Anda di halaman 1dari 14

DISKRIMINASI BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM

Hafiz Sulaiman Akbar


Pendidikan Agama Islam Institut Madani Nusantara
Hafizsulaiman73@gmail.com

Abstrak
Sampai detik ini bisa dikatakan Barat masih mendominasi disegala bidang, baik itu ekonomi, teknologi,
pendidikan, pertanian, militer, industri dan lain sebagainya. Hal ini dilatarbelakangi oleh arogansi Barat
yang ingin menguasai dunia Islam (dunia Timur yang tidak sehaluan dengan Barat). Tidak dapat
ditampilkan bahwa dominasi Barat tentu membawa implikasi negatif bagi generasi Islam, akan tetapi
harus pula diakui bahwa kemajuan Barat yang lebih dahulu, menjadikan umat Islam tersentak dan sadar
bahwa dunia Timur telah tertinggal jauh dibanding mereka. Tulisan ini mencoba mengkaji dua hal,
pertama tentang ketakutan-ketakutan yang terjadi terhadap Islam serta mencoba mendefinisikan
Islamophobia dari kajian psikologi sosial; kedua tentang berbagai strategi yang dirancang untuk
mengatasi Islamophobia.
Kata Kunci: Diskriminasi, Islamophobia, Dominasi Barat.

Abstract
Until this moment it can be said that the West still dominates in all fields, be it economics, technology,
education, agriculture, military, industry and so on. This is motivated by the arrogance of the West who
wants to dominate the Islamic world (the Eastern world which is not in line with the West). It cannot be
shown that Western domination certainly has negative implications for the generation of Muslims, but it
must also be admitted that the advance of the West made Muslims startled and realized that the Eastern
world was far behind them. This paper tries to examine two things, first about the fears that occur
against Islam and tries to define Islamophobia from the study of social psychology; the second is about
various strategies designed to overcome Islamophobia.
Keywords: Discrimination, Islamophobia, Western domination.
A. Pendahuluan
Dalam periodesasi perkembangan sejarah kebudayaan dan sejarah pemikiran Islam yang
diketengahkan oleh Harun Nasuion, bahwa perkembangan sejarah Islam terdapat tiga periode
yaitu periode klasik (650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800) dan periode moder
(1800M). Adapun ciri periode modern yaitu dimana seluruh wilayah kekuasaan Islam, baik
langsung maupun tidak berada dibawah cengkraman penjajah Barat, dan memperoleh
kemerdekaan kembali pada saat berakhirnya perang dunia kedua. Pada masa ini masyarakat
muslim bersentuhan langsung dengan kultur Barat, khususnya dalam bidang teknologi juga
masalah kultur sehingga membangkitkan kembali spirit untuk menggelorakan semangat
islam dimana sebelumnya terasa melemah. Disamping itu, pada masa modern ini juga
mucnulnya spirit kebangsaan pada negaranegara muslim untuk melawan hegemoni dan
invasi kolonial.
Sejak pasca peristiwa tragedi WTC 11 September 2001 di New York dan seruan
peperangan terhadap terorisme, komunitas Islam seolah-olah menjadi bagian isu penting
untuk selalu dibicarakan. Komunitas Islam dipandang sebagai penyebab segala permasalahan
dan secara stereotip mereka menjadi sasaran tuduhan tersebut. Pasca serangan tersebut
Amerika sampai mengeluarkan daftar pendatang yang dicurigai potensial sebagai teroris
berlaku mulai tanggal 1 Oktober 2002. Pemerintah Australia juga melakukan tindakan serupa
dengan mengeluarkan serangkaian aturan antiterorisme dan melakukan beberapa
penggeledahan terhadap beberapa rumahrumah muslim pasca bom Bali.
Menurut Dr Kingsbury dari Universitas Deakin, Australia, pemerintahan Australia
berpendapat bahwa jaringan terorisme Al Qaidah dianggap memiliki hubungan dekat dengan
muslim radikal di Indonesia telah masuk ke Australia melalui mahasiswa dan warga negara
Indonesia yang bermukim di Australia (Republika, Oktober 2004). Inggris juga memiliki
kecemasan tersendiri terhadap ancaman terorisme pasca 11 September 2001, puluhan orang
muslim dari Asia selatan dicurigai dan dikait-kaitkan dengan terorisme.
Di Indonesia kecemasan yang menyebar di masyarakat terutama tuduhan di kalangan
muslim muncul terutama pasca terjadinya ledakan bom Bali, 12 Oktober 2002. Rentetan
penangkapan beberapa orang Islam yang dianggap terkait seperti Amrozi, Ali Imron, Imam
Samudra, bahkan seorang ustadz tua seperti Abu Bakar Baasyir pun dicurigai sebagai dalang
terjadinya kekacauan di negeri ini. Pria pemelihara jenggot dan keluarganya pun tak luput
dari kecemasan karena ada kemungkinan menjadi sasaran penangkapan dari fihak kepolisian.
Pemilik rumah kontrakan juga mengalami kecemasan ketika rumah kontrakannya ditinggali
oleh pria berjenggot. Kecemasan juga menimpa sebagian aparat pemerintah, termasuk fihak
kepolisian yang tidak menyetujui adanya sweeping tempat-tempat hiburan oleh salah satu
ormas Islam pada bulan puasa di Jakarta. Kecemasan muncul karena ormas Islam dipersepsi
sebagai lawan bukan sebagai teman untuk memberantas penyakit masyarakat. Kecemasan
pun sampai ke lembaga tertinggi di negara ini.
Ketika Hidayat Nur Wahid terpilih menjadi ketua MPR, yang notabene dianggap berbaju
Islam, langsung terjadi interupsi apakah akan terjadi perubahan pasal 29 UUD 1945.
Mengapa orang begitu membenci atau takut kepada Islam/Muslim ? Tulisan ini mencoba
mengkaji dua hal, pertama tentang ketakutan-ketakutan yang terjadi terhadap Islam serta
mencoba mendefinisikan Islamophobia dari kajian psikologi sosial; kedua tentang berbagai
strategi yang dirancang untuk mengatasi Islamophobia.
B. Pembahasan
Awal mula munculnya islamophobia di dunia barat
Menjaga hak-hak minoritas etnis dan agama merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia
(HAM). Setiap individu berhak menentukan agama yang akan dianutnya dan setiap negara
harus menjamin kesetaraan semua warga negara. Akan tetapi yang terjadi saat ini adalah
kaum muslim minoritas di Eropa selalu menghadapi ancaman, pembatasan dan larangan.
Terlebih lagi media yang menjadikan islamphobia dan cara warga Eropa memandang Islam
semakin memburuk.
Merespon hal ini Jurusan Studi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam
Indonesia (FIAI UII) menggelar diskusi ilmiah bertema “Islamphobia dan Wajah Islam di
Dunia”, pada Selasa (17/11) secara daring. Kegiatan ini menghadirkan Ketua Program Studi
Doktor Hukum Islam FIAI UII, Dr. Drs. Yusdani, M.Ag., Dosen Program Studi Ahwal
Syakhshiyah FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni, M.A., dan Ketua Prodi Pendidikan Islam
Universitas Ibnu khaldun Bogor, Dr. Adian Husaini.
Disampaikan Dr. Yusdani bahwa pihak yang paling merasakan dampak negatif dari
islamphobia adalah minoritas muslim di Eropa, yang mana mereka adalah pengungsi dari
negara-negara yang keadaan ekonomi, sosial dan politiknya tidak kondusif. Hal inilah yang
mendorong mereka untuk melakukan imigrasi atau mengungsi ke negara lain dengan harapan
memiliki kehidupan yang jauh lebih baik di negara yang mereka datangi.
“Bahwa yang paling menderita terkait islamphobia itu adalah minoritas muslim yang
hidup di negara-negara Eropa, baik dari sisi politik, ekonomi, budaya dan juga urusan
keagamaan. kalau kita boleh mengatakan multikultural yang selama ini didengung-
dengungkan dan dibangun di barat nampaknya perlu kita pertanyakanlagi. Mengapa?
Sepertinya mereka tidak siap untuk multikultural yang sesungguhnya, Bahkan mereka ingin
menghendaki sebagai bangsa yang homogen,” Jelasnya.
Dr. Yusdani menyebut ada empat faktor penyebab munculnya islamphobia. Faktor
pertama, kuasai media yang digunakan sebagai alat untuk membentuk opini dan presepsi
masyarakat. Kedua, agama dijadikan kendaraan politik. Menurutnya, Islam mengatur segala
lini kehidupan manusia, dimulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Ketiga,
ketidaktahuan masyarakat dan keempat, ada kekuatan kemajuan Islam menjadi ancaman
banyak orang sehingga mereka takut akan kebangkitan Islam.
Dr. Asmuni menjelaskan pengaruh islamphobia terhadap studi Islam dibagi menjadi dua
kelompok yaitu muqoronat dan muqorobat. Muqorabat yaitu berusaha menyelesaikan
konsep-konsep Islam dengan barat. Menurutnya, islamphobia sangat mempengaruhi studi-
studi Islam, sehingga tidak heran jika banyak buku yang ditulis oleh ilmuwan muslim dengan
toleransi dan Islam moderat, dengan tujuan menyelamatkan Islam dari pandangan
islamphobia.
Konsep kebebasan di dalam Islam ditopang dengan tiga elemen penting. Yaitu, al-sam’u,
al-bashar, dan al- fu’ad. “Islam tidak mengenal kebebasan (freedom), sebab di dalam Islam
kebebasan itu adalah al-hurriyah yang artinya jika seorang muslim mengartikan kebebasan
dengan dengan tiga elemen penting tadi, maka kualitasnya akan semakin tinggi, jadi tidak
bisa seorang muslim melakukan kebebasan semata-mata karena hawa nafsu, dengan kata lain
kebebasan di dalam Islam dibingkai dengan tiga elemen tersebut,” tuturnya.
Dr. Adian Husaini mengatakan antara Islam dan barat terjadi perbedaan yang sangat
fundamental yang akan menimbulkan benturan pandangan hidup. Menurutnya, islamphobia
yang terjadi saat ini merupakan rekayasa politik yang didesain oleh kalangan intelektual anti
Islam, dan menjadikan Islam sebagai ancaman, rekayasa ini didasari oleh ketakutan akan
kekuatan Islam yang sesungguhnya. Hampir semua negara barat saat ini menggunakan
justifikasi freedom dalam berskiap dan berkspresi. “Memang sensitif terhadap masalah Islam
mudah dijadikan alat untuk menggalang kebencian dan menggalang kepentingan politik,”
tutupnya. (HA/RS)
Islamophobia: mengapa orang membenci muslim?
Phobia dianggap sebagai bentuk khusus ketakutan. Kecemasan dalam phobia dialami
apabila seseorang menghadapi objek atau situasi yang ditakuti atau dalam antisipasi akan
menghadapi kondisi tersebut. Sebagai tanggapannya, orang menunjukkan tingkah laku
penghindaran yang merupakan ciri utama semua phobia (De Clerq, 1994).
Sekelompok ahli hubungan antar ras atau suku bangsa di Inggris mulai membentuk
sebuah komisi khusus dan mempelajari serta menganalisis Islamophobia mulai tahun 1995.
Komisi yang meneliti tentang muslim di Inggris dan Islamophobia melaporkan bahwa Islam
dipersepsikan sebagai sebuah ancaman, baik di dunia maupun secara khusus di Inggris. Islam
disebut sebagai pengganti kekuatan Nazi maupun komunis yang mengandung gambaran
tentang invasi dan infiltrasi. Hal ini mengacu pada ketakutan dan kebencian terhadap Islam
dan berlanjut pada ketakutan serta rasa tidak suka kepada sebagian besar orang-orang Islam.
Kebencian dan rasa tidak suka ini berlangsung di beberapa negara barat dan sebagian budaya
di beberapa negara. Dua puluh tahun terakhir ini rasa tidak suka tersebut makin ditampakkan,
lebih ekstrim dan lebih berbahaya (Runnymede Trust, 1997).
Istilah Islamophobia muncul karena ada fenomena baru yang membutuhkan penamaan.
Prasangka anti muslim berkembang begitu cepat pada beberapa tahun terakhir ini sehingga
membutuhkan kosa kata baru untuk mengidentifikasikan. Penggunaan istilah baru yaitu
Islamophobia tidak akan menimbulkan konflik namun dipercaya akan lebih memainkan
peranan dalam usaha untuk mengoreksi persepsi dan membangun hubungan yang lebih baik
(Young European Muslims, 2002).
Islamophobia tidak dapat dipisahkan dari problema prasangka terhadap orang muslim dan
orang yang dipersepsi sebagai muslim. Prasangka anti muslim didasarkan pada sebuah klaim
bahwa Islam adalah agama “inferior” dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai yang
dominan pada sebuah masyarakat (Abdel-Hady, 2004).
Islamophobia memiliki beberapa karakteristik. Untuk memahami karakteristik ini dalam
laporan Runnymede menjelaskan sebuah kunci untuk memahami perbedaan tersebut, yaitu
pandangan yang terbuka dan pandangan yang tertutup terhadap Islam (open and closed views
of Islam). Phobia dan ketakutan terhadap Islam yang terjadi merupakan karakteristik dari
pandangan yang tertutup terhadap Islam (closed views), sementara ketidaksetujuan yang
logis dan kritik serta apresiasi maupun pernghormatan merupakan pandangan yang terbuka
terhadap Islam (open views).
Dari beberapa deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa Islamophobia adalah bentuk
ketakutan berupa kecemasan yang dialami seseorang maupun kelompok social terhadap
Islam dan orang-orang Muslim yang bersumber dari pandangan yang tertutup tentang Islam
serta disertai prasangka bahwa Islam sebagai agama yang “inferior” tidak pantas untuk
berpengaruh terhadap nilai-nilai yang telah ada di masyarakat.
Mengapa orang benci atau takut kepada komunitas Islam? Sebuah jawaban sederhana
yang dapat menjelaskan mengapa orang membenci pihak lain adalah perasaan kalah dan
tidak mengetahui bagaimana cara untuk menang. Prasangka sosial akan muncul ketika
seseorang berperilaku dan bersikap negatif terhadap seseorang karena keanggotaannya pada
kelompok. Beberapa istilah yang terkait dengan prasangka adalah diskriminasi,
etnosentrisme, in-group favouritism, in-group bias, out-group derogration, social distance
dan stereotip. Hal ini dapat dikaji dari beberapa pendekatan yaitu pendekatan individual,
kognitif, antar kelompok, dan sosiokultural.
Amerika Serikat dan Islamophobia
Islamofobia tak hanya bertahan, tapi cenderung meningkat di Amerika Serikat sejak
awal. millennium baru yang terus berlanjut, khususnya pada masa pemerintahan Presiden
Donald Trump. Bisa diduga peningkatan Islamofobia itu membuat kaum Muslim Amerika
menjadi sasaran diskriminasi yang terus meningkat.
Simaklah berita berikut: “Sebuah jajak pendapat yang dilakukan The Hill-HarrisX
mengungkapkan, orang Islam menghadapi lebih banyak diskriminasi dari pada kelompok
agama-agama lain di AS. Survei yang terbit pekan lalu menemukan bahwa sebanyak 85
persen responden meyakini Muslim menghadapi diskriminasi.”(Republika.co.id, 11 Maret
2019)
Gejala yang sama juga tercermin dalam survei yang diselenggarakan Institute for Social
Policy and Understanding (ISPU) Washington D.C. dalam survei berjudul American Muslim
Poll 2018: Pride and Prajudice-Featuring the First-Ever National American Islamophobia
Index, ISPU Menyuguhkan sejumlah temuan penting disimak.
Pertama, ISPU juga menemukan peningkatan Islamofobia di kalangan warga AS. Dalam
skala 0-100 (0 paling rendah tingkat Islamofobianya), indeks Islamofobia mencapai 17- skor
yang cukup tinggi dibandingkan sikap anti terhadap kelompok agama-agama lain. Memang
masih ada komunitas lain yang juga mengalami fobia semacam umat Yahudi, tetapi
persentase tingkat Judeofobia jauh lebih rendah dibandingkan Islamofobia.
Relatif tingginya Islamofobia terkait erat dengan kalangan warga Amerika yang
mendukung persepsi stereotipikal yang berkembang di kalangan masyarakat: bahwa Muslim
gemar mempraktikkan kekerasan atau misogini; bahwa Muslim agresif terhadap negara AS;
bahwa muslim memperlihatkan gejala dehumanisasi (atau kurang civilized) atau bahwa kaum
Muslimin secara keseluruhan bertanggung jawab atas kekerasan individu Muslim.
Semua persepsi stereotipikal ini selanjutnya menjadi dasar bagi tindakan atau kebijakan
diskriminatif terhadap kaum Muslim dan Muslimah. Menurut survei ISPU, 61 persen
Muslim/Muslimah mengakui merasakan dan pernah mengalami diskriminasi dari kelompok
warga Amerika lain atau petugas/pejabat pemerintah. Lazimnya yang menjadi sasaran
diskriminasi adalah Muslimah keturunan Arab, dan anak muda Muslim.
Fenomena diskriminasi yang dihadapi kaum Muslim AS memperpanjang ‘tradisi
diskriminasi’ dalam sejarah Amerika walau juga terjadi perubahan. Pada masa silam yang
belum terlalu lama, diskriminasi terutama dialami orang-orang atau komunitas hitam (the
black). Meski keadaannya lebih baik, warga kulit hitam masih merasakan berbagai bentuk
diskriminasi subtil.
Dalam perkembangan selanjutnya, komunitas Hispanik atau Latino menjadi korban
diskriminasi. Dan pada masa lebih kontemporer subjek diskriminasi bertambah, yaitu kaum
Muslim. Diskriminasi terhadap kaum Muslim Amerika meningkat berbarengan dengan
tumbuhnya Islamofobia di banyak kalangan mayoritas Protestan pasca- peristiwa 11
September (9/11/2001)- serangan terhadap World Trade Center di New York City dan
markas Pentagon di kawasan Washington DC.
Fenomena Islamofobia jelas kian meningkat sejak masa pemerintahan Trump (dilantik
pada tanggal 20 januari 2017). Sejak masa kampanye sebelumnya, Trump telah menunjukkan
sikap anti-Islam dan anti-Muslim; termasuk larangan masuk Amerika bagi tujuh negara
Muslim.
Namun, sikap Islamofobia dan anti-Muslim Trump mendapat perlawanan dari kalangan
warga Amerika lain (non-Muslim); mereka melakukan aksi di sejumlah bandara di AS
menentang ‘executive order’ Trump yang melarang masuknya pendatang dari tujuh negara
penduduk mayoritas Muslim.
Dengan begitu, kaum Muslimin tidak sendiri dalam menghadapi Islamofobia. Oleh
karena itu pula, mereka tidak merasa gentar dan goyah menghadapi Islamofobia dan sikap
anti-Islam.
Sekali lagi mengutip pertemuan ISPU, 91 persen Muslim merasa bangga dan bahagia dengan
keimanan-keislaman mereka. Dan pada saat yang sama, mereka juga menilai tinggi identitas
Amerika. Terkait dengan itu, mayoritas Muslim Amerika meyakini bahwa keislaman mereka
adalah aset bukan liabilitas dalam kehidupan mereka di AS. Sekali lagi Islam bagi mereka
adalah sumber ketenangan dan kebahagiaan psikologis.
Perkembangan terakhir kaum Muslimin Amerika memperlihatkan, banyaknya tantangan
yang mereka hadapi, terutama terkait dengan sikap anti-Islam dan Muslim di bagian
kalangan warga AS. Tetapi juga jelas berbagai tantangan itu tidak melunturkan identitas
keimanan dan keislaman. Ini memberikan harapan bagi perkembangan Islam lebih lanjut di
negara ini.
Diskriminasi Islam di Jerman
1. Struktur pemerintahan negara Jerman
Negara Jerman adalah sebuah negera federasi di Eropa barat. Awalnya pemerintahan
negara ini berbentuk kekaisaran. Seusai perang Perancis-Prusia (1870-1871) system
pemerintahan negara ini berubah menjadi sistem parlementer dengan kanselir pemegang
pemerintahan. Kanselir pertama adalah Otto Von Bismarck. Pemerintahan yang sehari-
harinya
dipegang oleh Kanselir memegang peranan seperti perdana menteri. Posisi kanselir diraih
secara otomatis oleh kandidat utama partai pemenang pemilihan umum federal. Pada tahun
1989, Grundgesetz telah dinyatakan sebagai undang-undang dasar yang terbaik dan paling
liberal yang pernah terdapat di bumi Jerman. Penerimaan rakyat terhadapnya melebihi sikap
terhadap konstitusi Jerman yang manapun sebelumnya. Dengan Grundgesetz telah diciptakan
sebuah negara, yang sejauh ini belum pernah dilanda krisis konstitusional yang serius.
Grundgesetz terbukti merupakan landasan yang kokoh bagi kehidupan suatu masyarakat
negara demokratis yang stabil. Kehendak penyatuan kembali yang terkandung di dalamnya
terlaksana pada tahun 1990. Berdasarkan Perjanjian Unifikasi yang mengatur bergabungnya
Republik Demokratik Jerman dengan Republik Federal Jerman, mukadimah dan pasal
penutup Grundgesetz mengalami penyusunan baru, dan kini menyatakan bahwa dengan
bergabungnya Republik Demokratik Jerman maka rakyat Jerman sudah kembali memperoleh
kesataunnya. Sejak tanggal 3 oktober 1990 Grundgesetz berlaku untuk seluruh Jerman.
(Utami)
Sistem pemerintahan Jerman secara umum, seperti sistem federasi di Jerman yang
mempunyai tradisi konstitusional yang panjang, yang hanya pernah diselingi oleh sistem
negara kesatuan di bawah rezim Nazi (1933-1945). Jerman termasuk contoh negara federal
yang klasik. Federalisme telah terbukti tangguh, baik keistimewaan maupun masalah-
masalah regional dapat diperhatikan dan teratasi dengan lebih baik melalui sistem ini
dibandingkan melalui system pemerintahan terpusat. Tatanan federal di Jerman
menjembatani persatuan ke luar dengan keanekaragaman di dalam. Pelestarian
keanekaragaman itu adalah fungsi tradisional federalisme. Kini fungsi tersebut menjadi
semakin penting berkenaan dengan tuntutan regional seperti perlindungan bangunan
bersejarah, pelestarian tradisi tata kota serta pengembangan kebudayaan daerah.
2. Kebebasan beragama di Jerman
Jerman menerapkan toleransi beragama pasca perang salib, disaat itulah negara-negara di
Eropa lebih mengenal islam. Saat ini pemerintah Jerman menerapkan UU tentang kebebasan
beragama yang harus ditaati. Padakenyataannya, di Jerman Islam belum mendapatkan
perlakuan yang adil sesuai UU, hak-hak yang diperoleh warga Muslim di Jerman dengan
penganut agama lainnya berbeda. Secara umum mayoritas penduduk Jerman menganut
agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik.(nugraha, 2015)
Kehidupan agama di Jerman ditandai oleh pluralisme dan sekularisasi yang semakin
berkembang. Sebanyak 58,8 persen penduduk Jerman beragama Kristen dan menjadi anggota
Gereja Katolik atau Gereja Protestan. Struktur organisasi gereja berupa 27 keuskupan Katolik
dan Konferensi Uskup Jerman serta gereja-gereja wilayah (Landeskirche) Protestan dan
Gereja Protestan di Jerman (Evangelische Kirche in Deutschland - EKD) sebagai badan
persekutuan. Gereja Katolik dengan hampir 24 juta anggota dalam 12.000 paroki merupakan
bagian dari Gereja Katolik Roma sedunia yang dikepalai oleh Paus. Gereja Protestan di
Jerman (EKD) beranggotakan 20 gereja wilayah Protestan yang berdiri sendiri dan yang
bermazhab lutheran, reformasi atau unitarian. Gereja wilayah tersebut dengan sekitar 23 juta
anggota mencakup bagian terbesar umat Kristen Protestan. Bagian penduduk yang tidak
bergabung dengan umat beragama ber-jumlah 34 persen. (Nugraha)
Karena adanya semakin banyak anggota umat yang berusia lanjut, sedangkan angka
orang yang keluar dari gereja tetap tinggi, jumlah anggota gereja-gereja Kristen menurun.
Tahun 2014 tercatat 218.000 orang yang keluar dari Gereja Katolik saja. Khususnya di
Jerman bagian timur ada jarak antara masyarakat umum dan gereja. Sebagai akibat migrasi,
agama Islam semakin berarti penting untuk kehidupan agama. Penduduk Muslim di Jerman
berasal dari 50 negara jumlahnya diperkirakan mencakup 4 juta orang, tetapi tidak ada
registrasi sentral. Di banyak kota telah terbentuk jemaah Islam yang cukup besar. Deutsche
Islamkonferenz (Konferensi Islam Jerman) yang didirikan tahun 2006 merupakan forum
resmi untuk dialog antara pihak negara dan kaum Muslim.
3. Diskriminasi terhadap Islam
Perkembangan Islam yang meningkat di berbagai aspek di Jerman seperti kehidupan
sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan juga sampai pada keikutsertaannya warga muslim
dalam perpolitikan di Jerman pada akhirnya memicu berbagai respon dari kalangan
masyarakat, ada yang pro terhadap perkembangan positif tersebut namun ada juga yang
kontra dengan perkembangan Islam yang signifikan di Jerman ini, masalah-masalah pun
mulai timbul akibat
dari perkembangan Islam di Jerman tersebut yang tentu saja datang dari gerakan anti Islam
Jerman yang menganggap Islam sebagai suatu ancaman kawasan dikarenakan Islam yang
semakin eksis dalam menyebarluaskan ajarannya. Juga munculnya aksi diskriminasi dan juga
rasisme dikalangan anti Islam.(Peucker, 2010)
Undang-undang anti diskriminasi di Eropa telah diterapkan, akan tetapi hal tersebut tidak
mengurangi tingkat diskriminasi Islam di Eropa termasuk di Jerman. Hal tersebut dikatakan
oleh Marco Perolini Ahli Amnesti Internasional "Undang-undang Uni Eropa yang melarang
diskriminasi atas dasar agama atau kepercayaan di bidang ketenagakerjaan tampaknya
menjadi tidak berlaku secara efektif di seluruh Eropa, seperti yang kita amati tingkat
pengangguran yang lebih tinggi terjadi di kalangan umat Islam.” Tuturnya. Bahkan seorang
anggota blok konservatif Jerman Kanselir Angela Merkel, Volker Kauder, mengatakan Islam
bukanlah bagian dari tradisi dan identitas Negara itu dan karena itu bukan termasuk dalam
Jerman.(VoaIslam, 2012) Pada akhirnya, diskriminasi terhadap Islam di Jerman masih tetap
berlangsung hingga saat ini.
4. Desakan dari kelompok anti-Islam
Ada banyak gerakan yang muncul di Jerman. Gerakan seperti Stürzenberger di Jerman
dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan Stürzenberger muncul sebagai tanggapan mengenai
pembangunan masjid. Selama dua tahun terakhir, telah terjadi pembakaran terhadap rumah–
rumah orang muslim di Berlin, Hanau dan Hannover. Menurut sebuah studi oleh Friedrich
Ebert Foundation, 56 persen warga Jerman menganggap Islam menjadi "agama kuno dan
tidak mampu mengarungi kehidupan modern" dan banyak yang percaya kebebasan beragama
bagi umat Islam harus "dibatasi secara substansial."
Pegida (Patriotische Europäer gegen die Islamisierung des Westens) atau Patriotic
Europeans Against the Islamisation of the West, adalah organisasi politik anti-Islam yang
didirikan di Dresden pada Oktober 2014. Organisasi ini menolak apa yang disebut dengan
Islamisasi di dunia barat. Meski demikian, tujuan dari organisasi ini sebenarnya menolak
imigran dengan menjadikan gerakan anti-Islam sebagai kendaraan. Organisasi ini rajin
melakukan unjuk rasa setiap minggu di Dresden dan saat ini telah menyebar ke beberapa
state di Jerman dalam bentuk demonstrasi kecil-kecilan. Popularitas Pegida terus meningkat
kini jumlah pendukungnya mencapai 15 ribu orang. Ribuan orang berdemo di jalanan kota
Dresden, Jerman. Mereka dating dari seluruh penjuru negeri. Paul adalah salah satunya.
Pensiunan dokter dari ibukota Jerman, Berlin tersebut mengatakan aksi sangat penting untuk
menunjukan bahwa Pegida berisi orang- orang biasa, bukan dari ideologi garis kanan. Pegida
secara umum menolak masuknya imigran dari negara-negara konflik, seperti Suriah, Irak dan
sekitarnya. Mereka menganggap imigran berpotensi merusak stabilitas dengan menyebar
ajaran Islam radikal. Pegida memulai aktivitasnya dari Dresden yang menyebar ke berbagai
kota besar Jerman lainnya. Kemudian, para pendukung gerakan anti-Islam ini mengorganisir
berbagai aksi unjuk rasa dan propaganda anti-Islam di berbagai negara Eropa seperti Austria,
Swedia, Denmark dan Inggris. Meskipun gerakan yang menentang Pegida di Eropa juga
tidak kecil, tapi gerakan Islamophobia di Eropa kian hari semakin gencar. Lebih dari sekedar
unjuk rasa dan propaganda anti-Islam, serangan terhadap imigran Muslim juga semakin
masif. Berdasarkan data statistik Jerman, serangan terhadap imigran di negara ini melebihi
wilayah lainnya di Eropa. (Ranah, 2009)
Pada tahun 2013, terjadi sebanyak 159 kasus penyerangan. Jumlah tersebut, naik di tahu
2014 menjadi 179 kasus.Pegida memanfaatkan sentimen anti-imigran yang marak di Jerman
untuk menarik dukungan besar terhadap gerakan anti-Islam di Eropa. Dengan
mempertimbangkan tingginya imigran Muslim yang datang dari negara-negara Islam ke
Eropa, faktanya gerakan anti imigran tidak lain dari gerakan anti-Islam dan pembatasan lebih
ketat terhadap Muslim di Eropa.Di Jerman muncul keyakinan bahwa kelompok Pegida
memainkan peran penting sebagai gerakan anti imigran. Dilaporkan, para pendiri Pegida
adalah orang-orang yang memiliki rekam jejak kriminal. Diberitakan, anggota dewan pendiri
Pegida memiliki masalah kriminal, bahkan sebagian pernah menjalani hukuman penjara.
(Antara, 2013)
Menurut majalah mingguan Jerman, kebanyakan anggota kelompok Pegida adalah
hooligan sayap kanan ekstrem pendukung klub sepakbola kota Dresden. Fakta lain yang
tidak bisa dipungkiri, sebagian pendukung Pegida adalah pengikut Neo-Nazisme. Dalam
sebuah polling yang digelar belum lama ini mengenai kelompok tersebut menunjukkan
bahwa sepertiga rakyat Jerman tidak menentang keberadaan kelompok Pegida. Bahkan,
sebanyak 65 persen responden menilai Kanselir Jerman tidak menaruh perhatian besar
terhadap masalah imigran yang datang ke Jerman.Gerakan anti-imigran dan anti-Islam di
Eropa memiliki kesamaan konsepsi. Partai sayap kanan moderat yang tidak bisa
menyuarakan sikap anti-Islamnya, bersembunyi di balik topeng gerakan anti-imigran, dan
menciptakan berbagai pembatasan terhadap para imigran dengan target melancarkan anti-
Islam. Pemimpin organisasi kelompok kanan tersebut, Lutz Bachmann, telah membangun
opini sejak Oktober ketika ia mulai melancarkan protes terhadap pembangunan pusat
pengungsi di Dresden.(Pegida, 2015)
5. Partai alternatif anti-Islam di Jerman “Alternative für Deutschland” (AFD)
Partai ini sangat dekat dengan kelompok garis keras Jerman yang membenci pendatang
terutama pendatang muslim. Mereka melarang pendirian mesjid dan menganggapnya sebagai
penguburan identitas Jerman. Gerakan mereka mendapatkan simpati dari kalangan muda dari
bekas Jerman Timur yang rata-rata aktif di dunia maya. Dikhawatirkan bahwa kemenangan
partai ini menjadi legitimasi bagi gerakan kelompok garis keras Jerman. Dalam salah satu
kasus, pernah ada penghinaan yang dilakukan seorang pemuda garis keras kepada muslimah
bercadar, dengan mengatakan “Scheisse (kotoran), Du gehoerst nicht hier (kamu harus keluar
dari sini)”. Pengadilan Jerman membebaskan pemuda itu karena korban ketika memberi
keterangan kepada hakim tetap memakai cadar, yang mana dianggap tidak valid ucapannya.
Cadar dianggap menutupi mimik sehingga hakim tidak bisa menilai kejujuran korban. Bagi
muslim yang tinggal di bekas Jerman Timur, ini adalah dimensi baru keagresifan anti-Islam
karena sudah merambah ke legitimasi politik.(Ngadirin, 2016)

C. Kesimpulan
Terdapat empat faktor penyebab munculnya islamphobia. Faktor pertama, kuasai media
yang digunakan sebagai alat untuk membentuk opini dan presepsi masyarakat. Kedua, agama
dijadikan kendaraan politik. Menurutnya, Islam mengatur segala lini kehidupan manusia,
dimulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Ketiga, ketidaktahuan masyarakat dan
keempat, ada kekuatan kemajuan Islam menjadi ancaman banyak orang sehingga mereka
takut akan kebangkitan Islam. Islamofobia tak hanya bertahan, tapi cenderung meningkat di
Amerika Serikat sejak awal. millennium baru yang terus berlanjut, khususnya pada masa
pemerintahan Presiden Donald Trump. Bisa diduga peningkatan Islamofobia itu membuat
kaum Muslim Amerika menjadi sasaran diskriminasi yang terus meningkat.
Ada banyak gerakan yang muncul di Jerman. Gerakan seperti Stürzenberger di Jerman
dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan Stürzenberger muncul sebagai tanggapan mengenai
pembangunan masjid. Selama dua tahun terakhir, telah terjadi pembakaran terhadap rumah–
rumah orang muslim di Berlin, Hanau dan Hannover. Menurut sebuah studi oleh Friedrich
Ebert Foundation, 56 persen warga Jerman menganggap Islam menjadi "agama kuno dan
tidak mampu mengarungi kehidupan modern" dan banyak yang percaya kebebasan beragama
bagi umat Islam harus "dibatasi secara substansial."
DAFTAR PUSTAKA
Ningsih, S.A (2012). SEBAB-SEBAB MUNCULNYA DISKRIMINASI TERHADAP
ISLAM DI JERMAN.
Ruslan , I. & Mawardi, 2019. DOMINASI BARAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP
DUNIA ISLAM. Al-Adyan, I(14), pp. 51-70.
https://www.uii.ac.id/munculnya-islamphobia-di-dunia-barat/

Anda mungkin juga menyukai