Dokumen - Tips - Makalah Pterygium 55846562286ac
Dokumen - Tips - Makalah Pterygium 55846562286ac
KELOMPOK 2
030-10-012 AGRIETIA
Bab I : Pendahuluan………………………………………………………………… .3
Bab II : Laporan Kasus………………………………………………………………. 4
Bab III : Pembahasan
Anamnesis...…………………………………………………………………. 6
Daftar masalah dan faktor resiko……………………………………………..7
Hipotesis…………………………………………………………………….10
Pemeriksaan fisik……………………………………………………………11
Diagnosis dan pathogenesis…………………………………………………12
Penatalaksanaan……………………………………………………………..14
Komplikasi………………………………………………………………….15
Prognosis…………………………………………………………………….16
Bab IV : Tinjauan Pustaka…………………………………………………………… 17
Bab V : Kesimpulan………………………………………………………………… 36
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………. 37
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu panca indera kita yang sangat penting. Mata membuat kita
dapat melihat berbagai macam benda dan mempresepsikannya dalam otak kita. Penyakit mata
adalah penyakit yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari apabila dibiarkan.
Salah satu penyakit mata adalah pterigium. Pterygium adalah pertumbuhan jaringan
fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah
interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium
adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.1,2,3,5,6,7,8,9,10
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan
kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi
adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari
ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah
yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di
daerah ekuator, yaitu 13,1%.4
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pria bernama Tn. Abi berumur 35 tahun bekerja sebagai tukang ojek datang
Kedua mata merah sejak 1 hari yang lalu. Merah tampak hanya sebagian. Disertai rasa
mengganjal dan mata berair. Penglihatan buram disangkal, nyeri disangkal, fotofobia
disangkal. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena debu, hilang timbul
STATUS OFTALMOLOGIS :
OD OS
Virus 6/10 C-0.75 aksis 135o 6/6 6/6
Gerak bola mata
4
Status Lokalis :
OD OS
5
BAB III
PEMBAHASAN
dahulu. Pada anamnesis, kita perlu menanyakan identitas pasien, sebagai rekam medis pasien
tersebut. Dari identitas pasien, kita bisa mengetahui keadaan pasien seperti pekerjaan pasien
yang mungkin dapat berhubungan dengan keluhan yang dialami pasien dan untuk mengetahui
status social ekonomi dari pasien ini. pada kasus ini, setelah dianamnesis diketahui bahwa
pekerjaan pasien adalah tukang ojek. Usia ditanyakan untuk mengetahui faktor resiko
penyakit. Anamnesis tambahan juga berguna untuk menyingkirkan hipotesis dan menegakkan
Untuk mengetahui lamanya kemungkinan paparan dan lamanya manifestasi penyakit pada
pasien, dan juga untuk mengetahui penyakit pasien tersebut akut atau kronis.
Untuk menyingkirkan hipotesis-hipotesis penyakit mata lain yang disertai dengan rasa gatal.
Untuk menyingkirkan hipotesis-hipotesis penyakit mata lain yang disertai dengan rasa gatal.
5. Apakah terdapat kotoran mata? Bila iya, berapa banyak jumlahnya? Bagaimana
6
Untuk mengetahui jenis penyakit dan penyebab penyakit yang diderita pasien.
6. Selama menjadi tujang ojek, apakah pasien menggunakan kacamata pelindung saat
berkendara?
Untuk mengetahui kemungkinan etiologi dari penyakit yang menjadi hipotesis pada pasien
ini.
7. Riwayat trauma: untuk mengetahui apakah ada kemungkinan trauma yang mengenai mata
8. Obat-obatan yang pernah diterima: untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu pasien.
9. Riwayat penyakit lain: untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan pasien pada kasus
ini merupakan penyakit yang berdiri sendiri atau merupakan komplikasi akibat dari penyakit
Dari anamnesis, masalah pasien dapat diidentifikasi, dan juga didapatkan beberapa
hipotesis:
A. IDENTITAS
Nama : Tn Abi
Usia : 35 tahun
Alamat : -
1. Usia
Berkaitan dengan pasien yang berusia 35 tahun ini dapat dipertimbangkan kemungkinan
keluhan yang diderita pasien bukan disebabkan oleh penyebab yang biasanya dialami oleh
7
anak – anak maupun orang tua, sehingga hal ini lebih memudahkan untuk membuat hipotesis
2. Pekerjaan
Pekerjaan pasien sebagai tukang ojek merupakan faktor risiko terjadinya keluhan yang
dialami sekarang, yaitu besarnya frekuensi paparan sinar uv maupun debu yang sudah pasti
dialami pasien. Hal tersebut tentu saja memudahkan pasien mengalami kelainan pada mata
seperti iritasi (apabila tidak dalam jangka waktu yang panjang), atau pterigium maupun
pinguecula.
Mata merah dapat disebabkan oleh adanya suatu pelebaran pembuluh darah (yang biasanya
disebut dengan injeksi), atau adanya pembuluh darah pada mata yang pecah.
Ada berbagai macam kelainan mata yg menyebabkan mata merah dan dibagi dalam 2
kelompok.
Pada kelompok ini mata merah yang dialami tidak disertai dengan kelainan refraksi dan dapat
konjungtivitis flikten.
8
2. Mata merah visus tidak normal
Pada kelompok ini mata merah yang dialami disertai dengan kelainan refraksi
Pada laporan kasus diketahui bahwa mata pasien merah sejak 1 hari yang lalu, hal ini
menandakan bahwa keluhan yang dialami pasien adalah bersifat akut ataupun kronik
eksaserbasi akut. Namun, perlu anamnesis lanjutan serta pemeriksaan fisik lebih detail agar
Sedangkan mata terasa ada yang mengganjal, kemungkinan disebabkan karena adanya corpus
5. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena debu, hilang timbul
selama 4 tahun
Hal tersebut kemungkinan terjadi akibat iritasi yg terjadi pada mata pasien mengingat
pekerjaan pasien sebagai tukang ojek yang tidak menggunakan helm full face.
Hal ini dapat dijadikan sebagai alasan hipotesis yang dibuat tidak difokuskan pada perdarahan
9
Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien ini, pada akhirnya
Merah sebagian
hitam.
antigen tertentu.
berikut :
PEMERIKSAAN FISIK:
Pemeriksaan opthalmologi pada pasien ini merupakan sebuah hal yang harus
dilakukan untuk mengetahui kondisi mata pasien secara keseluruhan dan juga sangat berguna
untuk menentukan diagnosis pasien dengan menyingkirkan hipotesis-hipotesis yang tidak
sesuai dengan kondisi fisik yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan opthalmologi, pemeriksaan mata dilakukan secara berurutan dari
mata kanan lalu ke mata kiri. Berikut adalah hasil dari pemeriksaan pada pasien ini:
10
Pemeriksaan Kanan Kiri
Visus 6/10 C -0,75 axis 135 Berarti pada 6/6 visus pasien normal
pemeriksaan visus didapatkan hasil
ketajaman penglihatan pasien 6/10,
dimana pada orang normal gambar
dapat dilihat pada jarak 10 meter,
melainkan pada pasien ini gambar
dapat dilhat pada 6 meter saja. C -0.75
berarti pasien menggunakan lensa
silindris berkekuatan -0.75 D dengan
astigmatisme axis 135o.
Gerak Baik ke segala arah normal Baik ke segala arah normal
Bolamata
Tekanan n/p tekanan intraokuler pasien n/p normal
Intraokuler normal dengan perbandingan tekanan
intraokuler pemeriksa.
Konjunctiva
Bulbi
11
Fundus Papil bulat, warna vital, batas tegas, Papil bulat, warna vital, batas
CDR 0,3 dengan aa/vv 2/3, retina baik tegas, CDR 0,3 dengan aa/vv 2/3,
dengan refleks makula positif retina baik dengan refleks makula
Merupakan hasil tanda pemeriksaan positif normal
funduskopi dengan hasil normal, tidak
ada kelainan pada bagian posterior
bola mata
PATOGENESIS :
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun
dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau
iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada
stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF-β dan VEGF (vascular endothelial
growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial
fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan
proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya
menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh
pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran
Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat
normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem
cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah
pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement
dan pertumbuhan jaringan fibrotik.
Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium, progresifitasnya dan
berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera , yaitu:
1. Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :
12
a. Tipe I : Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea
pada tepinya saja. Lesi meluas 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada
kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan
biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan
b. Tipe II : di sebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium rekuren tanpa
keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi
menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear
film dan menimbulkan astigmat.
c. Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik. Merupakan bentuk
pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi
mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren
dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya
menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.
4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus diperiksa dengan
slit lamp pterygium dibagi 3 yaitu:
a. T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat
b. T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat
c. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.
13
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien berbeda anatara mata kanan dan mata kiri. Mata kanan pasien
dianjurkan untuk dilakukan operasi akibat adanya gangguan penglihatan yaitu astigmatisme,
sedangkan mata kiri pasien dianjurkan dilakukan terapi konservatif.
1.Konservatif
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan
kacamata pelindung.
2. Pembedahan
Indikasi :
a. Terapi konservatif gagal
b. Mengganggu visus
c. Mengganggu pergerakan bola mata
d. Kosmetik
Teknik pembedahan yang dilakukan adalah kombinasi autograf konjungtiva dan
eksisi. Setelah pterygium di eksisi, maka akan menyisakan sebuah defek konjungtival. Defek
ini dapat dibiarkan sembuh sendiri, dijahit secara langsung melalui pendekatan primer,
diberikan graft dengan sebuah autograf konjugtiva, atau diberikan graft dengan membran
amniotik.
Conjungtival graft :
Mengggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superior,
dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan
bahan perekat jaringan. (misalnya Tissel VH,Deardfield, Illinois)
Pasien harus di follow up selama setahun karena 97% rekurensi terjadi dalam 12 bulan
pertama setelah pembedahan.
14
3. Pencegahan
1. Pencegahan pterigium salah satunya dengan menggunakan kacamata setiap hari. Pilihlah
kacamata yang memblok 99-100% radiasi ultraviolet A dan B. Kacamata yang menutup
sempurna merupakan proteksi terbaik untuk menghindari mata pasien dari sinar, debu, dan
udara.
2. Untuk menghindari mata yang kering diberi air mata buatan.
3.Pasien dianjurkan untuk tetap menggunakan obat tetes steroid untuk beberapa minggu. Ini
akan mengurangi inflamasi dan mencegah rekurensi
KOMPLIKASI
Pra-operatif:
1. Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena
pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan
oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang
berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini
diduga akibat “tear meniscus” antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmat
yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat “with the rule” dan iireguler astigmat.
2. Kemerahan
3. Iritasi
menyebabkan diplopia.
Intra-operatif:
15
Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan
autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam
penglihatan.
Pasca-operatif:
1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft
3. Pterygium rekuren.
PROGNOSIS
1) Ad vitam : bonam
Karena penyakit ini tidak mengancam keselamatan jiwa pasien secara langsung.
Karena pasien sudah diedukasi untuk memakai pelindung mata saat mengendarai motor.
16
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI MATA
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media
refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun
(baik mendadak aupun perlahan) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).
Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen
melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen
= merah / pada albino) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).
1. Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan
panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan
dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui
media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
17
a. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan
terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
• Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu
lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
• Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
akan mengakibatkan erosi rekuren.
2. Membran Bowman
• Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Stroma
• Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
• Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya
• Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm. 5. Endotel
18
• Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat
pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya
regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki
pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya
ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di
dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke
suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan
sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar),
kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor
akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan
lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang
dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi (Lauralee Sherwood, 1996).
c. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan
bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus
19
cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa
akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel
lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat
lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan
serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di
sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih
muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh
ekuatornya pada badan siliar (H. Sidarta Ilyas, 2004).
• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di
sumbu mata.
(H. Sidarta Ilyas, 2004).
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.
20
d. Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan
yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang
sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan
asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan
sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh
darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan
melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis (Lauralee
Sherwood, 1996).
e. Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang
dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau
cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka
sinar normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma (H. Sidarta Ilyas, 2004).
II. HISTOLOGI
1. Sklera
- Membentuk segmen bola
- Bergaris tengah 22 mm
Terdiri atas jaringan ikat padat, terutama berkas kolagen gepeng yang berjalinan namun
tetap parallel terhadap permukaan organ, cukup banyak substansi dasar, beberapa
fibroblast.
21
Permukaan luar (episklera)
- Dihubungkan oleh sebuah simpai tenon (sebuah system longgar serat kolagen halus
pada lapisan padat jaringan ikat)
- Simpai tenon ini berhubungan dengan stroma konjungtiva longgar pada batas kornea
dengan sclera.
- Diantara simpai tenon dan sclera terdapat ruang tenon ruang longgar inilah yang
memungkinkan bola mata dapat bergerak memutar kesegala arah.
- Diantara sclera dan koroid terdapat lamina suprakoroid (lapisan tipis jaringan ikat
longgar dengan banyak melanosit, fibroblast dan serat elastin)
- Sclera relative avaskular.
2. Kornea
Irisan melintang kornea menunjukan bahwa kornea terdiri atas 5 lapisan :
1) Epitel
- Berlapis gepeng non keratin
- Pada bagian basal epitel ini tampak banyak gambaran mitosis yang mencerminkan
kemampuan regenerasi kornea yang hebat
- Masa pergantian sel 7hari
- Terdapat mikrovili pada sel permukaan kornea
- Mikrovili terjulur ke dalam ruangan yang diisi lapisan tipios air mata pra-kornea
merupakan lapisan pelindung yang terdiri atas lipid dan glikoprotein.
- Lapisan pelindung ini tebalnya 7mikrometer
- Kornea memiliki suplai saraf sensoris yang paling besar diantara jaringan mata.
2) Membran bowman
- Dibawah epitel kornea
- Merupakan lapisan homogeny
- Tebalnya antara 7-12 mikrometer
- Terdiri dari serat-sarat kolagen yang bersilangan secara acak, pemadatan substansi
interselular, tetapi tanpa sel
- Membantu stabilitas dan kekuatan kornea
22
3) Stroma
- Terdiri atas banyak lapisan berkas kolagen parallel yang saling menyilang secara
tegak lurus
- Serabut kolagen didalam setiap lamel saling berjajar parallel dan melintasi seluruh
lebar kornea
- Diantara lapisan-lapisan itu terjepit juluran-julurannsitoplasma fibroblast (gepeng
seperti sayap kupu-kupu
- Sel dan serat dari stroma terendam dalam substansi glikoprotein amorf yang
metakromatik (kondroitin dan sulfat)
- Stroma avaskular
- Biasanya terdapat sel limfoid membrane (migrating) di dalam kornea.
4) Membran descement
- Struktur homogeny
- Tebal 5-10 mikrometer
- Terdiri atas filament kolagen halis tersusun berupa jalinan 3 dimensi
5) Endotel
- Yaitu epitel selapis gepeng
- Endotel dan epitel kornea berfungsi memepertahankan kejernihan kornea
- Ke 2 lapisan ini mentransport ion natrium ke permukaan apikalnya
- Ion klorida dan air ikut secara pasif, sehingga stroma kornea dipertahankan dalam
keadaan yang relative kering.
- Bersama susunana serabut kolagen yang sangat halus dari stroma yang disusun teratur,
yang menyebabkan jernihnya kornea.
3. Limbus
Limbus yaitu batas kornea dan sclera yang merupakan daerah peralihan dari berkas-
berkas kolagen bening dari kornea menjadi serat-serat buram putih dari sclera.
- Limbus ini sangat vascular
- Pembuluh darahnya memegang peranan penting dalam radang kornea
23
- Didaerah limbus yaitu jalinan trabekula membentuk saluran (canal) schlemm yang
mengangkut cairan dari kamera okuli anterior
- Canal schlemm berhubungan keluar dengan system vena.
1.Koroid
- Lapisan yang sangat vascular
- Diantara pembuluh darahnya terdapat jaringan ikat longgar dengan banyak fibroblast,
makrofag, limfosit, sel mast, sel plasma, serat kolagen dan serat elastin.
- Terdapat banyak melanosit (memberi warna hitam yang khas0
- Lapisan dalam koroid disebut lapisan koriokapiler karena lebih banyak mengandung
pembuluh darah kecil daripada lapisan luar.
- Fungsi penting untuk nutrisi retina
- Membrane hialin amorf tipis (3-4 mikrometer)memisahkan lapisan koriokapiler dari
retina dikenal sebagai membrane brunch meluas dari diskus optikus sampai ke ora
serata
- Discus optikus ( papilla optikus) daerah tempat nervus optikus memasuki bola mata
- Koroid terikat pada sclera oleh lamina suprakoroidal (lapisan jaringan ikat longgar
dengan banyak melanosit)
2.Korpus siliaris
- Merupakan cin-cin tebal yang utuh pada permukaan dalam bagian anterior sclera
- Pembuluh darah
- Melanosit
24
- Muskulus siliaris -> 2 berkas otot polos yang berinsesi pada sclera di anterior dan
pada berbagai daerah dari korpus siliaris di posterior. Salah satu berkas ini mempunyai
ketegangan pada lensa. Gerakan otot ini penting untuk akomodasi visual.
- Permukaan korpus siliaris yang menghadap ke korpus vitreus, bilik posterior dan
- Lapisan yang langsung berbatasan dengan korpus siliaris, terdiri atas epitel selaois
- Lapisan yang menutupi lapisan pertama berasal dari lapisan sensoris retina (terdiri atas
3.Prosesus siliaris
- Pusatnya ialah jaringan ikat longgar dengan banyak kapiler bertingkap (fenestrated) di
- Sel-sel tanpa pigmen dari lapisan memiliki lipatan-lipatan basal. Sel-sel ini
4. Iris
- Yaitu perluasan koroid yang sebagian menutupi lensa, menyisakan lubang bulat di
Permukaan anterior
- Dibawahnya terdapat jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah, beberapa serat,
25
- Lapisan berikutnya yaitu jaringan ikat longgar dengan sangat vaskular
Permukaan posterior
- Rata
- Dilapisi oleh 2 lapis epitel yang sama dengan korpus siliaris dan prosesusnya.
pupil
5. Lensa
1. Kapsul Lensa
- Pada kapsul lensa melekat serat zonula yang berjalan ke badan siliar
2.Epitel Subkapsular
serat lensa
- Ke arah equator sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi serat lensa
26
- Lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan penambahan serat lensa
3.Substansi lensa
- Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar permukaan lensa
- Pada korteks serat yang lebih muda menganndung beberapa inti dan organel
- Di bagian tengah serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan tampak homogen
Lensa mata sama sekali tanpa pembuluh darah, karena tanpa pembuluh darah maka
6. Korpus Vitreus
27
- Sitoplasmanya memiliki banyak mitokondria, RE licin, granul melanin di
- Segmen luar : - fotosensitif ( berbentuk batang luar terdiri atas banyak cakram
- Cakram gepeng mengandung pigmen yang disebut ungu visual atau rhodopsin
penghasil energy
sintesis pritein.
Sel Kerucut
- Strukturnya serupa dengan sel batang, hanya terdapat perbedaan dalam hal
bentuk dan struktur segmen luarnya. Dimana pada sel kerucut membrane
28
luarnya tidak bergantung dari membrane plasma luar, tapi timbul sebagai
invaginasi darinya. Protein yang baru dibentuk tidak ditimbun tapi tersebar
- Terdapat 3 jenis sel kerucut fungsional yang tidak bisa dibedakan cirri
iodopsin.
- Lapisan Tengah
- Lapisan Dalam
Daerah tersebut bebas dari reseptor dan karenanya di sebut bintik tua /
Pada kutub posterior sumbu optic terletak fovea, sebuah lekukan dangkal
dengan retina yang bagian pusatnya sangat tipis. Hal ini disebabkan oleh
sel ganglion dan sel bipolar berkumpul di tepi lekukan ini, sedang bagian
pusatnya ditempati oleh sel kerucut. Cahaya langsung jatuh pada kerucut
Selain ketiga jenis sel utama terdapat jenis sel lain, yaitu :
29
2. Sel Amakrin, menghubungkan sel-sel ganglia
3.Sel Penyokong
Struktur Tambahan
1. Konjungtiva
- Membrane mukosa tipis dan transparan yang menutupi bagian anterior matasampai
- Berupa epitel berlapis selindris dengan banyak sel goblet dan lamina proprianya
2. Kelopak Mata
berminyak pada permukaan film air mata, membantu mencegah penguapan cepat
b. Zeis : Kelenjar sebaceous yang lebih kecil yang memodifikasi dan berhubungan
c. Moll : Kelenjar keringat, berupa tubulus mirip sinus yang tidak bercabang.
3. Alat Lakrimal
- Kelenjar Lakrimal : merupakan kelenjar air mata. Terdiri atas lobus-lobus. Berupa
kelenjar tubuloalveolar yang lumennya besar, terdiri atas sel-sel berbentuk kolom
jenis serosa.
30
- Sakus Lakrimalis, dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia
- Duktus hasalakrimalis
a. Pemeriksaan Visus
Cara pemeriksaan:
Pasien duduk menghadapi kartu Snellen dengan jarak 6 meter
Dipasang gagang lensa coba
Mata yang tidak akan diperiksa ditutup, biasanya diperiksa mata kanan terlebih dahulu
baru kemudian mata kiri.
Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai dengan
membaca baris atas dan bila telah terbaca pasien diminta membaca baris di bawahnya
Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca
Hasil pemeriksaan:
Bila huruf yang terdapat pada baris dengan tanda 30 dikatakan tajam penglihatan 6/30
31
Bila terdapat pada baris dengan tanda 6 dikatakan tajam penglihatan 6/6
Normalnya seseorang memiliki tajam penglihatan 6/6.
32
IV. Pemeriksaan Fisik
Konjunctiva
Cara untuk melihata apakah ada kelainan di konjunctiva adalah dengan membuka
palpebra superior untuk melihat konjunctiva superior dan membuka palpebra inferior untuk
melihat konjunctiva inferior. Normalnya konjunctiva bening dan tidak terlalu banyak terlihat
pembuluh darah. Jika ada pelebaran pembuluh darah, warna konjunctiva akan berubah
menjadi kemerahan, dan disebut sebagai injeksi konjunctiva.
Kornea
Dari kornea, yang dinilai adalah kernihan dan permukaannya. Normalnya jernih dan
permukaannya rata. Kornea bisa dilihat di ruangan yang gelap dan dengan cahaya buatan.
Kornea dilihat kejernihannya dan permukaannya. Normalnya jernih dan permukannya rata.
Kornea bisa dilihat di ruangan yang gelap dan dengan cahaya buatan
Tes yang dilakukan untuk menentukan rata tau tidaknya permukaan kornea adalah
menggunakan keratoskopi plasido. Alat yang digunakan adalah papan dengan gambaran
lingkaran konsentrik putih hitam.
Cara:
Pasien membelakangi sinar
Plasidoskop diletakkan setinggi mata pasien
Melalui lubang plasidoskop dilihat gambaran plasidoskop pada kornea pasien.
Penilaiannya, dilihat bayangan konsentrik pada mata pasien. Bila ada garis tak beraturan
berarti terdapat astigmat pada kornea. Bila garis tidak beraturan atau lingkaran tidak simetris
berarti adanya astigmat ireguler.
33
Tes Refleks Kornea dilakukan untuk memeriksa fungsi saraf trigeminus yang memberikan
sensibilitas kornea. Mata akan berkedip bila terkena sinar kuat, benda yang mendekati mata
terlalu cepat, mendengar suara keras, adanya perabaan pada kornea, konjungtiva, sehingga
ada berbagai jenis refleks kornea yaitu taktil, optik, dan pendengaran. Refleks taktil kornea
didapatkan melalui serabut aferen saraf trigeminus dan serabut eferen saraf fasial.
Cara:
Pasien diminta untuk melihat ke sisi yang berlawanan dari kornea yang akan dites
Pemeriksa menahan kelopat mata pasien yang terbuka dengan jari telunjuk dengan ibu
jari
Dari sisi lain kapas digeser sejajar dengan [ermukaan iris menuju kornea yang akan
diperiksa
Diusahakan datang/mendekatnya kapas tidak disadari pasien
Kapas ditempel pada permukaan kornea.
Normalnya akan terjadi refleks mengedip, dan timbul lakrimasi. Jika mengedip maka
fungsi nervus trigeminus normal.
Camera Oculi Anterior (COA) : yang dilihat adalah kejernihannya dan sudutnya
(dalam/dangkal).
Sudut normalnya dalam, sehingga iris tidak terlalu ke atas. Jika dangkal berarti irisnya terlalu
menghadap ke atas.
Cara
Pasien diminta melihat ke depan, pemeriksa menyenteri mata dari lateral.
Normalnya, sinar bisa menembus sampai ujung mata yaitu nasal → sudutnya dalam.
Sudut dangkal → bayangannya tidak ada/ gelap.
Sudut dangkal adalah suspek pada penyakit glaukoma karena penyempitan
trabekulum.
Pupil
Pada pupil yang diperhatikan adalah besar dan apakah besarnya sama antara satu dan yang
lain. Pupil normalnya memiliki besar antara 3-4mm. Pupil dapat mengecil maupun membesar
sesuai dengan jumlah cahaya yang diarahkan ke mata. Jika intensitas cahaya yang diberikan
34
tinggi maka pupil akan mengecil (miosis), dan apabila dalam kondisi gelap, maka pupil akan
membesar (midriasis).
Pemeriksaan refleks cahaya dari pupil dapat dilakukan secara direk maupun indirek.
Dasar
Ada suatu lingkaran refleks sinar dengan motorik pupil. Jika cahaya mengenai mata secara
langsung disebut refleks pupil direk. Refleks tidak langsung adalah jika mata yang tidak
dicahayai memberikan refleks. Mata normal akan memberikan ambang dan intensitas lampu
kedua refleks sama.
Cara:
Direk
o Mata disinari
o Dilihat keadaan pupil pada mata yang disinari apakah terjadi miosis pada saat
penyinaran
Indirek (konsensuil)
o Mata disinari dengan diusahakan sinar tidak masuk pada mata yang lain.
Dilihat keadaan pupil mata yang tidak disinari apakah terjadi miosis pada saat
penyinaran mata sebelahnya.
Kedua pupil pada keadaan normal mempunyai ukuran yang sama, bulat, dan bereaksi
terhadap sinar dan saat berakomodasi atau melihat dekat.
35
BAB V
KESIMPULAN
Pada saat pasien datang pertama kali, didapatkan keluhan utamanya berupa
mata merah dan penting diketahui bahwa pekerjaannya yaitu sebagai tukang ojek.
Hipotesis dari mata merah sangat banyak dan dikelompokkan dalam berbagai
klasifikasi, seperti mata merah visus normal, mata merah visus turun, dan mata
tenang. Namun, setelah anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa “kedua mata
merah sejak 1 hari yang lalu. Merah tampak hanya sebagian. Disertai rasa
mengganjal dan mata berair. Penglihatan buram disangkal, nyeri disangkal,
fotofobia disangkal. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena
debu, hilang timbul selama 4 tahun.riwayat operasi mata disangkal. Riwayat
trauma mata disangkal”, dari anmnesis tersebut didapatkan hipotesis, yakni
Perdarahan subkonjungtiva, Pterygium, Konjungtivitis flikten , Pseudopterygium,
Pinguekula yang termasuk kedalam klasifikasi mata merah sebagian. Untuk
mengeliminasi hipotesis dan mengarah ke suatu diagnosis, perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan fisik, seperti ststus generalis dan status oftalmologis. Dari
status generalis tidak didapatkan suatu kelainan, hal ini menunjukkan bahwa
gangguan pada mata pasien tidak disebabkan oleh kelainan sistemik, sedangkan
pada pemeriksaan fisik di kedua mata pasien didapatkan jaringan fibrovaskular
namun pada mata kanan, jaringan fibrovaskular sudah mengenai kornea sehingga
pasien mengalami astigmatisme. Dari pemeriksaan oftalmologis dan anamnesis,
maka didapatkan diagnosis pasti pasien ini
Pterigium okuli dextra grade III dan Pterigium okuli sinistra grade I.
Penatalaksanaan pasien berbeda anatara mata kanan dan mata kiri. Mata kanan
pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi akibat adanya gangguan
penglihatan yaitu astigmatisme, sedangkan mata kiri pasien dianjurkan dilakukan
terapi konservatif. Komplikasi dapat terjadi jika pasien tidak melakukan anjuran
yang diberikan, namun jika pasien bersedia untuk dilakukan pembedahan dan
terapi lainnya maka komplikasi bisa diminimalisasikan dan prognosis mengarah
kea rah yang baik.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of
Pterygium. Opthalmic Pearls.2010
2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available from :
www.eyewiki.aao.org/Pterygium
3. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asbury’s Oftalmologi Umum: edisi 17.
Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.
4. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.p.2-7,117.
5. Laszuarni. Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata.
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009.
6. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2013 March07]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
7. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2013 March07]. Available
from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi
8. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2013 Maret 07] Available from :
http://www.dokter-online.org/index.php.htm .
9. Cason, John B., .Amniotic Membrane Transplantation. [online] 2007. [cited 2013
March05]. Available from : http://eyewiki.aao.org/Amniotic_Membrane_Transplant
10. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York :
Thieme Stutgart. 2000
11. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions
and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and Cornea.
San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366
37