Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 19 TAHUN DENGAN SERUMEN PROP

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit THT-KL


di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh :
Ajeng Puspitasari
1810221020

Pembimbing :
dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, MSi. Med

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

NAMA : AJENG PUSPITASARI


NIM : 1810221020
FAKULTAS : KEDOKTERAN
BIDANG PENDIDIKAN : ILMU PENYAKIT THT-KL
PEMBIMBING : dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, MSi. Med

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal, Juli 2018

Pembimbing

dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, MSi. Med

2
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Beberapa studi meneliti tentang epidemiologi dari serumen prop yang

sering terjadi. Serumen prop dapat ditemui 10% pada anak-anak, 5% dewasa

sehat, 57% pada pasien lansia di panti jompo dan 36% pada pasien dengan

retardasi mental. Kelainan secara anatomis dan banyaknya rambut halus pada

kanalis auditorius eksterna yang merupakan suatu bentuk pertahanan telah

dikaitkan dengan meningkatnya angka kejadian serumen prop (McCarter,

2007).

Studi yang dilakukan pada 1507 responden didapatkan 2.1% responden

dewasa mengalami penurunan pendengaran karena tumpukan dari serumen.

Berdasarkan studi tersebut, peneliti memperkirakan terdapat 1.2 juta hingga

3.5 juta penduduk di UK menderita serumen prop. Tidak semua pasien yang

datang ke klinik kesehatan karena keluhan serumen prop. Berkisar 39.3% per

1000 pasien dalam semua populasi mengkonsultasikan kepada dokter umum

tentang keluhannya terkait serumen prop. Angka tersebut menunjukkan

masalah yang serius terkait penanganan serumen prop pada pelayanan

kesehatan primer (Guest, 2004).

Sebuah penelitian di Skotlandia menyoroti masalah yang

ditimbulkan oleh serumen yang berdampak dalam praktik umum. Para

penulis mensurvei 289 dokter umum di Lothian tentang pengeluaran

serumen dan memperoleh tingkat keberhasilan 92% (Guest, 2004).

3
BAB II
STATUS PASIEN

II.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. W
Alamat : Ambarawa
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 19 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : Perguruan Tinggi
Status : Belum Menikah
Tanggal periksa : Kamis, 18 Juli 2018

II.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Klinik THT RSUD Ambarawa pada tanggal 18 Juli 2018
pukul 10.00 WIB secara autoanamnesis.
a. Keluhan utama
Telinga kanan terasa berdenging sejak 3 bulan yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan telinga kanan berdenging sejak 3 bulan yang lalu.
Keluhan tersebut disertai dengan penurunan pendengaran pada telinga
kanannya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat serupa : disangkal
2. Riwayat ISPA : disangkal
3. Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat operasi organ THT : disangkal
6. Riwayat hipertensi : disangkal
7. Riwayat diabetes : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Riwayat serupa : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat diabetes : disangkal

e. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien wanita berusia 19 tahun, seorang mahasiswa. Pasien tinggal bersama
kedua orangtuanya. Biaya RS tidak ditanggung oleh BPJS PBI atau non PBI.
Kesan ekonomi cukup.

II.3. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status generalis

4
Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37,5°C
Ekstremitas : Dalam batas normal
Berat badan :-
Tinggi badan :-
Status gizi : Kesan gizi cukup
Kulit : Sawo matang
Kepala : Mesosefal (+)
Wajah : Simetris (+)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), konjungtiva hiperemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Leher : Leher anterior : pembesaran kelenjar getah bening (-),
pembesaran tiroid (-), massa (-), otot bantu napas (-)
Leher posterior : pembesaran kelenjar getah bening(-)
Jantung : Tidak dilakukan
Paru : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan

b. Status Lokalis
1. Telinga

Telinga AD AS

Preaurikula Fistel (-) Fistel (-)

Retroaurikula Nyeri tekan (-), edem Nyeri tekan (-), edem


(-), warna kulit
(-), warna kulit
kemerahan, massa (-)
kemerahan, massa (-)

Aurikula Bentuk dan warna Bentuk dan warna


kulit (N), massa (-), kulit (N), massa (-),
nyeri tarik (-) nyeri tarik (-)

Tragus pain Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Mastoid Nyeri ketok (-) Nyeri ketok (-)


Hiperemis (-) Hiperemis (-), oedem
Oedem (-)
(-)

2. Canalis akustikus eksternus (otoskop)

5
Canalis akustikus AD AS
eksternus

Mukosa hiperemis (-) (-)

Otore (-) (-)

Serumen (+) (+)

Kolesteatoma (-) (-)

Furunkel (-) (-)

Jamur (-) (-)

Corpus alienum (-) (-)

3. Membran timpani (otoskop)

Membran timpani AD AS

Hiperemis (-) (-)

Cone of light (-) (-)

Bulging (-) (-)

Retraksi (-) (-)

Perforasi (-) (-)

Sikatrik (-) (-)

Gambar

4. Pemerikasaan Rutin Khusus :


1) Reservoir test : tidak dilakukan
2) Valsava Tes dan Toynbee Test : tidak dilakukan
3) Tes penala
Pemeriksaan AD AS

Rinne (+) (-)

Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

6
Swabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

5. Hidung dan sinus paranasal


1) Hidung luar

Bentuk Dbn

Massa (-)

Deformitas (-)

Radang (-)

Kelainan congenital (-)

Nyeri tekan Tidak dilakukan

Sinus Frontal Sinus Maxilla


Hiperemis (-)/(-) (-)/(-)
Bengkak (-)/(-) (-)/(-)
Nyeri Tekan (-)/(-) (-)/(-)
Nyeri Ketok (-)/(-) (-)/(-)
Transluminasi Tidak dilakukan

Rinoskopi anterior Kanan Kiri

Mukosa Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Konka Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Septum deviasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Discharge Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Massa Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6. Rongga mulut dan orofaring

Bagian Kelainan Keterangan


Mulut Mukosa mulut, Tenang
lidah, Bersih
palatum Tidak ada deviasi
Reflek muntah +

7
Hiperemis (-)
permukaan licin, warna
sama dengan kulit
sekitar, nyeri tekan (-)

Caries (-)
Gigi geligi Di tengah, dalam batas
Uvula normal

Tonsil Mukosa Halus


Ukuran T1-T1
Warna Hiperemis (-)
Kripta Normal
Detritus (-)
Faring Mukosa Hiperemis (-)
Granula (-)
Post Nasal Drip (-)

II.4. RESUME
Seorang wanita usia 19 tahun datang dengan keluhan telinga kanan
berdenging sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan tersebut juga disertai dengan
penurunan pendengaran pada telinga kanan. Pendengaran telinga kanan berkurang
(+), rasa gatal (-), keluar cairan (-), telinga terasa penuh (-), berdenging (+),
demam (-).
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, status
generalis dalam batas normal, status lokalis didapatkan pada auricula dextra:
tragus pain (-), CAE: hiperemis (-), discharge (-), serumen (+), jamur (-),
membran timpani: sulit dinilai.

II.5. DIAGNOSIS BANDING


a. Serumen Prop
b. Otitis eksterna difus
c. Otitis eksterna sirkumskripta

II.6. DIAGNOSIS KERJA


Serumen Prop AD

II.7. TATALAKSANA (Initial Plan)

8
a. IpDx:
Diberikan obat tetes telinga terlebih dahulu jika serumen mengeras.
b. IpTx:
1. Ear Toillete AD
2. Suction AD
3. Carboglyserine tetes telinga 8 tetes per hari
c. IpMx:
1. Tanda Vital
2. Status THT
d. IpEdukasi:
1. Memberikan informasi kepada pasien tentang keadaan pasien, penyakit
yang diderita, prognosis, penyebabnya, faktor risiko dan komplikasinya
2. Memberikan informasi kepada pasien untuk menjaga kebersihan telinga
agar dijaga tidak kemasukan air, tidak mengorek-ngorek telinga dan
berhati-hati saat membersihkan telinga dengan cotton bud.
3. Memberikan informasi kepada pasien untuk menggunakan obat tetes
telinga secara teratur

1. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : Dubia ad bonam
b. Quo ad sanam : Dubia ad bonam
c. Quo ad functionam : Dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Anatomi Telinga Luar


Anatomi telinga bagian luar terdiri dari 2 bagian, yaitu daun telinga dan kanalis
auditorius.
a. Aurikulum
Aurikulum atau yang disebut pina atau daun telinga merupakan
bangunan berbentuk pipih dan berlekuk yang tersusun atas kerangka tulang
rawan (kartilago) kecuali pada lobulus, diliputi oleh lapisan kulit yang
melekat pada perikondrium. Pada proses pendengaran, aurikulum berfungsi
untuk menangkap dan mengumpulkan gelombang bunyi serta menentukan
arah sumber bunyi.
b. Kanalis Auditorius Eksternus
Bangunan ini terdiri dari meatus akustikus eksternus yang merupakan
lubang untuk masuknya suara. Kemudian kanalis auditorius eksternus
dibagi menjadi dua bagian, yaitu 1/3 luar yang disebut sebagai pars
kartilago atau kartilago aurikula dan 2/3 dalam yang disebut sebagai pars
oseus. Pars kartilago dilapisi oleh lapisan kulit, pada bagian ini terdapat
folikel rambut, kel. Sebasea, kel. Sudorifera dan kel. Seruminosa.
Kemudian pada bagian pars oseus dilapisi oleh kulit atau mukosa, terdapat
folikel rambut dan kelenjar-kelenjar.

III.2. Fisiologi Pendengaran


Getaran suara akan ditangkap oleh aurikulum yang kemudian
disalurkan melalui kanalis auditorius hingga menggetarkan membran timpani.
Getaran yang dihasilkan oleh getaran membran timpani akan menggetarkan
tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Stapes yang
bergetar akan menggerakan foramen ovale yang juga akan menggetarkan
perilimfe dalam skala vestibule. Getaran tersebut akan diteruskan melalui

10
membrane Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga menimbulkan gerak
relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini akan menyebabkan rangsangan mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Lalu keadaan ini juga
akan menimbulkan depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

III.3. Definisi Serumen


Serumen merupakan hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Dalam kondisi normal
serumen terdapat di sepertiga luar meatus akustikus, hal ini disebabkan karena
kelenjar-kelenjar tersebut hanya dapat ditemukan pada area ini (Soepardi et al,
2017).
Serumen merupakan sekret kelenjar sebasea dan apokrin yang terdapat
pada bagian kartilaginosa liang telinga (Adams et al, 1997).

III.4. Fungsi Serumen


Serumen merupakan salah satu cara yang diberikan oleh telinga dalam
pembentukan suatu perlindungan atau memiliki fungsi proteksi. Serumen dapat
berfungsi sebagai sarana pengangkut debris epitel dan kontaminan yang ingin
dikeluarkan dari membrane timpani. Serumen juga memiliki fungsi sebagai
pelumas sehingga dapat mencegah kekeringan dan pembentukan fistula pada
epidermis (Adams et al, 1997).
Serumen mengikat kotoran lalu menyebarkan aroma yang tidak
disenangi serangga. Hal ini dapat mencegah masuknya serangga ke dalam
meatus akustikus (Soepardi et al, 2017).

III.5. Jenis Serumen


Terdapat dua tipe dasar serumen berdasarkan konsistensinya yaitu tipe
basah dan kering. Konsistensi serumen dipengaruhi oleh faktor keturunan,
iklim, usia dan keadaan lingkungan.

11
c. Tipe Basah
Tipe basah lebih bersifat dominan. Ras Kaukasia memilliki probabilitas
lebih dari 80% untuk dapat menghasilkan serumen dengan tipe basah,
lengket, berwarna coklat seperti madu, yang kemudian dapat berubah
warna menjadi lebih gelap bila terpapar.
d. Tipe Kering
Ras Mongoloid termasuk Indian Amerika lebih sering menghasilkan
fenotip serumen yang kering dan bersisik seperti “beras”.

III.6. Serumen Prop


Serumen prop merupakan kumpulan dari material kelenjar sebasea dan
kelenjar apokrin dari kelenjar seruminosa yang bersatu dengan epitel di kanalis
aurikula dan kemudian menyatu hingga mengeras seperti batu.

III.7. Etiologi Serumen Prop


a. Dermatitis kronik kanalis auditorius eksternus
b. Kanalis auditorius yang sempit
c. Produksi serumen yang banyak dan kental
d. Adanya benda asing di dalam kanalis auditorius
e. Eksositosis di kanalis auditorius
f. Serumen yang terdorong masuk ke dalam karena dorongan jari atau cotton
bud

III.8. Patofisiologi
Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan
dibersihkan dan dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga. Cotton
bud (pembersih kapas telinga) dapat mengganggu mekanisme pembersihan
tersebut sehingga sel-sel kulit mati dan serumen akan menumpuk di sekitar
gendang telinga. Masalah ini juga diperberat oleh adanya susunan anatomis
berupa lekukan pada liang telinga. Keadaan di atas dapat menimbulkan
timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang.

12
Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada liang telinga merupakan
tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.1,7,8

III.9. Manifestasi Klinis


g. Otalgia
h. Rasa penuh pada telinga
i. Gatal-gatal
j. Pendengaran berkurang atau hilang
k. Tinnitus
l. Discharge
m. Telinga berbau
n. Batuk

III.10. Penegakan Diagnosa


a. Anamnesa
Anamnesa merupakan proses penegakan diagnosis secara subjektif. Hal
ini dilakukan dengan menanyakan beberapa pertanyaan kepada pasien
terkait apa yang dirasakan oleh pasien.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan
otoskopi. Pada pemeriksaan ditemukan adanya penumpukan serumen dan
dapat dilihat konsistensi serta warnanya.

III.11. Tata Laksana


Pengambilan serumen dilakukan dengan teknik berbeda berdasarkan
konsistensi dan letak kedalaman pada meatus akustikus.
a. Serumen Lunak
Serumen yang lunak dapat dibersihkan dengan kapas yang dililitkan
dengan aplikator.
b. Serumen agak Mengeras
Serumen yang sudah agak mengeras dikait dan dibersihkan dengan alat
pengait.
c. Serumen Lembek dan Terlalu Dalam

13
Serumen dengan konsistensi yang lembek dan letaknya terlalu dalam
mendekati membrane timpani, sehingga serumen membutuhkan tindakan
irigasi (spooling) untuk mengeluarkannya .
d. Serumen Keras
Serumen yang keras membatu untuk mengeluarkannya harus dilunakkan
terlebih dahulu dengan meneteskan obat tetes telinga terlebih dahulu,
carboglyserine 10% 3 kali 3 tetes sehari, selama 2-5 hari (sesuai
kebutuhan), setelah itu serumen dapat dibersihkan dengan menggunakan
alat pengait atau diirigasi (spooling).

14
DAFTAR PUSTAKA

Adam, GL, Boies, LR, Higler, PA; Wijaya C: alih bahasa; Effendi H, Santoso K:
editor. Penyakit telinga luar dalam Buku Ajar Ilmu Panyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC. Hal:76-77; 1997.

Guest, JF, Greener, MJ, Robinson, AC, Smith, AF, 2004, ‘Impacted cerumen:
composition, production, epidemiology and management’, Q J Med, Vol. 97,
hlm. 477–488, diakses pada 21 Juli 2018

McCarter, DF, Courtney, U, Pollart, SM, 2007, ‘Cerumen Impaction’, American


Academy of Family Physicians, diakses pada 21 Juli 2018

Schwartz, SR, Magit, AE, Rosenfeld, RM, Ballachanda, BB, Hackell, JM, Krouse, HJ,
Lawlor, CM, Lin, K, Parham, K, Stutz, DR, Walsh, S, Woodson EA,
Yanagisawa, K, Cunningham ER, 2017, ‘Clinical Practice Guideline (Update):
Earwax (Cerumen Impaction), American Academy of Otolaryngology-Head and
Neck Surgery Foundation, vol. 156, hlm. 1-29, diakses pada 14 Juli 2018

Sosialisman, Alfian F.Hafil, & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT, dkk (editor). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal: 52-53; 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai