Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Empati dan kecerdasan merupakan hal penting dalam tubuh kembang anak. Oleh

karena itu seorang anak membutuhkan nutrisi dan teladan dari orang tua. Sebagai

orang tua, kecerdasan dan empati anak perlu dibentuk sejak kecil.Tidak sulit untuk

membentuknya. Banyak cara untuk membentuk empati dan kecerdasan anak.

Dongeng salah satunya. Dengan dongeng anak, anak bisa merasa tenang dan

nyaman dalam menjelajahi cakrawala imajinasinya. Sementara itu sebagai

pendongeng (khususnya orang tua) dituntut untuk senantiasa bisa memiliki wawasan

yang kreatif, edukatif dan imajinatif, sehingga sajian dongeng bisa menjadi sebuah

media edukasi sekaligus media hiburan yang bermanfaat bagi anaknya. Dongeng

mampu merangsang kepekaan anak pada usia 0-12 tahun terhadap berbagai situas

sosial. Mereka akan belajar untuk lebih berempati pada lingkungan sekitarnya.

Dongeng mampu merangsang kecerdasan anak melalui beragam stimulan.

Stimulasi akan lebih baik jika dilakukan dengan merangsang indera pendengaran

dibandingkan visual. Stimulasi visual seperti melalui televisi, majalah, dan koran

memang akan merangsang kepandaian visual, namun tidak akan merangsang

kepekaan perasaan dan empati anak. Dengan pendengaran, dan cerita-cerita yang

mendidik, anak akan lebih mudah menyerap nilai-nilai positif dan berempati dengan

orang lain.
Penulis karya tulis akan menerangkan tentang MANFAAT DONGENG

TERHADAP EMPATI DAN KECERDASAN ANAK

1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah

Adapun rumusan dan pembatasan masalah yang akan penulis utarakan dalam

pembahasan di dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh yang akan didapatkan ketika anak dibacakan dongeng?

2. Apakah dongeng dapat mempengaruhi rasa empati anak?

3. Apakah dongeng dapat mempengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) anak?

4. Bagaimana cara mendongeng bagi orangtua kepada anak yang baik dan benar?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan karya tulis ini, tentulah penulis mempunyai maksud dan tujuan.

Adapun diadakannya pembuatan karya tulis ini dimaksudkan untuk beberapa hal

berikut, diantaranya :

 Untuk mengetahui pengaruh yang akan didapatkan ketika anak dbacakan

dogeng

 Untuk mengetahui pengaruh dongeng terhadap kecerdasan anak

 Untuk mengetahui pengaruh dongeng terhadap empati anak

 Untuk mengetahui cara mendongeng yang baik dan benae bagi orangtua

kepada anak
1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang di dapatkan dalam penyusunan karya tulis ini,

diantaranya :

 Penulis

Dalam penyusunan karya tulis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi penulis yakni lebih memahami makna dan manfaat dari dongeng, serta

manfaatnya terhadap kecerdasan dan empati anak, juga melatih wawasan,

kemampuan, dan pengetahuan serta menambah keberanian penulis dalam

mewawancarai para ahli, serta menambah keterampilan penulis dalam menyusun

karya tulis ini.

 Pembaca

Penulis berharap karya tulis ini dapat memberikan informasi kepada orang

tua bahwa dongeng bermanfaat bagi kecerdasan dan empati anak, serta

mengajak orang tua yang memiliki anak usia dini untuk membiasakan

membacakan dongeng kepada anaknya, serta menyadarkan para orang tua akan

pentingnya membacakan dongeng kepada anak.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah dengan

menggunakan metode deskriptif yang meneliti hal hal yang sedang terjadi di

keadaan yang sekarang dengan cara membaca, memahami, menganalisa dan

menyusun dari buku-buku tulisan dan penelitian-penelitian yang berhubungan

dengan pembahsan yang sedang di bahas dalam karya tulis ini.


1.6 Sistematika Penulisan

(HALAMAN AWAL)

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

(HALAMAN ISI)

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada BAB I yang berisi Pendahuluan, memuat beberapa sub bab yaitu:

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

1.5 Metode Penelitian

1.6 Sistematika penulisan

BAB II KAJIAN PUSTAKA atau Kajian Pustaka

Pada BAB II ini berisi teori-teori yang digunakan dalam penelitian, biasanya memuat
beberapa sub bab antara lain:

2.1 Pengertian Dongeng

2.2 Kecerdasan anak

2.3 Empati anak

2.4 Peranan orang tua dalam membacakan Dongeng

BAB III PEMBAHASAN

Pada BAB III ini berisi pembahasan dari hasil penelitian deskriptif yakni studi pustaka

untuk menjawab rumusan masalah yang tertera

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran-saran

(BAGIAN AKHIR)

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

2.1 Pengertian Dongeng

Dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian

zaman dulu yang aneh-aneh), perkataan (berita dan sebagainya) yang bukan-bukan atau

tidak benar (Arti ata dongeng – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,

https://kbbi.web.id/dongeng).

Sedangkan pengertian dongeng menurut para ahli :

1. Pengertian Dongeng James Danandjaja

Menurut (James Danandjaja, 2007: 83) dongeng adalah cerita pendek yang

disampaikan secara lisan, dimana dongeng adalah cerita prosa rakyat yang dianggap

tidak benar benar terjadi.

2. Pengertian Dongeng Menurut Kamisa

Menurut (Kamisa, 1997: 144) secara umum dongeng adalah cerita yang dituturkan

atau dituliskan yang bersifat hiburan dan biasanya tidak benar-benar terjadi dalam

kehidupan . Dongeng merupakan suatu bentuk karya sastra yang ceritanya tidak benar-

benar tejadi/ fiktif yang bersifat menghibur dan terdapat ajaran moral yang terkandung

dalam cerita dongeng tersebut.

3. Pengertian Dongeng Menurut Nurgiantoro

Menurut (Nurgiantoro, 2005:198) dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar

terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal. Pendapat lain mengenai dongeng

adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama tentang kejadian zaman dulu yang

aneh-aneh. ( KBBI, 2007 : 274).


Senada dengan Lezin dalam bukunya bibliocollège Charles Perrault yang

mengatakan bahwa “Le conte est un court récit d’aventures imaginaires mettant en scène

des situations et des personnages surnaturels” Arti dari pengertian dongeng tersebut

adalah cerita pendek tentang petualangan khayal dengan situasi dan tokoh-tokoh yang

luar biasa dan gaib.

4. Pengertian Dongeng Menurut Agus Triyanto (2007: 46)

Menurut Agus Triyanto (2007: 46) dongeng adalah cerita fantasi sederhana yang tidak

benar-benar terjadi berfungsi untuk menyampaikan ajaran moral (mendidik) dan juga

menghibur. Jadi, dongeng merupakan salah satu bentuk karya sastra yang ceritanya

tidak benar-benar terjadi/fiktif.

2.2 Empati anak

Empati merupakan bagian penting dari social competency. Empati terinci dan

berhubungan erat dengan komponen-komponen lain, seperti empati dasar,

penyelarasan, ketepatan empatik dan pengertian sosial. Empati dasar yakni memiliki

perasaan tertentu dengan orang lain atau merasakan 3 isyarat-isyarat emosi non verbal.

Penyelarasan yakni mendengarkan dengan penuh reseptivitas, menyelaraskan diri pada

seseorang. Ketepatan empatik yakni memahami pikiran, perasaan dan maksud orang

lain dan pengertian sosial adalah mengetahui tentang bagaimana kondisi dunia sosial di

sekitarnya (Goleman, 2007).

Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam berempati.

Reaksi empati terhadap orang lain seringkali berdasarkan pada pengalaman masa lalu.

Seseorang biasanya akan merespon pengalaman orang lain secara lebih empatik apabila

ia mempunyai pengalaman yang mirip dengan orang tersebut (Staub, 1978).


Kemampuan berempati juga dipengaruhi oleh kemampuan sosial kognitif yaitu

keterampilan memproses semua informasi yang ada dalam proses sosial. Ciri sifat

empati dalam diri seseorang akan menentukan perilakunya dalam merespon suatu

situasi. Beberapa penelitian Eisenberg dan Strayer (dalam Pandiangan, 2005)

membuktikan bahwa empati memiliki peranan yang besar dalam menggerakkan perilaku

positif kepada orang lain.

Empati pada dasarnya telah ada dalam diri anak, tetapi jika tidak diasah maka

kemampuan ini akan hilang (Faridah, 2005). Oleh karena itu, empati sangat baik jika

ditanamkan sejak dini. Dengan empati yang terasah, diharapkan anak mampu

merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dan belajar bahwa tidak setiap

keinginannya dapat terpenuhi.

Hoffman (dalam Borba, 2008) mengemukakan bahwa perkembangan empati

anak-anak terbagi dalam tahapan yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap 1 : Empati Umum (bulan-bulan pertama kelahiran) Pada tahap awal anak

belum dapat membedakan dengan tegas antara dirinya dan lingkungannya, sehingga

anak tidak dapat memahami penderitaan orang lain karena menganggap bahwa

penderitaan itu sebagai bagian dari dirinya.

2. Tahap 2 : Empati Egosentris (mulai usia 1 tahun) Semakin bertambah umur,

reaksi seorang anak kepada anak lain yang sedang menderita perlahan-lahan mulai

berubah. Anak sekarang memahami ketidaknyamanan sebagai bukan bagian dari

dirinya.

3. Tahap 3 : Empati Emosional (usia 2 – 6 tahun) Pada saat usia dua atau tiga

tahun, seorang anak mulai mengembangkan kemampuan memerankan orang lain. Anak
mengenali bahwa perasaan seseorang mungkin berbeda dari perasaannya, dapat sangat

baik menemukan sumber-sumber penderitaan orang lain, dan menemukan cara

sederhana memberikan bantuan atau menunjukkan dukungan.

Tahap 4 : Empati Kognitif (usia 6-11 tahun) Pada tahap ini seorang anak dapat

memahami persoalan dari sudut pandang orang lain, sehingga ada peningkatan

usahanya mendukung dan membantu kebutuhan orang lain.

Tahap 5 : Empati Abstrak (mulai usia 12) Pada tahap ini anak dapat memperluas

empatinya melampaui hal-hal yang diketahui secara pribadi dan mengamati langsung

kelompok masyarakat yang memang belum pernah ditemui

Shapiro (1997) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi empati

yaitu:

a. Faktor kognitif. Bertambah matangnya wawasan dan ketrampilan kognitif,

anak-anak secara bertahap belajar mengenali tanda-tanda kesedihan orang lain dan

mampu menyesuaikan kepeduliannya dengan perilaku yang tepat;

b. Faktor bawaan. Anak laki-laki sama sosialnya dengan anak perempuan tetapi

anak cenderung lebih suka memberikan bantuan fisik atau bertindak sebagai pelindung.

Sedangkan anak perempuan lebih suka memberikan dukungan psikologis misalnya

menghibur anak lain yang sedang sedih;

c. Faktor pendidikan. Pendidikan khususnya pendidikan agama mengambil

peranan penting dalam pelaksanaan empati tersebut. Penerapan akan pendidikan

agama dalam kehidupan sehari-hari justru efektif dalam mempengaruhi anak;

d. Keluarga. Penerapan peraturan keluarga yang jelas, konsisten dan tidak mudah

memberikan memberikan keringanan kepada anak serta tuntutan akan tanggung jawab
kepada anak tanpa adanya imbalan apapun akan mempengaruhi serta menghasilkan

anak yang peduli, tanggung jawab, peka dan lebih penyayang;

e. Pengalaman akan perilaku empati. Praktek akan perilaku simpatik dapat

mempengaruhi hidup manusia. Pelaksanaan kebaikan secara acak dan melibatkan diri

dalam kegiatan bermasyarakat akan mengajari anak akan pengalaman untuk melakukan

perilaku empati serta lebih peduli pada orang lain.

Egan (1986) mengemukakan bahwa ada dua kemampuan dasar dalam

melakukan empati. Kemampuan dasar tersebut merupakan suatu proses yang tidak

dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan selalu berjalan bersama-sama.

Kemampuan dasar dalam berempati tersebut adalah sebagai berikut:

a. Attending. Sebelum seseorang memberikan respon kepada orang lain dan

segala sesuatu yang berhubungan dengannya, maka orang tersebut pertama kali harus

memperhatikan orang lain dan mendengarkan secara hati-hati pada apa yang akan

dikatakan. Apa yang ingin dicapai ini bukanlah kemampuan seseorang untuk mengulangi

kata-kata orang lain. Attending membawah pada kehadiran seseorang secara utuh

sangat diharapkan, artinya adalah kehadiran baik secara fisik maupun secara sosial

emosional dari orang lain. Pietrofesa et.al (1978) mengatakan bahwa

perilaku attending secara khusus banyak terdapat dalam komunikasi non verbal.

Perilaku attending tersebut dapat mengkomunikasikan penghargaan, penuh perhatian

pada orang lain dan mencakup isi-isi yang penting untuk hubungan yang bertujuan

membantu orang lain (helping relationship). Hal ini dapat mengekspresikan pada orang

lain sebuah tingkatan yang saling menerima, membuktikan suatu persetujuan, penolakan

dan perbedaan dari seseorang dan secara sederhana merefleksikan kemampuan dasar
interpersonal yang baik dalam setiap aspek kehidupan manusia. Attending yang baik

menampilkan seseorang untuk mendengarkan secara penuh atau pada apa yang

dikatakan oleh orang lain baik secara verbal maupun non verbal. Sebuah

perilaku attending yang efektif mencakup:

1) Kontak mata. Seseorang yang sedang berbicara memandang pada mata tetapi

hal ini bukanlah pandangan utama dan satu-satunya yang akan menimbulkan suatu

tekanan pada penerima. Hal ini dapat dipertahankan untuk beberapa waktu yang agak

panjang. Perilaku kontak mata dapat menimbulkan kepercayaan seseorang maupun

ketidakpercayaan seseorang pada orang lain. Kepercayaan terhadap orang lain dapat

timbul ketika seseorang tidak memandang pada mata sehingga akan menimbulkan

keadaan yang tidak nyaman bagi dirinya, namun dengan penghindaran kontak mata

dapat pula berarti suatu penghargaan terhadap orang tersebut. Hal ini tergantung dan

pengaruh dari kebudayaan. Kontak mata dalam sebuah percakapan merupakan isi dasar

yang penting dalam perilaku attending (Pietrofesa, 1968);

2) Posisi tubuh yang bergerak maju. Mengindikasikan pengaruh yang utuh dari

sebuah perilaku, misalnya keadaan untuk siap kerja. Beberapa posisi

dalam attending mungkin dapat membantu orang lain untuk mendengarkan secara

efektif;

3). Posisi tubuh yang terbuka. Posisi tubuh yang baik seharusnya tidak dengan

menyilangkan tangan atau kaki karena dapat mengindikasikan berpegang teguh pada

diri sendiri pada tingkatan tertentu;

4) Menghadapi seseorang yang berbicara secara utuh atau menyeluruh;

5) Bersahabat dengan orang lain melalui ekspresi wajah


6) Pemberian nilai yang tertunda, artinya dalam attending seseorang memberikan

nilai memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan tidak tergesa-gesa dalam membuat

keputusan tentang orang lain maupun masalah yang dihadapi oleh orang lain; 7)

Menghindari gangguan dari seseorang. Dalam perilaku attending tersebut seseorang

harus sadar dan mengurangi gangguan yang berhubungan dengan hal-hal fisik sesedikit

mungkin;

b. Active listening. Attending yang baik akan memudahkan seseorang untuk

mendengarkan secara hati-hati pada apa yang dikatakan oleh orang lain baik secara

verbal maupun non verbal (Egan,1986). Hal ini disebabkan karena attending dan active

listening merupakan suatu proses yang berjalan secara beriringan dalam

pelaksanaannya. Menurut Verdeber (1996) mengemukakan bahwa dalam active

listening mencakup tiga hal yaitu:

1) Understanding. Menghadirkan pengertian-pengertian yang tepat pada apa yang

dikatakan, melihat keluar tujuan yang berhubungan, melihat tema-tema utama dan

informasi yang mendukung;

2) Remembering. Mempertahankan informasi, mengingat ulang informasi yang

merupakan kunci dari masalah yang ada, menciptakan nemonik mental untuk daftar-

daftar ide dan kata-kata, membuat suatu catatan yang penting;

3) Evaluation. Pada evaluasi pendengar yang baik akan mendengarkan secara

kritis, membedakan fakta dari pendukung dan mengevaluasi pendukung masalah.

2.3 Pengaruh dan Manfaat Dongeng terhadap Kecerdasan Intelektual (IQ) Anak
Kecerdasan dalam arti umum adalah suatu kemampuan umum yang membedakan

kualitas orang yang satu dengan orang yang lain Joseph (1978). Kecerdasan intelektual

lazim disebut dengan inteligensi. Istilah ini dipopulerkan kembali pertama kali oleh
Francis Galton, seorang ilmuwan dan ahli matematika yang terkemuka dari Inggris

Joseph (1978). Inteligensi adalah kemampuan kognitif yang dimiliki organisme untuk

menyesuaikan diri secara efektif pada lingkungan yang kompleks dan selalu berubah

serta dipengaruhi oleh factor genetik Galton dalam Joseph (1978). Menurut Moustafa dan

Miller (2003) dimensi yang membentuk kemampuan intelektual yaitu meliputi:

1) Kecerdasan numeric yaitu kecerdasan dalam menangkap serta mengeloha

angka dan data

2) Pemahaman verbal yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan kepandaian

membaca, menulis dan berbicara.

3) Kecepatan Persepsi yaitu kemampuan mengidentifikasi kemiripan dan

perbedan visual dengan cepat dan akurat.

4) Penalaran induktif yaitu kemampuan mengidentifikasi urutan logis dalam

sebuah masalah dan memecahkan masalah itu.

5) Penalaran deduktif yaitu kemampuan menggunkan logika dan menilai

implikasi dari sebuah argumen.

6) Visualisasi spasial yaitu kemampuan membayangkan bagaimana sebuah objek

akan terlihat bila posisi dalam ruangan diubah.

7) Ingatan yang baik yaitu kemampuan membayangkan bagaimana sebuah objek

akan terlihat bila posisi dalam ruangan diubah.

Wiramiharja (2003) mengemukakan indikator-indikator dari kecerdasan

intelektual. Penelitiannya tentang kecerdasan ialah menyangkut upaya untuk

mengetahui keeratan besarnya kecerdasan dan kemauaan terhadap prestasi kerja. Ia

meneliti kecerdasan dengan menggunakan alat tes kecerdasan yang diambil darites
inteligensi yang dikembangkan oleh Peter Lauster, sedangkan pengukuran besarnya

kemauan dengan menggunakan alat tes Pauli dari Richard Pauli, khusus menyangkut

besarnya penjumlahan. Ia menyebutkan tiga indikator kecerdasan intelektual yang

menyangkut tiga domain kognitif. Ketiga indikator tersebut adalah:

a. Kemampuan figur yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bentuk

b. Kemampuan verbal yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bahasa

c. Pemahaman dan nalar dibidang numerik atau yang berkaitan dengan angka biasa

disebut dengan kemampuan numerik.

2.4 Peranan orang tua dalam membacakan dongeng

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam optimalisasi tumbuh

kembang anak. Dari banyak cara tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

melalui pemberian dongeng sejak dini pada anak-anak. Menurut Bawono (2012) dongeng

merupakan tradisi lisan yang sejak dulu sudah ada dan diwariskan oleh para pendahulu.

Melalui dongeng-dongeng tersebut, banyak muatan yang terkandung didalamnya. Dari

cerita maupun tokoh dongeng yang diberikan pendongeng kepada anak-anak, banyak

manfaat yang bisa dipetik. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa saat ini tradisi

mendongeng atau membacakan cerita untuk anak-anak seolaholah sudah mulai digeser

oleh aktivitas yang lain. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Bawono (2006) yang

mengatakan bahwa Peran Orangtua dalam Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Melalui

Pemberian Dongeng Sejak Dini | 183 Bawono, Y. [hal.177-186] jika orang tua sudah tidak

memiliki waktu lagi untuk mendongeng, maka orang tua akan cenderung menyuguhkan

beragam acara televisi, menyediakan komputer (untuk main games atau akses internet),

VCD/DVD player, atau bahkan playstation jika dibandingkan dengan mendongeng


kepada anak-anak. Padahal pada umumnya anak-anak menyukai dongeng. Bahkan

banyak diantaranya yang inginnya didongengi dengan cerita-cerita yang itu-itu saja.

Seolah-olah tidak ada kata bosan di benaknya. Baik itu cerita-cerita lokal semacam

Bawang Merah Bawang Putih, Si Kancil, Timun Emas, maupun cerita-cerita dongeng

mancanegara macam Cinderella atau Putri Salju. Maka tidak terlalu mengherankan

apabila hampir sebagian besar orang dewasa memiliki kenangan akan dongeng pada

masa kanak-kanaknya (Bawono, 2012).

Menurut Prasetyaningrum (dalam Bawono, 2006) sebagian dari para orang tua

merasa tidak cukup mempunyai waktu untuk memberikan dongeng kepada

anakanaknya. Bila hal ini dialami maka kondisi ini dapat diatasi dengan membelikan

bukubuku cerita (bila si anak sudah bisa membaca), atau dibelikan atau dipinjamkan

cassette video yang berisi dongeng anakanak, atau melalui tayangan acara dongeng

anak di radio atau televisi, meskipun efeknya tidak sebaik bila orang tua atau orang

dewasa langsung mendongeng kepada anak-anak. Menurut Ariyani (dalam Kartono,

1985) dongeng yang disampaikan secara langsung akan lebih mempererat hubungan

batin antara orang tua dan anak-anak. Secara tidak langsung mendongeng merupakan

suatu kesempatan baik untuk mengajarkan sesuatu kepada anak-anak. Dongeng akan

membuat anak-anak mengerti hal-hal yang baik dan yang buruk. Artinya adalah hal-hal

mana yang boleh diperbuat dan mana yang tidak boleh diperbuat. Melalui dongeng, anak

akan dapat mempelajari, memahami dan menghayati segala bentuk nilai-nilai, norma-

norma, kaidah-kaidah dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai, normanorma atau

kaidah-kaidah itu misalnya seperti : keberanian, kecerdikan, kejujuran, kebahagiaan,


kelicikan, kebodohan, dan sebagainya. Melalui dongeng-dongeng itu pula akan dapat

secara sehat mengembangkan emosinya (Sukardi, 1987).

Beberapa hasil penelitian mengenai dongeng telah dipublikasikan, salah satunya

adalah tulisan Sudarmoyo (dalam Sukada, 1987) yang mengatakan bahwa dongeng

dapat meningkatkan IQ seorang anak. Melalui dongeng, seorang anak akan dihinggapi

(need for achievement) yang akan menentukan cara berpikir dan tindakannya lebih jauh

secara efisien, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Ia mempunyai

kebutuhan untuk selalu meraih prestasi 184 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

Dongeng, selain berpengaruh pada inteligensi anak, juga diyakini bisa secara sehat

mengembangkan emosinya (Sukardi, 1987).

Pada saat mendengarkan dongeng, emosi anak dalam keadaan tergerak dan

terpengaruh oleh tema dongeng. Misalnya ketika pendongeng mengisahkan ceritacerita

yang didukung oleh kelucuan si pendongeng, maka emosi anak akan tergerak untuk

merasa senang. Yang keluar dari wajahnya adalah keadaan hati yang tampak dalam

gejala muka riang. Sebaliknya, manakala pendongeng mengisahkan hal-hal yang sedih

dan menakutkan, emosi anak akan tergerak ke hal itu pula dengan tanda-tanda tingkah

laku yang ketakutan dan keadaan hati yang cemas (Sugihastuti, 1996). Melalui dongeng,

selain emosi anak perlu disalurkan juga perlu dilatih untuk dapat diajak mengarungi

berbagai perasaan manusia. Anak dapat dididik untuk menghayati kesedihan,

kemalangan, derita, dan nestapa. Anak dapat pula diajak untuk berbagi kegembiraan,

kebahagiaan, keberuntungan, dan keceriaan. Melalui dongeng pula perasaan atau emosi

anak dapat dilatih untuk merasakan dan menghayati berbagai lakon kehidupan manusia

(Handayu, 2001). Dongeng yang akan diberikan tersebut akan menjadi lebih menarik lagi
jika ada medianya. Menurut Priyono (2001) beberapa media yang dapat digunakan pada

saat mendongeng kepada anak-anak, antara lain yaitu dengan menggunakan alat peraga

boneka, alat peraga buku (dengan membacakan cerita atau dengan gambar), alat peraga

kertas karton di papan panel, maupun mendongeng dengan gaya teater. Meskipun

demikian, sebenarnya tanpa media apapun, asalkan dongeng yang disampaikan tersebut

memiliki cerita yang menarik dengan pendongeng yang ekspresif, maka anak-anak akan

tetap menyukainya.

Menurut Sayy (dalam Bawono, 2006) agar seorang pendongeng bisa dianggap

berhasil dengan baik jika ia dapat “menghidupkan” cerita. Untuk itu pendongeng perlu

mempersiapkan diri dengan : menguasai materi cerita, menguasai olah suara (volume,

artikulasi, intonasi, diksi), menguasai berbagai macam karakter (tokoh), luwes dalam

berolah tubuh, dan menjaga daya tahan tubuh. Bertolak pada paparan tentang

beragamnya manfaat yang diperoleh dibalik pemberian dongeng tersebut maka

mendongeng sebagai sebuah tradisi lisan yang turun-temurun di Indonesia dapat

dijadikan sebagai salah satu bentuk dari peran aktif orang tua dalam

mengoptimalisasikan tumbuh kembang anak. Pernyataan ini diperkuat oleh Priyono

(2001) yang menyatakan bahwa mendongeng merupakan salah satu cara paling efektif

untuk membentuk tingkah laku di kemudian hari.


Bab III

Pembahasan

3.1 Apakah pengaruh yang akan didapatkan ketika anak dibacakan

dongeng??

Berdasarkan buku “Meningkatkan Kecerdasan Anak Usia Dini melalui Mendongeng”

pengaruh yang akan didapatkan ketika anak dibacakan dongeng dibagi berdasarkan

usia, yakni ;

 Manfaat dongeng bagi anak umur 0-4 tahun

Manfaat dongeng pada rentang usia ini, disebut juga sebagai fase pembentukan

dimana konsep yang harus dipelajari anak pada masa ini, adalah memulai

mempelajari kehidupan dengan konkrit (nyata), itulah sebabnya tingkah laku orangtua

dan orang disekelilingnya akan mempengaruhi kehidupan anak karena pada usia ini,

anak sudah pandai meniru serta berfantasi yang mencapai puncaknya pada usia 4

tahun.

a. Mengembangkan Daya Imajinasi Anak

Perlu kita ketahui bahwa dunia anak adalah dunia imajinasi. Jadi anak mempunya

dunianya sendiri dan tak jarang mereka berbicaradengan teman khayalannya. Dengan

daya imajinasi yang masih sangat bagus ini, maka kita sebagai orang tua harus bisa

mengarahkannya kearah yang positif dan tetap terkontrol. Melalui dongeng, adalah cara

terbaik untuk mengarahkan anak-anak kearah yang baik. Diyakini para ahli, mendongeng

pada anak usia 2-4 tahun akan merangsang daya imajinasinya dan serba mungkin

berfantasu (magic) sehingga masa ini cukup ideal untuk mendongeng dengan cerita yang
agak panjang (fairy tale), seperti kisah-kisah Cinderella, pangeran yang baik hati, putri

tidur, dll. yang ditulis oleh Hans Christian Andersen.

Pada usia ini anak juga mulai mengagumi dan suka membayangkan dirinya

sebagai tokoh tertentu yang berada di dalam dongeng. Maka dipercaya bahwa dongeng-

dongeng yang terdapat di seluruh dunia mempunyai alur cerita yang hampir sama

tentang keberanian, kepahlawanan melawan kejahatan, kesabaran dan kesungguhan

akan membawa kesuksesan. Hampir semua dongeng mempunyai karakter dengan tipe

tokoh yang mirip-mirip yaitu ; ada tokoh yang kuat dan lemah serta tokoh yang baik dan

jahat.

b. Meningkatkan Keterampilan dalam Berbahasa

Dongeng merupakan stimulasi dini yang mampu merangsang keterampilan

berbahasa pada anak-anak. Perlu kita ketahui bahwa cerita dongeng anak-anak mamapu

merangsang anak-anak terutama bagi anak perempuan dalam meningkatkan

keterampilan berbahsa mereka.

Hal ini dikarenakan anak perempuan lebih fokus dan konsentrasi daripada anak

laki-laki. Kemapuan verbal adalah kemampuan awal yang dimiliki anak-anak dan inilah

mengapa otak kanan mereka lebih berkembang dan ini juga yang menyebabkan mereka

lebih terlatih dalam berbahasa. Kisah-kisah dongeng yang mengandung cerita positif

tentang petilaku dan sebgainya membuat anak-anak menjadi lebih mudah dalam

menyerap tutur kata yang sopan.

c. Membangkitkan Minat Baca Anak

Jika ingin memiliki anak yang mempunyai minat baca yang baik, maka

mendongeng adalah jalan menuju hasil tersebut. Dengan memberikan cerita dongeng
anak-anak maka anak-anak akan tertarik dan rasa penasaran ini membuat mereka ingin

mencari tahu. Inilah dimana keinginan untuk membaca menjadi semakin meningkat.

Dengan membacakan buku cerita yang menarik kepada anak adalah cara paling mudah

yang bisa kita lakukan.

d. Membangun Kecerdasan Emosional Anak

Mendongeng kepada anak dapat membangkitkan kecerdasan emosional mereka

dan ini juga sarana hebat yang mampu merekatkan hubungan ibu dan anak maupun guru

dengan murid. Seperti yang kita ketahui bahwa belajar nilai-nilai morah tidaklah mudah

perlu adanya keteladanan, begitupun bagi anak-anak mempunyai kesulitan dalam

mempelajari nilai-nilai moral dalam kehidupan. Dengan dongeng maka kita bisa

memberikan contoh melalui tokoh dalam cerita yang kita dongengkan. Dongeng pada

anak-anak akan membantu dalam menyerap nilai-nilai social emosional pada sesame

karena tidak bisa dipungkiri bahwa kecerdasan emosional juga penting disamping

kecerdasan kognitif. Kecerdasan emosional sangat penting bagi kehidupan social

mereka kelak

 Manfaat bagi anak usia 5-7 tahun

Dongeng bagi anak usia 5-7 tahun akan mempengaruhi alam bawah sadar anak

dan meningkatkan daya fantasi anak. Orangtua dapat memperkenalkan kepada anak

dengan doingeng yang lebih kompleks ceritanya karena anak mulai menyukai cerita

tentang terjadinya sesuatu dan bagaimana cara kerjanya

a. Mendorong Minat

Pada tahap ini, dorongan minat anak untuk mengetahui terhadap apa yang terjadi

disekitarnya sangat besar. Maka orangtua maupun guru dapat menciptakan intetaksi
dengan anak melalui dongeng tentang terciptanya sebuah sepda, radio, televisi,

computer dan lain sebagainya

b. Membangun Kasih Sayang

Pada tahap inilah, kita dapat memulai mengenalkan dan membangun rasa kasih

sayang terhadap anak dengan dongeng melalui tokoh-tokoh dalam cerita dan ini dapat

membekas begitu dfalam disanubarinya dan ini merupakan modal bagi kebahagiannya

di masa mendatang.

c. Menambah Kosakata

Anak-anak yang terbiasa dibacakan cerita atau didongengkan, terbiasa

mendengarkan lebih banyak kata-kata baru. Kemampuan otaknya yang seperti spons,

akan menyerap semua itu dan membuat kosa katanya bertambah

d. Membentuk Rasa empati Anak

Melalui stimulasi dongeng terhadap anak, maka kepekaan anak pada usia ini akan

dirangsang mengenai situasi sosial disekitar mereka. Dengan metode dongeng untuk

anak maka mereka akan belajar berempati terhadap lingkungan sekitar. Stimulasi yang

akan lebih berhasil adalah dengan merangsang indera pendengarannya. Penting bagi

kita memberikan stimulasi ini sebagai bekal yang baik untuk amsa depannya. Dengan

dongeng yang mendidik, maka anak akan dengan mudah menyerap nilai positif yang

menjadikan mereka mudah berempati dengan orang lain

e. Mengenalkan Kejadian Alam

Pada usia 7 tahun, sebaiknya orangtua maupun guru, mulai menganjurkan anak

membaca sendiri tentang cerita-cerita yang terdapat di dalam buku pengetahuan

misalnya terjadinya hujan, gerhana, gunung melestus dan sebagainya


 Manfaat doengeng bagi anak usia 8-12

Kegiatan mendongeng dapat diteruskan dengan tema atau peristiwa yang dialami

anak sehari-hari, misalnya bagaukana kunjungan ke dokter gigi atau meminta anak untuk

menceritakan sebuah buku yang sudah dibacanya. Topik lain yang menarik untuk

diceritakan adalah tentang idolanya, kesukannya cita-citanya serta hal-hal yang

dicemaskannya.

Anak pada usia ini, lebih menyukai cerita tentang sejarah orangtuanya atau

keluarganya dan anak akan menikmati sekali tentang momen-momen yang dihadapi

orangtua dan tak dapat dilupakan karena anak tertarik dengan masa-masa sedih.

Gembira ataupun perjuangan orangtuanya di masa lalu. Semua itu akan mendorong anak

untuk belajar membandingkan dan belajar tenhtang perngalaman hidup.

Dan pada anak usia ini, orangtua maupun guru dapat menanamkan budi pekerti

dan nilai-nilai moral luhur melalui tokoh-tokoh dalam dongeng serta dapat melatih anak

untuk berpikir rasional dan praktis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan

dapat mengambil keputusan Karakter anakpun sudah sangat kompleks dan mulai suka

dengan intrik-intrik

Yang juga penting diperhatikan dan dilakukan orangtua sata kegiatan

mendongeng adalah menciptakan suasana nyaman dan terkesan mendukung tentang

kisah petualangan yang sedikit berbau roman karena sudah bisa diberikan kepada anak.

Adapaun manfaat yang dapat diperoleh anak dari mendongeng, saat usia 8-12 tahun,

yaitu :
a. Menjalin Bonding

Saat membacakan cerita atau mendongeng untuk anak, tentu kita tidak bersikap

seperti pembawa acara berita di televisi yang betul di televisi yang betul-betul ‘hanya

membaca, bukan? Namun lebih dari itu, ada pelukan, belaian, senyuman, intonasi suara

yang menunjukan kepedulian dan kasih sayang. Nah kesemua ‘atribut’ dongeng itu bisa

mempreerat hubungan orangtua dengan anak ataupun guru dengan murid.

b. Mengoptimalkan kecerdasan

Seperti dikemukakan oleh Psikolog Efnie Indfriani, M.Psi bahwa “dongeng akan

merangsang pembentukan lipatan pada otak anak (girus) yang berfungsi menyimpan

informasi lebih banyak sehingga mereka bisa jadi lebih pintar”. Disini akan saya

tambbahkan, bahwa kecerdasan yang bisa diamati berkat dongeng bisa bermacam-

macam, jika anak memiliki kecerdasan linguistik yang baik, menunjukkannya dengan

mengarang dongeng sendiri, anak lain yang memiliki kecerdasan musikal yang tinggi bisa

saja menunjukkan kecerdasanya dengan mengarang lirik lagu yang berhubungan

dengan dongeng favoritnya. Atau si cerdas kinestetik akan menujunjukkan

kemampuannya dalam berpetualang (meski hanya sekedar di sekitar rumah)

c. Menumbuhkan cinta buku

Jika kita sebgai orangtua, membasakan anak untuk membaca sejak kecil. Atau

setidaknya menyediakan buku di rumah, maka anak akan terbiasa dengan budaya

membaca. Minimal jika dia memperhatikan bahwa orangtuanya suka membaca, maka

akan tumbuh rasa cinta terhadap buku. Buku adalah jendela dunia, membaca adalah

salah satu cara untuk empelajarinya.


d. Belajar sikap moral positif

Sikap moral positif akan lebih efektif bila disampaikan melalui contoh tokoh0tokoh

dalam dongeng ketimbang menasehati anak secara langsung. Misalnya saja dongeng

mengenai “Kelinci yang Sombong”, kisah ini akan sangat membekas. Anak tahu

bahwa kelinci yang pandai melompat bisa kalah dalam balap lari dengan kura kura

karena kesombongannya,

Anak akan mengingat hal tersebut teradang suka menasehati temannya jika ada

yang suka pamer. Untuk ke depannya, sikap moral positif yang tumbuh melalui

pembacaan dongeng yang baik, sangat muungkin bisa membangun karakter yang

baik dalam diri anak.

e. Melatih perhatian dan daya tangkap

Untuk poin ini, kita para orangtua bisa membeirkan “tes kecil” poada anak sesaat

setelah mendongeng, misalnya dengan memberikan beberapa pertanyaan terkait isi

dongeng. Jawaban yang diberikan oleh anak bisa menunjukkan sejauh mana

perhatian serta daya tangkapnya terhadap isi dongeng. Jawaban yang diberikan oleh

anak bisa menunjukan sejauh aman perhatian serta daya tangkapnya isi cerita. Tidak

usah bersikap seperti guru yang sedang memberikan ujian (yang marah kalau

jawaban salah) tapi anggap saja ini sebagai periode bermain sambil latihan. Ulangi

lagi cerita, berikan sesi tanya jawab, tanggapan dan biarkan anak “menyimpuilkan”.
3.2 Apakah dongeng dapat mempengaruhi rasa empati anak?

Dongeng merupakan suatu cerita yang imajinatif dan bersifat khayalan karangan

sang pendongeng. Anak lebih menyukai dongeng karena pada usia ini anak lebih senang

paada hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga pengaruh atau stimulus positif dapat

masuk dengan mudah apalagi tentang pembentukan karakteristik positif seperti empati,

bahasa, minat membaca, dan kekuatan berfikir. Saat anak suka mendengarkan dongeng,

maka ia dapat menghilangkan rasa tegang, mood yang buruk dan berbagai perasaan

negatif perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 41 lainnya. Artinya

dongeng telah membantu anak dalam mengatasi masalah emosi (Hana, 2011).

Ketika mendengarkan dongeng yang menggambarkan perasaan, anak akan ikut

memahami apa yang ada dalam perasaannya dan merasakan apa yang ada di dalam

perasaan tokoh atau orang lain. Tokoh-tokoh yang berada dalam suatu dongeng akan

terasa hidup dan anak akan terbiasa membedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh

yang lain. Bahkan anak akan menjadikan tokoh yang baik menjadi idolanya. Dengan

memahami tokoh, anak akan dapat memahami dirinya. Dia akan mulai berpikir dan akan

mampu membedakan antara orang baik dengan orang jahat, orangtua dengan anak-

anak, laki-laki dan perempuan. Tentu saja akan menjadi pelajaran yang sangat berharga

dan disaat anak tumbuh dewasa, dia akan belajar menghormati perbedaan (Mal, 2008).

Seseorang dapat menjadi empatik kepada karakter fiktif sebagaimana kepada

korban pada kehidupan nyata (Baron dan Byrne, 2005). Mendongeng memiliki manfaat

untuk merangsang kekuatan berpikir, sebagai media efektif, mengasah kepekaan anak

terhadap bunyi-bunyian, menumbuhkan minat baca, dan juga menumbuhkan rasa


empati. Menurut Ahmad (1998) empati ialah suatu kecenderungan untuk merasakan

sesuatu yang dilakukan orang lain andaikata dia berada disituasi orang tersebut.

Eissenberg dan Mussen (dalam Lindgren 1974) mengatakan bahwa empati

sebagai keadaan afektif yang seolah-olah dialami sendiri yang berasal dari keadaan atau

kondisi emosi orang lain dan mirip dengan keadaan atau emosi orang lain tersebut.

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk menempatkan diri kedalam perasaan

dan pikiran orang lain serta perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 42

melihat situasi dari sudut pandang orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam

perasaan dan tanggapan orang tersebut. Di dalam dongeng anak dapat seolah-olah

menjadi tokoh didalamnya dan inilah yang akan mengajarkan anak dengan tentang rasa

empati.

Terbentuknya moral/karakter seorang anak dapat melalui dan diawali dengan

pendidikan di dalam keluarga, dimana orangtua sebagai keluarga yang terdekat sangat

berperan dalam mendidik anaknya sehingga terbentuklah karakter yang baik sebagai

individu atau generasi penerus sebagaimana yang diharapkan keluarga, agama, bangsa,

maupun Negara. Contoh dalam memberikan rangsangan atau mengajarkan moral dan

nilai-nilai kehidupan pada anak, seharusnya dapat dengan mudah dilakukan Ayah &

Bunda, yang salah satu caranya dengan kegiatan “Mengdongeng” dimana pesan-pesan

moral dapat dengan mudah disampaikan melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita

(Meity, 2014)

Anak lebih menyukai dongeng karena pada usia ini anak lebih senang pada hal-

hal yang bersifat imajinatif sehingga pengaruh atau stimulus positif dapat masuk dengan

mudah apalagi tentang pembentukan karakteristik positif seperti empati, bahasa, minat
membaca, dan kekuatan berfikir. Saat anak suka mendengarkan dongeng, maka ia dapat

menghilangkan rasa tegang, mood yang buruk dan berbagai perasaan negatif lainnya.

Artinya dongeng telah membantu anak dalam mengatasi masalah emosi (Hana, 2011).

Ketika mendengarkan dongeng yang menggambarkan perasaan, anak akan ikut

memahami apa yang ada dalam perasaannya dan merasakan apa yang ada di dalam

perasaan tokoh atau orang lain. Tokoh-tokoh yang berada dalam suatu dongeng akan

terasa hidup dan anak akan terbiasa membedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh

yang lain. Bahkan anak akan menjadikan tokoh yang baik menjadi idolanya. Dengan

memahami tokoh, anak akan dapat memahami dirinya. Dia akan mulai berpikir dan akan

mampu membedakan antara orang baik dengan orang jahat, orangtua dengan anak-

anak, laki-laki dan perempuan. Tentu saja akan menjadi pelajaran yang sangat berharga

dan disaat anak tumbuh dewasa, dia akan belajar menghormati perbedaan (Mal, 2008).

Seseorang dapat menjadi empatik kepada karakter fiktif sebagaimana kepada korban

pada kehidupan nyata (Baron dan Byrne, 2005)

Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengembangkan empati anak usia

dini adalah dengan metode dongeng. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Moeslichatoen (2004) bahwa mendongeng dapat menjadi media untuk menyampaikan

nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Dongeng mempunyai makna penting bagi

perkembangan anak usia dini, karena dengan dongeng guru atau orang tua dapat

membantu mengembangkan nilai-nilai sosial yang didalamnya termasuk

mengembangkan empati anak.


3.3 Apakah dongeng dapat mempengaruhi kecerdasan intelektual (IQ)

anak?

Dokter Spesialis Anak yang juga Konsultan Tumbuh Kembang Anak, Dr. Ahmad

Suryawan SpA(K) mengatakan : “Peran stimulasi dan nutrisi sangat penting dalam masa

periode emas anak-anak. Karena ini hanya terjadi satu kali di masa kehidupan anak dan

sangat menentukan perkembangan fisik serta tingkat kecerdasannya di masa dewasa.

Nutrisi yang ditegaskan Dr. Ahmad, merupakan bagian yang sangat penting. Dan

pemberian stimulasi dengan mendongeng yang dilengkapi nutrisi yang baik serta

seimbang akan mempengaruhi perkembangan otak anak sebelum usia 6 tahun.

Sementara itu, mendongeng sebagai nutrisi pendorong keterampilan orangtua

kepada anak-anaknya terutama sebelum tidur untuk mengoptimalkan tumbuh kembang

anak terutama pada usia 0-6 tahun. Pada kenyataannya, saat ini mendongeng sudah

mulai ditinggalkan orangtua yang digantika dengan tontonan televisi dan parahnya tanpa

pendampingan orangtua. Untuk mengoptimalkan stimulasi pada anak yang dilakukan

lewat mendongeng, orang tua sangat berperan dalam mendukung peningkatan kualitas

pendidikan (intelektualitas) anak kelak.

Menurut pendapat Kak Seto, anak dapat dirangsang untuk mengembangkan daya

imajinasinya, dengan mendengarkan dongeng dari orang tuanya. Mengembangkan

imajinasi merupakan bagian dari mengembangkan kecerdasan.

Kecerdasan yang dimiliki seorang anak pada masa-masa awal pertumbuhannya

sampai usia sekolah, memang tidak bisa dibiarkan sendiri untuk berkembang. Kadang,

potensi yang sudah ada dalam dini anak masih harus dibantu oleh orang-orang

terdekatnya dan juga perangkat sekolah supaya dapat lebih berkembang.


Salah satu cara terbaik untuk meluangkan waktu bagi anak-anak adalah melalui

mendongeng bagi mereka," ungkap psikolog anak, Efnie Indrianie, dalam talkshow

bersama Wall's Dreamy Creamy di Hongkong Cafe, Jakarta, Senin (14/5/2012) lalu.

Sampai saat ini kegiatan mendongeng sudah banyak ditinggalkan oleh para orangtua,

karena dianggap merepotkan dan membuat mereka semakin lelah setelah seharian

bekerja. Padahal sebenarnya mendongeng merupakan kegiatan positif yang bisa

mengeratkan hubungan ibu dan anak. "Mendongeng sebenarnya bukanlah kegiatan

untuk menidurkan anak, tapi lebih berfungsi untuk meningkatkan kedekatan ibu dan anak,

dan mengembangkan kemampuan otak anak," bebernya. Mendongeng juga membantu

perkembangan psikologis dan kecerdasan emosional anak, serta beberapa manfaat lain

Disampaikan Eddy Firmansyah, salah satu penulis novel dari Universitas

Trunojoyo, Bangkalan, sebelum pendidikan si anak dikemas ke dalam bentuk formal,

orang tua biasanya menjadi guru si anak.

“Mendongeng memiliki elemen penting dan vital bagi kuncup-kuncup pikiran anak.

Sampai anak berusia enam tahun, pola otak secara alami menyebabkan anak memiliki

rasa ingin tahu untuk menjelajahi semua hal yang ada di sekitarnya,” kata Eddy.

Masih menurut Eddy, kekuatan mendongeng tidak boleh diremehkan. Lebih lanjut

disampaikannya, mendongeng itu mampu merangsang rasa cinta pada daerah serta

mampu mendapatkan inspirasi dari orang-orang terkenal

Dalam wawancaranya dengan The Guardian, Richard dawkins, seorang ahli

biologi revolusioner dan penulis mengungkapkan 5 alasan mengapa dongeng sangat

baik untuk anak-anak, diantaranya :

1. Mereka meningkatkan imajinasi anak dan melek budaya


Imajinasi anak adalah hal yang sangat kuat dan unik. Ini tidak hanya digunakan

untuk membuat cerita dan permainan, ini adalah faktor kunci dalam pemikiran kreatif

mereka dan dapat menentukan jenis pendidikan, karir dan kehidupan yang mereka miliki.

Dengan imajinasi ini muncul sebuah literasi budaya; dongeng sering kali mencakup

berbagai budaya dan cara melakukan sesuatu. Mereka mengajar anak-anak tentang

perbedaan budaya di dunia di luar bakat mereka sendiri sehingga mereka ingin tahu hal-

hal baru dan mengalami tempat-tempat baru.

2. Mereka mengajarkan kita benar dari yang salah

Berdiri kuat dalam dongeng kuda sihir dan sandal kaca adalah tulang punggung

moral. Dongeng memiliki pelajaran moral yang kuat, perkelahian antara kebaikan &

kejahatan, cinta dan kehilangan, dan pelajaran ini menular pada anak-anak kita.

Menurut The Telegraph, Nyonya Goddard Blythe, direktur Institute for Neuro-

Physiological Psychology di Chester, mengatakan: "Dongeng membantu mengajarkan

kepada anak-anak pemahaman tentang benar dan salah, bukan melalui pengajaran

langsung, tapi melalui implikasi."

Cerita dongeng membantu mengajari anak-anak pemahaman tentang benar dan

salah, bukan melalui pengajaran langsung, tapi melalui implikasi

Cerita dongeng mengajari anak-anak bahwa kebaikan akan selalu menang dan,

meski hal ini mungkin tidak benar dalam aspek dunia nyata, pelajarannya sederhana dan

penting. Jadilah pahlawan, bukan penjahat. Belajarlah untuk berharap lebih baik.

3. Mereka mengembangkan kemampuan berpikir kritis


Dongeng mengajarkan anak-anak berpikir kritis. Mereka melihat konsekuensi dari

keputusan karakter dan mengetahui bahwa apa yang akan terjadi pada mereka

bergantung pada pilihan yang mereka buat. Tidak semua karakter bisa menjadi teladan

yang baik, bahkan keputusan tersebut bisa menjadi boomerang bagi mereka, atau

pangeran sembrono (atau tidak cakap). Apa yang diajarkan cerita-cerita itu, adalah

bahwa ketika hal-hal buruk terjadi, Anda memiliki keputusan untuk dibuat. Jika Anda

membuat yang benar, semuanya mungkin akan baik-baik saja.

4. Mereka dapat membantu anak mengatasi emosi itu sendiri

Cerita dongeng tidak hanya mempersiapkan anak-anak kita untuk masyarakat dan

membuat keputusan moral, mereka juga mengajarkan bagaimana menghadapi konflik di

dalam diri mereka sendiri. Psikolog anak Bruno Bettelheim, yang mengkhususkan diri

pada pentingnya dongeng di masa kanak-kanak, percaya bahwa dongeng dapat

membantu anak-anak dalam mengatasi kecemasan mereka, hingga saat ini, tidak dapat

menjelaskannya. Dalam dongeng anak-anak sering menjadi karakter utama dan lebih

sering daripada tidak akan menang melawan kejahatan cerita. Pembaca bisa

berhubungan dengan ini dan menemukan pahlawan dongeng dalam diri mereka.

5. Dan akhirnya,dongeng sangat menyenangkan!

Saya sangat menyukai kenangan meringkuk di tempat tidur dan menghilang ke

dunia lain dimana naga terbang dan para pangeran berkelahi. Kenangan saya akan

kegembiraan yang luar biasa saat ayah saya pulang dengan buku Harry Potter terbaru

masih membuat saya tersenyum. Permainan yang saya mainkan dengan teman-teman

di kebun kami tak terbantahkan oleh imajinasi kami, yang masih berenang dalam cerita

semalam.
Entah itu untuk pelajaran moral tidak langsung, meningkatkan imajinasi mereka

atau karena anak Anda tidak dapat membuat anak itu mebaca buku, maka anak itu harus

didorong agar anak menyukainya . Bacalah bersama-sama, bantulah anak-anak Anda

menciptakannya sendiri dan pastikan mereka tahu bahwa mereka bisa menang melawan

penyihir jahat manapun.

3.4 Bagaimana cara mendongeng bagi orangtua kepada anak yang baik

dan benar?

Metode Mendongeng sesuai usia

Ada yang berpendapat bahwa dongeng baru optimal diberikan pada anak. saat

mereka sudah lancar berbicara atau bahkan sudah memasuki usia Taman Kanak-

Kanak/PAUD. Saya kurang sependapat dengan hal itu. Seperti saya kemukakan

sebelumnya bahwa dongeng sudah dapat mulai diberikan pada anak sejak ia masih di

dalam kandungan. Namun mungkin yang perlu digarisbawahi di sini adalah metode

mendongengnya. Tentu tak sama dongeng yang kita berikan untuk bayi, balita maupun

anak usia sekolah. Sepanjang pengetahuan dan pengalaman saya, sebaiknya cara

mendongeng pada anak sesuai dengan usianya, adalah :

1. Saat usia 0-2 tahun

Sebaiknya mendongeng tidak usah memakai buku tapi dikarang saja ceritanya

agar Anda bisa memaksimalkan gerakan tubuh, ekspresi wajah dan intonasi suara. Ini

akan ditangkap dengan lebih baik oleh bayi. Atau jikapun memakai buku. berikanlah buku

yang bertekstur lembut, agar tak melukai anak. Gambarnya pun dipilih yang berukuran

besar dengan warna-warna mencolok. Bayi biasanya menyukai gambar yang

memperlihatkan berbagai ekspresi wajah.


2. Saat Usia 3-6 tahun

Di usia anak sudah bisa diperkenalkan dengan buku cerita yang memuat banyak

gambar dengan buku cerita yang memuat banyak gambar dengan huruf dan angka

berukuran besar dan jelas. Dongeng juga sebaiknya dipilih yang ceritanya berkaitan

dengan aktifitas sehari-hari, misalnya manfaat makan sayur dan buah serta manfaat

menggosok gigi. Ini berguna untuk menasehati anak secara tidak langsung. Dua anak di

usia pra sekolah kadang ada anak yang sudah bisa membaca maka baik jugha diberikan

buku cerita bergambar.

3. Saat usia 7-12 tahun

Anak usia sekolah seperti ini, orangtua bisa memberikan buku/majalah pada anak.

Namun sebaiknya dilihat dulu isi buku/majalah tersebut, jangan sampai ada

kata/kalimat/gambar yang negatif atau belum selayaknya ‘dikonsumsi’ oleh anak. Apabila

anak belum lancar membaca, pendampingan diperlukan untuk membimbingnya huruf-

huruf tersebut menjadi rangkaianya kata dalam kalimat sehingga memiliki makna.

Ciptakan bahwa mendongeng adalah sesuatu yang ditunggu oleh anak. Yang

terpenting dari dongeng adalah menumbuhkan kondisi yang menyenangkan. Kita

sebagai orangtua haruslah menyediakan waktu yang berkualitas saat mendongeng.

Hindari mendongeng saat sudah lelah, karena bisa jadi tidak optimal baik saat proses

mendongeng ataupun menjawab pertanyaan dari anak. Juga ketika anak sudah jenuh

dongeng dongeng, hentikan saja. Ajak ia melakukan aktifitas lain yang disukainya. Satu

lagi. hindari menakut-nakuti anak secara tak logis melalui dongeng. Contohnya saja :

Jangan mendongeng tentang hantu yang menyeramkan yang suka memakan anak-anak.

Ini selain berbohong juga menumbuhkan sikap penakut pada diri anak.
Cara mudah menjadi pendongeng bagi anak adalah para orangtua maupun guru

harus memiliki daya imajinasi yang kuat atau memiliki minat baca yang tinggi agar dapat

mentransformasikan apa yang telah dibacanya kepada anak dan tentu dengan bahasa

yang mudah dipahami anak. Dan cara lain bagi orangtua yang suka menonton film dapat

mengajak anak namun harus pandai memilih dan memilah cerita yang sesuai dengan

usia anak.

Jika kita sulit memulai untuk mendongeng bagi anak maka wajib bagi orangtua

dan guru untuk mencari referensi dari buku-buku atau dengan sering-sering melihat story

tellingyang banyak diselenggarakan di pusat perbelanjaan, toko buku. dan acara di

televisi. Sedangkan cara mudah dan instan adalah dengan belajar dan sang ahli dongeng

lalu mempraktekkannya secara terus menerus. Dari sini, kita akan menjadi pendongeng

yang baik dan profesional. Mungkin saja!!

Memilih Dongeng Berdasarkan Usia Anak

Salah satu cara untuk menyampaikan pesan moral kepada anak adalah melalui

media bercerita atau mendongeng. Dengan bercerita atau mendongeng, kita bisa

memberikan nilai-nilai dan pembentukan kepribadian anak tanpa ada kesan menggurui.

Disamping itu pula dengan mendongeng akan mendekatkan orangtua dengan anak

ataupun guru dengan murid sehingga keterikatan dan kedekatan hati akan berbentuk.

Ketika kedekatan ini sudah terbentuk maka kita akan lebih mudah untuk mendidik dan

mengarahkan anak.

Dalam mendongeng atau bercerita agar menarik untuk anak perlu diperhatikan

beberapa hak, diantaranya adalah : isi cerita, pembawaan cerita dan usia pendengar

dongeng/cerita. Untuk mendongeng alangkah baiknya disesuaikan dengan usia


pendengar atau siswa agar pesan yang disampaikan melalui cerita tersebut bisa dicerna

dengan baik dan oleh anak.

Agar memudahkan dalam mencari cerita buat anak berikut ini adalah batasan-

batasan cerita untuk anak yang disesuaikan dengan usianya, yaitu :

1. Untuk Anak usia 5 (lima) tahun ke bawah

Anak diusia ini biasanya belum mengetahui dengan baik tentang isi cerita. Oleh

karena itu, lebih tepat apabila kegiatan bernyanyi dalam mendongeng diperbesar

porsinya. Untuk kelompok usia ini, dongeng yang cocok adalah cerita yang berhubungan

dengan binatang. Misalnya : tentang kodok, cicak, bebek dan lainnya sebagainya.

Penguasaan yang harus dikuasai oleh pendongeng adalah tentang meniru suara

binatang tersebut.

Selain cerita tentang binatang, cerita ini bisa juga yang berhubungan dengan

tumbuhan, misalnya : tentang bunga melati, bunga mawar atau buah duren, buah apel,

dan lain sebagainya. Untuk konsep ceritanya, anda bisa mengkreasikan sendiri.

2. Untuk usia anak 6-9

Anak pada usia ini sudah mulai kritis dalam mendengarkanm dongeng/cerita.

Anak-anak akan menyukai cerita yang menyenang dan menggembirakan. Pada usia ini

juga si anak sudah bisa untuk melihat sisi baik dan sisi buruk dari cerita yang

didongengkan oleh guru atau orangtua. Untuk konsep cerita, kita bisa mengambil kisah-

kisah rakyat seperti : legenda Malin Kudang, si kancil. Bawang merah dan bawang putih

dan masih banyak lagi inspirasi cerita rakyat lainnya yang bisa kita ambil

3. Untuk kelompok usia 9-12 tahun


Anak dalam kelompok usia ini diperlukan pendekatan yang berbeda daripada

kelompok-kelompok-kelompok usia di atas. Pada usia ini, anak akan mulai

mendengarkan cerita dengan sikap yang baik dan akan bersifat kritis terhadap cerita

dengan sikap yang baik dan dan akan bersifat kritis terhadap cerita perlu dilakukan

langkah pendekatan terhadap anak yaitu dengan cara mengajaknya anak agar nantinya

mau mendengarkan cerita dengan baik. Untuk kelompok usia ini biasanya lebih tertarik

dengan cerita-cerita fiksi. Contohnya : tentang cerita petualangan, detektif cilik, manusia

super dan lain sebagainya.

Penyesuaian cerita dengan usia anak perlu diperhatikan dengan baik agar visi dan

misi sebuah cerita tersampaikan dengan baik kepada anak-anak. Apabila tidak

disesuaikan dengan usia anak maka bisa jadi cerita tidak akan menairk buat anak

ataupun anak terlalu berat untuk mencerna cerita yang disampaikan.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan dari bab I sampai dengan Bab

III, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Berdasarkan data yang penulis sampaikan dari studi pustaka dan pendapat

para ahli mengenai manfaat dongeng terhadap kecerdasan dan empati,

penulis dapat menyimpulkan bahwa dongeng ternyata bermanfaat dalam

banyak hal, teruataa kecerdasan dan empati anak dapat ditingkatkan melalui

dongeng.

2. Berdasarkan data yang penulis sampaikan dari studi pustaka dan pendapat

para ahli mengenai manfaat dongeng terhadap kecerdasan dan empati anak,

penulis dapat menyimpulkan bahwa mendongeng memiliki peran penting bagi

orang tua dan juga anak, sehingga orang tua perlu mendongengkan anaknya

pada masa kanak-kanak

3. Berdasarkan data yang penulis sampaikan dari studi pustaka dan pendapat

para ahli mengenai manfaat dongeng terhadap kecerdasan dan empati,

penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam mendongeng kepada anak perlu

menggunakan metode yang disesuaikan dengan umur anak, agar anak mau

mendengar dongeng yang disampaikan, dan dongeng lebih mudah diserap

oleh anak.
4. Berdasarkan data yang penulis sampaikan dari studi pustaka dan pendapat

para ahli mengenai manfaat dongeng terhadap kecerdasan dan empati,

penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam mendongeng perlu pemilihan

dongeng yang sesuai dengan umur anak agar dongeng yang disampaikan

mudah dipahami dan diserap oleh anak.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan, penulis menyarankan

bagi para orang tua pada umumnya, sangat dianjurkan untuk meningkatkan

kecerdasan dan empati anak terutama pada masa periode emas yang hanya

terjadi 1 kali dalam kehidupan dan rentan waktuknya yang sangat sebentar melalui

pemberian stimulasi yang mudah diserap oleh anak, salah satunya dan cara yang

cukup mudah dilakukan yakni melalui dongeng. karena jika periode itu dilewatkan

tanpa adanya stimulasi, hal itu akan sangat-sangat disayangkan.

Dan juga khususnya para orang tua sangat dianjurkan dan perlu

ditingkatkan akan kesadaran mendongeng bagi anak, karena dongeng memiliki

peran penting baik bagi orang tua maupun sang anak, karena manfaat dongeng

yang dapat menjadikan hubungan orang tua dan anak menjadi lebih harmonis,

serta menubuhkan kecerdasan dan moral sang anak dewasa kelak.

Anda mungkin juga menyukai