Perkembangan Psikologi Yang Terjadi Pada Anak Prasekolah
Perkembangan Psikologi Yang Terjadi Pada Anak Prasekolah
Disusun oleh:
Piety Meysawati
S.11.931
IIC
BANJARMASIN
2012
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “PERKEMBANGAN
PSIKOLOGIS YANG TERJADI PADA ANAK PRASEKOLAH, SEKOLAH, DAN REMAJA” ini dapat
diselesaikan.
Saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Maka dari itu,
saya bersedia menerima kritik dan saran. Saya akan menerima semua kritik dan saran tersebut
sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah saya di masa datang. Sehingga semoga
dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik. Dan semog makalah ini bermanfaat.
Penyusun,
Piety Meysawati
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Setiap makhluk hidup akan berkembang sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang
dalam perkembangannya akan mengalami suatu perubahan, salah satunya adalah terjadinya
suatu perubahan secara psikologis. Dimana perkembangan psikologis yang terjadi pada anak
tersebut terbagi dalam 3 fase, yaitu pada masa prasekolah, sekolah, dan pubertas.
Masa prasekolah merupakan fase perkembangan individu pada usia 2-4 tahun, ketika
anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri
dalam buang air (toilet training), dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya
(mencelakakan dirinya).
Masa sekolah berlangsung dari usia 6 tahun hingga tiba saatnya individu menjadi
matang secara seksual. Permulaan masa ini ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu
sekolah dasar. Setelah anak mencapai usia 6 atau 7 tahun perkembangan jasmani dan
rohaninya mulai sempurna.
Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa (fase) remaja. Masa
ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu, dan
merupakan transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat.
BAB II
ISI
Pada masa ini, emosi anak sangat kuat, ditandai oleh ledakan amarah,
ketakutan yang hebat atau iri hati yang tidak masuk akal. Hal ini dikarenakan
kelemahan anak akibat lamanya bermain, tidak mau tidur siang atau makan terlalu
sedikit. Di samping itu, anak menjadi marah karena tidak dapat melakukan suatu
kegiatan yang dianggap dapat dilakukan dengan mudah. Ketegangan emosi dapat juga
terjadi pada anak jika anak diharapkan mencapai standar yang tidak masuk akal.
Pada usia 4 tahun anak sudah mulai menyadari “aku”-nya, bahwa akunya
(dirinya) berbeda dengan bukan aku (orang lain). Kesadaran ini diperoleh dari
pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain. Dia
menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga
orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersamaan dengan itu,
berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya.
Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti
memperlakukan anak secara keras, atau kurang menyayanginya, maka pada diri anak
akan berkembang sikap-sikap keras kepala/menentang atau menyerah menjadi
penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.
Pola emosi umum yang terjadi pada masa anak-anak antara lain adalah sebagai
berikut.
a. Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan.
b. Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya.
c. Marah, merupakan perasaan tidak senang, atau benci baik terhadap orang lain, diri
sendiri atau objek tertentu yang diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata
kasar/makiab/sumpah/ serapah) atau nonverbal (seperti mencubit, memukul,
menampar, menendang, dan merusak).
d. Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah
merebut kasih saying dari seseorang yang telah mencurahkan kasih saying
kepadanya.
e. Kegembiraan, Kesenangan, Kenikmatan, yaitu perasaan yang positif, nyaman
karena terpenuhi keinginannya.
f. Kasih Sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian atau
perlindungan terhadap orang lain, hewan, atau benda.
g. Fobia, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut untuk ditakutinya
(takut yang abnormal) seperti takut ulat, kecoa, dan lain-lain.
h. Ingin Tahu, yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu atau objek-
objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.
3. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan sebuah kelebihan umat manusia. Dengan menggunakan bahasa,
orang mampu membedakan antara subjek dan objek.
Berikut adalah beberapa perkembangan bahasa menurut Clara dan William
Stern.
a. Prastadium(Tahun Pertama)
Kata pertama yang diucapkan anak dimulai dari suara-suara raban seperti yang
kita dengar dengan keluar dari mulut seorang bayi. Dalam masa ini, anak
cenderung mengucapkan pengulangan suara. Contoh sebagai penjelasan, ma-ma,
mi-mi (artinya saya mau minum), pa-pa, pi-pi, bi-bi, dan sebagainya.
b. Kalimat Satu Kata (12-18 bulan)
Satu perkataan dimaksudkan untuk mengungkapkan satu perasaan atau satu
keinginan. Seperti kata “mama” dimaksudkan untuk “mama, saya minta makan”.
c. Masa Memberi Nama (18-24 Bulan)
Perkembangan bahasa ini seakan-akan terhenti selama beberapa bulan karena
anak memusatkan perhatiannya untuk belajar berjalan. Sesudah pertengahan tahun
kedua, timbullah dorongan untuk mengetahui nama semua benda. Di masa ini
anak menyadari bahwa setiap benda mempunyai nama.
d. Masa Kalimat Tunggal (24-30 Bulan)
Bahasa dan bentuk kalimat makin baik dan sempurna. Anak telah menggunakan
kalimat tunggal. Sekarang ia mulai menggunakan awalan dan akhiran yang
membedakan bentuk dan warna bahasanya. Sehubungan dengan bentuk dan warna
bahasa itu, anak memerlukan waktu untuk mempelajarinya.
e. Masa Kalimat Majemuk ( > 30 Bulam)
Anak mengucapkan kalimat yang makin panjang dan bagus. Anak telah mulai
menyatakan pendapatnya dengan kalimat majemuk. Sesekali ia menggunakan kata
perangkai, akhirnya timbullah anak kalimat. Dalam hal ini anak sering berbuat
kesalahan, namun tampaknya ia tidak berputus asa. Kadang-kadang orang dewasa
sukar memahami bahasa anak-anak. Kita harus mengenalnya lebih dahulu agar
lebih mudah memahami bahasanya.
4. Perkembangan Bermain
Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya
diisi dengan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang dimaksud adalah suatu
kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan.
a) Teori Bermain
Teori rekreasi, permainan merupakan kesibukan untuk menenangkan pikiran
atau beristirahat. Orang akan bermain bila ia telah bekerja, maksudnya untuk
menggantikan kesibukan bekerja dengan kegiatan lain yang dapat memulihkan
tenaga kembali.
Teori pelepasan, bahwa dalam diri anak terdapat kelebihan tenaga. Sewajarnya
ia harus mempergunakan tenaga itu melalui kegiatan bermain. Dengan
demikian dapat tercapai keseimbangan di dalam dirinya. Teori pelepasan ini
juga disebut teori kelebihan tenaga.
Teori avatisme, bahwa di dalam perkembangannya anak melalui seluruh taraf
kehidupan umat manusia. Dalam bahasa latin, avatisme artinya dalam dalam
permainan timbul bentuk-bentuk kehidupan yang pernah dialamai nenek
moyang.
Teori biologis, yaitu permainan merupakan tugas biologis. Permainan
merupakan latihan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan
kehidupan di masa yang akan dating.
Teori psiko dalam, bahwa permainan itu merupakan pernyataan nafsu-nafsu
yang terdapat di daerah bawag sadar, sumbernya berasal dorongan nafsu
seksual.
b) Faedah permainan
Sarana untuk membawa anak kea lam bermasyarakat. Dalam suasana
permainan, mereka saling mengenal, menghargai satu dengan yang lainnya,
dan dengan perlahan-lahan tumbuhlah rasa kebersamaan yang menjadi
landasan bagi pembentukan perasaan social.
Mampu mengenal kekuatan sendiri. Anak-anak yang sudah terbiasa bermain
dapat mengenal kedudukannya di kalangan teman-temannya, dapat mengenal
bahan atau sifat-sifat benda yang mereka mainkan.
Mendapatkan kesempatan mengembangkan fantasi dan menyalurkan
kecenderungan pembawaannya. Jika anak laki-laki dan anak perempuan diberi
bahan-bahan yang sama berupa kertas-kertas, perca, gunting, tampaknya
mereka akan membuat sesuatu yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa
anak laki-laki berbeda bentuk-bentuk permainannya dengan permainan anak
perempuan.
Berlatih menempa perasaannya. Dalam keadaan bermain-main mereka
mengalami bermacam-macam perasaan. Ada anak yang dapat menikmati
suasana permainan itu, sebaliknya sementara anak yang lain merasa kecewa.
Memperoleh kegembiraan, kesenangan, dan kepuasan. Suasana kegembiraan
dalam permainan dapat menjauhkan diri dari perasaan-perasaan rendah,
misalnya perasaan dengki atau rasa iri hati.
5. Perkembangan Kepribadian
Masa ini lazim disebut masa “trotzalter” yaitu periode perlawanan atau masa krisis
pertama. Krisis ini terjadi karena ada perubahan yang hebat dalam dirinya, yaitu dia
mulai sadar akan “aku”-nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari lingkungan
atau orang lain, dia suka menyebut nama dirinya apabila berbicara dengan orang lain.
Dengan kesadaran ini anak menemukan bahwa ada dua pihak yang berhadapan yaitu
“aku”-nya dan orang lain.
Pada masa ini berkembang kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi
tuntutan dan tanggung jawab. Oleh karena itu, agar tidak berkembang sikap
membandel anak yang kurang terkontrol, pihak orang tua perlu menghadapinya secara
bijaksana, penuh kasih saying dan tidak bersikap keras. Meskipun mereka mulai
menampakkan keinginan untuk bebas dari tuntutan orang tua, namun pada dasarnya
mereka masih sangat membutuhkan perawatan, asuhan, bimbingan atau curahan kasih
sayang orang tua.
Aspek-aspek perkembangan kepribadian anak meliputi beberapa hal berikut
ini.
Ketergantungan vs Citra Diri (Dependency vs Self Image).
Konsep anak prasekolah tentanf dirinya sulit dipahami dan dianalisis, karena
keterampilan bahasanya belum jelas dan pandangannya terhadap orang lain
masih egosentris. Mereka memiliki sistem pandangan dan persepsi yang
kompleks, tetapi belum dapat menyatakannya. Perkembangan sikap
“independensi” dan kepercayaan diri anak terkait dengan cara perlakuan orang
tuanya. Sebagai orang tua, mereka memberikan perlindungan kepada anak dari
sesuatu yang membahayakan dan dari kefrustasian. Gaya perlakuan orang tua
kepada anak ternyata sangat beragam, ada yang terlalu memanjakan, bersikap
keras, penerimaan dan kasih sayang, serta acuh tak acuh (permisif). Masing-
masing perlakuan itu cenderung memberikan dampak yang beragam bagi
kepribadian anak.
Inisiatif vs Rasa Bersalah (Initiative vs Guilt)
Erik Erikson mengemukakan suatu teori bahwa anak prasekolah mengalami
satu krisis perkembangan, karena mereka menjadi kurang dependen dan
mengalami konflik antara initiative dan guilt. Kemampuan anak berkembang,
baik secara fisik maupun intelektual. Selain itu, rasa percaya diri juga
berkembang untuk melakukan sesuatu. Mereka jadi lebih mampu mengontrol
tubuhnya. Anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki perbedaan
dengan dirinya, baik menyangkut persepsi maupun motivasi dan mereka
menyenangi kemampuan dirinya untuk melakukan sesuatu.
Pada tahap ini, anak sudah siap dan berkeinginan untuk belajar dan
bekerja sama dnegan orang lain guna mencapai tujuannya. Hal yang
berbahaya pada tahap ini adalah tidak tersalurkannya energy yang mendorong
anak untuk aktif (dalam rangka memenuhi keinginannya), karena mengalami
hambatan atau kegagalan, sehingga anak mengalami rasa bersalah (guilt).
Perasaan bersalah itu berdampak kurang baik bagi perkembangan kepribadian
anak, dia bias menjadi nakal atau pendiam.
6. Perkembangan Moral
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap
kelompok sosialnya (orang tua, saudara, dan teman sebaya). Melalui pengalaman
berinteraksi dengan temannya, anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku
mana yang baik/boleh/diterimai/disetujui atau buruk/tidak boleh. Berdasarkan
pengalamannya itu, maka pada masa ini anak harus bertingkah laku (seperti mencuci
tangan sebelum makanm menggosok gigi sebelum tidur).
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
kognitif, seperti membaca, menulis dan menghitung. Pada usia SD daya pikirnya
sudah berkembang kea rah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Piaget
menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berpikir khayal dan
mulai berpikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata).
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu
mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun atau mengasosiasikan
(menghubung atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang
berkaitan sengan perhitungan (angka), seperti menambah, mengurangi, mengalikan,
dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan
memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana. Untuk mengembangkan
daya nalarnya, orang tua dapat melatih anak dengan mengungkapkan pendapat,
gagasan atau penilainya terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya maupun
peristiwa yang terjadi di lingkungan. Misalnya, yang berkaitan dengan materi
pelajara, tata tertib sekolah, pergaulan yang baik dengan teman sebaya atau orang lain
dan sebagainya.
2. Perkembangan Bahasa
` Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini
tercakup semua cara untuk berkomunikasi, di mana pikiran dan perasaan dinyatakan
dalam bentuk tulisan, lisan, istirahat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata,
kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan. Dengan bahasa, semua manusia dapat
mengenal dirinya, sesame manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai moral
atau agama.
Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang
kain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis
(tentang perjalanan/petualangan, riwayat para pahlawan, dan sebagainya). Pada masa
ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju, dia banyak menanyakan soal waktu dan
sebab akibat. Oleh sebab itu, kata Tanya yang dipergunakan pun yang semula hanya
“apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan, “dimana, dari mana, kemana, dan
bagaimana.”
Terdapat dua factor penting yang memengaruhi perkembangan bahasa, yaitu
sebagai berikut.
Proses menjadi matang. Dengan kata lain anak itu menjadi matang (organ-
organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara
lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru
ucapan/kata-kata yang didengarkannya.
Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak sehingga pada
usia anak memasuki sekolah dasar, sudah sampai pada tingkat dapat membuat
kalimat yang lebih sempurna, dapat membuat kalimat majemuk dan dapat
menyusun serta mengajukan pertanyaan.
3. Perkembangan Sosial
4. Perkembangan Emosi
Sebaliknya apabila yang menyertai prose situ adalah emosi negative, seperti
perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah maka proses belajar akan mengalami
hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatian untuk belajar
sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
5. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar atau salah dan baik atau
buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya mungkin anak tidak
mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha
menanamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang
seharusnya, karena informasi yang diterima anak mengenai benar atau salah dan baik
atau buruk akan menjadi pendoman pada tingkah lakunya di kemudian hari.
7. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan terkoordinasi
dibandingkan dengan masa bayi. Anak-anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan
pandai meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus
keterampilan-keterampilan motoriknya, anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik
yang terkadang bersifat informal dalam bentuk permainan. Di samping itu, anak-anak
juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yang bersifat formal, seperti
senam, berenang, dan lain-lain.
Perkembangan seorang anak dilihat dari segi psikologi meliputi perkembangan psikis
yang seiring dengan perkembangan fisiknya, adapun fase perkembangannya dibagi dalam 3
fase yaitu:
1. Masa pra sekolah
2. Masa anak sekolah
3. Masa pra remaja
DAFTAR PUSTAKA