1
merupakan konflik kepentingan antara manager (agen) dan pemilik (prinsipal). Adanya konflik
agen ini menimbulkan biaya transaksi dan informasi.
2
pada laba ataupun nilai perusahaan yang tercermin dari nilai sekuritas. Laba mengukur
secara pasti kinerja manajer. Pemilik pun berpikir (jangka pendek) manajer tidak
bertindak oportunistik karena dapat merubah arus kas yang berakibat berubahnya nilai
perusahaan dan berdampak pada perubahan insentif manajer.
Namun, jika insentif berdasarkan pada output akuntansi maka kemungkinan
manipulasi pun akan semakin besar dan laporan keuangan menjadi bias walaupun telah
diaudit. Manajer tetap memiliki celah, pada kasus laba tidak dapat diekspektasi, dengan
mengecilkan laba saat ini untuk membuat laba yang akan datang terlihat lebih besar
(Healy, 1985). Muncullah skema bonus berdasarkan nilai pasar.
Skema bonus berdasar nilai pasar ini berisi bahwa bonus dipengaruhi oleh
ekspektasi NPV dan arus kas masa depan. Oleh karena itu, biasanya manajer diberikan
bonus berupa saham atau opsi yang membuat manajer akan bekerja keras untuk
meningkatkan nilai sahamnya. Manajer akan meningkatkan melakukan manajerial jangka
panjang dan pengungkapan yang luas karena dianggap meningkatkan private control
benefits (Nagar, 2003). Dalam skema ini, konflik agensi dapat diminimalisir karena
manajer bertindak untuk kepentingan pemilik. Namun, skema ini memiliki kekurangan
yaitu hanya dapat dilaksanakan manajer senior karena dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Skema ini cocok digunakan untuk perusahaan yang labanya mempengaruhi nilai saham
dan sangat sensitif terhadap pergerakan pasar. Untuk menjembatani manipulasi yang
mungkin terjadi, Cheng (2004) pun menyarankan untuk memberi insentif pada output
akuntansi yang mungkin dimanipulasi.
b. Debt contracting
Kontrak hutang ini muncul karena adanya divergent behaviour yaitu perilaku
menghindar dari membayar hutang (ex : membayar deviden yang besar, terlibat dalam
proyek berisiko tinggi) yang menimbulkan agency cost of debt. Cotter (1998)
mengemukakan bahwa debtholders kemudian mengantisipasi dengan menyusun kontrak
hutang demi mengurangi agency cost of debt dengan mengenakan bunga lebih tinggi
serta membatasi, biasanya, dalam hal : 1) Revaluasi. Perusahaan diharuskan tidak sering
melakukan revaluasi serta mengeluarkan nilai revaluasi dari perhitungan rasio debt to
asset, 2) menjaga rasio-rasio tertentu seperti rasio hutang terhadao aset berwujud,
current ratio dan interest coverage. Karena akan menimbulkan biaya yang besar dengan
menuliskan peraturan yang detail, maka celah untuk manajer pun muncul. Perusahaan
pun memilih strategi degan memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba dan
3
mengadopsi standar baru yang mendukung hal tersebut lebih cepat (Sweeney, 1994).
Dalam hal ini, auditor pun dibutuhkan sebagai arbitrator
Cara lain yang yang adalah performance pricing yang diusulkan oleh Beatty dan
Weber (2003). Suku bunga diubah menurut kinerja perusahaan yang terukur melalui
rasio-rasio. Cara ini menjembatani insentif manajer untuk meningkatkan laba walaupun
tetap batasan metode akuntansi yang dapat digunakan. Walaupun perusahaan setuju
terhadap kontrak, Beatty dan Weber (2003) menemukan bahwa perusahaan rela
membayar lebih untuk bisa lebih fleksibel dalam pemilihan metode.
c. Political Costs
Perusahaan menyadari bahwa ia adalah political scrutiny. Hal ini berarti perusahaan
yang memiliki laba besar dianggap tidak membayar bagian komunitas lain secara adil.
Perusahaan kemudian cenderung melaporkan laba yang rendah untuk mengurangi atensi
media yang dapat membuat perusahaan sebagai sasaran politik pemerintah dan
komunitas lain. Laba yang kecil ini juga dapat membuat masyarakat tidak membongkar
metode akuntansi yang digunakan (rationality uninform) karena biaya yang tinggi kecuali
pada kelompok berkepentingan yang dapat membagi biaya yang besar tersebut. Salah
satu cara untuk menjembatani adalah dengan mengungkapkan laporan
pertanggungjawaban sosial yang juga dapat meminimalkan terjadinya cash outflow dari
perusahaan.