Anda di halaman 1dari 17

Mineral Kromium

PAPER

Ditulis untuk memenuhi Tugas Matakuliah Gizi Ikani

Priandhany Kusuma

165080307111023

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap orang memerlukan berbagai zat gizi, baik bagi anak-anak maupun
orang dewasa. Anak-anak sangat membutuhkan nutrisi untuk perkembangannya
sedang orang dewasa membutuhkannya untuk menjaga tubuh tetap sehat. Zat gizi
adalah bahan-bahan kimia dalam makanan yang memberikan energi bagi tubuh. Zat
gizi dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi
terdiri dari protein, lemak, karbohidrat dan beberapa mineral yang dibutuhkan tubuh
setiap hari dalam jumlah yang besar. Mikronutrisi adalah nutrisi yang diperlukan tubuh
dalam jumlah sangat sedikit (hanya dalam ukuran miligram sampai mikrogram),
seperti vitamin dan mineral.

Mineral adalah suatu unsur atau senyawa yang dalam keadaan normalnya
memiliki unsur kristal dan terbentuk dari hasil proses geologis. Istilah mineral termasuk
tidak hanya bahan komposisi kimia tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk
dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat
kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak
termasuk). Fungsi mineral yang utama adalah menyongkong sel dan struktur tubuh
contohnya kalsium dan fosfor membantu menguatkan tulang dan besi sebagai bagian
penting dalam sel darah merah. Mineral juga berperan untuk mengatur banyak proses
dalam tubuh kita contohnya sodium dan potasium sangat penting bagi fungsi sistem
nerves (nervous system). Kromium membantu menjaga kadar glukosa darah agar
tetap normal.

Mineral dikelompokkan atas makromineral dan mikromineral (traceminerals).


Makromineral adalah mineral yang ditemukan dalam jumlah besar di dalam tubuh.
Kalsium dan fosfor adalah dua dari makro-mineral yang kita perlukan. Trace mineral
ditemukan dalam jumlah kecil di tubuh kita dan sedikit diperlukan contohnya kromium
dan sodium. Kromium merupakan salah satu kandungan mikromineral yang banyak
terdapat pada ikan dan rumput laut.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kromium


Kromium (Cr) adalah mineral mikro esensial yang berperan penting dalam
metabolisme glukosa, protein dan lemak. Kromium paling mudah diabsorpsi dan
paling efektif bila berada dalam bentuk Cr3+. Selain itu Cr juga diketahui bertanggung
jawab dalam pengaturan kolesterol darah dan juga pencegahan terhadap penyakit
diabetes mellitus tipe dua. Unsur Cr yang terdapat dalam tubuh dapat membentuk
senyawa komplek yang disebut Glucose Tolerance Factor (GTF). Molekul tersebut
terlibat dalam interaksi antara insulin dan sel reseptor yang memungkinkan
banyaknya pasokan glukosa ke dalam sel (Susi, 2016).

Gambar 1. Struktur Glucose Tolerance Factor (GTF)


Sumber: Linder, 1992

Kromium merupakan unsur yang berwarna perak atau abu-abu baja, dan
keras. Kromium terdapat 0,00003 % dari berat badan tubuh. Kromium tidak ditemukan
dalam bentuk logam bebas di alam. Kromium banyak digunakan dalam berbagai
bidang. Misalnya dalam bidang biologi, kromium memiliki fungsi dalam metabolism
glukosa. Dalam bidang kimia, kromium digunakan sebagai katalis seperti K2Cr2O7
yang merupakan agen oksidasi dan digunakan dalam analisis kuantitatif. Kromium
yang digunakan dalam bidang medis seperti Cr-51 yang digunakan untuk mengukur
volume darah dan kelangsungan hidup sel darah merah.

2
Fungsi utama Cr adalah untuk meningkatkan aktivitas insulin dalam
metabolisme glukosa dan untuk mempertahankan kecepatan transpor glukosa dari
darah kedalam sel. Cr juga berperan dalam mengaktifkan kerja beberapa enzim.
Defisiensi Cr menyebabkan terganggunya toleransi glukosa (Glucose Tolerance).
Defisiensi yang lebih parah akan mengakibatkan pertumbuhan terganggu,
hiperglikemia (hyperglycemia), glikosaria (glycosaria) dan meningkatnya kadar
kolesterol dalam serum. Struktur GTF tersusun dari komplek antara Cr3+ dengan 2
molekul asam nikotinat dan 3 asam amino yang terkandung dalam glutation yaitu
glutamat, glisin dan sistein (Linder, 1992).

2.2 Sumber Mineral Kromium

Adapun sumber-sumber kromium terbaik sebagai berikut:

1. Beras merah
2. Buah (terutama anggur)
3. Sayur (terutama pada brokoli)
4. Kentang
5. Ikan laut
6. Kuning telur
7. Daging (terutama hati)
8. Sereal
9. Bawang putih jamur
10. Gandum
11. Kacang- kacangan
12. Biji-bijian (terutama pada kedelai)

Berbagai cara penyiapan dan penyimpanan makanan dapat mengubah


kandungan kromium pada makanan. Ketika makanan dimasak dalam wadah stainless
steel, konsentrasi kromium yang terasup kemungkinan dapat meningkat. Hal ini
dikarenakan stainless steel tersusun dari berbagai macam logam, salah satunya
adalah kromium. Ketika Stainless steel dipanaskan dan suhu mencapai 49o C,
kromium akan luruh dari stainless steel dan kromium ikut bercampur pada makanan.
Akibatnya, kadar kromium dalam makanan akan meningkat.

3
Kromium ( III ) klorida dan kromium ( III ) sulfat telah digunakan sebagai
suplemen diet (disetujui untuk pembuatan makanan untuk keperluan nutrisi tertentu
dan dalam suplemen makanan di Uni Eropa ), sedangkan Kromium organik ( III )
kompleks picoli - nate kromium dan nicotinate tidak disetujui di Eropa tetapi digunakan
secara luas di USA dalam bentuk multivitamin , multimineral produk . Selain itu krom
dipasarkan untuk menurunkan berat badan dan sebagai suplemen atletik ( Riihimäki
& Luotamo , 2006).

2.3 Mekanisme penyerapan kromium

Absorbsi kromium sangat dipengaruhi oleh jumlah intake kromium. Absorbsi


kromium ketika intake rendah, lebih besar dibandingkan ketika intake kromium tinggi.
Ketika intake kromium sebesar 10μg maka kromium yang diabsorbsi sekitar 2%,
ketika intake kromium meningkat menjadi 40μg maka absorbsi kromium akan
menurun menjadi 0,5%, dan ketika intake kromium >40μg per hari, absorbsi kromium
konstan sekitar 0,4%. Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti mekanisme
penyerapan kromium.

Absorbsi dibantu oleh asam-asam amino yang mencegah krom mengendap


dalam media alkali usus halus. Setelah diserap di mukosa intestinal, selanjutnya
kromium akan diangkut oleh transferin. Karena transferin juga mengangkut zat besi,
maka mekanisme pengangkutan kromium juga sangat dipengaruhi kadar zat besi
dalam tubuh. Ketika kadar zat besi dalam darah lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar kromium, maka transferin cenderung mengangkut zat besi, sedangkan ketika
kadar kromium dalam darah lebih banyak dibandingkan kadar zat besi, maka
transferin akan cenderung mengangkut zat besi. Hal ini terjadi dikarenakan kromium
dan zat besi sama-sama dalam bentuk trivalen sehingga berkompetisi dalam
berikatan dengan transferin.

Ada dua macam transferin, yaitu transferin mukosa dan transferin reseptor.
Transferin mukosa berfungsi mengangkut kromium yang telah diabsorbsi dan
mendistribusikannya ke seluruh sel yang membutuhkan kromium. Sedangkan
transferin reseptor berfungsi menangkap kromium di dalam sel untuk kemudian akan
menjalankan metabolismenya. Ekskresi kromium sebagian besar lewat urin dan
sedikit melalui feces dan keringat.

4
Berikut ini merupakan gambaran dan skema mekanisme kromium terhadap
hormon insulin dalam menjaga homeostasis glukosa dalam darah.

Setelah diabsorbsi, Cr3+ diangkut oleh transferin mukosa menuju ke seluruh


sel yang membutuhkan kromium. Ketika Cr3+ mencapai sel target, transferin mukosa
akan melepaskan kromium. Selanjutnya, Cr3+ akan masuk ke dalam sel dengan
bantuan transferin reseptor. Setelah berhasil masuk ke dalam sel, kromium akan
bergabung dengan apokromodulin dan membentuk kromodulin. Selanjutnya,
kromodulin disebut sebagai GTF (Glucose Tolerance Factor). GTF merupakan
kompleks Cr3+ dengan 2 bagian asam nikotinat dan 3 asam amino, terutama glisin,
glutamate dan sistein (Hepher, 1988; Linder, 1992) .

5
Kromodulin akan berikatan dengan insulin reseptor dan mengaktifkan
transporter glukosa (GLUT 4). Ketika GLUT 4 telah aktif, maka sel dapat meng uptake
glukosa.

6
Kedua gambar tersebut menunjukkan perbedaan kadar gula darah dalam
tubuh yang dipengaruhi kemampuan sel dalam menyerap glukosa. Gambar bagian
atas menunjukkan sel yang resisten terhadap insulin dikarenakan tidak terdapat
kromium, akibatnya GLUT 4 tidak aktif dan menyebabkan sel tidak dapat meng-uptake
glukosa ke dalam sel sehingga menyebabkan glukosa berkumpul di dalam darah lalu
mengakibatkan hiperglikemia. Pada gambar bagian bawah menunjukkan sel normal
dengan kromium. Sel dengan kromium dapat meng-uptake glukosa ke dalam sel
sehingga menyebabkan kadar glukosa dalam darah normal.

7
2.4 Angka kecukupan gizi untuk kromium

Kebutuhan kromium menurut AKG 2013 adalah sebagai berikut:


a. Kebutuhan kromium pada anak-anak adalah 5-25 mcg/hari.
b. Kebutuhan kromium pada laki-laki remaja-dewasa adalah 30-36 mcg/hari.
c. Kebutuhan kromium pada perempuan remaja-dewasa adalah 22-25 mcg/hari.
Saat memasuki usia tua, kebutuhan kromium akan menurun. Pada ibu hamil
dan menyusui diperlukan pula penambahan kebutuhan kromium, antara lain:
a. Penambahan kromium pada ibu hamil adalah +5 mcg/hari.
b. Penambahan kromium pada ibu menyusui adalah +20 mcg/hari.

2.5 Fungsi kromium dalam tubuh


Kromium adalah mineral yang berperan dalam metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein dalam percepatan pembentukan energi. Kromium berpotensi
meningkatkan kerja insulin dalam memindahkan glukosa kedalam sel. Selain itu
diketahui bahwa kromium meningkatkan keterikatan insulin, jumlah reseptor insulin
dan sensitivitas insulin pada tingkat seluler.
Hasil dari penelitian menunjukkan manfaat kromium dalam meningkatkan
massa otot, penurunan lemak dan memperbaiki metabolism glukosa dan kadar serum
lemak pada pasien dengan atau tanpa diabetes. Kromium ini besar peranannya dalam
meningkatkan sensitivitas insulin sehingga kemampuannya dalam mengendalikan
kadar glukosa sudah terbukti secara ilmiah.
Kromium dalam bentuk oksidasi terdiri dari 0, 2+, 3+, dan 6+. Kromium dalam
bahan pangan ditemukan hanya dalam dua bentuk yaitu kromium trivalen (3+) dan
kromium yang terikat dengan senyawa kompleks lainnya. Kromium trivalen adalah
komponen integral dari glucose tolerance factor (GTF), yang mana senyawa
ini berberat molekul rendah dengan trivalen sebagai koordinat dua asam nikotinat
dan koordinat lain yang dilindungi oleh asam amino.
Selain itu kromium merupakan kofaktor untuk hormon insulin. Kromium
bervalensi tiga diketahui mempunyai peranan yang penting dalam metabolisme
karbohidrat, terutama pada metabolisme glukosa dan kerja hormon insulin. Kromium
tersebut merupakan komponen GTF (glucose tolerance factor) dimana GTF
merupakan senyawa berberat molekul rendah dengan trivalen sebagai koordinat
dua asam nikotinat dan koordinat lain yang dilindungi oleh asam amino.

8
Kromium bervalensi tiga merupakan materi essensial dan memiliki sifat racun
yang rendah dibanding dengan kromium enam valensi yang merupakan pengoksida
tinggi. Kromium ini dapat berfungsi untuk menangkal hipertensi dan penyakit kencing
manis, meningkatkan efisiensi kadar insulin dalam tubuh yang secara langsung juga
akan membantu mengatur kadar gula darah dalam tubuh.

2.6 Akibat kekurangan kromium


Tanda-tanda dan gejala defisiensi kromium adalah penurunan berat badan,
konsentrasi glukosa plasma tinggi atau gangguan penggunaan glukosa, dan
konsentrasi asam lemak bebas plasma yang tinggi. Gangguan glukosa intoleran
meningkat karena faktor usia dan mungkin berhubungan dengan kurangnya asupan
kromium atau menurun dalam konsentrasi jaringan. Kromium juga perlu dapat
ditingkatkan pada penyakit tertentu, seperti diabetes mellitus dan penyakit jantung,
meskipun hubungan antara kromium dan penyakit ini tidak konklusif. Jika tanda-tanda
tersebut terjadi maka metabolisme tubuh akan terganggu dan dibutuhkan
metabolisme karbohidrat dan lemak untuk meningkatkan kerja insulin.
A. Mekanisme pengaruh Cr terhadap kerja insulin:

Defiensi krom diaplikasikan dalam bentuk diabetes. Kandungan krom yang


lebih rendah diduga terjadi akibat pengolahan dan pemurnian pangan, dengan
kehilangan kromium diperkirakan sampai 80 % untuk jenis bahan pangan karena ada
kecenderungan orang lebih menyukai biji-bijian, lemak, dan gula yang telah
dimurnikan dan diolah lebih lanjut dan mengingat bahwa dalam bentuknya yang
dimurnikan bahan-bahan itu adalah sumber krom.

Hasil kekurangan kromium dalam resistensi insulin yang ditandai dengan


hiperinsulinemia mempunyai faktor risiko untuk penyakit jantung. Resistensi insulin
adalah kondisi dimana tubuh menjadi resisten (menolak/tidak mempan/tidak
merespon) terhadap insulin, khususnya pada fungsinya untuk menjaga kadar gula
darah tetap normal. Diabetes mellitus dan resistensi insulin yang timbul sebelum
perkembangan diabetes juga merupakan faktor resiko yang independen dan kuat
terhadap gagal jantung.

Kadar yang lebih rendah umumnya dimiliki oleh individu yang berusia lanjut.
Peran kromium penting bagi tubuh karena kromium sangat membantu melindungi

9
tubuh terhadap resiko diabetes. Semakin bertambah usia, semakin buruk pula
penyerapan kromium oleh usus dan akibatnya mereka yang berusia lanjut ternyata
beresiko kekurangan kromium di dalam tubuh. Selain faktor penyerapan, kekurangan
kromium disebabkan karena mereka yang berusia lanjut lebih banyak mengalami
kehilangan kromium melalui urine. Kehilangan kromium
ini sendiri berhubungan dengan meningkatnya pengeluaran kromium seiring dengan
bertambahnya usia dan asupan kromium pada mereka yang berusia lanjut juga
diketahui lebih rendah. Padahal, kekurangan kromium dapat mengganggu
metabolisme glukosa, metabolisme lemak, dan kerja hormon insulin. Akibatnya,
tingkat risiko penyakit diabetes meningkat.

Kadar kromium menjadi faktor penentu utama dalam sensitivitas insulin,


sebagai pengatur transportasi gula di dalam tubuh. Kromium berperan untuk
mengendalikan metabolisme insulin dalam tubuh, sehingga disebut faktor pengendali
kadar gula darah (glucose tolerance factor / GTF). Kromium terlibat dalam pengaturan
gula darah, baik ketika kekurangan maupun kelebihan gula didalam tubuh. Penyerapan
kromium oleh tubuh cenderung lamban, tetapi keluarnya dari tubuh malah sebaliknya,
sangat mudah. Karena itu resiko kelebihan atau keracunan jarang terjadi.

Gejala Klinis Diabetes Mellitus akibat resistensi insulin karena defisiensi


kromium: Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus Gejala penyakit DM dari satu
penderita ke penderita lain bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa
pun sampai saat tertentu.

1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli),


yaitu:
a. Banyak makan (poliphagia).
b. Banyak minum (polidipsia).
c. Banyak kencing (poliuria).
2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing.
c. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun
5- 10 kg dalam waktu 2-4 minggu).

10
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan
jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes melitus adalah
sebagai berikut:
1. Kesemutan.
2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3. Rasa tebal di kulit.
4. Kram.
5. Capai
6. Mudah mengantuk.
7. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9. Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual
menurun,bahkan impotensi.
10. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

2.7 Akibat kelebihan kromium

Krom dialam berada pada valensi 3 (Cr3+) dan valensi 6 (Cr 6+). Cr6+ lebih
toksik dibandingkan dengan Cr3+, karena sifatnya yang berdaya larut dan mobilitas
tinggi di lingkungan . Melalui rantai makanan kromium dapat terdeposit pada bagian
tubuh makhluk hidup yang pada suatu ukuran tertentu dapat menyebabkan racun.
Apabila masuk ke dalam sel, dapat menyebabkan kerusakan struktur DNA hingga
terjadi mutasi (Larashati 2004).

Terakumulasinya krom dalam jumlah besar di tubuh manusia jelas-jelas


mengganggu kesehatan karena krom memiliki dampak negatif terhadap organ hati,
ginjal serta bersifat racun bagi protoplasma makhluk hidup. Selain itu juga berdampak
sebagai karsinogen (penyebab kanker), teratogen (menghambat pertumbuhan janin)
dan mutagen (Schiavon et al., 2008). Akumulasi logam berat kromium (Cr) dapat
menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi dan dapat juga menyebabkan
timbulnya kanker pada manusia (Suprapti, 2008).

11
Logam kromium dan persenyawaannya dapat mengganggu fungsi organ yang
bekerja dalam proses metabolisme apabila masuk kedalam tubuh manusia. Apabila
Cr3+ masuk ke dalam tubuh dengan pH 7 dapat mengendapkan RNA dan DNA,
sedangkan pada Cr6+ dapat menghambat kerja enzim binzopiren hidroksilase yang
dapat menyebabkan lambatnya pertumbuhan sel sehingga sel dalam tubuh tumbuh
dengan liar dan tidak terkontrol yang dapat menyebabkan kanker, oleh sebab itu
kromium digolongkan dalam logam bersifat toksik (Palar, 2012).

Kontaminasi kromium dalam tubuh dapat dilihat melalui darah, urine, kuku,
dan rambut. Menurut WHO pemeriksaan kadar kromium dalam urine dapat
merefleksikan kontaminasi kromium selama 1–2 hari, sedangkan pada darah relatif
lebih lama selama 74 hari. Hal tersebut terbukti dalam penelitian Mirasa (2004) yang
menunjukkan bahwa kandungan kromium pada urine lebih tinggi dibandingkan
kandungan kromium pada darah masyarakat yang mengonsumsi kerupuk rambak,
selain itu kerupuk rambak yang bahan bakunya berasal dari pabrik penyamak kulit
sudah tercemar kromium yang dapat membahayakan kesehatan dan merusak
lingkungan. Faktor diet seperti defisiensi protein, vitamin C, dan vitamin D dapat
dipengaruhi oleh bertambahnya usia yang mengakibatkan terjadinya penurunan kerja
organ tubuh seperti ginjal dan mekanisme enzim yang dapat menyebabkan seseorang
lebih mudah terpajan zat toksik (Ardani, 2013).

Pada umumnya, semakin tinggi kromium terutama pada udara dan lama
pajanan, efek toksik yang ditimbulkan lebih besar (Ardani, 2013). Hal tersebut
menunjukkan dengan adanya pajanan dari uap pada proses pembuatan kerupuk
rambak dapat menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan. Pada penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa terbukti adanya hubungan antara kadar kromium
urin dengan gangguan fungsi ginjal pada pekerja pelapisan logam di Kabupaten Tegal
dan menunjukkan semakin tinggi kadar kromium dalam urin maka dapat
menyebabkan semakin meningkat gangguan fungsi ginjal pada pekerja pelapisan
kromium (Sudarsana et al., 2013).

Pada umumnya pajanan yang berasal dari industri masuk kedalam tubuh
melalui kulit atau terhirup, dan umumnya kejadian keracunan diakibatkan karena
pajanan masuk karena tertelan (ingestion). Keracunan akut akibat pajanan logam

12
berat dapat diukur dengan pemeriksaan urine yang ditandai dengan adanya
pembengkakan pada hati (Palar, 2012). Biotransferin merupakan fungsi penting
dalam hati yang berperan mendetoksifikasi dan melakukan penyederhanaan zat untuk
diekskresikan melalui urine. Kandungan kromium dalam urine dapat direfleksikan
dengan cepat selama 1–2 hari (Mirasa, 2004).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Krom merupakan mineral essensial yang berperan dalam metabolisme


karbohidrat, lemak dan protein dalam percepatan pembentukan energi. Seperti halnya
besi, krom berada dalam berbagai bentuk dengan jumlah muatan berbeda. Krom
paling mudah diabsorbsi dan paling efektif bila dalam bentuk Cr3+. Absorbsi kromium
akan naik jika konsumsi rendah dan turun jika konsumsi tinggi. Absorbsi meningkat
ketika intake sedikit dan menurun ketika intake makanan sumber krom tinggi.Krom
dalam bentuk Cr3+ diabsorbsi sebanyak 10% hingga 25%.

Kromium berpotensi meningkatkan kerja insulin dalam memindahkan glukosa


kedalam sel. Selain itu diketahui bahwa kromium meningkatkan keterikatan insulin,
jumlah reseptor insulin dan sensitivitas insulin pada tingkat seluler. Unsur Cr yang
terdapat dalam tubuh dapat membentuk senyawa komplek yang disebut Glucose
Tolerance Factor (GTF). Molekul tersebut terlibat dalam interaksi antara insulin dan
sel reseptor yang memungkinkan banyaknya pasokan glukosa ke dalam sel

Sumber krom yang baik terdapat secara alami di berbagai sayuran, buah-buahan,
daging, ragi, dan biji-bijian. Kekurangan unsur ini menyebabkan masalah jantung,
gangguan metabolisme, dan diabetes. Efek toksik chromium dapat merusak dan
mengiritasi hidung, paru-paru, lambung, pankreas dan usus.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, 2013. Paparan Logam Berat Kromium dalam Darah Tekniker Gigi di
Laboratorium Surabaya. Skripsi FKG Unair.

Hepher B. 1988. Nutrition of Pond Fish. Cambridge University Press. Cambridge.

Larashati, S. 2004. Reduksi Krom (Cr) Secara In Vitro Oleh Kultur Campuran Bakteri
Yang Di isolasi Dari Lindi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Thesis :
ITB.

Linder, M.C. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Mikromineral. Dalam Biokimia Nutrisi dan
Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis. Cetakan Pertama. Penerbit
Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Maria C. Linder. 1992. Nutritional Biochemistry and Metabolism. California State


University. Page: 165-170.

Mirasa, Y.A. 2004. Kadar Chromium Darah dan Urine Masyarakat yang Mengonsumsi
dan tidak Mengonsumsi Krupuk Rambak. Tesis FKM Unair Surabaya.

Palar, Heryando. 2012. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Jakarta: Rineka
Cipta.

Riihimaki, V., Luotamo, M. 2006. Health risk assessment report for metallic chromium
and trivalent chromium. Paris, International Chromium Development
Association (http://www.icdachromium.com/).

Sudarsana, Eka., Onny Setiani, dan Suhartono. 2013. Hubungan Riwayat Pajanan
Kromium dengan Gangguan Fungsi Ginjal pada Pekerja Pelapisan Logam di
Kabupaten Tegal. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 12 No. 1/April
2013.

Suprapti, N. H. 2008. Kandungan Chromium pada Perairan, Sedimen dan Kerang


Darah (Anadara granosa) di Wilayah Pantai Sekitar Muara Sungai Sayung,
Desa Morosari Kabupaten Demak. Jurnal Bioma, Vol. 10, No. 2 pp. 53-56.

15
Susi, Nurohmi., Rimbawan., Faisal, A., Adi , Teruna. 2016. Penilaian kromium serum
darah pada penyandang diabetes mellitus tipe 2 dan non diabetes. Jurnal
MKMI. 12 (4) : 269-277.

16

Anda mungkin juga menyukai