekosistem rumen sehingga langsung melewati rumen
untuk dibawa ke abomasum dan akan terpisah secara sempurna pada kondisi asam
protein mikroba pada sistem rumen karena amonia merupakan prekursor utama
kandungan nutrien lain yang terkandung didalamnya sehingga aktivitas enzim mikroorganisme rumen
tidak mampu mencerna bahan pakan yang diproteksi dan
menekan energi dalam bentuk CH4 (Sutardi 1999). Tingginya kandungan asam
lemak tidak jenuh dan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat pada minyak
kedelai mampu mengurangi populasi protozoa. Hal ini sesuai pernyataan Hristov et
al (2004) bahwa semakin banyak ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rantai
dengan minyak kanola dan flaxseed. Hal ini dikarenakan kandungan asam laurat
pada minyak wijen lebih tinggi dibandingkan minyak lainnya, baik itu dalam
protozoa dalam melakukan proses biohidrogenasi lemak lebih rendah dari bakteri,
yang diberi pakan dengan kandungan asam lemak linoleat tinggi yang tidak
pakan sumber asam lemak oleat yang tidak diproteksi (Nasution 2015).
bahwa proteksi minyak dengan sabun kalsium walaupun tidak nyata, terlihat paling
tinggi populasi bakteri totalnya. Peningkatan populasi bakteri total ini dikarenakan
SKRIPSI 2
ternak dalam sistem pencernaannya dan lolos atau terpintas dari proses
perlindungan lemak yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan. Teknologi sabun kalsium adalah suatu
proses kimiawi untuk menyabunkan bahan
lemak dan alkali yang dikenal dengan proses saponifikasi, dan ditambah
mineral Kalsium (Ca) dengan tujuan mengubah bentuk minyak ikan dan
CPO menjadi bentuk padat yang dapat dicampur dengan pakan ternak.
Fernandez (1999) yang
mempunyai efek negatif terhadap keseimbangan mikroba dalam rumen tapi tetap mengantarkan dosis
energi yang tinggi untuk membantu
besar dalam ransum serta akan terhindar dari penjenuhan asam lemaknya
oleh bakteri rumen sehingga kandungan lemak susu dan daging dari
lemak yang efektif dalam bahan pakan ternak ruminansia, karena sistem
dalam serum dan daging ternak tersebut. Peningkatan produksi VFA total
ini diduga karena pemberian lemak dalam bentuk sabun kalsium efektif
sebagai sumber energi. Hal ini disebabkan karena dipandang dari segi
energi, lemak mengandung energi lebih tinggi dari karbohidrat dan protein
sumber lemak yang efektif dalam bahan pakan ternak ruminansia, karena
dan sabun ini dapat dengan mudah dicampur pada beberapa jenis bahan
untuk menyabunkan bahan lemak dan alkali yang dikenal dengan proses
lemak terlindung dengan sumber lemak yang efektif dalam bahan pakan
kecernaan asam lemaknya tinggi, dan sabun ini dapat dengan mudah
1984).
dengan asam lemak telah dikenal sebagai sabun kalsium. Bahan ini
dibentuk dari asam-asam lemak jenuh dan tidak jenuh digabung dengan
lemak yang efektif dalam bahan pakan ternak ruminansia, karena sistem
sabun ini dapat dengan mudah dicampur pada beberapa jenis bahan
Keadaan ini terjadi karena bentuk formasi sabun kalsium yang bersifat
non toksik terhadap bakteri rumen (Palmquist et al. 1986).
besar dalam ransum serta akan terhindar dari penjenuhan asam lemaknya
oleh bakteri rumen sehingga kandungan lemak susu dan daging dari
lemak terutama asam lemak poli tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA)
yang cukup tinggi yaitu sekitar 85% meliputi asam linolenat (15% - 64%), asam
oleat (11% - 60%), asam linoleat (1% - 12%) dan asam arachidonat (1.5%)
(Muliawati 2006)
kecilnya molekul asam lemak yang terkandung dalam minyak yang dibutuhkan
bobot molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi
dari pada minyak yang bobot molekulnya tinggi. Bilangan penyabunan minyak
kedelai menurut Ketaren (1986) yaitu sebesar 189-195. Bobot molekul minyak
kedelai yang dihasilkan mempengaruhi jumlah NaOH dan CaCl2 yang akan
ditambahkan dalam pembuatan sabun kalsium dari bobot bahan dasar yang
digunakan (Joseph 2007).
Pramono et al. (2013) yang menyatakan bahwa suplemen sabun kalsium pada
pakan cukup efektif dalam mempertahankan nilai keasaman (pH) di dalam rumen.
Ferlay et al. (1993) juga menyatakan bahwa sabun kalsium yang bersifat inert di
dalam rumen, tidak beracun bagi bakteri rumen dan tidak berdampak negatif pada
berjalan dengan normal dan proses pencernaan bahan pakan akan optimal
(Prawirokusumo 1994).
Hal ini menyebabkan enzim mikroorganisme rumen tidak bisa mencerna bahan
pakan yang diproteksi karena media reaksinya berupa air sehingga mengakibatkan
penurunan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik di dalam rumen
1992).
(Soeparno, 2005)
Mada, Yogyakarta.
diberikan dalam jumlah berlebih (diatas 5%) kepada ternak ruminansia dapat
kalsium yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebanyak 6% karena dengan
adanya proteksi dari sabun kalsium maka diharapkan minyak yang diberikan tidak
Bunting LD, Fernandez JM, Fornea RJ, White TW, Froetschel MA, Stone JD,
Ingawa K. 1996. Seasonal effects of supplemental fat or undegradable protein on the growth and
metabolism of Holstein calves. J Dairy Sci. 79:
1611-1620.
Minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) dan miyak ikan
merupakan bahan-bahan yang masih mengandung lemak terutama asam
lemak poli tak jenuh (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA) cuku tinggi
sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak sumber energi dan asam
lemak tak jenuh (PUFA).
Penggunaan CPO dan minyak ikan perlu diwaspadai mengingat
ternak ruminansia sangat peka terhadap kandungan lemak yang tinggi
dalam ransumnya karena dapat memberikan efek negatif pada ternak
terutama
dalam
proses
fermentasi
rumen,
seperti
membatasi
Selain itu
sumber lemak yang efektif dalam bahan pakan ruminansia, karena system
fementasi rumen tetap normal, kecernaan asam lemak tinggi dan sabun ini
dapat dengan mudah dicampur dengan beberapa jenis bahan pakan (Jenkins
tumbuhan dengan cara mengekstrasi minyak dari biji - bijian atau buah -
linolet yang sangat dibutuhkan tubuh, kecuali minyak kelapa dan minyak
buah kelapa sawit adalah minyak sawit (crude palm oil, CPO), sementara
dan bungkil inti kelapa sawit (Liwang, 2003). Kelapa sawit dapat
menghasilkan dua macam minyak dari sabut buah dan dari inti atau
360 – 660 ppm dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau
butir telur setara dengan kandungan sterol dalam 29 liter minyak sawit.
Agus, A., 2008. Paduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Bagian Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. UGM. Ardana Media: Yogyakarta
Fauzi, Y., Widyastuti, Y. E., Satriawibawa, I. dan Hartono, R., 2008. Kelapa
rumen and total nutrient digestibility of dairy ration. J. Dairy Sci. 67: 978