MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Analisa Laboratorium yang
Dibimbing Oleh Dr. Ir. Titik Dwi Sulistiyati, MP.
Oleh :
Priandhany Kusuma
NIM. 165080307111023
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan dan dapat menyusun makalah tentang “Klasifikasi, Fungsi, dan
Peranan Mineral dalam Kehidupan Manusia dan Cara Analisisnya”. Guna memenuhi
tugas mata kuliah Metode Analisa Laboratorium.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan maklah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,
saya mengharapkan saran dan kritik membangun yangg dtunjukan demi kesempurnan
makalah ini. semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Priandhany Kusuma
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh
makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin, juga dikenal
sebagai zat anorganik atau kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar,
semua senyawa organik akan rusak; sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon
dioksida (CO) hidrogen menjadi uap air, dan Nitrogen menjadi uap Nitrogen (N)
Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa
anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan
oksigen sehingga terbentuk garam anorganik.
Berbagai unsur anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak
atau belum semua mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan
non esensial. Mineral esensial yaitu mineral yang sangat diperlukan dalam proses
fisiologis makhluk hidup untuk membantu kerja enzim atau pembentukan organ.
Unsur-unsur mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral
makro dan mineral mikro. Mineral makro diperlukan untuk membentuk komponen
organ di dalam tubuh. Mineral mikro yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah
sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil.
Mineral non esensial adalah logam yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum
diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi
dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan.
Sebagian mineral-mineral ini terdapat dalam keadaan padat, akan tetapi dapat
juga berada dalam keadaan setengah padat, gas, ataupun cair. Mineral-mineral padat
itu biasanya terdapat dalam bentuk-bentuk Kristal, yang agak setangkup, dan yang pada
banyak sisinya dibatasi oleh bidang-bidang datar. Bidang-bidang geometri ini memberi
bangunan yang tersendiri sifatnya pada mineral yang bersangkutan. Minyak bumi
misalnya adalah mineral dalam bentuk cair, sedangkan gas bumi adalah mineral dalam
bentuk gas. Sebagian dari mineral dapat juga dilihat dalam bentuk amorf, artinya tidak
1
mempunyai susunan dan bangunan kristal tersendiri. Pengenalan atau determinasi
mineral-mineral dapat didasarkan atas berbagai sifat dari mineral-mineral tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977
Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen mempunyai komposisi kimia
tertentu atau dalam batas-batas dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk dialam
dan bukan hasil suatu kehidupan.
Sebagian mineral-mineral ini terdapat dalam keadaan padat, akan tetapi dapat
juga berada dalam keadaan setengah padat, gas, ataupun cair. Mineral-mineral padat
itu biasanya terdapat dalam bentuk-bentuk Kristal, yang agak setangkup, dan yang pada
banyak sisinya dibatasi oleh bidang-bidang datar. Bidang-bidang geometri ini memberi
bangunan yang tersendiri sifatnya pada mineral yang bersangkutan. Minyak bumi
misalnya adalah mineral dalam bentuk cair, sedangkan gas bumi adalah mineral dalam
bentuk gas. Sebagian dari mineral dapat juga dilihat dalam bentuk amorf, artinya tidak
mempunyai susunan dan bangunan kristal tersendiri. Pengenalan atau determinasi
mineral-mineral dapat didasarkan atas berbagai sifat dari mineral-mineral tersebut.
4
d. Mineral yang berpotensi toksik
a) tembaga (Cu), molibdenum (Mo), selenium (Se)
b) arsen (As), cadmium
c) timah hitam (Pb) dan air raksa (Hg)
Fungsi mineral Mineral esensiel mempunyai fungsi (bisa salah satu atau
seluruhnya) yaitu:
1. Sebagai penyusun kerangka tubuh
5
2. Mempertahankan, mengatur sifat fisik dari sistim koloid. Misalnya viskositas,
difusi, tekanan osmose
3. Mengatur keseimbangan asam-basa
4. Sebagai komponen enzim ataupun aktivator enzim.
Mineral sebagai penyusun kerangka tubuh seperti tulang dan gigi terutama
dilakukan oleh kalsium d an fosfor. Mineral tersebut dalam jumlah normal dapat
memberikan kekuatan dan kekerasan pada kerangka tersebut. Sistem koloid merupakan
sistim dua fase, fase yang satu dalam bentuk partikel terdispersi kedalam fase yanglain
yang bertindak sebagai pelarut. Salah satu ciri dari sistem koloid yaitu dapat membuat
gel. Contoh dalam organisme yaitu protoplasma yang bersifat koloid. Protoplasma
dapat membentuk gel melalui kegiatan ion-ion, misalnya ion kalsium akan
meningkatkan tegangan antar muka lapisan partikel. Viskositas sistim koloid
dipengaruhi oleh konsentrasi ion kalsium, natrium dan kalium. Difusi suatu nutrien dari
suatu kompartemen ke dalam kompertemen yang lain tidak hanya ditentukan oleh
ukuran partikel tetapi juga diatur oleh mieral seperti pompa natrium-kalium. Tekanan
osmose yang diukur dari kecenderungan suatu pelarut (air) untuk bergerak melalui m
embran dari Iarutan yang encer ke dalam Iarutan yang Iebih pekat. Tekanan osmose
biasanya sebanding dengan berat molekul zat yang larut. Elemen an organik yang
berbentuk ion dengan berat molekul rendah mempengaruhi tekanan osmose dengan
mengatur pengaliran air dan zat yang larut melalui dinding sel. Dengan demikian
dengan adanya pengaturan pengaliran air dan zat maka mineral sangat penting
peranannya dalam proses absorbsi nutrien dalam usus, konstraksi otot, impuls saraf
maupun transportasi dalam darah, cairan intra sel maupun ekstra sel. Untuk
mempertahankan kesehatan, proses yang terjadi dalam tubuh diatur pada pH dengan
kisaran yang sangat kecil. Pada manusia sehat, pH netral dengan harga 7,4 + 0,1 dengan
kisaran pH 7,0 - 7,8. keseimbangan asam basa dalam cairan tubuh harus dipertahankan
yang diatur oleh mineral bersama protein. Berbagai mineral berperanan sebagai
komponen dari enzim maupun aktivator enzim. Dengan demikian mineral juga akan
berfungsi dalam pengaturan proses yang terjadi di dalam tubuh.
6
2.5 Analisa Mineral
Analisis mineral dapat dilakukan dengan melakukan penentuan mineral total
(dengan menentukan kadar abu) dan dengan melakukan penentuan masing-masing
komponen mineral (jika dikehendaki) dengan spektrofotometri serapan atom (SSA).
2. Cara basah
Prinsip cara ini adalah bahan organik dimusnahkan dan dioksidasi dengan
bantuan campuran asam pengoksidasi kuat yang didihkan bersama-sama dalam labu
kejedahl. Pereaksi yang digunakan, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, asam
perklorat, atau hidrogen peroksida (H2O2) 30% (perhidrol).
7
a. Pengabuan basah dengan asam nitrat dan asam sulfat
· Sebanyak kurang lebih 5-10 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
kejedahl 300 ml.
· Sampel ditambah asam sulfat pekat dan dikocok.
· Campuran selanjutnya ditambah 5 ml asam nitrat pekat dan beberapa batu didih lalu
dikocok hingga bercampur lalu didiamkan selama setenganh jam atau lebih.
· Campuran selanjutnya dipanaskan secara perlahan-lahan hingga larut (pembentukan
buih yang berlebihan harus dihindari).
· Campuran dipanaskan lagi sampai mendidih sehingga asap nitro kuning telah keluar
sebanyak mungkin.
· Sebanyak 1-2 ml asam nitrat selanjutnya ditambahkan pada campuran sehingga
seluruh bahan organik telah terbakar yang ditunjukkan oleh larutan yang berwarna
kuning. Bila pada penambahan 1-2 ml asam nitrat selanjutnya tidak berhasil
membuat campuran jernih maka dilanjutkan dengan prosedur tambahan.
· Campuran dipanaskan hingga timbul asap putih dari sulfat.
· Campuran didinginkan dan diencerkan dengan aquades bebas ion hingga volume
tertentu.
· Dilakukan juga pengabuan blanko dengan jumlah pereaksi yang sama. Untuk
penetapan masing-masing unsur dilakukan prosedur untuk masing-masing logam.
b. Prosedur tambahan dengan asam perklorat
Bila cara destruksi di atas tidak menghasilkan larutan jernih (setelah tahap vii)
maka dilanjutkan dengan:
· Campuran sampel didinginkan lalu ditambah dengan 1 ml, asam perklorat 72%
atau 2 ml asam nitrat pekat, kemudian dikocok.
· Campuran sampel dipanaskan perlahan-lahan sekitar 10 menit lalu suhu
pemanasan dinaikkan hingga timbul uap putih dari sulfat.
· Larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades bebas ion.
c. Prosedur tambahan dengan hidrogen peroksida (H2O2)
Lanjutan pengabuan basah ini disarankan bila ingin menghindari penggunaan
asam perklorat. Setelah tahap (vii) dilanjutkan dengan cara berikut:
8
· Campuran sampel ditambah dengan 2-3 ml hidrogen peroksida 30 % dan
beberapa tetes asam nitrat pekat.
· Campuran sampel dipanaskan diatas pelat pemanas hingga berwarna bening.
· Larutan didnginkan dan diencerkan dengan 10 ml aquades bebas ion lalu
dipanaskan hingga berasap.
· Larutan diencerkan dengan aquades bebas ion hingga volume tertentu.
·
B. Analisis Kandungan Masing-masing Mineral dengan Spektroskopi
Serapan Atom (SSA)
Spektroskopi serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1995 oleh
Walsh. Sesudah itu tidak kurang dari 65 unsur diteliti dan dapat dianalisis dengan cara
tersebut. Ssa digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah
kelumit. Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu cuplikan
dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam cuplikan tersebut. Cara ini
cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas
deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan gangguannya
sedikit.
Sebagaimana metode analisis instrumental lain, Ssa bukan merupakan metode
analisis yang absolut. Suatu perbandingan dengan baku (biasanya berair) merupakan
metode yang umum dalam melakukan metode analisis kuantitatif. Kurva baku dalam
Ssa dibuat dengan memasukkan sejumlah tertentu konsentrasi larutan dalam sistem dan
dilanjutkan dengan pengukuran absorbansinya.
C. Analisis Unsur Mineral
1. Analisis Kalsium (Ca)
Analisis kalsium dilakukan berdasarkan sifat bahwa ion kalsium dapat
diendapkan dengan amonium oksalat membentuk endapan kalsium oksalat. Endapan
selanjutnya dilarutkan dalam asam sulfat encer lalu dititrasi secara permanganometri
menggukan larutan baku kalium permanganat.
Bahan yang digunakan:
9
Indikator merah metil disiapkan dengan melarutkan 0,5 gram merah metil
dalam 100 ml etanol 95%.
Asam asetat encer dibuat dengan mencampur 1 bagian asam asetat pekat
dengan 4 bagian aquades.
Asam sulfat encer dibuat dengan menuangkan secara perlahan-lahan 1 bagian
asam sulfat dalam 4 bagian aquades, lalu didinginkan.
Amonium hidroksida encer dibuat dengan mencampur 1 bagian amonia pekat
dengan 4 bagian aquades.
Larutan baku kalium permanganat 0,01 N dibuat dengan mengencerkan 10 kali
larutan baku kalium permanganat 0,1 N.
Larutan baku kalium permanganat 0,1 N dibuat dengan melarutkan 3,2 gram
KmnO4 dalam 1 liter aquades lalu mendidihkannya selama 10-15 menit untuk
menghilangkan semua oksigen terlarut. Larutan disimpan selama 1 malam lalu
disaring dengan asbes dan diencerkan dengan aquades sampai batas tanda.
Larutan ini harus disimpan dalam botol gelap dan setiap kali digunakan harus
dilakukan terlebih dahulu dengan natrium oksalat.
Kadar kalsium dihitung berdasarkan banyaknya volume larutan baku KMnO4
yang digunakan untuk titrasi.
2. Analisis Besi
Kandungan besi total dalam bahan makanan dapat ditetapkan dengan
mereaksikannya dengan senyawa lain membentuk senyawa komleks berwarna yang
dapat diukur secara spektrofotometri visibel. Analisis besi ddapat dilakukan dengan
metode tiosianat, metode α,α’-dipiridil, dengan o-fenantrolin.
a) Metode tosianat
Prinsip analisis besi total dengan metode ini adalah dengan mengubah besi dari
bentuk fero menjadi feri dengan menggunakan oksidator seperti kalium persulfat atau
hidrogen peroksida. Besi (III) baik yang sudah ada dalam makanan atau dari oksidasi
Besi (II) kemudian direaksikan dengan kalium tiosianat sehingga membentuk
10
kompleks feri-tiosianat yang berwarna merah. Warna yang terbentuk dapat diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 480 nm.
Larutan kalium persulfat jenuh dibuat dengan melarutkan 7-8 gram kalium
persulfat dengan 100 ml air bebas besi lalu dicampur homogen. Bagian yang tidak larut
akan mengendap di dalam lemari es.
Larutan kalium tiosianat (KSCN) 3 N dibuat dengan melarutkan 146 gram
kalium tiosianat dalam sejumlah aquades (larutan disaring jika keruh) lalu ditambah 20
ml aseton untuk meningkatkan daya simpan dan diencerkan dengan aquades sampai
500 ml
b) Metode α,α’-dipiridil
Prinsip penetapan kadar besi total dengan metode ini adalah besi (III) direduksi
dengan hidroksil amin membentuk besi (II). Besi (II), baik yang sudah ada di bahan
makanan atau hasil reduksi besi (III), dapat membentuk kompleks dengan α,α’-dipiridil
yang berwarna merah yang dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
visibel pada panjang gelombang 510 nm.
3. Analisis Fosfor
Anallisis fosfor dalam bahan makanan dapat dianalisis dengan metode
kolorimetri atau dengan metode titrimetri.
Metode kolorimetri dengan pereaksi molibdat-vanadat
Prinsip metode ini adalah sampel direaksikan dengan sampel nitrat untuk mengubah
semua metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Sampel selanjutnya direaksikan
dengan asam molibdat yang berwarna kuning oranye yang dapat diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 400 nm.
4. Analisis Klorida
Klorida dapat ditetapkan kadarnya secara argentometri dengan metode
Volhard. Prinsipnya, klorida dibebaskan dari sampel dengan cara mendidihkannya
bersama asam nitrat encer atau dengan pengabuan kering. Klorida selanjutnya
diendapkan dengan penambahan larutan perak nitrat (AgNO3) berlebihan. Sisa perak
nitrat yang tidak bereaksi dengan klorida dititrasi dengan larutan besi amonium
tiosianat dengan indikator besi (III) amonium sulfat. Kandungan klorida dihitung
11
berdasarkan selisih volume larutan baku amonium tiosianat blanko dengan volume
baku amonium tiosianat untuk sampel.
Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam kuat, sebab ion besi (III) akan
diendapkan menjadi Fe(OH)3. Jika suasananya basa, sehingga titik akhir dapat
ditunjukkan. pH larutan harus dibawah 3.
5. Analisis Iodin
Analisis iodin didasarkan pada sifat iodida yang mampu mereduksi seri (Ce4+)
menjadi sero (Ce3+) yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420
nm. Banyaknya sero yang dihasilkan setara dengan banyaknya iodin.
Asam arsenit 0,02 N disiapkan dengan melarutkan 0,98% gram arsen trioksida dalam
10 ml natrium hidroksida 0,5 N dalam gelas piala dan dipanaskan. Larutan dipindahkan
secara kuantitatif ke dalam labu takar 1 L dan diencerkan dengan 850 ml air. Larutan
ini selanjutnya ditambah melalui tepi dinding labu takar 20 ml asam klorida pekat dan
20,6 ml asam sulfat pekat lalu ditambah dengan aquades sampai batas tanda.
Secara umum Analisa mineral adalah destruksi bahan dan pengabuan secara
basah atau kering. Untuk lanjutan pemilihan cara tergantung oleh sifat zat organic
dalam bahan, sifat zat anorganik dalam bahan, mieral yang akan dianalisa dan
sensitivitas cara yang digunakan.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Menyadari bahwa Penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya Penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak dan lebih relevan yang tentunya dapat di
pertanggungjawabkan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan pembuatan makalah-makalah
dengan tema yang sama kedepannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Berry L.G and Mason B. 1989 . Mineralogy. Freeman W. and Co San Francisco
Murwanto, Helmy dan A. Subandrio. 1997. Kajian Geologi dan Sejarah Terhadap
Hipotesa Terbentuknya Perbukitan Gendol, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Yogyakarta: Laporan Penelitian UPN Veteran
Whitten, D.G.A. and J.R.V. Brooks. 1972. Dictionary of Geology. Penguin Books Ltd.,
Harmondsworth. U.K. 495 p.
14