Anda di halaman 1dari 4

TUGAS REVIEW AGAMA ISLAM KONTEKSTUAL

TENTANG PEMIKIRAN BARAT TERHADAP ISLAM

MINORITAS MUSLIM DI BARAT (STUDI ATAS PEMIKIRAN TARIQ


RAMADAN) OLEH MOH. ZEINUDIN UNIVERSITAS WIRARAJA
SUMENEP MADURA

ISRADINA PARICHA

PROGRAM STUDI S1 ARKEOLOGI


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018

Serangan-serangan terorisme mengerikan seperti yang terjadi di Paris dan San


Bernardino oleh para ekstremis yang mengatasnamakan Islam telah menimbulkan gelombang
rasa permusuhan, ketakutan, dan kebencian terhadap semua atau sebagian besar umat Islam.
Sehingga timbullah Islamofobia. Kaum Muslim telah disemaratkan dan disamakan dengan
jenis ekstremisme militan dan terorismeyang dilakukan oleh sebagian amat kecil orang Isla,
mengabaikan fakta bahwa sebagian besar korban justru adalah umat Islam itu sendiri. Hal ini
menimbulkan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan Islamofobia dan kebijakan
domestik yang mengancam kebebasan sipil kaum Muslim.
Umat Islam di Barat (Amerika dan Eropa) memiliki masalah dan tantangan yang
berat, hal ini karena adanya gerakan Islamophobia atau kebencian terhadap Islam. Kendati
pertumbuhan dan perkembangan umat Islam yang semakin meningkat. Stereotip negatif
terhadap Islam terkait erat dengan wacana relasi Islam dan Barat yang sebagaimana
merupakan wacana sepanjang masa. Sebagai contohnya adalah peristiwa 11 September 2001
yang merobohkan simbol kedigdayaan Amerika Serikat memicu munculnya permusuhan
islam terhadap Barat dan sekaligus membuat buruk citra Islam.
Dikatakan oleh Albert Hourani, bahwa semenjak pertama kali muncul, agama Islam
merupakan problem bagi Eropa-Kristen. Orang-orang muslim adalah musuh di perbatasan.
Dalam abad ke 7 dan 8, pasukan yang berperang atas nama penguasa Islam, khalifah, meluas
dan masuk ke dalam jantung dunia Kisten. Mereka menduduki propinsi-propinsi kerajaan
Bizantium di Syria,Tanah Suci dan Mesir, dan terus meluas ke arah barat memasuki Afrika
Selatan, Spanyol dan Sisilia. Penaklukan ini bukanlah semata-mata bersifat militer, dalam
skala luas terkadang penaklukan itu diikuti oleh konversi agama Islam. Albert Hourani, Islam
dalam Pandangan Eropa, terj. Imam Baihaqi dan Ahmad Baidlowi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), hlm. 9.
John L.Esposito mengatakan bahwa situasi muslim di Barat pertama tampak berbeda
dengan yang lain (imigran atau berubah menjadi pribumi), yang secara etnis berbeda dengan
kebudayaan Judeo-Kristen. Muslim, seperti Yahudi di masa lalu, menemukan dirinya dalam
konteks budaya Barat. Hal ini disebabkan tidak hanya oleh ketidaktahuan terhadap Islam atau
karena penyamaannya dengan ekstremisme dan terorisme, kegagalan dalam mengapresiasi
bahwa Islam adalah bagian dari tradisi Judeo-Kristeen-Islam.

Kehadiran Tariq Said Ramadan, seorang pemikir muslim Perancis memberikan


pelajaran berharga bagaimana seharusnya menjadi muslim di Barat atau Eropa. Tariq Said
Ramadan adalah cucu Hassan Al- Bana, tokoh aktivis Islam terkemuka dari Mesir, pendiri
organisasi Ihkwanul Muslimin. Ayah Tariq, Sayyid Ramadan, ialah putra Hassan Al-Bana
yang terpaksa hidup di pengasingan Eropa akibat tekanan rezim Gamal Abdel Nasser.

Tariq berusaha menepis anggapan-anggapan negatif terhadap citra Islam. Sekarang


ketegangan antara Islam dan Barat telah menjadi sebuah isu topikal yang disebabkan oleh
meluasnya pernyataan-pernyataan tertentu. Karena latar belakangnya lahir dan tinggal di
Eropa, dia berpendapat bahwa tidak ada konflik antara menjadi seorang muslim dan orang
Eropa. Seorang muslim mesti menerima hukum-hukum negara yang ditinggalinya, kecuali
untuk kondisi tertentu. Perbedaan budaya membuat seorang muslim Eropa berbeda dengan
muslim Asia, misalnya. Karena itu seorang muslim Eropa mesti mempelajari lagi teks-teks
fundamental Islam, terutama Al-Qur’an, dan menafsirkannya sesuai latar belakang sendiri
dalam kasus ini dipengaruhi oleh masyarakat Eropa. Pada bukunya yang khusus membahas
masalah itu, To Be a European Muslim (1999), Tariq mencoba menawarkan solusi, yakni
menjadi muslim yang autentik dan pada saat bersamaan menjadi warga negara yang baik di
negara Barat.
Pemikiran Tariq Ramadan sebenarnya hendak menyadarkan kita, bahwa saat ini
permasalahan kaum muslim sudah keluar dari wilayah geografis Timur Tengah, Afrika Utara,
atau negara-negara mayoritas berpenduduk muslim. Permasalahan mendasar umat muslim
terkait dengan kemanusiaan dan lingkungan saat ini justru muncul di negara-negara Barat,
yang mayoritas penduduknya nonmuslim. Padahal para penafsir otoritatif yang diakui oleh
mayoritas muslim terasa masih kurang membumi ketika berhadapan dengan permasalahan di
negara-negara Barat.

Menurut saya, menjadi seorang muslim merupakan sebuah anugerah yang telah
diberikan oleh Allah SWT dan menjadi identitas sejak lahir. Menjadi seorang muslim
bukanlah sebuah kesalahan, bukan sebuah keburukan, melainkan suatu hal yang patut kita
banggakan dan pertahankan. Dimanapun kita berada dan apapun yang kita hadapi, hendaklah
kita senantiasa mengingat identitas kita sebagai seorang yang beragama Islam. Saya setuju
dengan pendapat Tariq Ramadan yang menegaskan bahwa, menjadi kelompok minoritas di
Barat sebenarnya bukanlah sebuah ancaman bahkan menjadi Muslim di Barat dapat
menikmati aroma kebebasan dan penghargaan terhadap keragaman. Dalam berbagai riset
dinyatakan bahwa populasi orang-orang Muslim di Barat, khususnya di Eropa dan Amerika,
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bahkan ada beberapa fakta yang menyatakan
bahwa Muslim di Eropa yang telah menetap kurang lebih sekitar 40 tahun diberikan hak
kebebasan untuk menjalakan ibadah sebagaimana yang telah ditentukan, diberikan pula hak
untuk membangun Masjid, membentuk organisasi keagamaan, dan juga mereka diberikan hak
atas rasa aman, perlindungan serta keadilan.

Perlu kita ingat bahwa menjadi seorang Muslim bukanlah sesuatu yang buruk dan
hendaklah kita bersyukur berada dalam lingkup agama yang sempurna sebagaimana terdapat
dalam Q.S Al-Maa-idah:3, Islam merupakan sebuah identitas dan hendaklah kita selalu
istiqomah. Menjadi masyarakat minoritas dalam sebuah negara dapat menimbulkan rasa
empati dan juga toleransi. Kita akan merasa sama seperti masyarakat lain yang diberikan hak,
dan rasa toleransi terhadap sesama tanpa memandang agama, ras, dan sebagainya.
Mempermasalahkan antara Islam dan Barat merupakan suatu hal yang kurang baik. Karena
pada faktanya, memang masyarakat Muslim diperlakukan sama seperti masyarakat setempat.
Orang Islam kerap kali dipandang buruk, namun jangan jadikan hal itu sebuah problema
yang menyakitkan, karena kiita hidup di dunia ini hanya sementara dan apa yang kita perbuat
akan dimintai pertanggungjawaban.
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong Karen, John L. Esposito, dkk. 2018. ISLAMOFOBIA: Melacak Akar


Ketakutan terhadap Islam di Dunia Barat. Bandung: Mizan.
Ramadan Tariq. Teologi Dialog Islam-Barat: Pergumulan Muslim Eropa. 2002.
Bandung: Mizan.

Suntiah Ratu, M.Ag., dan Maslani. 2017. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
www.academia.edu/34026032/mazhab_yudeo_kristen (diakses pada tanggal 10
November 2018 pukul 15.45 WIB)
https://syulhadi.wordpress.com/my-document/islami/metodologi-studi-islam/studi-
islam-di-barat/ (diakses pada tanggal 10 November 2018 pukul 16.24 WIB)

Anda mungkin juga menyukai