Anda di halaman 1dari 69

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS MENGALAMI BBLR

(BAYI BERAT LAHIR RENDAH) DENGAN KETIDAKSEIMBANGAN

NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH DI RUANG CUT NYAK

DIEN RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

OLEH:

INGGAR AWANDA EDOTAMA

NIM. 15.036

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2018
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NEONATUS MENGALAMI BBLR

(BAYI BERAT LAHIR RENDAH) DENGAN KETIDAKSEIMBANGAN

NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH DI RUANG CUT NYAK

DIEN RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

Diajukan sebagai selah satu syarat mendapatkan gelar

Ahli Madya Keperawatan (A.md. Kep)

Pada STIKes Kepanjen Kabupaten Malang

OLEH:

INGGAR AWANDA EDOTAMA

NIM. 15.036

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2018

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Inggar Awanda Edotama

Tempat/tanggal lahir : Sidoarjo, 30 Mei 1997

NIM : 15.036

Alamat : Puri Perumahan Dampit permai Block E

Kecamatan Dampit Kabupaten Malang

Menyatakan dan bersumpah bahwa Proposal Studi Kasus ini adalah hasil karya

sendiri dan belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun.

Jika dikemudian hari ternyata saya terbukti melakukan pelanggaran atas

pernyataan dan sumpah tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sanksi

akademik dari almamater.

Malang, Mei 2018

Inggr Awanda Edotama

15.036

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan Judul “Asuhan Keperawatan Pada Neonatus

Mengalami BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbngan Nutrisi

Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Di Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan

Kepanjen” telah disetujui untuk Diujikan di Depan Penguji

Kepanjen, Desember 2018

Menyetujui,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Janes Jainurokhma, M.Kep Wiwit Dwi N, S.Kep, Ns, M.Kep

NIK. 201355046 NIK. 200903009

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Studi Kasus Dengan Judul “Asuhan Keperawatan Pada Neonatus

Mengalami BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbngan Nutrisi

Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Di Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan

Kepanjen” Telah Diujikan Di Depan Tim Penguji.

Pada tanggal 2 Januari 2018

Tim Penguji

Nama TandaTangan

Ketua : Riza Fikriana, M.Kep .....................

Anggota : 1. Janes Jainurokhma, M.Kep ......................

2. Wiwit Dwi N, S.Kep, Ns, M.Kep .….................

Mengetahui,

Ketua Program StudiKeperawatan

Faizatur Rohmi S.Kep, Ns, M.Kep

NIK. 201002026

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat,

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Studi

Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Mengalami BBLR

(Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbngan Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan Tubuh Di Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen”

Dalam penyusunan Proposal Studi Kasus ini penulis banyak mendapat

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada yang terhormat :

1. Riza Fikriana, M. Kep selaku Ketua STIKes Kepanjen.

2. Ibu Faizatur Rohmi S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ka. Program Studi DIII

Keperawatan dan pembimbing I dalam penulisan proposal studi kasus

yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.

3. Janes Jainurokhma, M.Kep selaku pembimbing I dalam penulisan proposal

studi kasus yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada

penulis.

4. Wiwit Dwi N, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II dalam penulisan

proposal studi kasus yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran

kepada penulis

5. Pihak-pihak terkait yang telah memberikan dukungan dan bantuan

sepenuh hati untuk pengerjaan proposal karya tulis ilmiah ini.

vi
Dalam penulisan proposal studi kasus ini penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan proposal studi kasus ini Semoga proposal studi kasus ini

bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan neonatus.

Malang, Desember 2018

Inggar Awanda Edotama

15.036

vii
DAFTAR ISI

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Norml Kebutuhan Kalori ....................................... 24

Tabel 2.2 klasifikasi Body Massa Index (BMI) ............................... 34

Tabel 2.3 Peilaian APGAR Score .................................................... 40

ix
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Patofisiologi BBLR dengan Ketidakseimbangan Nutrisi 36

Bagan 2.2 Kerangka Konsep ............................................................ 48

Bagan 2.3 Kerangka Kerja ............................................................... 50

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Form Asuhan Keperawatan .......................................... 66

Lampiran 2 Surat Ijin Survey dari Bakesbangpol Kab. Malang ...... 109

Lampiran 3 Surat Ijin Survey dari Dinkes Kab. Malang ................. 110

Lampiran 4 Lembar Konsultasi ....................................................... 111

Lampiran 5 Lembar Revisi ............................................................. 114

xi
DAFTAR ARTI SINGKATAN

EKN : Enterokolitis Nekrotikans

M. Kes : Magister Kesehatan

M. Kep : Magister Keperawatan

NANDA : North American Nursing Diagnosis Association

NIC : Nursing Interventions Classification

NOC : Nursing Outcomes Classification

NEC : Necrotizing Enterocolitis

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

S. Kep. Ns : Sarjana Keperawatan Ners

S.Kp : Sarjana Keperawatan

STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

WHO : World Health Organization

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari

2500 gram pada waktu lahir. (Amru Sofian, 2012). Indonesia merupakan salah

satu Negara berkembang dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi.

Angka kematian ibu sebesar 19.500 sampai dengan 20.000 orang setiap tahun

nya atau terjadi setiap 26–27 menit. Sedangkan kematian bayi sebesar 110.000

menjadi 280.000 atau jadi 18-20 menit, dengan penyebab kematian bayi

karena BBLR 15/1000% (Manuaba, 2010).

Maka dari itu peneliti mengambil judul BBLR (Bayi Berat Lahir

Rendah) dengan “Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Mengalami BBLR

(Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbngan Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan Tubuh Di Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen”

karena bayi baru lahir berat badan kurang adalah penyebab kematian bayi atau

juga penyebab tidak stabilnya tumbuh kembang anak, dan juga masalah ini

lebih besar cenderung terjadi negara berkebang. Pada bayi BBLR banyak

sekali resiko terjadi permasalahan pada sistem tubuh, tubuh tidak stabil dan

bila BB menurun akan semakin buruk bagi keadaan bayi tersebut.

World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa

semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500

gram disebut low birth weight infant (bayi berat badan lahir rendah/ BBLR),

karena morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat

badannya tetapi juga pada tingkat kematangan (maturitas) bayi tersebut.

1
2

Definisi WHO tersebut dapat disimpulkan secara ringkas bahwa bayi berat

lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500

gram (Pantiawati, 2010).

WHO (world health organitation) dan Unicef menjelaskan bahwa di

negara- negar berkembang banyak terjadi bayi berat lahir rendah. Lebih dari

10juta bayi di seluruh dunia, yang mewakili 15,5% dari dari semua kelahiran,

lahir dengan berat badan lahir rendah, 95,6% dari ereka di banyak negara

berkembang tingkeat berat badan lahir rendah di negara berkembag (16 lebih

dari dua kali lipat tingkat derah maju (7%). Berdasarkan hail (Riskesdas,

2013) presentasi BBLR di Indonesia adalah 10,2%. Sedangkan dari hasil studi

pendahuluan angka kejadian BBLR di RSUD Kanjuruhan Kepanjen, mencapai

angka bayi 168 bayi pada tahun 2017, dengan rincian Februari-April sebanyak

90 bayi, Mei-Juli sebanyak 56 bayi, Agustus sebanyak 22 bayi. Oleh karena

itu hal ini cukup menjadi permasalahan yang utama.

Hingga saat ini, Bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) masih

merupakan masalah di dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan

kematian pada masa bayi baru lahir. Apabila ditanyakan kepada bidan atau

perawat, apakah bayi premature dengan bayi yang dengan berat lahir rendah

itu sama? Jawabannya adalah bahwa terdapat (sedikit) perbedaan antara

istilah bayi premature dengan bayi berat lahir rendah. Karena tidak semua

bayi berat lahir rendah adalah lahir premature (kurang bulan) atau lahir lebih

awal dari waktunya/ kehamilan <37 minggu (Maryunani, 2009).

Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran dunia dengan

batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi pada negara–negara yang sedang
3

berkembang atau sosial ekonomi rendah. Di Negara-negara sedang

berkembang kesehatan masih merupakan masalah yang harus mendapat

penanganan yang lebih serius. Secara Statistik menunjukkan 90% kejadian

BBLR didapatkan di negara berkembang dengan angka kematian lebih tinggi

dibandingkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (Pantiawati,

2010). Berdasarkan data BPS, AKB Jawa Timur tahun 2005-2011 turun dari

36.65 (tahun 2005) menjadi 29.24 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 2011).

Angka tersebut masih jauh dari target MDG’s tahun 2015 sebesar 23 per

1.000 kelahiran hidup. Penurunan AKB mengindikasikan peningkatan derajat

kesehatan masyarakat sebagai salah satu wujud keberhasilan pembangunan di

bidang kesehatan (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011).

Pada bayi dengan BBLR banyak sekali resiko terjadi permasalahan

pada system tubuh, oleh karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian

perinatal pada BBLR adalah 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis

akan lebih buruk bila berat badan semakin rendah, kematian sering disebabkan

karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan

intra cranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf,

gangguan bicara, tingkat kecerdasan rendah. Prognosis ini juga tergantung dari

keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat

kehamilan, persalinan dan postnatal. Pengaturan suhu lingkungan, resusitasi,

makanan, pencegahan infeksi, mengatasi pernafasan, asfiksia,

hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain (Proverawati, 2010).

Oleh karena itu bayi dengan BBLR perlu diberikan asuhan

keperawatan yang komprehensif berupa pengkajian sampai evaluasi.


4

Pengkajian aktivitas istirahat, pernafasan, makanan dan cairan tubuh, berat

badan, suhu tubuh, integumen. Diagnosa dengan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi terdiri dari kaji adanya alergi

makanan, berikan subtansi gula, monitor mual muntah, monitor adanya

penurunan berat badan. Implementasi melakukan kaji adanya alergi makanan,

berikan subtansi gula, monitor mual muntah, monitor adanya penurunan berat

badan. Evaluasi erdiri dari tidak adanya alergi makanan, kebutuhan glukosa

cukup baik, mual muntah berkurang, berat badan bayi normal. Kontak yang

dapat mungkin anda lakukan baik pada klien ataupun pada keluarga untuk

membuat observasi tentang status fisik, asupan makanan, makanan kesukaan,

perubahan BB, dan respons terhadap terapi (Potter & Perry, 2010).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus

tentang “Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Mengalami BBLR (Berat Bayi

Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Tubuh di Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen”.

1.2. Batasan Masalah

Masalah studi ini dibatasi pada “Asuhan Keperawatan Pada Neonatus

Mengalami BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbangan

Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di Ruang Cut Nyak Dien RSUD

Kanjuruhan Kepanjen”.

1.3. Rumusan masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Mengalami BBLR (Berat

Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan Tubuh di Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen ?


5

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Menggali proses pada “Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Mengalami

BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbangan Nutrisi

Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan

Kepanjen”.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Melakukan proses pengkajian “Asuhan Keperawatan Pada

Neonatus Mengalami BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di

Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen”.

b. Melakukan proses diagnosis Melakukan proses pengkajian

“Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Mengalami BBLR (Berat

Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang

Dari Kebutuhan Tubuh di Ruang Cut Nyak Dien RSUD

Kanjuruhan Kepanjen”.

c. Melalukan proses perencanaan Asuhan Keperawatan Pada

Neonatus Mengalami BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di

Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen”.

d. Melakukan proses diagnosis Melakukan proses pengkajian

“Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Mengalami BBLR (Berat

Bayi Lahir Rendah) Dengan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang


6

Dari Kebutuhan Tubuh di Ruang Cut Nyak Dien RSUD

Kanjuruhan Kepanjen”.

e. Melakukan proses tindakan Asuhan Keperawatan Pada Neonatus

Mengalami BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) Dengan

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di

Ruang Cut Nyak Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen”.

1.5. Manfaat

1.5.1. Bagi Perawat

1. Dari hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dalam

menggali proses asuhan keperawatan pada neonatus

mengalami BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dengan resiko

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di

RSUD Kepanjen

1.5.2. Bagi Klien

1. Dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan

manfaat pada keluarga pada neonatus mengalami BBLR (Berat

Bayi Lahir Rendah) dengan Ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh di RSUD Kepanjen

1.5.3. Bagi Institusi

1. Dapat digunakan sebagai bahan dan wacana dalam melanjutkan

asuhan keperawatan pada neonatus mengalami BBLR (Berat

Bayi Lahir Rendah) dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh di RSUD Kepanjen.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bayi Baru Lahir (Neonatus)

2.1.1. Pengertian

Bayi baru lahir / new born ( Inggris ) / neonatus (Latin ) adalah :

Bayi yang baru dilahirkan sampai dengan umur 4 mgg. Bayi baru lahir

harus memenuhi sejumlah tugas perkembangan untuk memperoleh dan

mempertahankan eksisitensi fisik secara terpisah dari ibunya. Perubahan

fisiologis dan psikososial yang besar terjadi pada saat bayi lahir

memungkinkan transisi dari lingkungan intrauterine (bobak, 2005).

Tiga faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi dan proses vital

neonatus yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi. Selain itu pengaruh

kehamilan dan proses persalinan mempunyai peranan penting dalam

morbiditas dan mortalitas bayi. Empat aspek transisi pada bayi baru lahir

yang paling dramatik dancepat berlangsung adalah pada sistem

pernapasan, sirkulasi, kemampuan menghasilkan sumber glukosa.

2.1.2 Perubahan dan Adaptasi Fisiologis pada Masa Neonatus

Tugas perkembangan dasar pada masa neonatus dan ayi ialah

bertahan hidup, yang meliputi : bernapas, tidur, mengisa, minum, menelan,

mencerna, dab eliminasi (Kozier, Barbara et al, 2010). Berikut perubahan

dan adaptasi pada masa neonatus menurut Potter dn Perry (2010) :

1. Perubahan fisik

Pengkajian keprawatan yang komprehensif dilakukan segera

setelah fungsi fisiologis neonatus neonatus stabil, yaitu bebrapa jam pasca
8

kelahiran. Pengkajian dlakukan dengan mengukur berat dan panjang

badan, lingkar kepala, suhu, nadi, dan pernapasan serta tampilan

keseluruhan, fungsi tubuh, kemampuan sensorik, refleks dan respons.

Normal neonatus memiliki berat badan (2.700-4.000 gram), panjang badan

(48-53cm), lingkar kepala (33-35cm).

2. Fungsi neurologis

Fungsi neurologis dikaji dengan mengamati aktivitas,

kewaspadaan, iritabilitas, respn terhadap stimulus, dan kekuatan refleks.

Refleks normal berupa kedipan terhadap cahaya terang, terkeu saat

mendengar suara keras yang mendadak, mengisap, mencari,

menggenggam, menguap, batuk, bersin, dan cegukan.

3. Perkembangan motorik

Karakterisitik tingkah laku normal pada neonatus adalah mengisap,

menagis, tidur dan kativitas. Pergerakan terjadi tidak teratur, asimetris, dan

melibatkan keempat ekstrimitas. Posisi fleksi janin akan dipertahankan

untuk memlihara rasa.

4. Perubahan kognitif

Perkembangan kognitif adalah hasil interaksi antara dan

lingkungan. Perkembangan kognitif dimulai dengan tingkh laku primitif,

refleks dan fungsi sensorik. Neonatus memulai dengan refleks,

mempelajari tingkah laku dan keinginannya. Contohnya, neonatus beralih

kepada puting, menangis akan membuat orang tua atau pengasuh akan

membri mkan atau juga mengganti popok.

5. Perubahan psikososial
9

Bayi baru lahir bereaksi secara sosial terhadap pemberiasuhan

dengan memerhatikan wajah, suara, serta pelukan pada saat mereka

digendong. Bayi baru lahir mampu berinteraksi dengan lingkungan dengan

cara berespon terhadap berbagai stimulus (Kozier, Barbara et al, 2010).

6. Perkembangan moral

Bayi mengasosiasikan benar dan salah dengan ekspresi senang dan

sedih ataupun rasa sakit. Hal yang memberikan kesenangan diangap benar,

sebab mereka masih terlalu kecil untuk berikir sebaliknya. Saat bayi

menerima respin posisif yang berlimpa dari orang tua atau pengasuh

seperti senyuman, belaian dan nada suara yang menandakan seperti

persetujuan di awal kehidupannya, mereka belajar bahwa perilaku tertetu

merupakan perilaku yang benar atau salah. Sedangkan sedih, sakit, atau

senang, hanyalah konsekuensi dari perilaku tersebut (Kozie, Barbara et al,

2010).

2.1.3 Penyebab Kematian atau Kecacatan Neonatus di Indonesia

Penyebab kematian atau kecacatan neonatus di Indonesia yakni

asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatarum, infeksi/sepsis, trauma

lahir, BBLR (< 2.500), sindroma gangguan pernapasan, dan kelainan

konginetal (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).


10

2.2.Konsep BBLR

2.2.1 Definisi

Bayi berat badan lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat

badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1961). Berat badan

lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada

waktu lahir. (Huda dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013). Menurut

Ribek dkk. (2011), berat badan lahir rendah yaitu bayi yang lahir dengan

berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi

(dihitung satu jam setelah melahirkan). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap

kematian bayi khususnya pada masa perinatal. BBLR hingga saat ini

masih merupakan masalah di seluruh dunia karena merupakan penyebab

kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir.

Dalam pedoman tersebut bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah

bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir

atau sampai hari ke tujuh setelah lahir (Putra, 2012).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan istilah lain untuk bayi

prematur hingga tahun 1961. Istilah ini mulai diubah dikarenakan tidak

seluruh bayi dengan berat badan lahir rendah lahir secara prematur

(Manuaba et al., 2007). World Health Organization (WHO) mengubah

istilah bayi prematur (premature baby) menjadi berat bayi lahir rendah

(low birth weight) dan sekaligus mengubah kriteria BBLR yang

sebelumnya ≤ 2500 gram menjadi < 2500 gram (Putra, 2012).


11

2.2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya BBLR secara umum bersifat multifaktorial.

Namun, penyebab terbanyak yang mempengaruhi adalah kelahiran

prematur. Bayi prematur harus dipersiapkan agar dapat mencapai tahapan

tumbuh kembang yang optimal seperti bayi yang lahir cukup bulan

sehingga akan diperoleh kualitas hidup bayi yang lahir prematur secara

optimal pula. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan

memberikan asupan 10 nutrisi yang mencukupi untuk proses tumbuh kejar

pada bayi prematur yang lebih cepat dari bayi cukup bulan (Ellard &

Anderson, 2008).

1. Faktor ibu : Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan

antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit

jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari

20 tahun dan lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu

dekat, infeksi trauma , dan lain-lain.

2. Faktor janin : Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion,

ketuban pecah dini.

3. Faktor lingkungan : Kebiasaaan merokok, mionum alkohol, dan

status ekonomi sosial.

Penyebab dari BBLR dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

faktor ibu dan faktor janin. Faktor dari ibu meliputi berat badan sebelum 8

hamil rendah, penambahan berat badan yang tidak adekuat selama

kehamilan, malnutrisi, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir rendah,

remaja, tubuh pendek, sudah sering hamil, dan anemia (Hanum et al.,
12

2014). Infeksi pada ibu selama kehamilan, sosial ekonomi rendah, dan

stres maternal, juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran BBLR

(Santoso et al., 2009). Faktor janin dan plasenta yang dapat menyebabkan

BBLR antara lain kehamilan ganda, hidroamnion, dan cacat bawaan

(Surasmi, Handayani, Kusuma, 2003). Status pelayanan antenatal

(frekuensi dan kualitas pelayanan antenatal, tenaga kesehatan tempat

periksa hamil, umur kandungan saat pertama kali pemeriksaan kehamilan)

juga dapat beresiko untuk melahirkan BBLR (Sistiarani, 2008).

Masalah yang sering dijumpai pada BBLR antara lain keadaan

umum bayi yang tidak stabil, henti nafas, inkoordinasi reflek menghisap

dan menelan, serta kurang baiknya kontrol fungsi motorik oral, sehingga

beresiko mengalami kekurangan gizi dan keterlambatan tumbuh kembang.

Keterlambatan tersebut dapat dilihat pada fisik BBLR, seperti berat badan

rendah (< 2500 gram), panjang badan pendek (≤ 45 cm), dan lingkar

kepala kecil (< 33 cm). Kekurangan gizi ini diantaranya disebabkan oleh

meningkatnya kecepatan pertumbuhan, serta semakin tingginya kebutuhan

metabolisme, cadangan energi yang tidak mencukupi, sistem fisiologi

tubuh yang belum sempurna, atau karena bayi dalam keadaan sakit. BBLR

sangat 9 rentan terhadap infeksi, karena daya tahan tubuh BBLR yang

masih rendah. Selain itu, keadaan organ-organ BBLR yang belum matang

merupakan faktor resiko terjadinya necrotizing enterocolitis (NEC) pada

BBLR. Kejadian NEC tertinggi pada bayi berat lahir < 1500 gram

(Girsang, 2009). Bayi yang lahir dengan kisaran berat badan antara 2000 –

2500 gram memiliki resiko kematian neonatal 4 kali lebih tinggi


13

dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan kisaran berat badan 2500 –

3000 gram dan 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir

dengan kisaran berat badan 3000 – 3500 gram (Yusrin, 2012).

Kematangan fungsi organ khususnya saluran cerna, sangat

menentukan jenis dan cara pemberian nutrisi pada BBLR. Kondisi klinis

seringkali merupakan faktor penentu, apakah nutrisi enteral atau parenteral

yang akan diberikan. Ketersediaan enzim pencernaan baik untuk

karbohidrat, protein, maupun lemak sangat berkaitan dengan masa gestasi.

Kemampuan pengosongan lambung (gastric emptying time) lebih lambat

pada bayi BBLR daripada bayi cukup bulan. Demikian pula fungsi

mengisap dan menelan (suck and swallow) masih belum sempurna,

terlebih bila bayi dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu (Nasar,

2004).

2.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa

gestasinya. Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok, antara lain :

1. Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW)

dengan berat lahir 1500 – 2499 gram.

2. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight

(VLBW) dengan berat badan lahir 1000 – 1499 gram.

3. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth

weight (ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram (Meadow &

Newell, 2005).
14

Berdasarkan masa gestasinya, BBLR dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu :

1. Prematuritas murni/Sesuai Masa Kehamilan (SMK)

Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan

berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan.

Kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan,

lemak subkutan kurang, tangisnya lemah dan jarang.

2. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)

Bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang

seharusnya untuk usia kehamilan, hal tersebut menunjukkan

bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin / Bayi lahir

dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk

masa gestasi itu, artinya bayi mengalami pertumbuhan

intrauterine dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.

2.2.4 Manifestasi Klinis

1) Sebelum bayi lahir

a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus

prematurus dan lahir mati.

b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.

c. Pergerakan janin yang pertama (Queckening) terjadi lebih

lambat, gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilannya

sudah agak lanjut.

d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut

seharusnya.
15

e. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa

pula dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada

hamil lanjut dengan toksemia gravidarum atau perdarahan ante

partum.

2) Setelah bayi lahir

a. Berat lahir < 2500 gram

b. Panjang badan < 45 cm

c. Lingkaran dada < 30 cm

d. Lingkaran kepala < 33 cm

e. Umur kehamilan < 37 minggu

f. Kepala lebih besar dari badannya

g. Kulit tipis, transparan, lanugonya banyak

h. Lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus

i. Tangisnya lemah dan jarang

j. Pernapasan tidak teratur dan sering terjadi apnea

(Nurafif, Amin & Kusuma, Hardhi,2015)

2.2.5 Patofisiologi

Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah

masih menjadi masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum

terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih

sering menghasilkan bayi BBLR. Kurang gizi yang kronis pada

masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang berulang akan

menyebabkan bentuk tubuh yang “Stunting/Kuntet” pada masa

dewasa, kondisi ini sering melahirkan bayi BBLR.


16

Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat,

komplikasi kehamilan, kurang gizi, keadaan stres pada hamil dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin melalui efek buruk yang

menimpa ibunya, atau mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan

transpor zat-zat gizi ke janin sehingga menyebabkan bayi BBLR.

Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi

dengan baik. Oleh sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk

hidup di luar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya

makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya,

dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin

tinggi angka kematiannya.

Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam

tubuhnya, baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul

masalah misalnya :

1. Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan

mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh

penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan

lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih

luas dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi panas

yang berkurang

2. Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit

berat pada BBLR, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan

pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan

yang masih lemah


17

3. Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi

abdomen akibat dari motilitas usus kurang, volume

lambung kurang, sehingga waktu pengosongan lambung

bertambah

4. Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun

fisiologis, produksi urine berkurang

5. Gangguan immunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi

berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin.

Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi

dan daya fagositas serta reaksi terhadap peradangan masih

belum baik.

6. Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena

bayi prematur sering menderita apnea, hipoksia dan

sindrom pernapasan, akibatnya bayi menjadi hipoksia,

hipertensi dan hiperkapnea, di mana keadaan ini

menyebabkan aliran darah ke otak bertambah dan keadaan

ini disebabkan oleh karena tidak adanya otoregulasi

serebral pada bayi prematur sehingga mudah terjadi

perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh.

(Damanik, 2012)
18

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin

intyrauterin serta menemukan gangguan perttumbuhan,

misalnya pemeriksaan USG.

b. Memeriksa kadar gula darah dengan destrostix atau di

laboratorium.

c. Pemerioksaan hematokrit.

d. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan

dengan bayi SMK.

e. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga

akan menderita aspirasi mekonium.

2.2.7 Penatalaksanaan

Dengan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi

BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan

pada pengaturan panas badan, pemberian makanan bayi, dan

menghindari infeksi.

Menurut Rukiyah, dkk 2010 (dikutip dalam Nurafif &

Kusuma, Hardhi 2015), perawatan pada BBLR adalah :

a. Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR

Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita

Hypotermia bila berada di lingkungan yang dingin.

Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi

yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat


19

badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan

kekurangan lemak coklat ( brown fat).

Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan

lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam

keadaan istirahat komsumsi oksigen paling sedikit,

sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat

dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat

badan kurang dari 2000 gr adalah 35 oC dan untuk bayi

dengan BB 2000 gr sampai 2500 gr 34oC , agar ia dapat

mempertahankan suhu tubuh sekitar 37oC. Kelembaban

inkubator berkisar antara 50-60 persen . Kelembaban yang

lebih tinggi di perlukan pada bayi dengan sindroma

gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan 1


o
C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan

secara berangsur angsur ia dapat diletakkan di dalam

tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 oC-29 oC.

b. Pencegahan Infeksi

Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman

kedalam tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat

mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh

infeksi nosokomial. Kerentanan terhadap infeksi

disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum pada bayi

BBLR masih rendah, aktifitas baktersidal neotrofil, efek


20

sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun

belum berpengalaman.

Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi

umum. Tetapi diagnosis dini dapt ditegakkan jika cukup

waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayi

sering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut

antara lain : malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh

meningkat, frekwensi pernafasan meningkat, muntah, diare,

berat badan mendadak turun.

c. Pengaturan Intake

Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu,

cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan

kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan

pilihan pertama jioka bayi mampu mengisap. ASI juga

dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika bayi tidak

cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi

khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula

yang komposisinya mirip mirip ASI atau susu formula

khusus bayi BBLR.

Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti

tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya

regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi

dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur

atau kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada


21

sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi

makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih

kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum

melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan

diberikan melalui NGT.

Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan

kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian

makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan

Berat Badan lebih rendah.

d. Pernapasan

Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung,

pharing, trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius,

dan duktus alveeolaris ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas

akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya

kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi

dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran

sehingga dapat lahir dengan asfiska perinatal. Bayi BBLR

juga berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi

surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang

cukup yang sebelumnya di peroleh dari plasenta.

Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan

jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan

pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan

menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal ,


22

dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung

dan pemberian natrium bikarbonat dan pemberian oksigen

dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi.

Dengan tindakan ini dapat mencegah sekaligus mengatasi

asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.


23

2.3 Konsep Nutrisi

2.3.1 Pengertian Nutrisi

Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), nutrisi adalah zat-zat gizi

yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan

proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan

dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk

aktivitas penting dalam tubuh, serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga

dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi, dan zat-zat

lain yang terkandung, aksi, reaksi, serta keseimbangan yang berhubungan

dengan kesehatan dan penyakit.

2.3.2 Elemen-elemen Nutrisi

Elemen-elemen nutrisi menurut Tarwoto & Wartonah (2015) meliputi

karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air.

1. Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber energi yang paling utama di dalam

tubuh. Karbohidrat akan terurai dalam bentuk glukosa yang kemudian

dimanfaatkan oleh tubuh dan kelebihan glukosa akan disimpan di dalam

hati dan jaringan otot dalam bentuk glikogen.

Fungsi Karbohidrat adalah sebagai berikut :

1) Sebagai sumber energi yang murah.

2) Sumber energi utama bagi otak dan saraf.

3) Cadangan untuk sumber tenaga dalam tubuh.

4) Pengaturan dalam metabolisme lemak.

5) Efisiensi penggunaan protein.


24

Tabel 2.1 Nilai Normal Kebutuhan Kalori Menurut Umur (Mubarak, Indrawati &

Susanto, 2015)

Umur BB TB (cm) Energi (kkal)

(kg)

0-6 bulan 5,5 60 560

7-12 bulan 8,5 71 800

1-3 tahun 12 90 1.250

4-6 tahun 18 110 1.750

7-9 tahun 24 120 1.900

Pria

10-12 tahun 30 135 2.000

13-15 tahun 45 150 2.400

Wanita

10-12 tahun 35 140 1.900

13-15 tahun 46 153 2.100

2. Protein

Protein adalah unsur zat gizi yang berperan dalam penyusunan

senyawa-senyawa penting misalnya enzim, hormon, dan antibodi.

a. Fungsi Protein

1. Bentuk albumin dapat berperan dalam keseimbangan cairan,

yaitu dengan meningkatnya tekanan osmotik koloid serta

keseimbangan asam basa.

2. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan pada tubuh.


25

3. Sebagai pengaturan metabolisme dalam bentuk enzim dan

hormon.

4. Sumber energi di samping karbohidrat dan lemak.

5. Dalam bentuk kromosom, protein juga berperan sebagai

tempat menyimpan dan menentukan sifat-sifat keturunan.

b. Sumber Protein

1. Protein hewani : protein yang berasal dari hewan, contohnya

susu, daging, telur, hati, udang, kerang, ayam, dan lain-lain.

2. Protein nabati : protein yang berasal dari tumbuhan, contohnya

jagung, kedelai, kacang hijau, tepung terigu, dan lain-lain.

3. Lemak

Lemak (lipid) adalah sumber energi yang dapat menghasilkan

jumlah kalori yang lebih besar dari pada karbohidrat dan protein.

4. Vitamin

Vitamin merupakan komponen organik yang dibutuhkan tubuh

dalam jumlah kecil dan tidak dapat diproduksi dalam tubuh. Vitamin

sangat berperan dalam proses metabolisme dalam fungsinya sebagai

katalisator.

a. Jenis Vitamin

Vitamin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

1) Vitamin yang larut dalam air : vitamin B kompleks, B1

(Tiamin), B2 (Riboflavin), B3 (Niasin), B5 (Asam pantotenat),

B6 (Piridoksin), B12 (Kobalamin), asam folat, dan vitamin C.


26

Jenis vitamin ini dapat larut dalam air sehingga kelebihannya

akan dibuang melalui urine;

2) Vitamin yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam lemak

seperti vitamin A,D,E, dan K.

b. Sumber dan Fungsi Vitamin :

1) Vitamin B2 berfungsi sebagai pencegah penyakit beri-beri,

gangguan konduksi sistem syaraf. Terdapat pada biji-bijian

tumbuhan seperti padi, kacang tanah, kacang hijau, gandum,

roti, sereal, hati dan ikan.

2) Vitamin B2 berfungsi untuk memperbaiki kulit, mata, serta

mencegah terjadinya hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir

yang mendapatkan fototerapi. Terdapat pada ragi, hati, ginjal,

susu, keju, kacang almond, dan yogurt.

3) Vitamin B3 befungsi menetralisir zat racun, berperan dalam

sintesis lemak, memperbaiki kulit dan saraf, serta sebagai

koenzim pada banyak enzim dehidrogenase yang terdapat dalam

sitosol dan mitokondria. Terdapat pada jenis makanan dari

hewani dan nabati seperti sereal, beras, dan kacang-kacangan.

4) Vitamin B5 berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam

pembentukan koenzim A yang berperan dalam pembentukan

energi (ATP). Terdapat pada berbagai makanan nabati maupun

hewani.

5) Vitamin B6 berperan dalam proses metabolisme asam amino,

proses glikogenolisis, pembentukan antibodi, serta regenerasi sel


27

darah merah. Terdapat pada hati, ikan, daging, telur, pisang, dan

sayuran.

6) Vitamin B12 membantu pembentukan sel darah merah,

mencegah kerusakan sel saraf, dan membantu metabolisme

protein. Terdapat pada daging, ikan, kepiting, telur, susu, dan

tempe.

7) Vitamin C berfungsi dalam pembentukan tulang, otot, dan kulit,

membantu penyembuhan luka, meningkatkan daya tahan tubuh,

membentuk penyerapan zat besi, serta melindungi tubuh dari

radikal bebas. Terdapat pada buah dan sayur.

8) Asam folat berperan dalam pematangan sel darah merah, serta

mencegah terjadinya penyakit jantung bawaan. Terdapat pada

hati, daging, sayuran hijau dan kacang-kacangan.

9) Vitamin D berfungsi untuk meningkatkan penyerapan kalsium,

fosfor untuk kekuatan tulang dan gigi, pengaturan produksi

hormon, serta pengaturan kadar kalsium darah. Terdapat pada

ikan, telur, daging, susu, keju, tahu, dan tempe.

10) Vitamin A berfungsi membangun sel-sel kulit, melindungi sel-

sel retina dari kerusakan. Terdapat pada ikan, telur, daging, hati,

susu, wortel, labu dan bayam.

11) Vitamin E bermanfaat sebagai anti oksidan. Terdapat pada

sayur, avokad, kacang-kacangan, sayur, daging, telur, susu, dan

ikan.
28

12) Vitamin K membantu dalam proses pembekuan darah. Terdapat

pada sayuran dan hewan.

5. Mineral

Mineral merupakan ion anorganik esensial bagi tubuh karena

perannya sebagai katalis dalam reaksi biokimia. Mineral dan vitamin

tidak menghasilkan energi, namun merupakan elemen kimia yang

berperan dalam mempertahankan proses dalam tubuh.

6. Air

Air merupakan media transpor nutrisi dan sangat penting dalam

kehidupan sel-sel tubuh. Setiap hari, sekitar 2 liter air masuk ke dalam

tubuh kita melalui minuman, sedangkan cairan digestif yang diproduksi

oleh berbagai organ saluran pencernaan sekitar 8-9 liter sehingga

sekitar 10-11 liter cairan beredar dalam tubuh. Namun demikian, dari

10-11 liter cairan yang masuk, hanya 50-200 ml yang dikeluarkan

melalui feses, selebihnya direabsorpsi.

Absorpsi air terjadi pada usus halus dan usus besar (kolon) dan

terjadi melalui proses difusi.

2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketidakseimbangan Nutrisi

Menurut Craven dan Hirnle (2007), status nutrisi dipengaruhi oleh

faktor fisiologis, gaya hidup dan kebiasaan, budaya dan kepercayaan,

sumber dana, obat-obatan dan interaksi nutrien, jenis kelamin, pembedahan,

kanker dan pengobatan kanker, penggunaan alcohol, serta status psikologis.

1. Faktor psikologis, merupakan faktor yang terkait dengan proses

pencernaan atau intake makanan.


29

a. Intake nutrisi

Masuknya nutrisi yang adekuat atau sesuai kebutuhan dipengaruhi

oleh kemampuan pemilihan bahan dan cara persiapan makanan,

pengetahuan, gangguan menelan, kenyamanan saat makan,

anoreksia, mual dan muntah, atau kelebihan intake kalori.

Intake nutrisi yang tidak kurang dari kebutuhan tubuh menimbulkan

kekurangan nutrisi, demikian juga sebaliknya jika intake nutrisi

berlebihan juga menimbulkan ketidakseimbangan nutrisi, seperti

over weight, obesitas.

b. Kemampuan pencernaan dan absorbsi makanan

Nutrient dapat digunakan untuk energy dan kebutuhan tubuh lain

harus terlebih dahulu dicerna dan diabsorbsi. Kemampuan mencerna

dan mengabsorbsi makanan dipengaruhi oleh adekuatnya fungsi

organ pencernaan. Adanya peradangan saluran cerna tau organ

pencernaan, seperti gastritis, kolesistisis, colitis, serta adanya

obstruksi usus menimbulkan tidak adekuatnya kebutuhan nutrisi.

c. Kebutuhan metabolic

Meningkatnya kebutuhan nutrisi tubuh pada kondisi tertentu dapt

mempengaruhi status nutrisi seperti pada :

1) Masa pertumbuhan yang cepat seperti bayi, remaja maupun

keadaan hamil

2) Meningkatnya metabolisme, seperti pada hipertiroid, infeksi, atau

aktivitas

3) Stress, seperti adanya ketakutan, trauma, dan pembedahan


30

4) Penyakit tertentu, seperti kanker dan AIDS

2. Gaya hidup dan kebiasaan

Kebiasaan makanan seperti waktu makan pada jam tertentu, makan

bersama, cara penyajian makanan, jenis makanan pasien, jika mengalami

perubahan, maka dapat memengaruhi selera dan intake makanan.

Demikian juga dengan gaya hidup pasien, seperti kebiasaan makan

makanan cepat saji, makan tinggi lemak dan tinggi kalori juga

memengaruhi status nutrisi pasien.

3. Budaya dan keyakinan

Adanya budaya dan keyakinan yang salah dalam lingkingan masyarakat

tertentu dalam mengonsumsi makanan menimbulkan tidak adekuatnya

status nutrisi. Misalnya budaya atau keyakinan pada saat sakit pasien

tidak boleh makan ikan, telor, pada masa nifas tidak boleh makan ikan,

telur, atau daging.

4. Kemampuan ekonomi atau tersedianya dana

Kemiskinan menimbulkan daya beli makanan menjadi berkurang dengan

demikian intake makanan juga otomatis berkurang. Pemenuhan

kebutuhan nutrisi juga akan terganggu.

5. Penggunaan obat-obatan atau interaksi nutrisi

Penjelasan penggunaan obat-obatan dalam jangka lama menimbulkan

komplikasi yang dapat menghambat intake makanan maupun absorbs

nutrient. Misalnya obat-obatan untuk psikiatri.

6. Jenis kelamin
31

Kebutuhan nutrisi laki-laki dengan perempuan berbeda, hal ini berkaitan

dengan meningkatnya aktivitas, BMR, maupun besarnya masa otot.

7. Pembedahan

Keadaan luka dan proses penyembuhan luka, membutuhkan lebih

banyak nutrient. Demikian juga pada pembedahan saluran pencernaan

juga berpotensi tidak adekuatnya intake makanan.

8. Kanker dan pengobatan kanker

Kanker merupakan kondisi dimanan sel-sel berploriferasi dengan cepat

dan tidak terkendali. Pembelahan sel yang cepat membutuhkan energy

yang banyak sehingga metabolism meningkat. Pengobatan kanker

dengan kemoterapi mempunyai efek mual, sehingga dapat mengurangi

intake nutrisi.

9. Pengguna alcohol

Alcohol mempunyai efek tidak nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi

akan berkurang. Disamping itu, pasien dengan kecanduan alcohol dapat

mengalami kekurangan vitamin B12, sedangkan vitamin B12 dibutuhkan

untuk metabolism alcohol. Alcohol juga dapat menyebabkan penyakit

kronis seperti hati karena toksik alcohol dapat berpengaruh terhadap

proses pencernaan dan metabolism tubuh.

10. Status psikologis

Respon stress pada individu berbeda, pada individu yang mengalami

stress akan meningkatkan nafsu makan, namun juga sebaliknya tidak

nafsu makan (Tarwoto & Wartonah, 2015).


32

2.3.4 Status Nutrisi

1. Body Mass Index (BMI)

BMI merupakan ukuran dari gambaran berat badan seseorang

dengan tinggi badan. BMI dihubungkan dengan penimbunan total lemak

dalam tubuh sehingga dapat dipakai sebagai panduan untuk mengkaji

kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas.

Rumus BMI diperhitungkan dengan pembagian berat badan

(kilogram) per meter kuadrat (kg/m²) atau berat badan dalam pons

dikalikan konstanta 704,5 dibagi tinggi badan dalam inci kuadrat.

BB (kg) BB (pon) x 704,5


atau
TB (meter)2 TB (inci)2

2. Ideal Body Weight (IBW)

Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh

yang sehat. Berat badan ideal adalah jumlah tinggi badan dalam

sentimeter dikurangi 100 dan dikurangi atau ditambah 10% dari jumlah

tersebut.

Rumus IBW diperhitungkan : (TB - 100) ± 10% (Tarwoto & Wartonah,

2015)

2.3.5 Masalah-masalah yang Berkaitan dengan Ketidakseimbangan Nutrisi

Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), masalah umum yang berkaitan

dengan ketidakseimbangan nutrisi adalah kekurangan atau kelebihan nutrisi

yang dimanifestasikan adanya kelebihan berta badan, obesitas, berat badan

yang kurang dari normal, atau kehilangan berat badan.


33

1. Kelebihan berat badan atau overweight

Overweight merupakan kelebihan berat badan dibandingkan dengan

berat badan ideal. Untuk menentukan status overweight dipakai dengan

ukuran indeks masa tubuh (BMI atau IMT), serta dengan

membandingkan perhitungan berat badan ideal.

2. Obesitas

Merupakan kondisi dimana terjadi penimbunan lemak tubuh dalam

jumlah yang berlebihan dalam tubuh sehingga berat badan jauh melebihi

dari normal. Penyebab obesitas diantaranya faktor keturunan, pola

makan dengan posdi besar atau diet yang tinggi karbohidrat, protein dan

lemak, aktivitas yang kurang dan penyakit tertentu seperti Cushing

Syndrome, hipoparatiroidisme, dan hipogonadisme.

3. Berat badan kurang atau underweight

Underweight merupakan kondisi dimana berat badan kurang dari

normal, yaitu kurang dari 10% dari berat badan ideal atau BMI kurang

dari 18,5. Kondisi yang menyebabkan berat badan kurang adalah asupan

nutrisi yang kurang seperti pembatasan makanan, ketidakmampuan

menyediakan makanan, pecandu alcohol dan obat terlarang serta

berbagai penyakit seperti hipertiroid, cacingan, TBC paru, penyakit

kanker dan penyakit infeksi.

Tabel 2.2 Klasifikasi Body Mass Index (BMI) Menurut WHO (2006)

Klasifikasi BMI (kg/m2)

Normal 18,50 – 24,99

Kekurangan berat badan


34

1.Ringan 17,00 – 18,49

2.Menengah 16,00 – 16,99

3.Berat < 16,00

Kelebihan berat badan

1. Preobesitas 25,00 – 29,00

2. Obesitas ≥ 30,00

3. Obesitas I 30,00 – 34,99

4. Obesitas II 35,00 – 39,99

5. Obesitas III ≥ 40,00

2.3.6. Faktor yang Menyebabkan Masalah Gizi BBLR

Menurut Damanik (2012), penyebab kelainan tidak seimbangannya

nutrisi pada BBLR meliputi :

1) Refleks isap dan telan yang buruk sebelum 34 minggu

2) Motilitas usus yang menurun

3) Pengosongan lambung tertunda

4) Perencanaan dan absorsi vitamin yang larut dalam lemak

berkurang

5) Defisiensi enzim laktase pada brush border usus

6) Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi

dalam tubuh

7) Meningkatnya resiko EKN (Enterokolitis nekrotikans)


35

2.3.7. Patofisiologi BBLR dengan Ketidakseimbangan Nutrisi

Dismaturitas

Faktor gangguan
pertukaran zat
antara ibu dan janin
imaturitas

Restardasi
pertumbuhan intra
uterin

Berat badan <


Prematuritas
2500gram

Furngsi organ
Penurunan
belum baik
daya tahan

Hati Kulit Mata ginjal

Resiko infeksi

Paru otak

Imaturitas

sentrum vital

Reflek menelan belum


sempurna

Ketidakseimbangan
Nutrisi dari kebutuhan
tubuh
36

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan BBLR

2.4.1. Pengkajian

Pengkajian yang dapat dilakukan dari ujung kaki hingga ujung

rambut, meliputi semua system pada bayi untuk mendapatkan data, baik

objektif maupu subjektif dari ibu atau keluarga terdekat (Mitayani, 2012).

1. Data subjekif

Data yang diperoleh dari hari pertama, anamnesa dari

keluarga, tim kesehatan yang mencakup semua keluhan bayi. Pada

masalah kesehatan yang didalamnya, anamnesa meliputi:

a) Biodata klien

Nama bayi, nama ibu/ayah, umur bayi, umur ibu/ayah,

tanggallahir bayi, pendidikan ayah ibu, pekerjaan ayah ibu,

lamat dan suku bangsa.

b) Keluahan utama

Ibu klien mengatakan bayinya terlihat kurus, tampak lemah.

c) Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi tanggal lahir bayi, waku bayi lahir, jenis kelamin,

berat badan, panjang badan, bayi tampak lemah, BB bayi

< 2500 gram, panjang badan < 45cm, lingkar kepala <

33cm, lingkar dada < 30 cm.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Menunjukan ada/tidak keluarga yang mendirita penyakt

menular, menurun, maupun penyakit yang mempengaruhi

tumbuh kembang anak.


37

e) Riwayat prenatal, natal, dan post natal

1. Riwayat prenatl, meliputi penyakit tau infeksi yang

pernah diderita oleh ibu, imunisasi yang ernah

diperoleh ibu, obat/jamu yang dikonsumsi ibu serta

kebiasaan ibu selama hamil, pola makan ibu selama

hamil (kebutuhan nutrisi yang blum atau kurang

terpenuhi).

2. Riwayat natal, meliputi tempat kelahiran, waktu

persalinan, usia kehamilan saat persalinan, jenis

persalinan, letak bagaimana dan ditolog oleh siapa.

3. Riwayat post natal, elipti pemeriksaan fisik, apgar

skor, panjang badan, berat bdan, pemberian vitamin

K, TTV, keadaan umum dan reflek bayi.

f) Pola kebiasaan sehari-hari

1. Pola nutrisi : refleks menelan atau mnghisap asi lemah

2. Pola eliminasi : untuk mengetahui pola BAB/BAK pada

bayi.

3. Pola aktivitas : untuk mengathui aktivitas bayi. Pada

bay dengan BBLR aktivitasnya cnderung lemah.

4. Pola Istirahat : untuk mengetahui pola istirahat bayi.

Bayi dengan BBLR terlihat nyenyak dam istirahatnya,

namun kadang menangis ketika BAB/BAK dan saat

haus.
38

5. Pola kebersihan, untuk mengetahui pola kebersihan

pada bayi.

g) Data sosial budaya

Untuk mengetahui iwayat budaya yang dianut keluarga dan

mengenai hal hal yang berkaitan dengan masalah asuhan

yang diberikan.

2. Data Objektif

Data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik terdiri dari

inspeksi, palpalsi, auskultasi, perkusi serta pemeriksaan lain yang

terdiri atas :

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum (tampak rewel dan lemah)

TTV :

Suhu : Normal 36,5oC-37,5oC. BBLR beresiko hipotermi.

Nadi : Normal 100-160 x/menit. Pada BBLR dapat terjadi

bradikardia atau takikardia.

RR : Normalnya 30-40 x/menit. Namun pada BBLR

pernapasanya cenderung tidak teratur, dapat terjadi

apnea maupun gagal napas.

b. Pemeriksaan fisik

(1) Penilaian APGAR

Prosedur :

(a) Hitung frekuensi jantung

(b) Kaji kemampuan bernapas


39

(c) Kaji tonus otot

(d) Kaji kemampuan refleks

(e) Kaji warna kuit

(f) Hitung total skor yang didapat dari hasil

pengkajian.

Penilaian tersebut dilakukan pada 1 menit, 5 menit,

10 menit dan 15 menit setelah bayi baru lahir.

Berikut komponen penilaian APGAR :

SKOR
KOMPONEN
0 1 2

Frekuesi jantung Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit

Kemampuan Menangis kuat


Tidak ada Lambat/tidak teratur
bernafas

Ekstremitas agak Gerakan Aktif


Tonus otot Lumpuh
fleksi

Gerakan
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit
kuat/melawan

Tubuh Seluruh tubuh

Warna kulit Biru/pucat kemerahan/ekstremitas kemerahan

biru

Tabel penilaian APGAR Score (Aziz imul Hidayat, A, 2008)


40

(2) Penilaian refleks pada bayi

(a) Refleks rooting : saat pipi bayi bersentuhan

dengn jari, objek lembut atau puting, kepala bay

akan beralih kesisi yang dstimulasi dan ia akan

membuka mulutnya dengan lebar.

(b) Refleks menggenggam : megggerakan atau

memberikan tekanan telapak tangan akan

membuat bayi mengepalkan tanganya.

(c) Refleks menghisap : saat pangkal mulut bayi

disentuhkan dengan jari atau dot yang bersi,

bayi secara spontan akan mulai mengisap.

Respon ini dimulai sejak sekita 32 minggu

minggu gestasi.

(d) Reflek moro : juga dikenal dengan refleks kejut.

Reflek ini dimulai dengan mengejutkan bayi

dalam osisi terlentang dibagian kepala dan

lengan bawahnya. Saat bayi relaks maka kepala

tiba tiba dijatuhkan kebelakang sejauh beberapa

sentimeter.

(e) Refleks tonic neck : saat bayi berbaring datar ,

saat kepala miring ke satu sisi, dan lengan

mengalami ekstensi disisi searah dengan kepala

bayi. Lengan dan tungkai sisi lain akan berada

dalam posisi fleksi.


41

(f) Refleks babinski : mengusap telapak kaki dari

tumit sampa jari kaik akan membuat jari kaki

bayi melebar seperti kipas dan kaki mengarah ke

arah dalam.

Beberapa refleks ditas terjadi pada bayi BBLR,

namun masih sangat lemah.

(Kebidanan oxford,2011)

(3) Head to toe

a. Kepala

Inspeksi : Kepala relatif besar

Palpasi : rambut halus dan lembut pada bayi

prematur

b. Muka

Inspeksi : pucat atau anemis

c. Mata

Inspeksi : warna konjugntiva pucat

d. Hidung

Inspeksi : adanya pernapasan cuping hidung

e. Mulut

Inspeksi : mukosa bibir pucat kebiruan

f. Telinga

Inspeksi : tulang rawan daun telinga belum

sempurna pertumbuhannya
42

g. Leher

Inspeksi : leher pendek, liapatan kulit

Palpasi : tidak adanya kontrol kepala

h. Dada

Inspeksi : tampak retraksi dengan atau tanpa

distress pernafasan

i. Abdomen

Inspeksi : abdomen cekung atau rata, buncit,

pembuluh darah abdomen sangat

tampak, tali pusat tampak kehijuan.

Palpasi : tali pusat tipis dan lembek

Auskultasi : terdapat buny bising usus.

j. Genetalia

Inspeksi : laki laki terdapat lubang testis/tidak,

testis belum turun diskrotum.

Perempuan, labia mayora belum

meutupi labia minora.

k. Integumen

Inspeksi : lanugo banyak, kulit transparan, warna

kulit merah gelap, vernik kaseosa tidak

ada atau sedikit bila ada.

Palpasi : kulit tipis, halus, lemak kulit kurang.


43

l. Ektremitas

Inspeksi : BBLR kurang aktif dan pergerakanna

lemah

Palpasi : tonus otot lemah

c. Pemeriksaan diagnostik

Jumlah darah lengkap : penuruan Hb/Ht dihubungkan

dengan anemia atau kehilangan

darah.

Dekstostik : menunjukan hipoglikemi

Analisis gas darah : menentukan derajat keparahan

distress pernapsan bila ada.

Elektrolit serum : mengkaji adanya hipokalsemia.

Bilirubin : meningkat pada polisitimia

Urinalisis : mengkaji homeostasis.

Jumlah trombosit : trombositopenia mungkin menyertai

sepsis.

(Aziz Alimul Hidayat, A, 2008)

2.4.2. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefetifan pola nafas b/d imaturitas otot pernafasan dan penurunan

ekspansi paru.

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

ketidakmampuan mengsiap, menelan, mengabsorbsi, dan mencerna

makanan.
44

3) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh (hipotermi) b/d kegagalan

mempertahankan suhu tubuh, penurunan jaringan lemak subkutan.


45

2.4.3. Intervsi Keperawatan

Ketidaksemibangan NOC NIC


nutrisi kurang dari 1. Nutritional status Nutrition Management
kebutuhan tubuh 2. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi
food adn fluid makanan dan kesulitan
Definisi : Asupan intake makan
nutrisi tidak cukup 3. Nutritional status: 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk memenuhi nutrient intake 3. Berikan intake fe
kebutuhan metabolik 4. Weight body 4. Berikan protein dan
vitamin C
Batasan karakteristik 5. Berikan subtansi gula
: Kriteria Hasil : 6. Berikan makan yang
1. Kram abdomen 1. Adanya terpilih
2. Nyeri abdomen peningkatan BB 7. Ajarkan keluarga klien
3. Menghindari sesuai dengan bagaimana membuat
makanan tujuan catatan makanan harian
4. BB 20% atau lebih 2. Berat bdan ideal
dibawah berat badan sesuai tinggi Nutriton Monitoring
ideal badan 1. BB klien dalam batas
5. Kerapuhan kapiler 3. Mampu normal
6. Diare mengidentifikasi 2. Monitor adanya penurunan
7. Kehilangan rambut kebutuhan nutrisi berat badan (BB)
berlebih 4. Tidak ada tanda 3. Monitor kulit kering dan
8. Bising usus malnutrisi perubahan pigmentasi
hiperaktif 5. Menunjukan 4. Monitor turgor kulit
9. Kurang makanan penigkatan fungsi 5. Monitor kekeringan ,
10. Kurang informasi pengecapan dan rambut, kulit kusam, dan
11. Kurang minat pada menelan mudah patah
makanan 6. Tidak terjadi 6. Moniotr mual muntah
12. Penurunan B penurunan BB 7. Monitor kadar albumin,
dengan asupan yang berarti total protein, Hb dan kadar
makanan adekuat Ht
13. Kesalahan
konsepsi
14. Kesalahan
informasi
15. Membran mukosa
pucat
46

Faktor faktor yang


berhubungan :
1. Faktor biologis
2. Faktor ekonomi
3. Ketidakmampuan
untuk mengabsorsi
nutrient
4. Ketidakmampuan
mencerna makanan
5. Ketidakmampuan
menelan makanan
6. Faktor psikologis

Tabel 2.8 intervensi dengan masalah keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Nurafif, Amin & Kusuma, Hardhi, 2015)

2.4.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan

intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi

terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang diperlukan

untuk melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Proses

implementasi biasanya mencakup :

1. Mengkaji kembali klien, memastikan interensi terseut masih

diperlukan. Walaupun program ditulis di rencana asuha, kondisi klien

mungkin saja bisa berubah.

2. Menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan

3. Mengimplementasikan intervensi keperawatan

a. Mendasarkan intervensi keperawatan pada pengetahuan ilmiah,

penelitian keperawatan, dan standart asuhan profesional.

b. Dengan jelas memahami program yang akan diimplemetasikan.


47

c. Mengadaptasi tindakan klien individual. Kepercayaan, nilai,

usia, status kesehatan, dan lingkungan klien merupakan faktor

yang dapat mempengaruhi keberhasilan tindakan keperawatan.

d. Mengimplementasikan asuhan yang aman

e. Memberikan penyuluhan, dukungan dan kenyamanan

f. Berpandangan holistik

g. Menghargai martabat klien dan meningkatkan harga diri klien

4. Melakukan supervisi terhadap asuhan yang didelegasikan

5. Mendokumentasikan tindakan keperawatan

(Kozier, Barbara et al, 2010)

2.4.5. Evaluasi keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tahap selanjutnya yakni

tahap evaluasi. Tahap evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan,

berkelanjutan , dan terarah ketka klien dan profesional kesehatan

menentukan : kemajuan klien menuju pencapaian tujuan atau hasil dan

keefektifan rencana rencana keperawatan. Evaluasi adalah aspek penting

proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi

menentukan pakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau

dibuah (Kozier, Barbara et al, 2010).


48

2.5 KERANGKA KONSEP

Neonatus dengan BBLR

Imaturitas sentrum-sentrum vital dalam otak

Refleks menelan belum sempurna

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tindakan yang digunakan : Faktor yang Menyebabkan Masalah Gizi


1. Pemberian intake Fe BBLR
1) Refleks isap dan telan yang buruk sebelum
2. Pemberian kalori 34 minggu
2) Motilitas usus yang menurun
3) Pengosongan lambung tertunda
3. Monitor adanya
4) Perencanaan dan absorsi vitamin yang larut
penurunan BB
dalam lemak berkurang
5) Defisiensi enzim laktase pada brush border
4. Pemberian subtansi usus
6) Menurunnya cadangan kalsium, fosfor,
gula protein dan zat besi dalam tubuh
7) Meningkatnya resiko EKN (Enterokolitis
nekrotikans)
Evaluasi hasil keperawatan :
1. Peningkatan BB sesuai
tujuan
2. Tidak ada tanda malnutrisi
3. Peningkatan fungsi pengecap
dan menelan
Keterangan : Yang diteliti
4. Tidak terjadi penurunan BB
49

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah studi kasus untuk mengeksplorasi masalah

Asuhan keperawatan pada Neonatus mengalami BBLR dengan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Ruang Cut Nyak

Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Penelitian menggunakan 2 pasien dengan

kasus sama dan tindakan keperawatan yang berbeda, kemudian akan dibahas

mengenai hasil dan respon pasien terkait dengan tindakan yang dilakaukan,

apa ada perbedaan atau tidak.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Studi kasus dilakukan di RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Lama waktu

sejak pasien pertama kali MRS sampai pulang dan atau pasien yang dirawat

minimal 3 hari. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017,

dengan dua bayi baru lahir yang menderita BBLR. Bila perlu dapat

dilanjutkan dalam bentuk kunjungan rumah.

3.3 Batasan Istilah

Asuhan keperawatan pada anak yang mengalami BBLR dengan

ketidakefektifan bersihan jalan napas di Ruang Cut Nyak Dien RSUD

“Kanjuruhan”, maka penyusunan studi kasus harus menjabarkan konsep

BBLR dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan

konsep asuhan keperawatan.


50

3.4 Kerangka Kerja

Penyusunan proposal studi kasus

Ujian proposal studi kasus

Penelitian studi kasus di Rumah Sakit

Subjek penelitian pada neonatus yang mengalami BBLR dengan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Pengkajian keperawatan

Metode pengumpulan data : wawancara dan observasi dan

dokumentasi

Diagnosa Keperawatan

Intervensi keperawatan

Implementasi keperawatan

Evaluasi catatan perkembangan

Pembahasan

kesimpulan
51

Bagan 3.1 kerangka kerja studi kasus pada neonatus yang mengalami

BBLR dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.5 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah dua anak dengan diagnosa sama

yang mengalami Asuhan keperawatan pada Neonatus mengalami BBLR

dengan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di Ruang Cut

Nyak Dien RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

3.6 Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpilan data dengan cara

mewawancarai langsung responden yang diteliti, sehingga metode ini

memberikan hasil secara langsung. Metode ini dapat dilakukan apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara mendalam serta

jumlah responden sedikit.dalam studi kasus ini penelitian menggunakan

wawancara allo anamnesis yaitu anamnesa yang dilakukan secara tidak

langsung karena klien tidak mampu melakukan tanya jawab. Allo

anamnesis dilakukan kepada keluarga atau orang terdekat klien

dikarenakan klien adalah anak-anak.

2. Observasi (pengamatan)

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari

perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Dalam observasi ini peneliti

melakukan pemeriksaan fisi pada BBLR dengan masalah

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tbuh, meliputi


52

pemeriksaan APGAR, dan pemeriksaan reflek yang berkaitan dengan

pemenuhan nutrisi, keadaan umum bayi, pemeriksaan fisik.

3. Studi dokumentasi (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data lain yang

relevan)

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mengambil data yang berasal dari dokumentasi asli. Dokumentasi asli

tersebut dapat berupa tabel atau daftar periksa, dan dokumenter. Dalam

studi kasus ini penelitian dapat menggunakan hasil dari pemeriksaan

diagnostik klien neonatus.

3.7 Uji Keabsahan data

Uji keabsahan data dimaksutkan untuk menguji kualitas data atau

informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi.

Disamping integritas peneliti (karena peneliti sebagai instrumen utama), uji

keabsahan data dilakukan dengan :

1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan.

2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga

sumber data utama yaitu perawat dan keluarga pasien yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.8 Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak dilapangan, sewaktu pengumpulan data

sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada

selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisa yang

diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan dengan


53

cara dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya di

interprestasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai bahan

untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.

Urutan dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpilkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,

dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian

disalin dalam bentuk transkip (catatan terstruktur).

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan data dalam bentuk transkrip dan dikelompokan menjadi data

subyektif dan obyektif, dianalisa berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun

teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan

perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induksi , diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.


54

3.9 Etik Penelitian

1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Merupakan bentuk persetujuan anatara peneliti dengan responden

peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani

lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak pasien.

2. Anonimity (tanpa nama)

Memberikan jamianan dalam penggunaan subjek penelitian dengan

cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada

lembar alat ukur dan hanya kode pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentialy (kerahasiaan)

Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Aziz, 2014).


55

DAFTAR PUSTAKA

Damanik, S.M. 2012. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta : Badan

Penerbit IDAI

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta : Salemba

Medika

Hidayat A. 2007. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Bineka Cipta

Hayati, A.W. 2009. Gizi Bayi. Jakarta : EGC

Fadlan & Feryanto, A. 2013. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba

Medika

Herdman, T.H. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :

Salemba Medika

Kebidanan Oxford. 2011. Oxford Handbook of Midwifery. Jakarta : EGC

Kozier, Barbara et al. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses dan Praktik Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC

Nurafif A.H & Kusuma, H.2015 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction

Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 1 edisi 7. Singapore :

Elsevier
56
57

Anda mungkin juga menyukai