Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“Sediaan Krim Steril Hidrokortison Asetat”

Disusun oleh:

DALFA INDRIANI

P17335114047

Dosen Pembimbing :
Hanifa Rahma,M.Si.,Apt.

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN FARMASI
2015
KRIM STERIL HIDROKORTISON ASETAT 1%

I. TUJUAN PRAKTIKUM
 Mampu menentukan formulasi sediaan krim steril dengan bahan aktif Hidrokortison Asetat 1%
 Mampu membuat sediaan krim steril dengan bahan aktif Hidrokortison Asetat 1%
 Mampu mengevaluasi sediaan yang telah dibuat

II. PENDAHULUAN
Saat terjadinya luka terbuka, kulit akan mengalami peradangan. Radang atau inflamasi
adalah suatu respon protektif tubuh terhadap cedera atau jejas. keadaan ini bukanlah suatu penyakit
namun merupakan manifestasi adanya penyakit. Reaksi ini merupakan upaya pertahanan tubuh
untuk menghilangkan penyebab cidera (Lanti, dkk., 2012). Inflamasi merupakan reaksi lokal pada
jaringan vascular terhadap cedera yang ditandai dengan gejala rubor (kemerahan), kalor (panas),
dolor (nyeri) dan tugor (pembengkakan) (Apriani, 2011). Selain itu juga menimbulkan bengkak
(edema) karena pengiriman cairan dan selsel dari sirkulasi darah ke daerah interstitial (Dyatmiko,
2003). Edema merupakan cairan berlebih di sela-sela jaringan. Edema yang terjadi biasanya sangat
mengganggu pasien, oleh karena itu sebagai ahli madya Farmasi, salah satu peran seorang ahli
madya farmasi yaitu mampu membuat sediaan obat dengan efek yang sesuai dan tentunya aman
bagi pasien. Obat sintetik yang banyak digunakan untuk mengatasi inflamasi adalah obat golongan
anti inflamasi non steroid (NSAIDs) dan Kortikoseroid (Apriani, 2011).
Salah satu obat anti inflamasi golongan kortikosteroid yang akan dibuat sediaan krim dalam
praktikum kali ini adalah hidrokortison asetat. Hidrokortison diindikasikan sebagai agen
antiinflamasi (Taro Pharmaceuticals U.S.A., Inc), antiinflamasi kortikosteroid topikal dimediasi
oleh penghambatan rilis fosfolipase A2 (PLA2) yang merupakan enzim produksi prostaglandin,
leukotrien, dan turunan asam arakhidonat (Anonim, 2014).

III. TINJAUAN PUSTAKA


Kortikosteroid merupakan anti-inflamasi yang identik dengan kortisol, hormon steroid
alami pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek antiinflamasi
kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik,
eosinofil, neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi dan menyebabkan
apoptosis berbagai sel tersebut. Hidrokortison merupakan antiinflamasi kortikosteroid topikal
yang dimediasi oleh penghambatan rilis fosfolipase A2 (PLA2) yang merupakan enzim produksi
prostaglandin, leukotrien, dan turunan asam arakhidonat (Anonim, 2014).

Dosis :
Gunakan pada bagian yang sakit, oleskan tipis 2 – 4 kali sehari (Taro Pharmaceuticals
U.S.A., Inc)

KRIM STERIL
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang
dari 60%) (Syamsuni, 2006). Krim merupakan bentuk emulsi dengan konsistensi semisolida
sehingga mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan likuida. Sediaan
krim terdiri dari dua fase yang tidak saling ampur, yaitu fase internal (fase terdispersi) dan fase
eksternal (fase pendispersi) yang digabungkan dengan adanya surfaktan (Ameliana, dkk., 2013).
A. Syarat sediaan krim (Ameliana, dkk., 2013) :
1. Aman, berarti sediaan tersebut memiliki kandungan bahan aktif yang sesuai dengan
monografi dan tidak memberikan pelepasan bahan aktif dalam jumlah yang sesuai dari
sediaan pada tempat penggunaannya.
2. Efektif
3. Stabil, berarti sediaan tidak mengalami perubahan sifat dan konsistensi baik secara fisika,
kimia, mikrobiologi, toksikologi, maupun farmakologi
4. Akseptabel

Suatu krim steril digunakan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada kulit
yang terluka parah. Hal – hal yang harus diperhatikan untuk sediaan krim steril :
 Metode / prosedur pembuatan
 Sterilitas : bila krim berlabel steril maka harus memenuhi uji sterilitas
 Untuk sediaan topikal, krim steril tidak perlu penambahan pewarna dan pewangi
 Krim steril dibuat dengan cara aseptik dalam LAF. Sterilisasi akhir dengan pemanasan tidak
dilakukan untuk menghindari rusaknya sediaan.
IV. FORMULASI
1. Hidrokortison asetat
Pemerian Serbuk kristal putih atau hampir putih (TPC 12th ed pg 901)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sedikit larut dalam etanol
(1:230) dan dalam kloroform (TPC 12th ed pg 903)
Stabilita
 Panas  Hidrokortison asetat dapat dibuat denga teknik aseptik (TPC 12th ed pg 901)
 Hidrolisis  Tidak ditemukan dalam TPC, USP, BP
 Cahaya Simpa dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya (TPC 12th ed pg

 903)

 pH stabilitas 3,5 – 4,5 (TPC 12th ed pg 903)

Penyimpanan wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya (TPC 12th ed pg 903)

Kesimpulan :
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Ester
Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : Krim
Cara sterilisasi sediaan : Teknik aseptik
Kemasan : Tube alumunium

2. Cetostearyl Alkohol
Pemerian Massa putih atau warna krem, serpihan, pellet, atau granul. Mempunyai
karakteristik aroma manis yang lemah. Pada pemanasan, cetostearyl alkohol
melebur menjadi cairan bebas bahan tersuspensi, jernih, tidak berwarna atau
kuning pucat (HOPE 6th, pg 150)
Kelarutan Larut dalam etanol (95%), eter, dan minyak; prakts tidak larut dalam air
(HOPE 6th, pg 150)
Stabilita Cetostearyl alkohol stabil dibawah kondisi penyimpanan normal. (HOPE 6th,
pg 150)
Penyimpanan Harus disimpan diwadah tertutup baik (HOPE 6th, pg 150)
Kegunaan Emulgator (HOPE 6th, p 150)
Inkompabilitas Tidak kompatibel dengan oksidator kuat dan garam logam (HOPE 6th, pg 150)
3. Emulsifying wax
Pemerian Putih atau putih pucat lilin padat atau serpihan yang mencair ketika
dipanaskan untuk memberikan cairan hampir tidak berwarna yang jelas.
Lilin pengemulsi non ionic memiliki bau samar dari cetostearyl alcohol.
(HOPE 6th ed, p 777)

Kelarutan Praktis tidak larut dalam air (formula emulsi), larut dalam alkohol dan
mudah larut dalam eter, kloroform, lebih larut pada pelarut hidrokarbon
dan aerosol propellants. (HOPE 6th ed, p 777)
Stabilitas Emulsifying wax merupakan bahan stabil dan harus disimpan dalam
wadah tertutup baik di tempat sejuk dan kering. (HOPE 6th ed, p 777)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk dan kering (HOPE 6th
ed, p 777)
Kegunaan Emulsifying agent; solubilizing agent; stiffening agent. (HOPE 6th ed, p
777)
Inkompabilitas Emulsifying wax inkompatibel dengan tannin, phenol dan bahan
fenolik, resorsinol, dan benzokain. Dapat mengurangi khasiat
antibakteri senyawa ammonium kuartener. (HOPE 6th ed, p 777)

4. Vaselin Album
Pemerian putih pucat berwarna kekuningan, transparan, mass lembut, tidak berbau dan
tidak berasa, tidak lebih dari sedikit sinar di siang hari, bahkan ketika meleleh
(HOPE 6th ed, p. 483)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, dalam etanol, (95%) dan dalam etanol (HOPE 6th
ed, p. 483)
Stabilitas Petrolatum merupakan bahan inheren stabil karena sifat aktif dari komponen
hidrokarbon; sebagia besar masalah stabil terjadi karena adanya sejumlah kecil
kotoran. Pada paapran cahaya, kotoran ini dapat teroksidasi sehingga
menghitamkan petrolatum dan menghasilkan bau yang tidak diinginkan
(HOPE 6th ed. p. 482)
Penyimpanan Petrolatum harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
di tempat yang sejuk dan kering (HOPE 6th ed, p. 482)
Kegunaan Vaselin album digunakan sebagai emollient (HOPE 6th ed, p. 482)
Inkompatibilitas Vaselin album merupakan bahan yang inert dengan sedikit inkompabilitas
(HOPE 6th ed. p. 482)
5. Benzil Alkohol
Pemerian Jernih tidak berbwarna, cairan berminyak dengan bau aromatik samar – samar
dan tajam; rasa terbakar (HOPE 6th, pg 64)
Kelarutan 1 : 2,5 dalam air pada suhu 25oC
1: 1,4 dalam ai pada suhu 90oC
1: 1,5 dalam etanol 90% (HOPE 6th, pg 64)
Stabilita Dapat disterilisasi dengan autoklaf; sensitif terhadap cahaya (HOPE 6th, pg 64)
Penyimpanan Dalam wadah terlindung dari cahaya (HOPE 6th, pg 64)
Kegunaan Sebagai pengawet (HOPE 6th, pg 64)
Inkompatibilitas Inkompatible dengan pengoksidasi kuat, dan asam kuat. Ini juga dapat
menghasilkan autooksidasi dari lemak (HOPE 6th, pg 64)

6. Natrium Metabisulfit
Pemerian Hablur putih atau serbuk hablur putih kekuningan berbau belerang dioksida (FI
V hlm. 908)
Kelarutan Mudah larut dalam air dan dalam gliserin ( FI V hlm 908)
Stabilita Paparan udara dan kelembapan secara perlahan teroksidasi menjadi Na sulfit
dengan disintegrasi kristal (HOPE 6th, pg 654)
Penyimpanan Dalam wadah terlindung dari cahaya (HOPE 6th, pg 654)
Kegunaan Sebagai antioksidan (HOPE 6th, pg 654)
Inkompatibilitas Bereaksi dengan obat simpatomimetik dan obat lain yang merupakan turuna
ortho- or para-hydroxybenzyl alcohol untuk membentuk turunan asam sulfonat
memiliki sedikit atau tidak ada aktivitas farmakologis (HOPE 6th, pg 654)

7. Na2 EDTA
Pemerian Kristal putih, serbuk berwarna, rasa sedikit asam (HOPE 6th ed, p 243)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, sedkit larut dalam etanol
(95%), larut dalam air 1:11 bagian (HOPE 6th ed, p 243)
Stabilitas Garam EDTA lebih stabil daripada asam adetic, namun dinatrium EDTA
dihidrat kehilangan air dari kristalosasi ketika dipanaskan sampai 120oC
larut dinatrium EDTA dapat disterilkan dengan autoklaf (HOPE 6th ed,
p 243)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk dan kering (HOPE 6th
ed, p 777)

Kegunaan pengompleks/pengkelat (HOPE 6th ed, p 243)

Inkompabilitas Dinatirum EDTA berifat seperti asam lemah, menggantikan


karbondioksida dari karbonat dan bereaksi dengan logam untuk
membenutk hidrogen. Inkompatibel dengan oksidator kuat, basa kuat,
ion logam dan paduan logam (HOPE 6th ed, p 243)

8. Gliserin
Pemerian Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis, memiliki rasa
manis, kira-kira 0,6 kali rasa manis sukrosa. (HOPE 6th, 2009, pg. 283)
Kelarutan Kelarutan pada suhu 20oC :
Aseton : Sedikit larut, benzene : praktis tidak larut, kloroform : praktis tidak
larut, ethanol 95% : larut, ether : 1:500, Etil asetat : 1:11, methanol : larut,
minyak : praktis tidak larut, air : larut. (HOPE 6th, 2009, pg. 284)
Stabilitas Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi
pada suasana di bawah kondisi penyimpanan biasa, tetapi dapat terurai pada
pemanasan dengan evolusi akrolein beracun. Campuran gliserin dengan air,
etanol 95% dan propilen glikol stabil secara kimiawi. (HOPE 6th, 2009, pg.
284)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering. (HOPE 6th, 2009, pg.
284)
Kegunaan Antimicrobial preservative : < 20 %
Emollient : ≤ 30 %
Gel vehicle, aqueous : 5.0–15.0 %
Gel vehicle, nonaqueous : 50.0–80.0 %
Humectant : ≤ 30 %
Ophthalmic formulations : 0.5–3.0 %
(HOPE 6th, 2009, pg. 283)
Inkompabilitas Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan zat pengoksidasi kuat seperti
kromium trioksida, potassium klorat, atau kalium permanganat. Dalam larutan
encer, reaksi berlangsung lebih lambat dengan beberapa produk oksidasi yang
terbentuk. (HOPE 6th, 2009, pg. 285)
9. Water For Injection
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa (HOPE 6th ed pg.
766)
Kelarutan Larut dengan sebagian besa pearut polar (HOPE 6th ed pg. 766)
Stabilita Secara kimia, air stabil disemua bentuk fisiknya (uap air, cairan sukrosa)
(HOPE 6th ed pg. 766)
Penyimpanan Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat (HOPE 6th, 2009, pg. 768)
Kegunaan Air banyak digunakan sebagai bahan baku , bahan dan pelarut dalam proses ,
formula dan pembuatan produk kefarmasian, bahan aktif farmasi perantara ,
dan bahan reaksi analisis. (HOPE 6th, 2009, pg. 766)
Inkompatibilitas Dalam formulasi farmasi , air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien
lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam keberadaan air atau
uap air) pada saat suhu ditinggikan. Air dapat bereaksi dengan logam alkali
dan bereaksi cepat dengan alkali tanah dan oksida nya , seperti kalsium oksida
dan magnesium oksida . Air juga bereaksi dengan garam anhidrat untuk
membentuk garam hidrat dengan berbagai komposisi , dan dengan beberapa
organik bahan dan kalsium karbida . (HOPE 6th, 2009, pg. 768)

V. PENDEKATAN FORMULA

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan


1. Hidrokortison Asetat 1 % b/b Bahan aktif
2. Na Metabisulfit 0,01 % b/b Antioksidan
3. Benzil Alkohol 0,3 % b/b Pengawet
4. Na EDTA 0,05 % b/b Pengompleks
5. Vaselin album 7% b/b Basis krim
6. Gliserin 5% b/b Emollient
7. Emulsifying wax 2% b/b
Emulgator
8. Cetostearil alcohol 10% b/b
9. WFI Ad 100% v/b Pelarut
VI. PENIMBANGAN
Dibuat 3 tube @ 5 g
Total pembuatan : 3 x 5 g : 15 g
Total sediaan dilebihkan 25% : (25% x 15 g) + 15 g
: 18,75 g ~20 g
Hidrokortison asetat 1% : 1% x 20 g : 0,2 g
Kemurnian hidrokortison asetat 90% - 110%
Zat aktif dilebihkan 10% : ( 10% x 0,2 g) + 0,2 g = 0,22 g  1,1%

Penimbangan dibuat sebanyak 20 g berdasarkan pertimbangan volume terpindahkan dan


kehilangan selama proses produksi.

No Nama bahan Jumlah Dilebihkan 20%


1 Hidrokortison asetat 1,1 g -
x 20 g = 0,22 g
100 g
Basis yang dilebur
2 Na EDTA 0,05 g 20 g
x 20 g = 0,01 g (100 gx 0,01g) + 0,01 g = 0,012
100 g

g
3 Na Metabisulfit 0,01 g 20 g
x 20 g = 0,002 g (100 gx 0,002 g) + 0,002 g =
100 g

0,0024 g
4 Benzyl alkohol 1,5 g (20% x 0,3 g) + 0,3 g : 0,36 g
x 20 g = 0,3 g
100 g
5 Gliserin 5g 20 g
x 20 g = 1 g (100 g x 1 g) + 1 g : 1,2 g
100 g

6 Vaselin album 7g 20 g
x 20 g = 1,4 g (100 g x 1,4 g) + 1,4 g = 1,68 g
100 g

7 Cetostearil alcohol 10 g 20 g
x 20 g = 2 (100 gx 2 g) + 2 g = 2,4 g
100 g

8 Emulsifaying wax 2g 20 g
x 20 g = 0,4 g ( x 0,4g) + 0,4 g = 0,48 g
100 g 100 g

9 WFI 20 g – ( 0,22 +0,3 + 0,01 + 0,002 + 20 g


(100 gx 14,67 ml) + 14,67 ml =
2 + 1 + 1,4 + 0,4) g = 14,67 ml
17,604 ml
10 Jumlah basis yang ditimbang : (0,01 + 0,002 + 0,3 + 2 + 1 + 1,4 + 0,4 + 14,67) g = 19,782 g
VIII. STERILISASI
a. Alat
Nama Alat Cara Sterilisasi Waktu Sterilisasi Jumlah
Beaker glass 100 ml, 50 ml Autoklaf suhu 121o C 15 menit tekanan 15 Psi 1,2
Erlenmeyer 100 ml Autoklaf suhu 121o C 15 menit tekanan 15 Psi 1
Pipet tetes Autoklaf suhu 121o C 15 menit tekanan 15 Psi 2
Gelas ukur 10 ml, 100 ml Autoklaf suhu 121o C 15 menit tekanan 15 Psi 1,1
Batang pengaduk Oven pada suhu 170oC 1 jam 2
Spatel Oven pada suhu 170oC 1 jam 2
Kaca arloji Oven pada suhu 170oC 1 jam 2
Mortir Oven pada suhu 170oC 1 jam 1
Stamper Oven pada suhu 170oC 1 jam 1
Cawan penguap Oven pada suhu 170oC 1 jam 1
Karet pipet Direndam dalam alkohol 24 jam 2
70%

b. Wadah

No. Nama alat Jumlah Cara sterilisasi


1. Tube alumunium 3 Oven pada suhu 170oC, 1 jam
2. Tutup tube 3 Direndam dalam alkohol 70% selama 24 jam

c. Bahan
No. Nama bahan Jumlah Cara sterilisasi
1. Hidrokortison Asetat 0,22 g Teknik aseptik
2. Na Metabisulfit 0,0024 g Radiasi gamma CO60, dosis 25 KGy
3. Benzil Alkohol 0,36 g Autoclave suhu 121oC, 15 Psi, selama 15
menit
4. Na EDTA 0,012 g Oven pada suhu 170oC selama 1 jam
5. Vaselin album 1,68 g Radiasi gamma CO60, dosis 25 Kgy
6. Gliserin 1,2 g Autoclave suhu 121oC, 15 Psi, selama 15
menit
7. Emulsifying wax 0,48 g Radiasi gamma CO60, dosis 25 Kgy
8. Cetostearil alcohol 2,4 g Radiasi gamma CO60, dosis 25 Kgy
9. WFI 50 ml Autoclave suhu 121oC, 15 Psi, selama 15
menit

IX. PROSEDUR PEMBUATAN


RUANG PROSEDUR
Grey area 1. Semua alat dan wadah dicuci bersih, dibilas dengan aquadest dan
(ruang sterilisasi) keringkan
2. Bagian mulut erlenmeyer, beaker glass, corong, dan gelas ukur ditutup
dengan kertas perkamen
3. Bungkus semua alat yang akan di sterilisasi panas menggunakan
perkamen
4. Lakukan sterilisasi dengan cara :
 Beaker glass, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, corong gelas,
dan kaca arloji, disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC
tekanan 15 Psi, selama 15 menit
 Spatel, mortir, stamper, cawan penguap, tube dan batang
pengaduk disterilisasi dengan oven pada suhu 170o C selama 1
jam
 Karet pipet dan tutup plastik tube direndam dalam alkohol 70%
selama 24 jam
5. Setelah disterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan kedalam white
area melalui trnsfer box
Grey area Bahan – bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan krim ditimbang
(ruang menggunakan timbangan analitik :
penimbangan) 1. Hidrokortison asetat digerus terlebih dahulu dalam mortir steril, lalu
timbang sebanyak 0,22 g dalam kaca arloji steril, ditutup dengan kertas
perkamen lalu diberi nama dan jumlah bahan
2. Na2EDTA ditimbang sebanyak 0,012 g pada kaca arloi, ditutup dengan
kertas perkamen lalu diberi nama dan jumlah bahan
3. Natrium metabisulfit ditimbang sebanyak 0,0024 g pada kaca arloji
ditutup dengan kertas perkamen lalu diberi label nama dan jumlah
bahan
4. Benzil alkohol ditimbang sebanyak 0,36 g dalam kaca arloji, ditutup
dengan kertas perkamen, lalu diberi nama dan jumlah bahan
5. Gliserin ditimbang sebanyak 1,2 g pada cawan uap, ditutup dengan
perkamen, diberi nama dan jumlah bahan
6. Emulsifying wax ditimbang sebanyak 0,48 g pada kaca arloji, ditutup
dengan perkamen, diberi nama dan jumlah bahan
7. Cetosteryl alkohol ditimbang sebyanyak 2,4 g pada kaca arloji, ditutup
dengan kertas perkamen, diberi nama dan jumlah bahan
8. Vaselin album ditimbang sebanyak 1,68 g pada kaca arloji, ditutup
dengan kertas perkamen, diberi nama dan jumlah bahan
Bahan – bahan yang telah ditimbang disterilisasi dengan cara :
1. Na EDTA disterilkan dengan oven pada suhu 170o C selama 1 jam
2. Gliserin, dan benzil alkohol disterilkan dengan autoklaf pada suhu
121oC selama 15 menit dengan tekanan 15 Psi
3. Emulsifying wax, cetosteryl alkohol, vaselin album, dan Na
metabisulfit disterilisasi dengan radiasi gamma cobalt-60 dengan dosis
25 Kgy
White area 1. Pembuatan WFI : 50 ml aquadest dalam beaker glass 50 ml disterilkan
(ruang dengan autoklaf pada suhu 121o C tekanan 15 Psi selama 15 menit
pencampuran) 2. Mortir dan stamper steril dipanaskan dengan menuangkan air panas
Grade A kedalam mortir
background B 3. Bahan – bahan yang larut air dan tahan panas (fase air), yaitu Na
EDTA, Na metabisulfit,benzil alkohol, dan gliserin serta WFI yang
diperlukan dimasukkan kedalam satu beakker glass 50 ml dan
dipanaskan pada suhu 60 – 70oC
4. Bahan – bahan yang tidak larut air (fase minyak) dan tahan panas yaitu
emulsifying wax, cetostearil alkohol, dan vaselin album dimasukkan
kedalam satu cawan uap steril, panaskan diatas hotplate pada suhu 60 –
70oC hingga semua bahan melebur
5. Fase air dan fase minyak yang telah dipanaskan dicampurkan kedalam
mortir steril yang telah dipanaskan, campuran diaduk hingga terbentuk
masa krim yang homogen, kemudian didinginkan
6. Basis krim ditimbang sejumlah yang diperlukan yaitu 18,758 g
7. Hidrokortison asetat yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam mortir,
ditambahkan sebagian basis krim sedikit demi sedikit , digerus ad
homogen.
8. Krim yang telah jadi ditimbang sebanyak 5,5 g di kertas perkamen
steril, kertas perkamen digulung hingga menutupi sediaan krim
9. Gulungan kertas yang berisi sediaan kemudian dimasukkan ke dalam
tube seril dalam kondisi ujung tube keluar dalam keadaan tertutup.
Ujug tube ditekan dengan piinset steril dan kertas perkame dikeluarkan
dengan cara menarik kertas perkamen keluar
10. Bagian belakang tube dilipat menggunakan pinset steril.
11. Sediaan yang telah ditutup dibawa ke ruang evaluasi melalui transfer
box
Grey area ( ruang 1. Lakukan evaluasi sediaan
evaluasi ) 2. Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wadah
sekunder
X. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN

No Jenis Prinsip Jumlah Hasil


Syarat
evaluasi evaluasi sampel pengamatan
FISIKA
Evaluasi Bau: tidak berbau
1. Bau: tidak berbau
Organoleptik meliputi uji bau 1 tube Warna: putih susu
Warna: putih susu
dan warna
Pengukuran
2. dilakukan
pH sediaan 1 tube 7,80 3,5 – 4,5
menggunakan
pH indikator
Dengan melihat
distribusi ukuran Persebaran dan
Homogenitas partikel secara 1 tube Tidak homogen ukuran partikel harus
3.
visual di kaca sama
arloji
Teteskan sedikit
emulsi pada
kaca arloji,
tambahkan Untuk tipe krim o/w,
4. Sediaan berwarna
Tipe krim pewarna metilen 1 tube warna metilen blue
biru
blue. Amati larut dalam sediaan
perubahan
warna yang
terjadi
Berat bersih rata-rata
Tube 1: 5,367 g
10 wadah tidak
Tube 2: 5,482 g
Menghitung kurang dari bobot di
Tube 3: 5,35 g
5. Isi minimum berat bersih isi 3 tube etiket, dan tidak ada 1
Rata-rata: 5,3997 g
disetiap wadah wadah yang bobot
(98,18% dari 5,5
bersih isinya kurang
gram)
dari 90 %
dari bobot di etiket.
Berat bersih di etiket
5 gram.

Pengujian
Hasil mendekati
dilakukan
viskositas yang
6. Viskositas menggunakan Dispensasi
diinginkan yaitu
viskometer
10.000-20.000 cPas
stomer.
Menentukan
ukuran globul
rata – rata dan
Ukuran globul
Penentuan distribusinya
berkisar 0,1 – 10 µm
7. ukuran dalam selang Dispensasi
dan mengikuti
globul waktu tertentu
distribusi normal
dengan
menggunakan
mikroskop
Zat aktif dikatakan
Mengukur
mudah terlepas dari
kecepatan
sediaan apabila dalam
pelepasan zat
waktu tunggu (waktu
aktif dari
Uji pertama kali zat aktif
sediaan dengan
pelepasan ditemukan dalam
8. cara mengukur Dispensasi
zat aktif dari cairan penerima)
konsentrasi zat
sediaan semakin kecil
aktif dalam
pembawa
cairan penerima
penambahan
dalam waktu
komponen 10 jenis
tertentu
cairan penerima
Menggunakan
Uji
vacum, dengan Tube tidak mengalami
9. kebocoran Dispensasi
penambahan kebocoran
tube
metilen blue,
jika tube
mengalami
kebocoran,
sediaan akan
berwarna biru
Dengan
mengukur Yield value diantara
Uji difusi zat konsentrasi zat 100 – 1000 dines/cm3
10. aktif dari aktif dalam Dispensasi menunjukan
sediaan cairan penerima kemampuan untuk
pada selang mudah tersebar
waktu tertentu
Yield value suatu
sediaan dapat
ditentukan
dengan
piknometer.
Stabilitas Yield value antara
11. Dilakukan uji Dispensasi
krim 100 – 1000 dinescm3
dipercepat
dengan agitasi/
sentrifugasi
yaitu sediaan
sentrifuga
KIMIA
Dengan
menggunakan
spektrum
serapan infra
Identifikasi Zat aktif adalah
1. merah zat yang Dispensasi
zat aktif hidrokortison asetat
telah
dikeringkan
dan dilarutkan
dalam
kloroform
Dengan
menggunakan Kadar tidak kurang
Penetapan
2. KLT, HPLC Dispensasi dan tidak lebih dari
kadar
atau denga 1,1%
densitometri
BIOLOGI
Dengan cara
inokulasi Tidak terjadi
menggunakan pertumbuahan
1. Uji sterilitas medua Dispensasi mikrobasetelah
tioglikonat cair inkubasi selama 14
atau soybean hari
casein digest
Penggujian Tidak terjadi
Uji
dengan pertumbuhan
2. efektivitas Dispensasi
menggunakan mikroba sampai hari
pengawet
mikroba uji ke 28

XI. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, dibuat formula dengan bahan aktif Hidrokortison Asetat 1,1%. Sediaan
digunakan untuk topikal karena absorbsi di oral buruk. Untuk mempertahankan dan meningkatkan
kelembutan kulit serta tidak menyebabkan lengket, sediaan dibuat dalam bentuk krim. Krim adalah
bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%) (Syamsuni,
2006). Fungsi krim adalah Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, sebagai
bahan pelumas bagi kulit, sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan
zat-zat berbahaya. (anief,1999). Krim ada dua tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang
dapat dicuci dengan air (M/A), ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Juwita, 2013).
Karena sediaan ditujukan untuk pengobatan pada luka terbuka yang besar, maka sediaan krim
dibuat steril. Suatu krim steril digunakan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau pada
kulit yang terluka parah. Namun, dalam kompendial disebutkan bahwa hidrokortison asetat dapat
dibuat dengan teknik aseptik, maka dapat dikatakan bahwa zat aktif tidak tahan pemansan. Maka
saat proses pembuatan dilakukan dengan metode aseptik.

Pada dasarnya, mekanisme kerja hidrokortison dengan hidrokortison asetat adalah sama,
yaitu sebagai anti inflamasi golongan kortekosteroid. Radang atau inflamasi adalah suatu respon
protektif tubuh terhadap cedera atau jejas. keadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan
manifestasi adanya penyakit. Reaksi ini merupakan upaya pertahanan tubuh untuk menghilangkan
penyebab cidera (Lanti, dkk., 2012). Respon inflamasi ditandai dengan adanya warna merah karena
adanya aliran darah yang berlebihan pada daerah cedera, panas yang merupakan respon inflamasi
pada permukaan tubuh dan rasa nyeri karena adanya penekanan jaringan akibat edema. Selain itu
juga menimbulkan bengkak (edema) karena pengiriman cairan dan selsel dari sirkulasi darah ke
daerah interstitial (Dyatmiko, 2003). Edema merupakan cairan berlebih di sela-sela jaringan (Lanti,
dkk., 2012). Fase inflamasi berawal setelah terjadinya luka, dilanjutkan dengan aktivasi pembekuan,
serta kaskade komplemen. Pelepasan faktor kemotaksis (prostaglandin, faktor komplemen,
interleukin-1) akan menstimulasi migrasi sel-sel inflamasi, misalnya neutrofil dan makrofag. Sel-sel
tersebut akan membersihkan luka. Makrofag melepaskan sitokin dan faktor pertumbuhan, misalnya
Transforming Growth Factor (TGF-β) serta Platelet Derived Growth Factor (PDGF). Faktor
pertumbuhan ini akan membentuk formasi matriks pada luka (Nouri, 2005).
Kortikosteroid merupakan anti-inflamasi yang identik dengan kortisol, hormon steroid alami
pada manusia yang disintesis dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek antiinflamasi kortikosteroid
mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik, eosinofil,
neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menghambat respons inflamasi dan menyebabkan apoptosis
berbagai sel tersebut. Hidrokortison merupakan antiinflamasi kortikosteroid topikal yang dimediasi
oleh penghambatan rilis fosfolipase A2 (PLA2) yang merupakan enzim produksi prostaglandin,
leukotrien, dan turunan asam arakhidonat (Anonim, 2014). Efek samping kortikosteroid amat
banyak dan dapat terjadi pada setiap cara pemberian. Oleh sebab itu, kortikosteroid hanya diberikan
apabila manfaat terapi melebihi risiko efek samping yang akan terjadi (risk-benefit ratio). Dosis dan
lama terapi dengan kortikosteroid bersifat individual. Pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk
dimulai dari dosis tinggi kemudian diturunkan secara perlahan menurut tanda klinis inflamasi.
Apabila kortikosteroid digunakan selama lebih dari 2-3 minggu, penghentiannya harus dilakukan
secara bertahap (tapering off) (Sitompul, 2011). Obat ini juga bekerja dengan menghambat
transkripsi gen yang mengaktifasi proinflamasi. Hal tersebut yang menjadikan kortikosteroid
menghambat fagositosis dan menstabilkan membran liposomal dari sel fagosit yang berkontibusi
pada efek antiinfalmasi (Anonim, 2014).
Dalam pembuatannya digunakan beberapa eksipien antara lain : gliserin, Na EDTA,
Natrium metabisulfit, Benzil Alkohol, dan pelarut WFI. Serta basis krim terdiri dari Vaselin album,
cetostearyl alcohol, dan cetomacrogolum/emulsifying wax..
Koefisien partisi hidrokortison asetat adalah 2,21 dimana zat aktif lebih banyak terlarut dalam
minyak, sehingga untuk mempermudah pelepasan zat aktif dari sediaan, fase minyak harus lebih
sedikit, maka sediaan dibuat tipe m/a. Karena sediaan dibuat tipe M/A, maka basis yang digunakan
berupa vanishing krim, yaitu vaselin album, cetostearyl alcohol dan emulsifying wax. cetostearyl
alcohol dan emulsifying wax ini merupakan emulgator. Penggunaan emulgator dimaksudkan karena
dalam pembuatan krim, terdapat bahan yang berupa minyak, yang tidak bisa bercampur dengan air.
Penggunaan kedua bahan emulgator tersebut bertujuan agar terbentuknya suatu basis krim (metoda
saponifikasi/penyabunan). Biasanya Sabun terbuat dari garam alkali asam lemak dan dihasilkan
menurut reaksi asam basa. Proses pembuatan sabun disebut saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi
hidrolisis asam lemak dan basa (Nurhadi,2012). Cetostearyl alkohol merupakan asam lemak dan
emulsifying wax bersifat basa (Rowe, 2009), maka keduanya dapat dicampurkan dan membentuk
basis krim yang baik.

Tujuan dibuatnya krim adalah untuk meningkatkan kelembutan kulit, maka dibutuhkan
emollient yaitu gliserin. Pelembab atau emollient ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan
untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak,
mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif (Anonim, 2012). Dalam
sediaan terdapat vaselin album yang mudah teroksidasi dengan adanya cahaya (Rowe, 2009), maka
pada sediaan ditambahkan anti oksidan yaitu Natrium Metabisulfit. Antioksidan didefinisikan
sebagai senyawa yang dapat memperlambat dan mencegah proses oksidasi. Senyawa ini dapat
menstabilkan senyawa radikal bebas yaitu dengan cara bereaksi dengan elektron bebas pada kulit
terluar dari radikal bebas sehingga terbentuk senyawa yang relatif stabil (Febrina, dkk., 2007).
Sediaan digunakan sebagai multiple dose dan disimpan dalam jangka waktu yang lama, sehingga
rentan ditumbuhi mikroba. Maka dari itu, kedalam sediaan yang dibuat ditambahkan pengawet.
Bahan pengawet berfungsi menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses
pembusukan, pengasaman atau dekomposisi, yang ditambahkan ke dalam bahan makanan, obat atau
minuman (Husniati dkk, 2012).

Bahan aktif sangat sensitif terhadap cahaya, maka digunakan wadah berupa tube saat
penyimpanan. Tube yang digunakan untuk penyimpanan terbuat dari logam alumunium yang bisa
bereaksi dengan sediaan. Maka dari itu diperlukan agen pengompleks/pengkelat yang bisa
mencegah terjadinya reaksi kimia antara wadah dan sediaan. Agen pengkelat (juga dikenal sebagai
sequestering agent) dapat menghambat reaksi logam-dikatalisasi yang tidak diinginkan dengan
membentuk kompleks dengan ion logam. Struktur yang dihasilkan, disebut khelat, menonaktifkan
ion logam dan mencegah reaksi dengan komponen lain dari sistem (msdssearch.dow.com). Yang
digunakan sebagai pengompleks dalam praktikum ini adalah Na EDTA. EDTA adalah agen
chelating yang paling stabil. Kemampuannya untuk mengikat ion logam berat dapat digunakan
untuk menyerap sisa logam tersebut. Kemampuan EDTA penngompleks digunakan secara
komersial untuk mendorong atau menghambat reaksi kimia, tergantung pada aplikasinya. EDTA
telah digunakan secara luas sebagai aditif makanan untuk menyerap sisa logam yang mengkatalisis
oksidasi minyak, vitamin, dan lemak tak jenuh yang menyebabkan perubahan tengik, rasa, dan
warna. EDTA juga telah digunakan dalam larutan pembersih yang kontak dengan makanan, untuk
mengontrol interaksi dari logam dalam formulasi sabun cair, kosmetik, dan obat-obatan, di logam,
pengolahan pulp dan kertas, karet dan polimer kimia, dan pengolahan tekstil serta pencelupan
(Boyle, 2004).
Bahan aktif memiliki pH stabilitas yang sempit yaitu 3,5 – 4,5. Namun pada sediaan krim
tidak ditambahkan dapar, karena sediaan krim tidak terlalu banyak mengandung air, selain itu,
bahan aktif memiliki koefisien partisi yang besar dimana zat aktif lebih banyak terlarut dalam
lemak, bila dapar ditambahkan tidak akan berpengaruh banyak terhadap bahan aktif. Sediaan dibuat
sebanyak 3 tube, bobot masing-masing sediaan adalah 5 gram/tube, untuk menghindari kehilangan
volume pada saat pembuatan, bobot total sediaan dilebihkan 25%. Karena bahan aktif tidak stabil
terhadap panas, maka saat pembuatan digunakan metoda triturasi dengan teknik aseptik. Pada
metoda ini, penimbangan untuk tiap bahan yang dilebur/dipanaskan dilebihkan 20%.
Setelah sediaan jadi dilakukan uji organoleptik, yang meliputi bau, dan warna. Uji pH
sediaan, homogenitas, tipe krim, dan isi minimum. Saat uji pH, pH yang didapat adalah 7,80, ini
tidak sesuai dengan pH target yaitu 3,5 – 4,5 ini berarti sediaan tidak memenuhi syarat. Pada uji tipe
krim, ketika ditetesi metilen blue, sediaan berwarna biru, ini menandakan bahwa tipe krim adalah
krim M/A, karena metilen blue larut dalam air. Sehingga jika sediaan berupa tipe M/A, ketika
ditetesi pada sediaan, metilen blue akan tersebar dan terlarut kedalam sediaan. Namun, pada uji
homogenitas, sediaan tidak terlihat homogen, ini dapat terjadi karena teknik pengadukan yang tidak
konstan.
XII. KESIMPULAN

Formulasi yang tepat untuk sediaan krim steril Hidrokortison Asetat adalah sebagai berikut.

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan


1. Hidrokortison Asetat 1 % b/b Bahan aktif
2. Na Metabisulfit 0,01 % b/b Antioksidan
3. Benzil Alkohol 0,3 % b/b Pengawet
4. Na EDTA 0,05 % b/b Pengompleks
5. Vaselin album 7% b/b Basis krim
6. Gliserin 5% b/b Emollient
7. Emulsifying wax 2% b/b
Emulgator
8. Cetostearil alcohol 10% b/b
9. WFI Ad 100% v/b Pelarut

Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan krim steril hidrokortison adalah dengan
teknik aseptik

Dari evaluasi didapatkan bahwa sediaan krim steril yang dibuat tidak memenuhi syarat
karena pH sediaan tidak sesuai denga pH target, dimana pH merupakan parameter kritis
XIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Boyle, Kathryn. 2004. Recommendation for Tolerance Reassessment. United States
Environmental Protection Agency Washington, D.C. 20460.
http://www.epa.gov/opprd001/inerts/edta.pdf. Diakses 24-05-2015 pukul 23:40 WIB
2. Deliyana Lanti, Fatimawali, Adeanne Wullur. 2012. UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK
ETANOL KULIT BATANG JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA) TERHADAP EDEMA
KAKI TIKUS JANTAN GALUR WISTAR.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=15399&val=1015. Diakses : 22-05-2015
pukul 20:15 WIB
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan
4. Ellin Febrina, S.Si, Drs. Dolih Gozali, M.S, Taofik Rusdiana, S.Si., M.Si. 2007. Formulasi
Sediaan Emulsi Buah Merah (Pandanus Conoideus Lam.) Sebagai Produk Antioksidan Alami.
Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/10/formulasi_sediaan_emulsi_buah_merah.pdf. diakses : 23-05-2015
pukul 00:20 WIB
5. http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/hydrocortisone#section=Drug-Information.
Diakses 18-05-2015 pukul 13:50 WIB
6. http://www.chemicalbook.com/ProductChemicalPropertiesCB0373175_EN.htm. Diakses 19-
05-2015 pukul 13:40 WIB
7. Husniati dan Eva Oktarina. 2012. The Effect of Chitosan Addition in Pinneapple Juice Toward
Shelf Life. Jurnal Hasil Penelitian Industri.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&v
ed=0CC8QFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.kemenperin.go.id%2Fdownload%2F4525%2FJ
urnal-Penelitian-Hasil-Industri-Volume-25-No.-1-April-
2012&ei=nflEVfzdNoWfugTpgYHoCg&usg=AFQjCNFfEVRTHU2_rI7GpfQiODecofF2mQ
&sig2=QubvceUiw5-cfttX3FC9Zw. Di akses : 20:45 WIB. 01-04-2015
8. Lund, Water. 1994. The Pharmaceutical Codex Twelfth edition.London :Departemen of
Pharmaceutical Science
9. Remington, P Joseph. 2006. The Pharmaceutical Science., USA : University of Science in
Philadelphia
10. Resty Annisa Damayanti, Tedjo Yuwono. 2013. Dimetilsulfoksid Sebagai Enhancer Transpor
Transdermal Teofilin Sediaan Gel. Jurnal Ilmiah Kefarmasian.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123080&val=5554. Diakses : 23-05-2015
pukul 00:45 WIB
11. Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th ed., London:
Pharmaceutical Press
12. Sitompul, Ratna. 2011. Kortikosteroid dalam Tata Laksana Uveitis: Mekanisme Kerja, Aplikasi
Klinis,dan Efek Samping. J Indon Med Assoc, Volum: 61.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=mekanisme+genomik+dan+non+genomik+adalah
&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBwQFjAA&url=http://indonesia.digitaljourna
ls.org/index.php/idnmed/article/download/671/668&ei=XklfVcLgKYeUuASO_IL4Cw&usg=
AFQjCNEEFiEqs6nG-0HMMVKz6MhcjnIMKA&sig2=Z5yYwQ4CpbSnXO1pV1J8-Q.
Diakses 22-05-2015 pukul 22:39
13. Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
XIV. LAMPIRAN
KEMASAN

ETIKET
BROSUR

ANFIM®
KRIM STERIL HIDROKORTISON ASETAT

KOMPOSISI
Tiap 5 gram krim hidrokortison mengandung :
Hidrokortison asetat... 55 mg

EFEK FARMAKOLOGI
untuk anti inflamasi atau imunosupresif untuk
mengobati peradangan akibat luka terbuka yang parah

INDIKASI
untuk peradangan pada luka terbuka

CARA PAKAI
Dioleskan pada bagian yang sakit 2 – 4 kali sehari

EFEK SAMPING
Rasa terbakar, gatal, kekeringan, atropi kulit, infeksi
sekunder

PERINGATAN
Hati-hati penggunaan hidrocortison pada jangka
waktu yang lama, area kulit yang luas, wanita hamil,
bayi dan anak berusia di bawah 4 tahun.
Hindari kontak dengan mata, membran mukosa, dan
kulit yang sensitive / rusak.

No. Reg. DKL1500202029A1

PT. PHARAFAM FARMA


BANDUNG – INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai