Indikasi Transfusi Trombosit Pada Demam Berdarah Dengue
Indikasi Transfusi Trombosit Pada Demam Berdarah Dengue
REFERAT
1
INDIKASI TRANSFUSI TROMBOSIT PADA DEMAM BERDARAH
DENGUE
I. Pendahuluan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
Demam berdarah dengue hingga saat ini masih merupakan salah satu masalah
kasus DBD menjadi 20 per 100.000 penduduk di daerah endemis bahkan belum
November 2007 mencapai 127.687 kasus, dengan jumlah kasus meninggal 1296
sebelumnya.2
dengan jumlah kematian 1.170 orang (CFR = 0,86%, dan IR = 60,06 per 100.000
Ja- karta (317,09 per 100.000 penduduk) dan terendah di Provinsi Maluku,
2
Jambi (3,67%).1,3
disebabkan oleh empat serotipe virus dengue yaitu DEN 1, 2, 3, dan 4 dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di banyak daerah di dunia. Virus dengue
sampai fatal.4
sebagai diagnosis klinis DHF atau DBD. Trombositopeni tampak pada beberapa
hari setelah demam dan mancapai titik terendah pada fase syok, sedangkan pada
awal demam sampai hari ketiga umumnya jumlah trombosit masih normal,
Trombositopenia berat sering terjadi pada fase akut DBD dan merupakan
Perdarahan dan koagulopati merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada dengue
dengan tanda bahaya dan dengue berat, akan tetapi penyebabnya multifaktorial
trombositopenia. Akan tetapi, hingga saat ini masih belum ada kesepakatan batas
samping itu, risiko alloimunisasi, reaksi alergi, transmisi infeksi (bakteri, virus,
dan parasit), hingga transfusion related acute lung injury (TRALI) pada transfusi
3
trombosit dapat merugikan pasien.1
Pada dasarnya tata laksana DBD bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Manifestasi perdarahan adalah salah satu komplikasi yang ditakuti dan
transfusi trombosit dalam tata laksana DBD, indikasi pasti dan pada situasi apa
transfusi trombosit ini diberikan masih bervariasi. Belum ada panduan yang jelas
selama ini masih tergantung dari pengalaman para klinisi dan ketersediaan
profilaksis transfusi trombosit yang tidak perlu dan 89% dari pasien tersebut
II. Epidemiologi
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
4
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu
di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24
orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, famili
terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam
Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-
2, Den-3, Den-4. 5
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD
5
perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan
III. Etiologi
virus Dengue pada manusia sudah lama ditemukan dan menyebar terutama di
perdagangan antar benua. Vektor penyebar virus Dengue yaitu Aedes aegypti pun
ikut menyebar bersama dengan kapal niaga tersebut4. Pada saat terjadi kejadian
luar biasa (KLB) beberapa vektor lain seperti Aedes albopictus, Ae.polynesisensis,
6
kedua kalinya dengan virus dengue yang berbeda, maka akan terjadi reaksi
anamnestik dari antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya. Ikatan virus-
dalam makrofag. Sedangkan teori ADE menyatakan bahwa adanya antibodi yang
timbul justru bersifat mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.6
Siklus intraseluler virus dengue hampir serupa dengan siklus virus lain yang
juga tergolong dalam genus flavivirus. Infeksi virus Dengue dimulai saat vektor
berikatan dan masuk ke dalam sel host melalui proses endositosis yang
beberapa rantai RNA virus (vRNA). Sehingga terbentuklah protein virus dalam
jumlah yang banyak. Bersama dengan struktur protein lainnya seperti inti (core),
premembran (prM), dan amplop (E), vRNA akan menjadi cikal bakal virus dengue
yang baru. Pematangan virus terjadi di kompartemen golgi dan akhirnya akan
7
Sistim vaskuler
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung
hipoproteinemi.7
Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral
Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue
primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang
8
telah ada meningkat (booster effect). 7
demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar
antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi
primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam
hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua.
Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder
dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM
yang cepat. 7
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu
9
muncul banyak teori respon imun seperti berikut. Pada infeksi pertama terjadi
monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi
akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas
hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi
yang non netralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan
penderita menjadi parah; hal ini terjadi apabila epitop virus yang masuk tidak
Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang
berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super
antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan
Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen yang
bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2)
dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi
terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1
yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony
mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang
10
prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM -
1). 7
Dengue
oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah
dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan
terjadi syok. 7
11
sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat
sitolitik, sehingga semua sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi
V. Manifestasi Klinis
berat, hingga mengancam jiwa. Saat ini telah disepakati bahwa infeksi dengue
adalah suatu penyakit yang memiliki presentasi klinis bervariasi dengan perjalanan
penyakit dan outcome yang tidak dapat diramalkan. Panduan terbaru World Health
sebelumnya, yaitu panduan WHO tahun 1997. Redefinisi kasus terutama untuk
kasus infeksi dengue berat. Panduan WHO 1997 mengambil rujukan kasus infeksi
dengue di Thailand yang tidak dapat mewakili semua kasus di belahan dunia lain.
Sering ditemukan kasus DBD yang tidak memenuhi ke empat kriteria WHO 1997,
12
8
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
lain.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
8
Gambar 4. Patogenesis dan Spektrum Klinis DBD WHO 1997
13
Infeksi virus dengue memiliki spektrum klinis yang bervariasi mulai dari yang
asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, atau bentuk yang
lebih berat yaitu demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue. Patofisiologi
yang mendasari perbedaan demam dengue dan demam berdarah dengue adalah
adanya kebocoran plasma pada demam berdarah dengue yang sering berakibat pada
gangguan koagulasi juga penekanan sumsum tulang. Infeksi virus dengue dapat
suatu fibrin. Di samping itu selain terhadap sistem koagulasi, juga mengaktifkan
memberikan akibat yang kompleks yang ditimbulkan oleh infeksi virus dengue
tersebut.6,9
Mekanisme gejala klinis berupa perdarahan didasari faktor yang multipel, yaitu
14
keadaan ini dipakai sebagai alat penunjang diagnosis dan untuk penatalaksanaan
yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD. 6,9
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis
Fase febris
kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus
ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal.3,9
Fase kritis
Terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.3,9
Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik. 3,9
15
Gambar 5. Perjalanan Penyakit Demam Berdarah9
Dengue Berat
Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan : 3,9
1. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat secara
progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau syok
time) > 3 detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang
3. Gangguan kesadaran
16
VI. Diagnosis
dengue. Riwayat penyakit yang harus digali adalah saat mulai demam/sakit, tipe
demam, jumlah asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya
gangguan kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di lingkungan kerja,
Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan kesadaran penderita, status
hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih dini,
tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak ditemukan maka
hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan
adanya kebocoran plasma, selain itu hitung trombosit cenderung memberikan hasil
yang rendah. 3
isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus. Imunoglobulin
M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai hari ke-5 onset demam,
17
terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi primer, konsentrasi Ig
Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke-14 dengan titer yang rendah
(<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah dapat terdeteksi pada hari
ke-2 dengan titer yang tinggi (> 1 :2560) dan dapat bertahan seumur hidup. 3
pemeriksaan serologis lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi dalam
darah pada hari pertama onset demam. Selain itu pengerjaannya cukup mudah,
praktis dan tidak memerlukan waktu lama. Dengan adanya pemeriksaan Ag NS-l
yang spesifik terdapat pada virus dengue ini diharapkan diagnosis infeksi dengue
Penelitian Dussart dkk (2002) pada sampel darah penderita infeksi dengue di
Guyana menunjukkan Ag NS-l dapat terdeteksi mulai hari ke-0 (onset demam)
hingga hari ke-9 dalarn jumlah yang cukup tinggi. Pada penelitian ini didapatkan
93,3 %.3
VII. Penatalaksanaan
18
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi
(lambung/duodenum).
dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi
19
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar 6).
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat (gambar 7).
8
Gambar 6. Penanganan Tersangka DBD Tanpa Syok
20
8
Gambar 8. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%
21
8
Gambar 9. Penatalaksanaan Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya
pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan
kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan
22
terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular,
pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun
standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih
mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya
menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat
dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu
jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke
23
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan
yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang
jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan
diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan
kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi di
mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik
belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
8
menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
Dengue
24
pembuluh darah dan kebocoran plasma, serta meningkatkan risiko KID yang juga
dengan adanya infeksi DENV secara langsung ke sel progenitor hematopoietik dan
seperti ikatan antara trombosit dengan fragmen dan antigen DENV atau secara
langsung oleh DENV. Destruksi trombosit ini terjadi di hati pada fase akut, dan di
Endotel vaskuler yang teraktivasi akibat infeksi DENV memberi peluang kepada
agregasi trombosit pada pasien DBD juga dipicu oleh perubahan kadar vWF dan
PGI2 akibat endotel yang teraktivasi oleh sitokin yang dihasilkan oleh monosit
25
yang mengandung DENV dan T helper-1 (Th-1) yang berfungsi sebagai stress
cells. Peningkatan ekspresi vWF dihubung- kan dengan defisiensi enzim protease
terjadi akibat faktor genetik, sehingga produksinya tidak memadai, atau akibat
dapat dilakukan dengan cara transfusi fresh frozen plasma (FFP) atau
cryosupernatant.1
dengan trombosit >150.000/ mm3, 12% pada trombosit 100-149.000/ mm3, 11%
pada trombosit 80-99.000/ mm3, 10% pada trombosit 50-79.000/mm3, 11% pada
kejadian perdarahan saat masuk rumah sakit tidak tergantung nilai trombosit.
Selain itu, pada pasien sindrom syok dengue anak, Lum, dkk. mendapatkan bahwa
26
univariat, yang menjadi prediktor hanyalah syok dan hematokrit rendah. Penelitian
prospektif lain juga mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara skor
Faktor risiko terjadinya perdarahan antara lain durasi syok, pemakaian aspirin
dalam jumlah besar, dan manajemen pada fase febril dan fase toksik yang tidak
tepat. Pemberian cairan intravena untuk menaikkan tekanan darah secara cepat
lambung.1
Prinsip terapi baik dengue tanpa bahaya maupun dengue dengan tanda bahaya
darah. Over atau under- treatment akan menghasilkan outcome tidak memuaskan,
27
Transfusi trombosit profilaksis didefinisikan sebagai pemberian transfusi
secara tidak tepat. Survei Whitehorn, dkk. terhadap 306 klinisi dari 20 negara di
seluruh dunia yang sering merawat pasien dengue melaporkan bahwa 112 (37,9%)
dengue tidak mempunyai landasan dan merupakan intervensi irasional dan tidak
tidak berdasarkan alasan medis, tetapi lebih pada respons terhadap tekanan sosial
oleh pasien dan keluarganya. Demikian pula Kumar, dkk. juga mengamati bahwa
kebutuhan transfusi trombosit kebanyakan akibat reaksi panik klinisi pada epidemi
demam dengue.
Penyakit Tropis dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medis Fakultas
tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi, praktis dalam
spontan dan massif, yaitu epistaksis tidak terkendali walaupun dengan pemasangan
otak dan perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan 4-5 mL/kgBB/ jam
28
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.1
pasien trombositopenia stabil tanpa faktor risiko perdarahan dengan nilai trombosit
trombosit profilaksis hanya dilakukan pada trombosit <10.000/ mm3 pada pasien
dengan kegagalan fungsi sumsum tulang tanpa adanya faktor risiko perdarahan
Eapen, dkk. memberikan tiga langkah untuk menangani pasien dengue berat:
1. Hindari transfusi trombosit pada pasien infeksi dengue, karena lebih banyak
29
The Trial of Platelet Prophylaxis Study of United Kingdom mengevaluasi
keamanan strategi terapi transfusi trombosit saja dengan tanpa transfusi trombosit
pada trombositopenia. Pada pasien sindrom syok dengue yang mendapat transfusi
Penelitian Lye, dkk. dan Assir, dkk. juga menyimpulkan hal yang sama, yakni
perdarahan yang terjadi dan justru berkaitan dengan efek samping transfusi.
Penelitian terbaru menyimpulkan bahwa pada pasien infeksi DENV yang stabil
alergi, febrile non-hemolytic reactions, sepsis, dan TRALI serta infeksi parasit dan
virus. Selain risiko reaksi transfusi tersebut, pemberian transfusi profilaksis juga
Dengue
trombosit < 100.000/ul, dengan atau tanpa koagulasi intravaskuler. Macam sediaan
30
komponen transfusi terbagi sesuai komponen darah yaitu seluler dan nonseluler.
PRP merupakan salah satu komponen transfusi darah yang diperoleh dari hasil
kecepatan dan durasi waktu tertentu. Sedangkan TC adalah komponen seluler yang
merupakan hasil tahap lanjutan dari proses pemisahan PRP. TC ini dapat diperoleh
dengan cara pemutaran (sentrifuge) darah lengkap segar atau dengan cara
biasanya diperlukan 5-7 unit pada orang dewasa. Satu kantong trombosit pekat
yang berasal dari 450 ml darah lengkap diperkirakan dapat menaikkan jumlah
maka bisa diberikan PRP. Kadang-kadang dari 2 kantong yang berisi masing-
masing 250 cc darah dapat dibuat dua unit plasma kaya trombosit (PRP) dan
trombositopenia pada kasus kejadian luar biasa DHF ketika jumlah trombosit
dibawah 5.000-10.000/mm3.2
XI. Kesimpulan
31
menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan insidens dan angka kematian
cukup tinggi. Trombositopenia yang terjadi, terutama pada akhir fase akut febris,
sering dikait- kan dengan kejadian perdarahan pada DBD sehingga menimbulkan
dilema untuk mengatasinya. Sampai saat ini transfusi trombosit profilaksis pada
DBD masih kontroversial dan belum ada kesepakatan indikasi nilai minimum
trombosit, transfusi trombosit profilaksis terutama pada kasus DBD stabil dan
32
DAFTAR PUSTAKA
3. Sudjana, Primal. 2010. Diagnosis dini penderita DBD dewasa. Buletin Jendela
Epidemiologi, vol.2. Agustus 2010.
8. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan terapi cairan pada demam
berdarah dengue. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI, RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Medicinus
Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009
33
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf, last
accessed March 2016.
34