Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin banyak yang kita ketahui tentang pertumbuhan dan
perkembangan, kedua proses tersebut tampak semakin rumit. Ada bermacam-
macam hormon tetapi didalam makalah ini akan dibahas mengenai peran dan
pengaruh hormon sitokinin bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Perkembangan dipengaruhi atau dikontrol oleh hormon, yaitu senyawa-senyawa
kimia yang disintesis pada suatu lokasi di dalam organisme, kemudian diangkut
ke tempat lain untuk selanjutnya bekerja melalui suatu cara yang spesifik pada
konsentrasi yang sangat rendah, untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan
atau metabolisme.
Pada kenyataannya sangat sukar untuk mendefinisikan istilah hormon
dengan tepat. Penggunaan istilah zat pengatur tumbuh sering lebih baik, dan
menunjukkan senyawa-senyawa baik alami maupun sintetik yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme.
Senyawa-senyawa ini bukan suatu metabolit antara atau hasil suatu
rangkaian reaksi yang dipcngaruhirnya, dan biasanya aktif dalam konsentrasi yang
sangat rendah. Beberapa kelompok hormon telah diketahui dan beberapa
diantaranya bersifat sebagai zat perangsang pertumbuhan dan perkembangan
(promoter), sedang yang lainnya bersifat sebagai penghambat (inhibitor)..
Mekanisme kerja sitokinin beragam efek sitokinin menunjukkan bahwa senyawa
tersebut mungkin mempunyai beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan
yang berbeda. Namun, secara sederhana diduga bahwa satu efek utama yang
umum sering diikuti oleh sejumlah efek skunder, yang bergantung pada keadaan
fisiologis sel sasarannya. Adanya pemacuan oleh sitokinin pada pembentukan
RNA dan enzim sudah diduga sejak lama, antara lain karena efek sitokinin
biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis RNA atau protein.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah penemuan hormone sitokinin?
2. Bagaimana proses metabolisme hormone sitokinin pada tumbuhan ?
3. Bagaimana tahapan sintesis dan pengangkutan hormon sitokinin pada tumbuhan?
4. Bagaimana peran hormon sitokinin pada tumbuhan ?
5. Bagaimana mekanisme kerja hormone sitokinin pada tumbuhan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahi sejarah penemun hormone sitokinin?
2. Mengetahui proses metabolisme hormon sitokinin pada tumbuhan ?
3. Mengetahui tahapan sintesis dan pengangkutan hormon sitokinin pada tumbuhan?
4. Mengetahui peran hormon sitokinin pada tumbuhan ?
5. Mengetahui mekanisme kerja hormone sitokinin pada tumbuhan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah hormon sitokinin


Pada sekitar tahun 1913, Gottlieb Haberlandt di Austria menemukan suatu
senyawa tak dikenal yang memacu pembelahan sel yang menghasilkan kambium
gabus dan memulihkan luka pada umbi kentang yang terpotong. Senyawa tersebut
terdapat dijaringan pembuluh berbagai jenis tumbuihan. Temuan ini tampaknya
merupakan ungkapan pertama tentang senyawa yang dikandung tumbuhan, yang
sekarang dinamakan senyawa sitokinin, yang memacu sitokinesis. Pada tahun
1940an, Johannes van Overbeek menemukan bahwa endosperma cair buah kelapa
yang belum matang juga kaya akan senyawa yang dapat memacu sitokinesis. Pada
awal tahun 1950an, Folke Skoog dan beberapa kawannya, yang tertarik pada
auksin yang ternyata mampu memacu pertumbuhan biakan jaringan tumbuhan,
mendapati bahwa sel potongan empuluir batang tembakau membelah jauh lebih
cepat bila sepotong jaringan pembuluh diletakkan diatasnya, hal itu mempertegas
hasil yang didap[atkan Haberlandt.
Skoog dan para pembantunya mencoba mengenali factor kimia jaringan
pembuluh itu dengan menggunakan pertumbuhan sel empulur tembakau sebagai
system uji biologi. Sel biakan dalam medium agar yang mengandung gula, garam
mineral, vitamin, asam amino, dan IAA yang jumlahnya diketahui. IAA sendiri
cepat meningkatkan pertumbuhan, dengan mendorong terbentuknya sejumlah sel
yang cukup banyak, tapi sel itu tidak membelah, sehingga banyak diantaranya
poliploid dengan beberapa inti. Dalam upaya mencari senyawa bisa memacu
pembelahan sel, mereka menemuka senyawa lir-adenin yang sangat aktif dari
ekstrak khamir. Salah satu dilakukan pada tahun 1954 oleh Carlos Miller (waktu
itu mahasiswa bimbingan Skoog), yang menemukan senyawa sangat aktif dari
hasil penguraian sebagian DNA yang diautoklaf. Mereka menamakan senyawa
tersebut kinetin (ditelaah oleh Miller, 1961).
Semuanya merupakan turunan adenine yang cincin purinnya dinomori,
seperti dapat dilihat pada zeatin (kiri atas) terdapat zeatin dan zeatin ribosida yang
beberapa gugusnya tersususn dengan ikatan rangkap pada cincin samping,
berkonfigurasi trans (tetapi dicontohkan disini) atau cis (gugus Ch3 saling
bertrukar dengan CH2OH). Bentuk cis lebih lazim pada sitokinin yang diikat oleh
tRNA, tapi bentuk trans labih sering terdapat pada zeatin dan zeatin ribosida-
bebas. (sumber: Salisbury, 1995)
Kinetin sendiri memang belum ditemukan pada tumbuhan, dan bukan
merupakan bahan aktif yang ditemukan Haberlandt dari jaringan floem, namun
kerabat sitokinin ditemukan ada dalam tubuhan. FC Steward, dengan
menggunakan teknik biakan jaringan, juga pada tahun 1950an, menemukan
berbagai njenis sitokinin dalam air kelapa, yang mampu mendorong pembelahan
sel pada jaringan akar wortel. Yang paling aktif, berdasarkan hasil pengujian DS
Letham (1974), adalah senyawa sebelumnya diberi nama umum zeatin dan zeatin
ribosida. Pada tahun 1964, untuk pertama kalinya zeatin cirikan pada saat yang
hampir bersamaan oleh letham dan oleh carlos Miller, keduanya menggunakan
endosperma cair jagung (Zea mays) sebagai sumbernya. Sejak itu, sitokinin lain,
yang strukturnya lir adenine, mirip dengan kinetin dan zeatin, berhasil dikenali di
berbagai bagian tumbuhan berbiji. Tak satupun sitokininterdapat dalam DNA atau
dalam produk pecahan DNA, tapi beberapa terdapat dalam molekul RNA-
pemindah (dan kadang dalam RNA-ribosom) tumbuhan berbiji, khamir, bakteri,
dan bahkan primate, dan lebih dari 30 jenis terdapat sebagai sitokinin-bebas. Satu
atau beberapa sitokinin tak terikat yang menimbulkan respons fisiologis akan
diuraikan dalam bab ini, namun yang terdapat di RNA- pemindah (tRNA) belum
diketahui fungsinya.
Bentuk basa bebas dari tiga jenis sitokinin yang paluing sering terlacak
dan paling aktif secara fisiologis pada berbagai tumbuhan: zeatin, dihidrozeatin,
dan isopentenil adenine (IPA). Juga disajikan kinetin dan sitokinin tiruan lainnya,
benziladenin, yang biasanya sangat aktif.
Barang kali kinetin tidak dibentuk oleh tumbuhan, namun dua laporan
menyatakan bahwa benziladenin atau ribosidfanya didapati pada tumbuhan
(Ernest dkk, 1983; Nandi dkk, 1989). Perhatikan bahwa semua sitokinin memiliki
rantai samping yang kaya akan karbon dan hydrogen, yang menempel pada
nitrogen yang menonjol dari puncak cincin purin. Setiap sitokinin bisa ditemukan
dalam bentuk basa bebas seperti terlihat pada gambar atau sebagai nukleosida
yang gugus ribosanya melekat pada atom nitrogen pada kedudukan 9. Contohnya
adalah zeatin ribosida, yaitu sitokinin yang cukup banyak terdapat pada jenis
tumbuhan. Selanjutnya, nukleosida dapat diubah menjadi nukleotida, yang
fosfatnya diesterifikasi menjadi ribose 5’- karbon, seperti pada adenosine-5’-
fosfat (AMP). Pada beberapa kasus, diperoleh bukti addanya pembentukan
nukleosida difosfat dan trifosfat yang mirip dengan ADP dan ATP, namun semua
nukleotida ini tampaknya kurang banyak disbandingkan dengan jumlahnya dalam
bentuk basa bebas atau nukleosida.
Kini muncul dua pertanyaan: bagaimana kita memberi batasan untuk
sitokinin, dan apakah basa-bebas, nukleosida, dan nukleotida, semuanya bisa
dipandang sebagai sitokinin? Tidak semua pakar menyetujui batasan yang sama,
namun sebaiknya batasn tersebutsebagian mempertimbangkan juga penemuan
awal yang menunjukkan bahwa sitokinin memacu sitokinesis (pembelahan sel)
pada jaringan yang ditumbuhkan in vitro, seperti biakan empulur tembakau, floem
wortel, atau batang kedelai. Bahkan, R Horgan (1984) sudah memberinya batasan
sebagai senyawa yang dengan adanya auksin pada konsentrasi optimum,
menginduksi pembelahan sel pada empulur tembakau atau pada system uji serupa
yang ditumbuhkan pada medium yang komposisinya optimum. Penulis lainnya
lebih menyukai batasan yang juga menyatakn bahwa senyawa tersebut merupakan
turunan adenine, dan bahwa mereka menyukai efek umum yang penting, selain
memacu sitokinesis. Efek tambahn ini akan diulas kemudian, tapi karena semua
senyawa tersebut memacu sitokinesis, tampak cukup masuk akal untuk membatasi
sitokinin sebagai senyawa adenine lain yang memacu pembelahan sel pada
system jaringan yang disebutkan diatas. Pertanyaan tentang benar tidaknya
bentuk basa bebas, nukleosida, atau nukleotida merupakan bentuk aktif, memang
belum terjawab menyakinkan.
Sebagian besar bukti mendukung basa-bebas sebagai bentuk aktif (letham
dan palni, 1983; van Der Krieken dkk, 1990). Aktifitas kimia dan biologi dari
200an sitokinin alami dan tiruan diulasoleh matsubara (1990); ulasan tersebut
memberi kita gambaran yang sangat baik tentang struktur kimia yang penting
untuk aktifitas sitokinin, dan basa bebas.
Sitokinin juga didapati pada lumut, ganggang coklat dan ganggang merah,
serta tampaknya juga pada diatom; kadang, sitokinin tersebut memacu
pertumbuhan ganggang. Kemungkinan besar sitokinin cukup tersebar luas, bahkan
terdapat di dunia tumbuhan; namun saangat sedikit yang diketahui tentang
fungsinya, kecuali pad angiospermae, beberapa conifer, dan lumut. Bakteri dan
cendawan pathogen tertentu mengandung sitokinin yang diyakini berpengaruh
pada proses penyakit yang disebabkan oleh kedua mikroba ini, dan sitokinin yang
dihasilkan oleh cendawan dan bakteri bukan patogen diperkirakan mempengaruhi
hubungan mutualistiknya dengan tumbuhan, seperti pembentukan mikoriza dan
bintil akar (Greene, 1980; Ng dkk, 1982; Sturtevant dan Taller, 1989).

B. Metabolisme Sitokinin
Ada dua pertanyaan penting tentang metabolisme sitokinin yang patut
dikemukakan: bagaimana tumbuhan mensintesis sitokinin, dan bagaiman
tumbuhan mengatur banyaknya sitokinin yang dikandungnya? Terobosan dalam
pengetahuan kita tentang biosistesis dating dari Chong-Maw dan DK Melitz
(1979) yang mengemukakan bahwa jaringan tumbuhan mengandung enzim yang
dinamakan isopentenil AMP sintase (sebelumnya ditemukan pada cendawan
lendir) yang membentuk isopentenil adenosine-5-fosfat (isopentenil AMP) dari
AMP dan salah atu isomer isopentenil piroposfat. (senyawa terakhir ini
merupakan hasil lintasan mevalonat dan prazat penting bago sterol, giberilin,
karotenoid, dan senyawa isoprenoid lain). Isomer tersebut meliputi ^2- isopentenil
piroposfat, yang awalan ^-nya berarti bahwa molekul tersebut memiliki ikatan
rangkap antara karbon 2 dan 3.
Reaksi yang terjadi dijaringan tembakau disajikan pada gambar 18. 2.
Perhatikan bahwa piroposfat (PPi) dilepaskan dari gugus isopentenil dan
kemudian gugus ini bergabung dengan nitrogen amino yang melekat pada karbon
6 dari cincin purin.
Isopentenil AMP yang terbentuk dalam reaksi ini kemudian dapat diubah
menjadi isopentenil adenosine melalui hidrolisis oleh enzim fosfatase, yang
melepaskan gugus posfat; selanjutnya isopenteniladenosin dapat berubah menjadi
isopentenil adenine dengan melepaskan gugus ribose melalui hidrolisis. Lalu,
isopentenil adenine dioksidasi menjadi zeatin dengan mengganti satu hydrogen
gugus metilnya pada cincin samping isopentenil dengan –OH. Kemudian,
dihidrozeatin terbentuk darizeatin melalui reduksi (dengan NADPH) ikatan
rangkap pada cincin samping isopentenil (Martin dkk, 1989). Sejumlah reaksi ini
mungkin bertanggung jawab dalam pembentukan ketiga bahan dasar utama
sitokinin, namun masih terdapat kemungkinan lain untuk biosintesis ini.
Sitokinin ditingkat sel juga ditentukan oleh perusakannya dan mungkin
oleh perubahannya menjadi berbagai turunan yang bersifat tidak aktif, selain
nukleosida dan nukleotida. Perusakan sebagian terjadi oleh sitokinin oksidase,
yaitu system enzim yang merenggut cincin samping 5 karbon dan menghasilkan
adenine-bebas (atau bila zeatin ribosida yang dioksidasi, akan dihasilkan
adenosine-bebas). Pembentukan turunan sitokinin lebih rumit, sebab dapat
terbentuk banyak konjugat (Letham dan Palni, 1983). Konjugat yang paling lazim
ditemui mengandung glukosa atau alanin; yang mengandung glukosa disebut
sitokinin glukosida.
Pada salah satu jenis glukosida, karbon 1 dari glukosa melekat pada gugus
hidroksil rantai samping dari zeatin, zeatin ribosida, dihidrozeatin, atau
dihidrozeatin ribosida. Pada jenis glukosida yang kedua, karbon satu dari
glukosanya menempel pada atom nitrogen (dengan ikatan C_N) pada kedudukan
7 atau 9 pada sisitem cincin adenine di ketiga bahan dasar utama sitokinin. Pada
konjugat alanin, alanin dihububgkan melalui ikatan peptide dengan nitrogen
dikedudukan 9 pada cincin purin. Fungsi dari semua konjugat ini belum diketahui.
Tapi glukosida mungkin disimpan sebagai bahan cadangan atau, pada beberapa
kasus, merupakan bentuk sitokinin yang khusus untuk diangkut. Menurut McGaw
(1987), konjugat alanin tak mungkin disimpan sebagai bahan cadangan,
melainkan sebagai produk pengikatan sitokinin yang terbentuk secara tak
terbalikkan. Tidaklah mungkin konjugat seperti ini merupakan sitokinin yang aktif
secara fisiologis.

C. Tapak sintesis dan pengangkutan sitokinin


Apabila kita mengetahui seberapa aktif reaksi yang membentuk
isopentenil AMP, isopentenil adenine, zeatin, dan dihidrozeatin diberbagai organ
dan jaringan, kita akan memperoleh informasi biokimia yang baik tentang tapak
biosintesis sitokinin. Sayang, informasi itu belum ada, sehingga digunakan
metode tidak langsung untuk menentukan tempatsitokinin dibentuk. Salah satu
metode telah digunakan untuk melacak tempat bertimbunnya sitokinin.
Umumnya, sitokinin umumnya terdapat di organ muda (biji, buah, daun) dan
diujung akar. Tampaknya masuk akal bahwa sitokinin disintesis disemua organ
tersebut, namun pada bebrapa kasus, kemungkinan adanya pengangkutan dari
tapak lain tak bisa diabaikan. Sintesis hamper dapat dipastikan terjadi diujung
akar, sebab jika akar dipotong mendatar, sitokinin mengalir keluar (karena
tekanan akar) dari xylem potongan bawah akar itu,, sampai selam empat hari
(Skene, 1975; Torrey, 1976). Akar bagian bawah itu tidak mungkian dapat
menyimpan sitokinin yang berasal dari sumber lain yang memasok xylem dalam
rentang waktu cukup lam seperti itu.
Bukti seperti ini membangkitkan dugaan bahwa ujung akar mensintesis
sitokinin dan mengangkutnya melalui xylem keseluruh bagian tumbuhan. Hal ini
bisa menjelaskan terjadinya penimbunan pada daun, buah, dan biji muda melalui
pengangkutan xylem, namun umumnya, floem merupakan system pemasok yang
lebih efektif untuk organ yang transpirasinya sedikit seperti itu, walaupun ujung
akar barang kali menjadi sumber sitokinin yang penting bagi berbagai bagian
tumbuhan, diketahui tanamna tembakau kecil tanpa kar ternyata dapat mengubah
adenine radioaktif menjadi berbagai macam sitokinin (Chen dan Pettscow, 1978).
Ada pula adenine radioaktif yang dapat diubah menjadi beberapa sitokinin , bukan
saja oleh akar tanman kapri, tetapui oleh batang dan daunnya (Chen dkk, 1985).
Akar wortel juga diteliti, dan ternyata kambium akarlah yang terutama
mensintesis sitokinin (Chen dkk, 1985). Pengamatan ini serta berbagai kajian lain
menunjukkan bahwa tajuk dapat mensintesis sendiri sitokinin yang mereka
butuhkan.
Pengangkutan berbagi jenis sitokinin pasti terjadi dalam xylem (jameson
dkk, 1987), namun tabung lapis juga mengandung sitokinin, seperti dibuktikan
dengan adanya sitokinin dalam kutu embun madu. Bukti lain mengenai
pengangkutan dalam floem diperoleh melalui percobaan dengan menggunakan
daun dikotil yang dipetik. Ketika sehelai daun dewasa dipetikdari tumbuhan
spesies tertentu dan dijaga kelembapannya, sitokinin bergerak ke pangkal tangkai
daun dan tertimbun disitu. Pergerakan ini barangkali terjadi melalui floem, bukan
melaui xylem, karena transpirasi mendukung aliran xylem dari tangkai ke helai
daun. Penimbunan sitokinin ditangkai menyiratkan bahwa helai daun dewasa
dapat memasok sitokinin ke daun muda dan jaringan muda lainnya melalui floem,
tentu saja asalkan daun tersebut mampu mensintesis sitokinin atau menerimanya
dari akar. Walaupun demikian, jika sitokinin radioaktif diberikan di permukaan
sehelai daun, sedikit sekali sitokinin yang terserap itu dapat diangkut keluar. Hasil
pengamatan ini dan banyak pengamatan lainnya menunjukkan bahwa sitokinin
tidak mudah tersebar dalam floem. Hamper dapat dipastikan bahwa daaun, buah,
dan biji muda , yang merupakan wadah penampung bagi pengangkutan, tidak
mudah memindahkan sitokininnya ketempat lain, baik melalui xylem maupun
melalui floem. Kesimpulan sementara kami adalah: pengngkutan sitokinin pada
tajuk agak terbatas, kecuali penyebarannya dari akr melalui xylem.

D. Peran Hormon Sitokinin Pada Tumbuhan


1. Sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ
Telah dijelaskan bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu
pembelahan sel. Skoog dan beberapa kawannya menemukan bahwa jika empulur
batang tembakau, kedelai dan beberapa tumbuhan dikotil lain dipisahkan dan
dibiakkan secara aseptic pada medium-agar yang mengandung auksin dan hara
yang tepat, akan terbentuk masa sel yang tak terspesialisasi, tak beraturan, dan
khususnya poliploid, yang disebut kalus. Jika sitokinin juga ditambahkan,
sitokinesis terpacu sekali, seperti yang pernah dikemukakan. Besarnya
pertumbuhan sel baru dapat dipakai sebagai uji biologi yang peka dan sangat khas
bagi sitokinin, dan penting untuk menyusun batasan bagi senyawa ini (diulas oleh
Skoog dan leonard, 1968; serta oleh Skoog dan Amstrong, 1970).
Skoog dan beberapa kawannya juga mendapati bahwa jika nisbah sitokinin
terhadap auksin dipertahankan, akan tumbuh sel meristem pada kalus tersebut; sel
itu membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi kuncup,
batang, dan daun. Tapi, bila nisbah sitokinin-auksin diperkecil, pembentukan akan
terpacu. Dengan memilih nisbah yang tepat, kalus dari banyak spesies (terutama
jenis dikotil) dapat didorong perkembangannya menjadi tumbuhan utuh-baru.
Kemampuan kalus untuk menghasilkan tumbuhan lengkap digunakan sebagai alat
untuk menyeleksi tanaman yang memiliki ketahanan terhadap kekeringan, rawan
garam, pathogen dan herbisida tertentu, atau yang memiliki ciri lain yang
bermanfaat.
Cara kalus membentuk tumbuhan baru cukup beragam. Jika nisbah
sitokinin-auksin cukup tinggi, sering hanya system tajuk yang mula-mula
berkembang; kemudian, akar-liar terbentuk secara spontan dari batang, saat masih
berada dalam kalus. Pembentukan tajuk dan/atau akar liar oleh kalus disebut
organogenesis. Namun, kadang kalus menjadi embriogenik dan membentuk
embrio yang berkembang menjadi akr dan tajuk; ini disebut embryogenesis.
Sitokinin dan auksin biasanya harus ditambahkan ke medium jika embryogenesis
di inginkan; tapi, hanya sedikit informasi yang menunjukkan cara auksin dan
sitokinin bertindak sebagai factor pengendali.
Sitokinin dan IAA diperlukan untuk mengendalikan pembentukan serta
perkembangan tumor pada batang banyak tumbuhan dikotil dan gimnospermae,
yang disebut tumor mahkota. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Agrobacterium
tumefaciens (berkerabat dengan anggota bakteri penambat nitrogen, Rhizobium).
Tumor tersebut dapat ditumbuhkan dalam biakan steriltanpa ditambah sitokinin
atau auksin artinya, sel nya tak bergantung pada hormone ini. A. tumefaciens
mempunyai beberapa plasmid (lingkaran kecil DNA yang berbeda dari molekul
DNA bakteri itu sendiri) salah satu plasmid, yang disebut plasmid Ti,
mengandung potongan DNA yang dapat dipindahkan ke sel batang tumbuhan
inang saat menginfeksi, dan menyebabkan pertumbuhan tumor dengan cepat serta
tak beraturan. Potongan DNA itu disebut T-DNA (huruf T berarti dipindaahkan,
transferred).
T-DNA mengandung beberapa gen, yang salah satunya menyandikan
enzim isopentenil AMP sintase (yang berperan dalam reaksi); dua diantaranya
menyandikan enzim yang mengubah triptofan menjadi IAA. Mutasi yang terjadi
pada beberapa gen ini akan menyebabkan perubahan tingkat sitokinin dan IAA,
serta morfologi tajuk. Jika ketiga gen tersebut termutasi sehingga tidak aktif,
tumor tak akan berkembang dan tingkat hormone tetap rendah. Jika hanya gen
isopentenil AMP sintase yang tidak aktif, maka tingkat sitokinin menurun, tumor
tumbuh lambat dan membentuk banyak akar melalui organogenesis. Jika salah
satu gen biogenesis auksin tidak aktif, maka tumor tumbuh lambat, pembentukan
IAAsedikit sekali, dan tajuk berdaun dihasilkan, dengan sedikit akar atau tak
berakar sama sekali. Hasil ini seluruhnya mendukung pernyataan Skoog tentang
efek nisbah sitokinin-auksin. Ulasan yang baik mengenai gen tumor mahkota dan
efek hormone ditulis oleh morris (1986, 1987) dan oleh Weiler serta Schroder
(1987), sedangkan tulisan yang lebih mutakhir, yang umumnya mendukung
kesimpulan diatas, diterbitkan oleh spainer dkk (1989) dan oleh smigocki dan
Owens (1989).
2. Sitokinin menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas wadah penampung
hara
Jika kita memtik sehelai daun yang masih aktif, daun tersebut akan mulai
kehilangan klorofil, RNA, protein dan lipid dari membrane kloroplas lebih cepat
dari pada jika daun itu masih melekat pada induknya, walaupuan diberi garam
mineral dan air melalui ujungnya yang terpotong. Penuaan premature ini, yang
ditamdai dengan menguningnya daun, berlangsung sangat cepat jika daun
diletakkan didalam gelap. Pada daun tumbuhan dikotil, akar liar sering terbentuk
pada pangkal tangkai, dan kemudian penuaan helai daun sangat tertunda. Akar
tampaknya memberikan sesuatu kepada daun untuk mempertahankannya tetap
muda secara fisiologis. Sesuatu tersebut hampir dapat dipastikan mengandung
sitokinin yang diangkut melalui xylem.
Terdapat dua bukti utama yang menyatakan keterlibatan sitokinin; banyak
jenis sitokinin mampu menggantikan sebagian factor yang dibutuhkan akar untuk
menunda penuaan, dan kandungan sitokinin helai daun meningkat berlipat ganda
ketika akar liar terbentuk. Pada tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin
dalam cairan xylem meningkat selama masa pertumbuhan cepat, kemudian sangat
menurun saat pertumbuhan berhenti dan tanamn mulai berbunga. Hal tersebut
menunjukkan bahwa berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk
mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat (Skene, 1975).
Cara sitokinin memperlambat penuaan pada daun oat yang dipetik banyak
diteliti oleh Kenneth v Thimann, pelopor penelitian auksin bersama beberapa
kawannya di Thimann laboratories di santa cruz, California. Jika daun oat dan
banyak spesien lain dipetik dan diapungkan dilarutan garam mineral encer, daun
tersebut mulai menua, yang mula-mula dicirikan dengan terurainya protein
menjadi asam amino dan kemudian hilangnya klorofil. Penuaan ini terjadi jauh
lebih cepat ditempat gelap dari pada ditempat terang, dan sitokinin yang
ditambahkan pada larutan tempat daun tadi diapungkan dapat menggantikan efek
cahaya dengan menunda penuaan. Thimann (1987) menyatakan bahwa sitokinin
mampu melakukan hal tersebut dengan cara mempertahankan keutuhan
membrane tonoplas. Bila tidak, protease dari vakuola akan merembes ke
sitoplasma dan menghidrolisisprotein-larut serta protein membrane kloroplas dan
mitokondria. Sejalan dengan gagasan ini, YY Leshem dan beberapa kawannya di
Israel memperoleh banyak bukti bahwa sitokinin melindungi membrane dari
perusakan (leshem, 1988). Hasil yang mereka peroleh menunjukkan bahwa
sitokinin berperan dengan mencegah oksidasi asam lemak-tak jenuh pada
membrane. Pencegahan demikian itu barang kali terjadi karena sitokinin
menghambat pembentukan dan mempercepat penguraian radikel-bebas, seperti
superoksida (O2-) dan radikel hidroksi (OH); bila tidak dicegah pembentukannya
, radikel tersebut mengiksidasi lipid membrane (Thomson dkk, 1987; Leshem,
1988).
Penundaan penuaan oleh sitokinin tampaknya merupakan fenomena alam
yang sebagian dikendalikan oleh akar, dan berkaitan dengan fenomena lain yang
menarik. Sitokinin mendorong pengangkutan banyak linarut dari bagian daun
yang lebih tua dan bahkan dari daun tua ke daerah yang diberi perlakuan. di situ,
daun yang paling tua (daun pertama) pada tumbuhan kacang-kacangan dipulas
dengan sitokinin tiruan tiruan benziladenin setiap empat hari sekali. Biasanya,
dedaunan itu menua lebihlebih cepat daripada daun trifoliate yang terletak
diatasnya, namun pada contoh tersebut, pola penuaan harus terbalik. Daun
pertama yang diberi perlakuan menyerap hara dari daun trifoliate yang berdekatan
dan mengakibatkan daun trifoliate menua lebih dahulu. (Perhatikan pula
benziladenin tampak tidak bergerak dengan mudah dari daun yang diberi
perlakuan ke daun trifoliate yang lebih muda, yang berada diatasnya).
Kajian lebih lanjut, dengan menggunakan tumbuhan kacang-kacangan,
memperlihatkan dua macam perlakuan yang dapat sangat menunda penuaan daun
pertama, dan bahkan dapat mengembalikan kemudaan segera setelah warna daun
menjadi hijau-kuning pucat. Salah satu perlakuan itu adalah dengan memetik
dedaunan dan batang dibagian atas, dan perlakuan lainnya ialah dengan
mencelupkan daun pertama satu kedalam larutan benziladenin (Venkatarayappa
dkk, 1984). Sejumlah kajian lain yang menggunakan berbagai jenis tumbuhan
dikotil dan monokotil menunjukkan bahwa bila hanya satu bagian daun yang
diberi perlakuan dan tertimbun disana. Hal itu menandakan bahwa daun muda
dapat mengambil hara dari daun yang lebih tua, antara lain karena daun muda
kaya akan sitokinin; oleh karena itu disimpulkan bahwa sitokinin memacu
kemampuan jaringan muda untuk berlaku sebagai wadah penampung bagi
pengangkutan floem.
Terlibat tidaknya hormone ini dalam pengangkutan normal hara yang
mudah bergerak menuju ranting dan cabang besar tumbuhan berkayu, sebelum
daun berguguran dimusim gugur, merupakan pertanyaan yang menarik. Yang juga
merupakan hipotesis yang menarik adalah Bahwa sitokinin, dalam struktur
reproduktif, mungkin berperan untuk mempertahankan hidup tumbuhan dengan
cara memacu pergerakan gula, asam amino, dan berbagai linarut lain, dari daun
dewasa menuju biji, bunga, dan buah.ketika cendawan tertentu penyebab penyakit
karat dan hawar menyerang daun, akan terbentuk beberapa daerah pada daun itu
dengan sejumlah sel yang mati. Saat daun menua, daerah nekrosis ini sering
dikelilingi oleh beberapa sel yang berwarna hijau dan kaya akan pati , juga ketika
bagian daun lainnya telah menjadi kuning dan menua. Pulau hijua ini kaaya akan
sitokinin yang barang kali disintesis oleh cendawan tersebut (Greene, 1980).
Diduga, sitokinin membentu mempertahankan cadanagn makanan bagi cendawan
dan mempengaruhi perjalanan penyakit selanjutnya.
Kemampuan sitokinin menunda penuaan juga berlaku pada bunga potong
tertentu dan sayur mayur segar. Ulasan yang baik mengenai penuaan daun
mahkota diberikan oleh Borochov dan Woodsoon (1989). Konsentrasi sitokinin
didaun mahkota bunga mawar dan anyelir menurun sejalan dengan bertambahnya
umur, dan penambahan sitokinin dapat memperlambat proses penuaan itu. Anyelir
paling banyak diteliti; dan untuk spesies tersebut, larutan yang mengandung
dihidrozeatin atau benziladenin terbukti paling efektif (Van Staden dkk, 1990).
Namun, untuk sebagian besar jenis bunga potong, sitokinin eksogen tak mampu
menangguilangi efek etilen yang dihasilkan bunga untuk mempercepat penuaan.
Daya simpan kubis brussel dan seledri dapat ditingkatkan oleh sitokinin
komersial, yang harganya cukup murah, seperti benziladenin. Namun, perlakuan
seperti itu dilarang digunakan untuk makanan yang dijual dia Amerika serikat,
meskipun sebenarnya masyarakat AS setiap hari terpajan pada sitokinin alami
yang terdapat dalam makanan nabati. Pengaruh sitokinin dan hormon lain pada
penyimpanan buah dan sayuran diulas oleh Ludford (1987).
3. Sitokinin memacu perkembangan kuncup samping tumbuhan dikotil
Jika sitokinin diberikan pada kuncup samping yang tak tumbuh karena
kalah oleh pertumbuhan apeks tajuk yang terletak di atasnya (keadaan itu
diistilahkan dominansi apikal), sering kuncup samping itu bisa tumbuh. Dalam
kajian awal mengenai fenomena ini, kinetin tiruan digunakan sebagai senyawa
utamanya, dan pertumbuhan kuncup sampiung hanya mampu berlangsung selama
beberpa hari. Pemanjangan kuncup untuk rentang waktu lebih lama dapat
diperoleh hanya dengan menambahkan IAA atau giberilin pada kuncup tersebut.
Jenis sitokinin lain, yaitu benziladenin, kadang menyebabkan pemnajangan yang
lebih nyata dripada kinetin, namun efeknya dikaji hanya pada beberapa spesies
saja. Pillay dan Rilton (1983) memeperlihatkan bahwa benziladenin dan zeatin
sangat memacu pemanjangan kuncup samping tumbuhan kapri selama
sekurangnya dua minggu, sedangkan isopentenil adenine dan kinetin memacu
pertumbuhan selama waktu yang lebih pendek. Belum diketahui mengapa
hormone zeatin dan isopentenil adenine yang berkerabat sangat dekat itu
memberikan efek yang berbeda. Tapi, kedua penulis itu memperkirakan bahwa
isopentenil adenine tidak begitu aktif, sebab senyawa tersebut terhidroksilasi
dengan lambat menjadi zeatin yang jauh lebih aktif dalam kuncup. Hasil
pengamatan yang dilaporkan King dan van Staden (1988) umumnya mendukung
pentingnya hidroksilasi ini. Terdapat pula bukti lain bahwa kuncup samping yang
pasif tidak mensintesis sitokinin-aktif, namun masih belum bisa dipastikan
kepentingan hubungan antara sitokinin dan hormone lain serta berbagai factor
hara dlam pegendalian perkembangan kuncup samping.
4. Sitokinin memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan
dikotil
Banyak biji tumbuhan dikotil yang dikecambahkan di tempat gelap
memunculkan kotiledonnya ke atas tanah, tapi kotiledon itu tetap berwarna
kuning dan kecil. Jika kotiledon itu dikenai cahaya, pertumbuhannya meningkat
pesat, walaupun energi cahaya yang diberikan sebenarnya terlalu rendah untuk
melangsungkan fotosintesis. Inilah efek fotomorfogenetik yang antara lain
dikendalikan oleh fitokrom dan barang kali juga sitokinin. Jika kotiledon
dipisahkan dan dipelihara dengan diberi sitokinin, laju pertumbuhan meningkat 2
atau 3 kali lipat dibandingkan dengan kotiledon pembanding yang tak mendapat
tambahan hormone, baik dengan gelap maupun dalam terang. Pertumbuhan itu
seluruhnya akibat pengambilan air yang mengembangkan sel, sebab bobot kering
jaringan tidak bertambah.
Pemacuan pertumbuhan ini terjadi pada lebih dari banyak spesies
tumbuhan yang sudah dikenal, termasuk lobak, bunga matahari, mentimun dan
labu kuing.Sebagian besar sepsies tersebut mengandung lemak sebagai cadangan
utama dalam kotiledon. Kotiledon biasanya muncul diatas tanah dan mampu
melakukan fotosintesis. Tidak terlihat adanya respons pada spesies yang
kotiledonnya tetap di bawah tanah setelah berkecambahan, atau jenis kacang –
kacangan yang kotiledonnya muncul namun tidak menyerupai daun. Menunjukan
efek pemacuan zeatin pada pembesaran kotiledon lobak, dalam gelap dan terang;
hal ini memperlihatkan pula bahwa cahaya bisa efektif dalam keadaan tanpa
zeatin. Auksin tidak memacu pertumbuhan kotiledon,, dan giberelinjuga hanya
memberikan efek kecil bila kotiledon dibiakkan dalam air atau dalam keadaan
gelap. Jadi, respon ini dapat digunakan sebagai uji biologi bagi sitokinin.
Semua hasil percobaan menunjukkan bahwa sitokinin meningkatkan baik
sitokinesis maupun pembesaran sel,tetapi sitokinesis tidak meningkatkan
pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis hanya merupakan proses
pembelahan saja.Oleh karena itu,pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel, dan
pertumbuhan yang terpacu oleh sitokinin meliputi pemelaran sel yang lebih cepat
dan produksi sel yang lebih banyak. Kotiledon pertumbuhannya dipacu oleh
sitokinin.
Efek pemacauan yang jelas pada daun utuh tumbuhan dikotil dari beberapa
spesies terlihat setelah sitokinin diberikan berulang – ulang. Jika sejumlah cakram
diambil dari daun dikotil dengan alat pelubang gabus,dan diupayakan tetap
lembab, maka sitokin dapat meningkatkan pemelaran dengan cara memacu
pertumuhan sel. Ini pun menunjukkan fungsi normal sitokinin yang dating dari
organ lain,misalnya akar,pada pertumbuhan daun.
5. Efek sitokinin pada batang dan akar
Pertumbuhan normal batang dan akar diduga membutuhkan sitokinin,
namun sitokinin endogen jarang ditemukan sebagai factor pembatas pertumbuhan.
Akibatnya pemberian sitokinin eksogen pun tidak berhasil meningkatkan
pertumbuhan organ tersebut. Hal itu teramati pula tembakau dan Arabidopsis
dalam percobaan rekayasa genetika yang diuraikan diatas, yang tingkat sitokinin
endogennya nyata meningkat pada tumbuhan yang ditransformasi.
Untuk memastikan perlunya sitokinin bagi pertumbuhan normal batang
dan akar adalah dengan membuat irisan jaringan dan menumbuhkannya in
vitro.Dalam percobaan itu dianggap bahwa irisan jaringan akan kehabisan
sitokinin saat dipisahkan dari ujung tajuk atau ujung akarnya,yang diperkirakan
bertindak sebagai sumber hormon. Namun, melalui pengukuran yang
sesungguhnya, tak seorang pun pernah mendapatkan bahw irisan jaringan tersebut
benar - benar menjadi kekurangan sitokinin.Jika irisan akar atau batang
ditumbuhkan secara in vitro dengan ditambahnya sitokinin,maka pemanjangan
hampir selalu terlambat dibandingkan dengan irisan pembanding.Contohnya
adalah data yang memperlihatkan efek yang berlawanan yang tajam antara auksin
dan kinetin pada pemanjangan potongan hipokotil kedelai.

Ada dua kasus yang dikenal, yang menunjukan bahwa pemberian sitokinin benar
– benar memacu pemanjangan potongan koleoptil muda tanaman gandum dan
hipokotil utuh pada tanaman semangka, terutama dari kultivar katai atau
kerdil.Pada koleoptil gandum,pemacuan pertumbuhan terjadi hanya jika jaringan
tersebut masih muda dan pembelahan sel masih berlangsung,namun teramati pula
sitokinin menyebabkan pertumbuhan dengan cara mendorong pemanjangan sel.
Pada semangka katai,sitokinin eksogen terbukti memacu pemanjangan
hipokotil,terutama karena laju pemanjangan sel selalu meningkat,peningkatan ini
dihasilkan dari sitokinin yang diberikan pada ujung tajuk atau pada
akar.Singkatnya, sitokinin eksogen memacu pembesaran sel pada daun
muda,kotiledon,koleoptil gandum, dan hipokotil semangka, tapi masih banyak
yang perlu diteliti mengenai peranan normal hormone dalam pembesaran sel,
terutama pada batang dan akar.
6. Sitokinin memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
Dari kecambah tanaman angiosperma yang ditumbuhkan ditempat
gelap,daun muda dan kotiledonnya dipetik untuk diuji apakah penambahan
sitokinin berpengaruh pada perkembangan kloroplas atau sintesis
klorofil.Percobaan ini dapat dilakukan karena dalam keadaan gelap ,klorofil tidak
terbentuk dan perkembangan kloroplas terhambat.Plastid muda berhenti pada
tahap proplastid atau tahap etioplas.Etioplas (dari kecambah yang ditumbuhkan
dalam gelap atau teretiolasi) berwarna kuning karena mengandung karotenoid.
Etioplas memiliki system membrane dalam yang menarik, yang tersusun rapat
menjadi kisi- kisi dalam yang disebut badan prolamela.Setelah terkena
cahaya,badan prolamela akan menghasilkan system tilakoid seperti yang
ditemukan pada kloroplas hijau yang normal.Perkembangan ini disertai
pembentukan protein,tilakoid khusus yang melekat pada klorofil,yaitu pada kedua
fotosistem dan kompleks pemanen cahaya.
Pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang teretiolasi, beberapa
jam sebelum dipajankan pada cahaya,menghasilkan dua efek utama: (1) memacu
perkembangan lanjut (dalam keadaan terang, etioplas menjadi
kloroplas,khususnya dengan mendorong pembentukan grana,dan (2)
meningkatkan laju pembentukan klorofil.alasan utama munculnya kedua efek itu
mungkin karena sitokinin mendorong terbentuknya protein,tempat klorofil
menempel dan menjadi mantap.
Efek pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang teretiolasi selama
beberapa jam sebelum diberi cahaya akan menghasilkan 2 efek utama yaitu:
a)Memacu perkembangan etioplast menjadi kloroplast (khususnya dengan
mendorong pembentukan grana).
b) Meningkatkan laju pembentukan klorofil.
Kedua efek tersebut muncul karena sitokinin mendorong terbentuknya
protein tempat klorofil menempel. Diduga sitokinin endogen meningkatkan
perkembangan kloroplas daun dengan cara yang sama. Kemampuan sitokinin
dalam mengaktifkan sintesis protein yang mengikat klorofil a dan b berhubungan
dengan mekanisme kerja sitokinin.

E. Mekanisme kerja sitokinin


Beragamnya efek sitokinin menunjukan bahwa senyawa tersebut mungkin
mempunyai beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan berbeda.Namun
secara sederhana diduga bahwa satu efek utama yang umum sering diikuti oleh
sejumlah efek sekunder, yang bergantung pada keadaan fisiologis sel sasarannya.
Seperti hormone lain, penguatan efek utama harus terjadi, karena sitokinin
terdapat dalam konsentrasi sangat rendah (0,01 sampai 1 µM). Adanya efek
pemacuan oleh sitokinin pada pembentukan RNA dan enzim sudah diduga sejak
lama,antara lain karena efek sitokinin biasanya terhambat oleh zat penghambat
sintesis RNA atau protein.
Beberapa protein yang mengikat sitokinin secara agak khas telah ditemukan
di berbagai bagian tumbuhan, namun hampir semua protein tersebut tidak terikat
cukup khas atau tidak mempunyai afinitas yang cukup tinggi terhadap sitokinin
aktif. Terdapat kekecualian yang menarik yaitu protein – pengikat pada daun jelai,
yang mengikat zeatin dengan afinitas yang sangat tinggi dan mengikat sitokinin
lain yang berhubungan dekat dengan aktifitas biologis.
Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respons sitokinin yang terpenting,
sebab hal itu menyebabkan sitokinin dimanfaatkan secara komersial dalam upaya
perbanyakan mikro tanaman budidaya dari biakan jaringan.Aspek biokimia dari
respons yang sudah lama diketahui itu sedang diteliti. Sitokinin mendorong
pembelahan sel dalam biakan jaringan dengat cara meningkatkan peralihan dari
G2 ke mitosis dan bahwa hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju
sintesis protein.Beberapa protein itu berupa protein pembangun atau enzim yang
dibutuhkan untuk mitosis.
Kasus khusus tentang sitokinin (misalnya, pemacuan pertumbuhan) juga
tampaknya berkenaan dengan efeknya pada translasi,seperti terbukti dengan
naiknya jumlah polisom, lebih cepatnya penggabungan asam amino radioaktif
dalam protein, dan terhambatnya respons fiologis oleh zat penghambat sintesis
protein.Temuan ini telah melahirkan konsep yang terkenal,bahwa auksin dan
giberelin terutama mempengarui transkipsi di inti, sedangkan sitokinin khusus
berpengaruh dalam sitosol.
Chen dkk memperlihatkan bahwa benziladenin mengubah jenis mRNA yang
terbentuk oleh irisan kotiledon labu kuning;sitokinin mendorong pembesaran sel,
pembelahan sel,dan sintesis klorofil.Jumlah beberapa jenis mRNA ditingkatkan
oleh benziladenin,sementara jenis lainnya diturunkan.Perubahan paling dini
terlacak satu jam setelah sitokinin ditambahkan,dan biasanya dibutuhkan waktu
yang lebih lama untuk mengamati munculnya kerja sitokinin dalam organdan
dibagian tumbuhan yang lain jauh lebih lama dibandingkan dengan munculnya
efek auksin atau giberelin dibagian tumbuhan yang memberikan respons terhadap
hormon ini.

Perubahan tingkat mRNA yang disebabkan oleh sitokinin karena transkipsi


beberapa gen terpacu dan transkipsi gen lainnya tertekan.Dalam sedikitnya tiga
kasus,sitokinin mempengaruhi jumlah molekul mRNA yang menyandikan
beberapa protein yang sudah dikenal. Dua jenis protein serta mRNAnya sangat
terpelihara (terbentuk lebih cepat atau rusak lebih lambat).Jenis yang pertama
adalah protein pengikat klorofil a/b (yang menjadi bagian dari LHCII di
tilakoid)dan jenis yang kedua adalah subunit kecil protein rubisko.Jika daun yang
ditumbuhkan di tempat gelap atau diberi cahaya tanpa diberi sitokinin,jumlah
kedua protein tersebut serta mRNAnya menjadi jauh lebih banyak dari pada
didaun yang tidak diberi sitokinin.kedua mRNA tersebut disandikan oleh gen
inti.Tetapi Flores dan Tobin memperoleh bukti bahwa sitokininjustru bekerja
dengan cara meningkatkan kestabilan mRNA dank arena itu mempercepat
translasi pesan genetic mereka menjadi protein.
Contoh lain tentang pengendalian sitokinin atas protein yang sudah dikenal
serta mRNAnya menyangkut protein fitokrom. Pembentukan protein dan
mRNAnya ini kurang terpelihara (terbentuk lebih lambat atau ditimbun dalam
jumlah lebih sedikit)akibat adanya sitokinin zeatin dan sinar merah yang diserap
oleh fitokrom itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa sitokinin
memacu sitokinesis (pembelahan sel) pada jaringan yang ditumbuhkan in vitro, R
Horgan (1984) sudah memberinya batasan sebagai nsenyawa yang dengan adanya
auksin pada konsentyrasi optimum, menginduksi pembelahan sel pada empulur
tembakau atau pada system uji serupa yang ditumbuhkan paa medium yang
komposisisnya optimum. Penulis lainnya lebih menyukai batasan yang juga
menyatakan bahwa senyawa tersebut memacu sitokinesis, tampak masuk akal
untuk membatasi sitokinin senyawa adenine lain yang memacu pembelahan sel
pada system jaringan yang disebutkan diatas. Sitokinin memacu pembelahan sel
dan pembentukan organ jika empulur batang tembakau, kedelai, dan beberapa
tumbuhan dikotil lain dipisahkan dan dibiakkan secara aseptic pada medium agar
yang mengandung auksin dan hara yang tepat akan terbentuk masa sel yang tak
tersepesialisasi tak beraturan dan khususnya poliploid yang disebut kalus.
Umumnya sitokinin umumnya ditemukan di organ muda (biji, buah daun)
dan diujung akar, sintesis hampir dapat dipastikan terjadi di ujung akar sebab jika
akar dipotong mendatar, sitokinin mengalir keluar (karena tekanan akar). Bukti ini
menunjukan bahwa ujun g akr mensisntesis sitokinin dan mengangkutnya melalui
nxilem ke seluruh bagian tumbuhan, hal ini bisa menjelaskan terjadinya
penimbunan pada daun, buah, dan biji muda melalui pengangkutan xylem, namun
umumnya, floem merupakan system pemasok yang lebih efektif untuk organ yang
transpirasinya sedikit seperti itu.

Anda mungkin juga menyukai