PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Hemoptisis atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau mukus yang berdarah. Bila
ditemukan gejala ini, maka pasien harus diawasi dengan ketat karena tidak dapat dipastikan akan
berhenti atau berlanjut, dan harus dicari asal serta sebab perdarahan.1 Hemoptisis harus
dibedakan dengan muntah darah (hematemesis), hematemesis disebabkan lesi pada saluran cerna
(tukak peptik, gastritis, varises esofagus); sedangkan hemoptisis bukan berasal dari saluran
cerna.
ETIOLOGI
Penyebab dari hemoptoe adalah seperti berikut :
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan
sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
2
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.
6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
7. Batuk darah idiopatik, biasanya berhenti spontan dengan suportif terapi.3,6,7
3
c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis.
d. Bechet’s syndrome.
6. Cedera pada dada/trauma
a. Kontusio pulmonal.
b. Transbronkial biopsi.
c. Transtorakal biopsi memakai jarum.
7. Kelainan pembuluh darah
a. Malformasi arteriovena.
b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.
8. Bleeding diathesis.
PATOGENESIS
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-
cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru,juga bila
terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.5
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh,
sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah,
seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada
dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpasture’s syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial.
Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial.
4
Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli
dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.6,7
Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptisis masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya
aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi
membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari
arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptisis.5
Sebagaimana telah diuraikan di atas, kematian yang disebabkan oleh hemoptisis dapat dibagi
atas:
1. Asfiksia
Walaupun persentase kematian akibat asfiksia belum diketahui dengan pasti, namun kematian
yang disebabkan oleh asfiksia cukup tinggi dan dapat dibagi dalam empat hal:
a. Pengaruh perdarahan yang terjadi
b. Pengaruh susunan saraf pusat
c. Pengaruh pada respirasi
d. Perubahan pada tekanan darah
2. Aspirasi
Aspirasi adalah suatu keadaan dimana masuknya bekuan darah maupun sisa-sisa darah ke
dalam jaringan paru bersamaan dengan inspirasi, dimana mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:
a. Meliputi bagian yang luas dari paru
b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih halus
c. Selain darah dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan lambung ke dalam paru oleh
karena penutupan epiglotis yang tidak sempurna
d. Dapat diikuti dengan infeksi sekunder
5
3. Renjatan Hipovolemik
Renjatan hipovolemik adalah salah satu bentuk daripada renjatan hemoragik yang disebabkan
oleh perubahan metabolisme sebagai berikut:
a. Asidosis metabolik, dimana kadar asam laktat meningkat lebih dari nilai normal.
b. Terjadinya penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang disebabkan oleh kontraksi dari
vasa aferen dan vasa eferen, dimana ditandai dengan retensi natrium dan tingginya ureum
darah.
c. Terdapatnya vasokontriksi sebagai usaha untuk memobilisasi darah.
d. Pada jangka panjang dapat terjadi reaksi kompensasi.5
KLASIFIKASI
Didasarkan dari perkiraan jumlah darah yang dibatukkan:2
Bercak (Streak)
Darah bercampur dengan sputum - hal yang sering terjadi, paling umum pada bronkitis.
Volume darah kurang dari 15-20 mL/ 24 jam.
Hemoptisis
Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah yang dibatukkan 20-600 mL di dalam
waktu 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini berarti pendarahan
dari pembuluh darah lebih besar dan biasanya karena kanker paru, pneumonia
(necrotizing pneumonia), TB atau emboli paru.
Hemoptisis Masif
Darah yang dibatukkan dalam waktu 24 jam lebih dari 600 mL – biasanya karena kanker
paru, kavitas pada TB atau bronkiektasis.
Pseudohemoptisis
Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa pendarahan
buatan (factitious). Perdarahan yang terakhir biasanya karena luka disengaja di mulut,
faring atau rongga hidung.
6
Tabel 2. Klasifikasi menurut Pusel
*Positif satu dan dua dikategorikan sebagai hemoptisis ringan, positif tiga dan empat
dikategorikan sebagai hemoptisis sedang.
DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan gambaran
radiologis. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan
urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga
penanganannya dapat disesuaikan.6,7
1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah:
a. Jumlah dan warna darah yang dibatukkan.
b. Lamanya perdarahan.
c. Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak.
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan.
e. Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik.
f. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.6,7
2. Pemeriksaan fisik
Untuk mengetahui perkiraan penyebab.
a. Panas merupakan tanda adanya peradangan.
b. Auskultasi :
1) Kemungkinan menonjolkan lokasi.
7
2) Ronchi menetap, whezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh : Ca, bekuan darah.
c. Friction Rub : emboli paru atau infark paru
d. Clubbing : bronkiektasis, neoplasma6,7
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptisis
masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.2
Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab sebagian
penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks.3
Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat diambil dari
dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung).3
Pemeriksaan bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan sekaligus untuk
penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum
perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.2,3
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b. Batuk darah yang berulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik2
8
MANISFESTASI KLINIS
Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa perdarahan tersebut
berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau gastrointestinal.
Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darah dan bukan muntah
darah.3
PENATALAKSANAAN
Tujuan pokok terapi ialah:
1. Mencegah asfiksia.
2. Menghentikan perdarahan.
3. Mengobati penyebab utama perdarahan.
Langkah-langkah:
1. Pemantauan menunjang fungsi vital
a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps kardiovaskuler.
b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah dipertimbangkan sejak awal.
c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar.
2. Mencegah obstruksi saluran napas
a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi.
b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan bronkoskopi.
3. Menghentikan perdarahan
a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade perdarahan.
9
b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.7
Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napasyang
menyebabkan asfiksia. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptisis paling tinggi dan
menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptosis dalam jumlah kecil dengan refleks
batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan
renjatan hipovolemik.5,8
Terapi konservatif
Dasar-dasar pengobatan yang diberikan sebagai berikut:
10
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
Bila perlu dapat dilakukan :
Pemberian oksigen.
Pemberian cairan untuk hidrasi.
Tranfusi darah.
Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.
c. Menghentikan perdarahan
Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam kepustakaan dikatakan
hemoptisis rata-rata berhenti dalam 7 hari. Pemberian kantongan es diatas dada, hemostatiks,
vasopresin (Pitrissin)., ascorbic acid dikatakan khasiatnya belum jelas. Apabila ada kelainan
didalam faktor-faktor pembekuan darah, lebih baik memberikan faktor tersebut dengan infus.
Di beberapa rumah sakit masih memberikan Hemostatika (Adona Decynone) intravena 3 - 4
x 100 mg/hari atau per oral. Walaupun khasiatnya belum jelas, paling sedikit dapat memberi
ketenangan bagi pasien dan dokter yang merawat.
Terapi pembedahan
Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif yang sumber
perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru adekuat, tidak ada kontraindikasi
bedah.4 Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan operasi ini
dilakukan atas pertimbangan:
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada perdarahan yang
masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi.
Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptisis yang berulang dapat
dicegah.4
11
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptosis, yaitu ditentukan oleh tiga
faktor:
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptosis dapat menimbulkan renjatan
hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan paru
yang sehat bersama inspirasi.4,6,7
PROGNOSIS
Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptosis
yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang menentukan
prognosis :
1. Tingkatan hemoptisis: hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang lebih
baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap darah
yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.
a. Hemoptisis <200 ml/24 jam prognosa baik.
b. Profuse massive >600 cc/24 jam prognosa jelek, 85% meninggal.4,6,7
12
BAB 3
KESIMPULAN
Hemoptisis merupakan salah satu gejala pada penyakit paru dan/atau kardiovaskuler yang
disebabkan oleh berbagai macam etiologi. Untuk mengetahui penyebab hemoptisis, harus
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal
dari gastrointestinal. Pada umumnya hemoptosis ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif. Tujuan
pokok terapi hemoptisis ialah mencegah asfiksia, menghentikan perdarahan dan mengobati
penyebab utama perdarahan. Prognosis dari hemoptisis ditentukan oleh tingkatan hemoptisis,
macam penyakit dasar dan cepatnya tindakan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA., Wilson LM. Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2009.
2. Alsagaff, Hood. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press;
2009.
3. Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2006.
4. PAPDI. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika
Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.
5. Purwandianto A., Sampurna B. Kedaruratan medik. 3rd ed. Jakarta: Bina Rupa Aksara.p.19 –
20.
6. Alsagaff, Hood dkk. Buku ajar ilmu penyakit paru . Gramik FK UNAIR; 2004.p.59-73
7. Hariadi, Slamet dkk. Dasar-dasar diagnostik fisik paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2008.p.7-8.
13