Oleh:
Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dari
berbagai pihak, baik dalam bentuk pikiran, tenaga, maupun waktu dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihakyang telah meluangkan waktu untuk
membantu dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 3
D. Metode Penelitian 3
BAB 4 PENUTUP 21
A. Kesimpulan 21
B. Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa fungsi diadakannya tes psikologi dalam pembuatan SIM?
2. Bagaimana kondisi psikologi pengemudi dapat mempengaruhi
keadaan lalu lintas?
3. Apa hubungan antara psikologi dan usia pengemudi dalam
mempengaruhi keselamatan berkendara?
4. Berdasarkan variabel yang diprediksikan menjadi faktor – faktor
penyebab perilaku berkendara tidak aman, variabel manakah yang
paling berpengaruh terhadap perilaku berkendara yang tidak aman?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulisan karya tulis ilmiah “PENTINGNYA TES PSIKOLOGI DALAM
PEMBUATAN SIM” ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tes
psikologi dalam pembuatan SIM terhadap keselamatan dalam
berkendara sehingga dapat dijadikan informasi untuk meminimalisir
kecelakaan lalu lintas dimasa depan.
2. Tujuan khusus
Penulisan karya tulis ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
terhadap pihak kepolisian RI mengenai pentingnya tes psikologi dalam
pembuatan SIM, sehingga dapat dilakukan upaya peningkatan dan
pengembangan dalam pengawasan serta pencegahan terjadinya
kecelakaan lalu lintas. Penulisan ini juga diharapkan dapat menjadi
bacaan bagi para pembaca yang ingin mengetahui maupun tertarik
pada permasalahan transportasi.
D. Metode Penelitian
Sumber: korlantas.polri.go.id/statistik-2/
d. Usia
e. Jenis Kelamin
f. Daya Saing
g. Penghematan Waktu
C. Sikap
1. Definisi sikap
Ajzen (2005), Francis et al., (2004), Abraham dan Sheeran
(2003), dan Rhodes dan Courneya (2003) menyatakan bahwa sikap
merupakan evaluasi positif dan negatif terhadap suatu perilaku
tertentu, dalam hal ini adalah perilaku berkendara.
2. Komponen sikap
Rhodes dan Counerya (2003) membagi sikap terhadap perilaku
menjadi dua komponen, yaitu:
a. Afektif. Misalnya evaluasi terhadap perilaku yang menyenangkan
dan tidak menyenangkan.
b. Instrumental. Misalnya evaluasi terhadap perilaku yang
menguntungkan atau membahayakan.
3. Pengukuran Sikap
Menurut Francis et al. (2004), pengukuran sikap dapat
dilakukan dengan prosedur menggunakan kata sifat bipolar (berupa
pasangan atau lawan kata) yang dapat dievaluasi (misal: baik -
buruk). Chorlton et al. (2012) mengukur sikap dengan menggunakan
delapan skala semantik diferensial dan tujuh pasang pernyataan yang
diukur dengan tujuh poin skala Likert.
Untuk penulisan kali ini, penulis menggunakan konstruksi skala
baru sikap terhadap perilaku berkendara yang tidak aman. Respon
jawaban yang diberikan oleh subjek diukur dengan menggunakan
skala Likert 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 4 (sangat setuju),
(oleh Aminurul Aisha R, 2016) di karenakan objek yang akan
dievaluasi harus jelas targetnya, dalam hal ini yaitu sikap terhadap
perilaku dalam berkendara khususnya sepeda motor yang tidak
aman.
D. Norma Subjektif
E. Sensation Seeking
F. Kerangka Berfikir
Jumlah 1.070
*sumber: PolantasDalamAngka2013
Data penyebab laka lantas berdasarkan faktor kendaraan
Hal ini sesuai dengan definisi Perilaku berkendara yang tidak aman
menurut Huang (2014), “cara seseorang mengemudi dengan mengabaikan
hal – hal seperti menggunakan seat belt/helm, mengemudi dalam keadaan
mengantuk, sering menggunakan telpon seluler dalam berkendara,
mengemudi dibawah pengaruh alkohol, dan mengemudi dengan agresif”.
B. Pemecahan Masalah
Kecelakaan lalu lintas berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 adalah
suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak di sengaja melibatkan
kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan
korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Menurut UU No. 22
Tahun 2009, kecelakaan lalu lintas digolongkan menjadi tiga yaitu
kecelakaan lalu lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
kerusakan kendaraan dan/atau barang, kecelakaan lalu lintas sedang,
merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan
kendaraan dan atau barang, kecelakaan lalu lintas berat, merupakan
kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
Adapun keselamatan lalu lintas merupakan suatu bentuk usaha
atau cara mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dapat berupa
petunjuk pencegahan (accident preventive) dan petunjuk mengurangi
kecelakaan (accident reduction). Dalam Ketentuan Umum Peraturan
Menteri Perhubungan No. 14/2006, keselamatan lalu lintas adalah
keadaan terhindarnya pengguna jalan dan masyarakat dari kecelakaan
lalu lintas.
Pasal 34
Persyaratan kesehatan,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
hurufc,meliputi:
a. Kesehatan jasmani; dan
b. Kesehatan rohani.
Pasal 36
1) Kesehatan rohani, sebagaimana dimaksud dalam pasal 34, meliputi:
a. Kemampuan konsentrasi;
b. Kecermatan;
c. Pengendalian diri;
d. Kemampuan penyesuaian diri;
e. Stabilitas emosi; dan
f. Ketahanan kerja.
2) Kemampuan konsentrasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, diukur dari pemusatan perhatian atau memfokuskan diri pada saat
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan.
3) Kecermatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diukur
dari kemampuan untuk melihat situasi an keadaan secara cermat
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memersepsikan kondisi yang
ada.
4) Pengendalian diri, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
diukur dari kemampuan mengendalikan sikapnya dalam
mengemudikan motor.
5) Kemampuan penyesuaian diri, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, diukur dari kemampuan individu mengendalikan dorongan
dari dalam diri sendiri sehingga dapat berhubungan secara harmonis
dengan lingkungan, dan beradaptasi dengan baik dengan situasi dan
kondisi apapun yang terjadi di jalan saat mengemudi.
6) Stabilitas emosi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, diukur
dari keadaan perasaan seseorang dalam menghadapi rangsangan dari
luar dirinya dan kemampuan mengontrol emosinya pada saat
menghadapi situasi yang tidak nyaman selama mengemudi.
7) Ketahanan kerja, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, diukur
dari kemampuan individu untuk bekerja secara teratur dalam situasi
yang menekan.
Alavi, dkk (2017) yang meneliti dampak faktor kognitif dan psikis
terhadap pelanggaran lalu lintas menemukan bahwa permasalahan
kejiwaan berpengaruh terhadap pelanggaran lalu lintas, sehingga faktor
psikologis pengemudi perlu dievaluasi sebelum mendapatkan SIM.
A. Kesimpulan
B. Saran
Dari pembahasan sebelumnya, penulis memberikan saran praktis
yang diharapkan dapat bermanfaat, antara lain:
C. Temuan
Banyaknya pengendara sepeda motor dibawah umur (usia pelajar)
khususnya di Kabupaten Kayong Utara disebabkan oleh tidak tersedianya
angkutan umum. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar disediakan
angkutan umum khususnya bus sekolah untuk mengurangi pengendara
sepeda motor dikalangan pelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Imanurul Aisha R., 2016. Faktor – Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Perilaku
Berkendara Sepeda Motor Tidak Aman, skripsi.Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 13 Agustus 2018
Keselamatan Dalam Berkendara: Kajian Terkait Dengan Usia dan Jenis Kelamin
pada Pengendara http://WWW.researchgate.net/publication/320616376,
13 Agustus 2018
Tjahjono, T., dan Subagio, I. (2011). Analisis Keselamatan Lalu Lintas Jalan.
Bandung: Lubuk Agung