0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
24 tayangan4 halaman
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian civic education yang mencakup pendidikan kewarganegaraan, demokrasi, HAM, dan masyarakat madani.
2. Ruang lingkup civic education meliputi tiga materi pokok yaitu demokrasi, HAM, dan masyarakat madani.
3. Civic education bertujuan membentuk warga negara yang baik melalui pendidikan demokratis dan humanis.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian civic education yang mencakup pendidikan kewarganegaraan, demokrasi, HAM, dan masyarakat madani.
2. Ruang lingkup civic education meliputi tiga materi pokok yaitu demokrasi, HAM, dan masyarakat madani.
3. Civic education bertujuan membentuk warga negara yang baik melalui pendidikan demokratis dan humanis.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian civic education yang mencakup pendidikan kewarganegaraan, demokrasi, HAM, dan masyarakat madani.
2. Ruang lingkup civic education meliputi tiga materi pokok yaitu demokrasi, HAM, dan masyarakat madani.
3. Civic education bertujuan membentuk warga negara yang baik melalui pendidikan demokratis dan humanis.
Civic education berasal dari bahasa inggris yaitu civic yang artinya kewarganegaraan1[2] dan education yang artinya pendidikan.2[3] Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina warga Negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria dan ukuran ketentuan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang bahannya salah satunya diambilkan dari Ilmu Kewarganegaraan.3[4] Secara bahasa istilah Civic Education oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia menjadi pendidikan kewargaaan dan pendidikan kewarganegaraan. Istilah pendidikan kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra dan tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta sebagai pengembang Civic Education di perguruan tinggi yang pertama. Sedangkan istilah pendidikan kewarganegaraan di wakili oleh Zamroni, Muhammad Numan Soemantri, Udin S. Winataputra dan tim CICED (Center Indonesian for Civic Education), Merphin Panjaitan, Soedijarto dan pakar lainya.4[5] Istilah pendidikan kewargaan pada satu sisi identik dengan pendidikan kewarganegaraan. Namun di sisi lain, istilah pendidikan kewargaan secara substantif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibanya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah pendidikan kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (Global Society), dengan demikian orientasi pendidikan kewargaan secara substantif lebih luas cakupanya dari istilah pendidikan kewarganegaraan. Sebagian ahli menyamakan Civic Education dengan pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM. Pendidikan demokrasi secara substansif menyangkut sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya, dan praktek demokrasi melalui pendidikan. Sedangkan pendidikan HAM mengandung pengertian sebagai aktivitas mentransformasikan nilai-nilai HAM agar tumbuh kesadaran akan penghormatan, perlindungan dan penjaminan HAM sebagai suatu yang kodrati dan dimiliki setiap manusia. Menurut Azyumardi, pendidikan kewargaan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM, karena mencakup kajian dan pembahasan tentang banyak hal : pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warga negara, proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warga negara dalam masyarakat madani. Menurut Zamroni, pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak masyarakat. Menurut Sumantri pendidikan kewarganegaraan adalah suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substantif dari komponen Civic Education diatas melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, humanis dalam lingkungan yang demokratis.5[6] Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar sekolah. Jadi, pendidikan kewargaan (Civic Education) adalah progam pendidikan yang memuat bahasan tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubunganya dengan Negara, demokrasi, HAM dan masyarakat madani (Civil Society) yang dalam implementasinya menerapkan prinsip-prinsip pendidikan demokratis dan humanis. Sedangkan Ilmu Kewarganegaraan adalah suatu disiplin ilmu yang objek studinya mengenai peranan warga negara dalam bidang spiritual, sosial ekonomi, politis, yuridis, kultural dan hankam sesuai dan sejauh yang diatur dalam Pembukaan dan UUD 1945. Dengan demikian, apabila dicermati lebih jauh, Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan antara Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan terletak pada objek materinya, yakni warga negara, khususnya demokrasi politik atau peranan warga Negara, hubungan warga Negara dengan Negara. Perbedaan Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan terletak pada objek formanya atau fokus perhatiannya. Ilmu Kewarganegaraan sebagai ilmu yang deskriptif, sehingga pusat perhatiannya pada deskripsi peranan warga Negara dan hubungan warga negara dengan Negara. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai ilmu yang bersifat normatif, sehingga pusat perhatiannya terletak pada pembinaan peranan warga negara atau pendewasaan warga negara.6[7]
B. Ruang Lingkup Civic Education
Materi Civic Education terdiri dari tiga materi pokok yaitu: demokrasi, HAM, dan masyarakat madani. 1. Demokrasi Kata demokrasi terkesan sangat akrab dan seakan sudah dimengerti begitu saja. Dalam banyak perbincangan mulai dari yang serius sampai yang santai di meja makan kata demokrasi sering terlontar. Secara etimologi “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.7[8] Jadi secara bahasa demos-cratein (demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahanya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasan oleh rakyat. Sedangkan demokrasi menurut kamus besar bahasa indonesia berarti (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara wakilnya.8[9] Pemerintahan demokrasi yang tulen adalah suatu pemerintahan, yang sungguh-sunguh melaksanakan kehendak rakyat yang sebenarnya. Akan tetapi kemudian penafsiran atas demokrasi itu berubah menjadi suara terbanyak dari rakyat banyak.9[10] Sedangkan menurt istilah demokrasi adalah sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengrrtian tiga hal: a. Pemerintah dari rakyat (government of the people) Mengandung pengertia yang berhubungan denngan pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government) dan pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unlegitimate government) di mata rakyat. b. Pemerintahan oleh rakyat (government by people) Pemerintahan oleh berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginannya sendiri. c. Pemerintahan untuk rakyat (government for people) Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat harus didahulukan dan diutamakan di atas segalanya.10[11] 2. HAM Untuk memahami hakikat hak asasi manusia, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian dasar tentang hak. Secara definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi kebebasaan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Menurut Jan Materson (dari komisi HAM PBB) dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip oleh tim ICCE UIN Jakarta dalam bukunya menegaskan bahwa “(hak asasi manusia adalah hak-hakyang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia). Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah yang diberikan langsung oleh tuhan yang maha pencipta sebagai hak yang kodrati (Masyhur Effendi, 1994). Oleh karenanya , tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hdup dan kehidupan manusia dan merupakan hal kodrati yang tak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia. Dalam undang-undang (UU) Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 1 disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di atas, diperoleh sutu kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerahAllah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu: a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis. b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa. c. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansour Faqih, 2003)11[12] 3. Masyarakat Madani Dalam mendefinisikan terma masyarakat madani ini sangat bergantung pada kondisi sosio- kultural atau suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan terma yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa eropa barat. Zbigniew Rau dengan latar belakang kajianya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet sebagaimana dikutip oleh tim ICCE UIN Jakarta ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.12[13] Terjemahan makna makna masyarakat madani ini, banyak diiukuti oleh cendekiawan dan ilmuan Indonesia, seperti nurcholis majid, M. Dawam Raharjo, Azyumardi Azra dan sebagainya. Dan pada prinsipnya konsep masyarakat madani adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat yang mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban sesrta menghargai akan adanya pluralisme.