Anda di halaman 1dari 29

MENGENAL PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH MENURUT

COSO DAN GAO PADA LAPAN PUSTEKROKET

Oleh : Gitta Muliawati

NIM : 2011120144

Program Studi Akuntansi S1

Fakultas Ekonomi

Universitas Pamulang
Pengertian Pengendalian internal menurut beberapa pendapat

1. Mulyadi : Sistem Pengendalian Internal Meliputi struktur Organisasi,


metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga
kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan
manajemen.
2. James R Davis, C Wayne Alderman, & Leonard A Robinson
(sesuai dengan SAS No. 55) : Pengendalian Internal adalah seluruh
kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan
yang masuk akal agar tujuan organisasi (Entity) dapat tercapai.
3. COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of the
Treadway Commission) : Pengendalian Internal adalah Sebuah
proses yang dihasilkan oleh Dewan Direktur, Manajemen, dan Personel
Lainnya, yang didesain untuk memberikan jaminan yang masuk akal
yang memperhatikan tercapainya tujuan-tujuan dengan kategori
sebagai berikut :

 Efektif dan efisisiensinya operasi


 Terpercayanya (Reliabillity) Laporan Keuangan
 Tunduk pada hukum dan aturan yang berlaku

1. ELEMEN-ELEMEN

Mulyadi :

1. Struktur Organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional


secara tegas.
2. Sistem Wewenang dan prosedur pencatatan, yang memberikan
perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan
biaya.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Efektifitas unsur-unsur Sistem pengendalian tersebut sangat ditentukan oleh
Lingkungan Pengendalian (Control Environment) dimana lingkungan
pengendalian tersebut memiliki 4 (empat) unsur sebagai berikut :

1. Filosofi dan gaya operasi


2. Berfungsinya dewan komisaris dan komite pemeriksaan
3. Metode Pengendalian Manajemen
4. Kesadaran pengendalian

James R Davis, C Wayne Alderman, & Leonard A Robinson :

1. Lingkungan Pengendalian (The Control Environment)

Lingkungan Pengendalian adalah efek kolektif dari berbagai


factor pada saat pembangunan, penyempurnaan, atau
pelemahan efektifnya system akuntansi suatu entitas atau
Prosedur Pengendalian (Control Procedures) dan
kemampuannya untuk memcapai tujuan tertentu.

Faktor Lingkungan Pengendalian meliputi filosofi manajemen


dan gaya operasi, struktur organisasi, fungsi dewan direksi
dan komisinya (khususnya audit committee), metode
penentuan wewenang dan tanggung jawab, metode
pengendalian manajemen, kebiasaan dan kebijaksanaan
personelnya, dan pengaruh eksternal lainnya yang
mempengaruhi sebuah entitas.

2. Sistem Akuntansi (The Accounting System)

Sistem akuntansi terdiri dari metode-metode dan catatan-


catatan yang dibangun untuk mengidentifikasi, membangun,
mengklasifkasi, merekam, dan melaporkan transaksi suatu
entitas dan untuk menjaga akuntabilitas asset dan hutang
yang terkait.
Sebuah system akuntansi harus memiliki metode dan catatan
yang cukup dan tepat untuk menyelesaikan tujuan sebagai
berikut :

 Mengidentifikasi dan merekam seluruh transaksi yang valid


 Menggambarkan transaksi dalam basis waktu dan detil yang cukup
untuk membolehkan klasifikasi transaksi yang sesuai untuk Laporan
Keuangan
 Mengukur nilai transaksi dalam dalam suatu sikap(gaya/tingkahlaku)
yang membolehkan mencatat nilai moneter yang wajar dalam
Pernyataan Keuangan.
 Menentukan periode waktu kapan terjadinya transaksi agar
dibolehkannya pencatatan transaksi dalam periode waktu yang sesuai.
 Menyajikan transaksi secara sesuai dan penyingkapan yang
berhubungan dalam pernyataan keuangan.

1. Prosedur Pengendalian (Control Procedures)

Prosedur Pengendalian adalah kebijakan dan prosedur


tambahan selain Lingkungan Pengendalian dan system
akuntasi, yang dibangun manajemen untuk memberikan
jaminan yang masuk akal bahwa tujuan khusus sebuah entitas
dapat tercapai.

Tujuan khusus tersebut terbagi dalam beberapa kategori


sebagai berikut :

 Pemberian wewenang (Otorisasi) yang sesuai untuk melaksanakan


transaksi dan kegiatan
 Pemisahan Tugas
 Desain dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai
 Perlindungan yang memadai terhadap akses dan penggunaan asset
dan catatan-catatan.
 Pengecekan independen terhadap performance dan penilaian yang
sesuai dengan jumlah yang direkam
COSO :

Pengendalian internal terdiri dari 5 (lima) komponen yang saling


berhubungan. Komponen ini didapat dari cara manajemen
menjalankan bisnisnya, dan terintegrasi dengan proses manajemen.
Walaupun komponen-komponen tersebut dapat diterapkan kepada
semua entitas, perusahaan yang kecil dan menengah dapat
menerapkannya berbeda dengan perusahaan besar. Dalam hal ini
pengendalian dapat tidak terlalu formal dan tidak terlalu terstruktur,
namun pengendalian internal tetap dapat berjalan dengan efektif.

Adapun 5 (lima) komponen Pengendalian internal tersebut adalah :

1. Control Environment

Lingkungan pengendalian memberikan nada pada suatu


organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian dari para
anggotanya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar bagi
komponen Pengendalian Internal lainnya, memberikan disiplin
dan struktur. Faktor lingkungan pengendalian termasuk :

 Integritas, nilai etika dan kemampuan orang-orang dalam entitas;


 Filosofi manajemen dan Gaya Operasi;
 Cara Manajemen untuk menentukan wewenang dan tanggung jawab,
mengorganisasikan dan mengembangkan orang-orangnya; dan
 Perhatian dan arahan yang diberikan dewan direksi.

1. Risk Assesment

Seluruh entitas menghadapi berbagai macam resiko dari luar


dan dalam yang harus ditaksir. Prasyarat dari Risk Assessment
adalah penegakan tujuan, yang terhubung antara tingkatan
yang berbeda, dan konsisten secara internal. Risk Assessment
adalah proses mengidentifikasi dan menganalisis resiko-resiko
yang relevan dalam pencapaian tujuan, membentuk sebuah
basis untuk menentukan bagaimana resiko dapat diatur.
Karena kondisi ekonomi, industri, regulasi, dan operasi selalu
berubah, maka diperlukan mekanisme untuk mengidentifikasi
dan menghadapi resiko-resiko spesial terkait dengan
perubahan tersebut.

2. Control Activities

Control Activities adalah kebijakan dan prosedur membantu


meyakinkan manajemen bahwa arahannya telah dijalankan.
Control Activities membantu meyakinkan bahwa tindakan yang
diperlukan telah diambil dalam menghadapi resiko sehingga
tujuan entitas dapat tercapai. Control Activities terjadi pada
seluruh organisasi, pada seluruh level, dan seluruh fungsi.
Control activities termasuk berbagai kegiatan yang berbeda-
beda, seperti :

 Penyetujuan (Approvals)
 Otorisasi (Authorization)
 Verifikasi (Verifications)
 Rekonsiliasi (Reconciliations)
 Review terhadap performa operasi (Reviews of Operating
Performance)
 Keamanan terhadap Aset (Security of Assets)
 Pemisahan tugas (Segregation of duties)

1. Information and Communication

Informasi yang bersangkutan harus diidentifikasi, tergambar


dan terkomunikasi dalam sebuah form dan timeframe yang
memungkinkan orang-orang menjalankan tanggung jawabnya.
Sistem informasi menghasilkan laporan, yang berisi informasi
operasional, finansial, dan terpenuhinya keperluan sistem,
yang membuatnya mungkin untuk menjalankan dan
mengendalikan bisnis. Informasi dan Komunikasi tidak hanya
menghadapi data-data yang dihasilkan internal, tetapi juga
kejadian eksternal, kegiatan dan kondisi yang diperlukan
untuk memberikan informasi dalam rangka pembuatan
keputusan bisnis dan laporan eksternal. Komunikasi yang
efektif juga harus terjadi dalam hal yang lebih luas, mengalir
ke bawah, ke samping dan ke atas organisasi. Seluruh
personel harus menerima dengan jelas pesan dari manajemen
teratas bahwa pengendalian tanggung jawab diambil dengan
serius. Para personel harus mengerti peran mereka dalam
sistem pengendalian internal, sebagaimana mereka mengerti
bahwa kegiatan individu mereka berhubungan dengan
pekerjaan orang lain. Mereka harus memiliki niat untuk
mengkomunikasikan informasi yang signifikan kepada
atasannya. Selain itu juga dibutuhkan komunikasi efektif
dengan pihak eksternal, seperti customer, supplier, regulator,
dan Pemegang Saham.

2. Monitoring

Sistem pengendalian internal perlu diawasi, sebuah proses


untuk menentukan kualitas performa sistem dari waktu ke
waktu. Proses ini terselesaikan melalui kegiatan pengawasan
yang berkesinambungan, evaluasi yang terpisah atau
kombinasi dari keduanya. Kegiatan ini termasuk manajemen
dan supervisi yang reguler, dan kegiatan lainnya yang
dilakukan personel dalam menjalankan tugasnya. Luas dan
frekuensi evaluasi terpisah, akan tergantung pada terutama
penaksiran resiko dan efektifnya prosedur monitoring yang
sedang berlangsung. Ketergantungan sistem pengendalian
harus dilaporkan kepada atasan, dengan masalah yang serius
juga dilaporkan kepada manajemen teratas dan dewan direksi.

1. SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP


PENGENDALIAN INTERNAL

Mulyadi :
Dalam buku tulisan Mulyadi, yang harus bertanggung jawab dalam
pengendalian internal adalah Manajemen puncak yang terdiri dari
seluruh dewan direksi. Tidak hanya direktur keuangan saja yang
bertanggung jawab atas pengendalian internal , tetapi seluruh
jajaran direksi bertanggung jawab atas pengendalian internal.

Manajemen puncak bertanggung jawab terhadap pengembangan


dan pengoperasian Pengendalian internal karena mereka
bertanggung jawab atas pengelolaan dana yang dipercayakan oleh
pemilik perusahaan.

James R Davis, C Wayne Alderman, & Leonard A Robinson :

Dalam buku tulisan James R Davis, C Wayne Alderman, & Leonard A


Robinson, tidak menyuratkan siapa yang bertanggung jawab
terhadap pengendalian internal, namun dapat tersirat bahwa peran
manajemen dan dewan direksi sangat penting dalam pengendalian
internal mengingat kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
tersebut merupakan hasil keputusan manajemen. Selain itu
manajemen dan dewan direksi memiliki peran yang signifikan dalam
elemen-elemen pengendalian internal.

COSO :

Menurut COSO, semua orang dalam organisasi yaitu Manajemen,


Dewan direksi, Komite Audit, dan Personel lainnya bertanggung
jawab terhadap pengendalian internal, karena semua orang dalam
organisasi memiliki peran dalam pengendalian internal, sehingga
pengendalian internal tidak dapat berjalan dengan baik apabila ada
salah satu anggota yang tidak menjalankan perannya dalam
pengendalian internal.

Menurut COSO, pihak-pihak luar seringkali memberikan kontribusi


terhadap pencapaian tujuan perusahaan, seperti Auditor eksternal,
Badan Regulasi dan legislatif, customer, analis keuangan, dan
media massa. Namun demikian pihak ketiga tersebut tidak
bertanggung jawab terhadap pengendalian internal karena mereka
bukan bagian dari organisasi maupun bukan bagian dari sistem
pengendalian internal.

1. PERBANDINGAN DAN KESIMPULAN


1. DEFINISI

Mulyadi memandang sistem pengendalian internal sebagai


struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang
dikoordinasikan, sedangkan James R Davis, C Wayne
Alderman, & Leonard A Robinson memandangnya sebagai
seluruh kebijakan dan prosedur yang diciptakan. Dua definisi
ini dapat diartikan bahwa dapat saja pihak internal dan pihak
eksternal yang menciptakan atau menghasilkan struktur
organisasi, metode, ukuran-ukuran, atau kebijakan dan
prosedur. Artinya pengendalian internal sebuah entitas dapat
dihasilkan oleh pihak internal maupun pihak luar. Adapun
definisi Pengendalian Internal hasil rumusan COSO
memandang pengendalian internal sebagai sebuah proses yang
dihasilkan Dewan Direktur, Manajemen, dan Personel lainnya
(Pihak Internal). Dalam keadaan sebenarnya, perancangan
sistem pengendalian internal, dapat juga diserahkan kepada
pihak luar, namun demikian tetap yang akan melaksanakan
sistem pengendalian internal adalah pihak-pihak internal.

Ditinjau dari tujuan pengendalian internal menurut tiga definisi


di atas, definisi menurut James R Davis, C Wayne Alderman, &
Leonard A Robinson memberikan tujuan yang terlalu luas
(tercapainya tujuan organisasi) mengingat tujuan organisasi
bermacam-macam. Tujuan yang lebih detil disampaikan dalam
definisi Mulyadi dan hasil rumusan COSO.
Ada kesamaan antara definisi James R Davis, C Wayne
Alderman, & Leonard A Robinson dengan definisi COSO yang
tidak terdapat dalam definisi menurut Mulyadi, yaitu
pengendalian internal adalah untuk memberikan jaminan yang
masuk akal tercapainya tujuan. Hal ini cukup penting
mengingat untuk mencapai tujuan-tujuan pengendalian
internal secara mutlak seringkali dibutuhkan biaya yang besar.
Misalkan untuk menjaga aset dengan sangat aman, maka
diterapkan pengamanan yang berteknologi tinggi, dengan
petugas keamanan yang berkualitas tinggi dan bayaran yang
besar juga. Dalam hal ini tujuan pengendalian dapat tercapai
namun biaya yang dibutuhkan terlalu besar apabila perusahaan
tersebut hanyalah perusahaan penjual beras kecil-kecilan. Oleh
sebab itulah pengendalian internal yang diterapkan sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan.

Dari uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa definisi


hasil rumusan COSO, memberikan definisi yang lebih tepat
dibandingkan dua definisi lainnya mengingat definisi hasil
rumusan COSO lebih lengkap dibandingkan definisi menurut
Mulyadi, namun tidak seluas definisi James R Davis, C Wayne
Alderman, & Leonard A Robinson.

Definisi hasil rumusan COSO tersebut juga diterapkan pada


SAS No. 78 yang mengamandemen SAS No. 55, sehingga
definisi menurut James R Davis, C Wayne Alderman, & Leonard
A Robinson juga seharusnya mengikuti hasil rumusan COSO
mengingat definisi James R Davis, C Wayne Alderman, &
Leonard A Robinson tersebut mengutip dari SAS no. 55.

Dari tiga definisi di atas, dapat dikonklusikan pengendalian


internal tidak hanya struktur organisasi, metode, dan ukuran-
ukuran saja, namun termasuk juga kegiatan dan prosedur.
Struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran tersebut
merupakan bagian dari suatu proses yang dihasilkan oleh pihak
internal maupun eksternal, untuk memberikan jaminan yang
masuk akal tercapainya tujuan-tujuan sebagai berikut :

 Terjaganya kekayaan organisasi


 Efektif dan efisisiensinya operasi
 Terpercayanya (Reliabillity) Laporan Keuangan
 Dipatuhinya kebijakan manajemen
 Tunduk pada hukum dan aturan yang berlaku

1. ELEMEN-ELEMEN

Bila diperbandingkan, elemen-elemen pengendalian internal menurut


Mulyadi, adalah termasuk dalam elemen Control Activities menurut COSO
dan Control Procedures menurut James R Davis, C Wayne Alderman, &
Leonard A Robinson. Adapun elemen Accounting System menurut James R
Davis, C Wayne Alderman, & Leonard A Robinson juga dapat dikatakan
sebagai bagian dari elemen Control Activities menurut COSO.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen


Pengendalian internal hasil rumusan COSO, lebih lengkap
dibandingkan elemen-elemen pengendalian internal menurut dua
rumusan lainnya.

1. SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP


PENGENDALIAN INTERNAL

Mengingat Mulyadi memandang Sistem Pengendalian Internal hanya sebagai


struktur organisasi, metode, dan prosedur saja, maka wajar apabila menurut
Mulyadi hanya Manajemen puncak saja yang bertanggung jawab, selain itu
manajemen bertanggung jawab atas dana yang dipercayakan pemilik
perusahaan.

Walaupun memberikan definisi yang luas, namun James R Davis,


C Wayne Alderman, & Leonard A Robinson menyiratkan bahwa
peran manajemen dan dewan direksi sangat vital dalam
perusahaan, karena manajemen dan dewan direksi sangat
menentukan kebijakan-kebijakan dan prosedur yang dijalankan,
serta sangat mempengaruhi elemen-elemen Pengendalian
internal.

Dalam rumusan COSO, semua orang dalam organisasi yaitu


Manajemen, Dewan direksi, Komite Audit, dan Personel lainnya
bertanggung jawab terhadap pengendalian internal, karena
semua orang dalam organisasi memiliki peran dalam
pengendalian internal.

Mulyadi dan James R Davis, C Wayne Alderman, & Leonard A


Robinson, memang hanya menyiratkan manajemen dan dewan
direksi saja yang bertanggung jawab terhadap sistem
pengendalian intern, namun demikian peran setiap anggota
organisasi sangatlah diperlukan untuk menciptakan sistem
pengendalian intern yang dapat mencapai tujuan-tujuan
pengendalian intern.

Alamat Email Refrensi:

1.
Diposkan oleh Chuya_12 di 02.52

Mengenal Pengendalian Intern Pemerintah Menurut COSO

Suatu organisasi yang dikelola tentunya memiliki unsur-unsur pengelolaan atau manajemen yaitu
unsur perencanaan (planning), unsur pengorganisasian (organizing), unsur pelaksanaan
(actuating) dan unsur pengendalian (controlling). Unsur tersebut diperlukan untuk mencapai
tujuan organisasi. Organisasi yang sederhana pun tentunya secara tidak disadari memiliki unsur-
unsur tersebut. Misalnya di suatu desa memiliki tujuan untuk mencapai keamanan lingkungan,
sehingga dilakukan perencanaan sistem keamanan lingkungan untuk mencapai tujuan tersebut.
Setelah memiliki perencanaan maka dibutuhkan unsur pengorganisasian yaitu menempatkan
warga menjadi penanggung jawab untuk masalah keamanan dan mengatur keseluruhan
pelaksanaan keamanan di wilayah desa tersebut. Dan yang terakhir adalah unsur pengendalian
oleh kepala desa sebagai manajemen puncak di desa serta unsur pengendalian dari masyarakat.

Sistem pengendalian (controlling) dapat berasal dari organisasinya sendiri (intern) maupun
berasal dari luar organisasinya (ekstern). Objek yang dikendalikan oleh sistem ini adalah unsur-
unsur pengelolaan organisasi seperti yang tercantum di atas, yaitu pengendalian terhadap
perencanaan, pengendalian terhadap pengorganisasian dan pengendalian terhadap pelaksanaan.
Pengendalian intern harus terus dikembangkan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Sistem
pengendalian intern ini sering dipadankan dengan sistem pengendalian manajemen (SPM),
karena pengendalian akan dilakukan oleh pimpinan manajemen organisasi yang dibantu oleh tim
pengawas khusus, misalnya Inspektorat Jenderal pada lembaga kementerian, Satuan Khusus
Audit Internal (SKAI) pada perusahaan yang bergerak di bidang perbankan, dan sebutan lainnya
untuk tim audit intern. Sementara pengendalian ekstern hanya merupakan bentuk pengawasan
dan pertanggungjawaban terhadap stakeholder, terutama bagi organisasi yang memiliki
kepentingan terhadap organisasi tersebut.

Sistem pengendalian intern pun harus dapat diandalkan (reliable), yaitu memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut :
- kompetensi pegawai yang seusai dengan tanggung jawab,
- pemisahan tanggung jawab dan fungsi dalam organisasi terutama pemisahan authorized
(otorisasi), pencatatan (akuntansi), dan penyimpanan aset (bendahara),
- sistem pemberian wewewnang , tujuan dan teknik serta pengawasan untuk menciptakan
pengendalian atas aset, hutang, penerimaan dan pengeluaran,
- pengendalian terhadap penggunaan aset, dokumen dan formulir yang penting untuk
menghindari kesalahan pegawai dan kerahasiaan dokumen.
- melakukan perbandingan catatan dengan kenyataan (fisik) yang ada, serta melakukan koreksi
jika terjadi ketidaksesuaian.
Sementara untuk mendapatkan sistem pengendalian yang efektif dan efisien maka harus
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
- sistem pengendalian merupakan proses yang terintegrasi dan dilakukan teruse menerus
terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan suatu organisasi,
- sistem pengendalian harus mendapatkan dukungan dan menuntut peran serta dari seluruh
anggota dan pimpinan manajemen organisasi,
- perencanaan pengendalian harus mengarah pada pencapaian tujuan organisasi,
- perencanaan pengendalian dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai risiko yang dapat
menghambat tercapainya tujuan organisasi, dan
- sistem pengendalian memberikan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.

Organisasi pemerintahan pun memerlukan sistem pengendalian intern yang relaible, efektif dan
efisien. Apalagi organisasi ini memiliki tanggung jawab kepada masyarakat. Sistem
pengendalian intern pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 2008. Objek
hukum dari peraturan ini adalah seluruh lembaga atau instansi pemerintah baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Sedangkan subjek peraturan ini adalah seluruh aparat pengawasan
intern dalam hal ini adalah seluruh inspektorat kementerian, Inspektorat pada lembaga
pemerintah non departemen/kementerian, dan inspektorat daerah (propinsi dan kabupaten/kota)
serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sistem pengendalian intern pemerintah yang dianut oleh Indonesia diambil dari sistem
pengendalian intern menurut GAO (Government Accounting Organization) yaitu lembaga Badan
Pemeriksa Keuangan di Amerika Seriktat dan menurut COSO (Commitee Of Sponsoring
Organization of Treadway Commision) yaitu komisi yang bergerak di bidang manajemen
organisasi. Pengendalian intern menurut GAO mengandung 8 unsur pengendalian manajemen
yaitu pengorganisasian, kebijakan, prosedur, perencanaan, pencatatan/akuntasi, personil,
pelaporan dan reviu intern. Sedangkan unsur pengendalian menurut COSO mengandung 5 unsur
pengendalian yaitu lingkungan pengendalian, peniliaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi
dan komunikasi serta pemantauan pengendalian.

Tujuan dari sistem pengendalian intern secara umum akan membantu suatu organisasi mencapai
tujuan operasional yaitu efektivitas dan efisiensi kegiatan, keterandalan laporan keuangan, dan
kepatuhan pada peraturan yang berlaku. Sistem pengendalian intern pemerintah sendiri memiliki
tujuan untuk mencapai kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien, perlindungan aset negara,
keterandalan laporan keuangan, dan kepatuhan pada perunda-undangan dan peraturan serta
kebijakan yang berlaku.
Pada saat ini sistem pengendalian intern pemerintah yang masih berlaku adalah sistem
pengendalian intern menurut GAO. Namun seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi
serta permasalahan yang lebih kompleks dalam pengelolaan suatu organisasi maka sistem
pengendalian intern menurut COSO harus mulai disosialisasikan dan dilaksanakan. Perbedaan
yang paling mendasar dari GAO dan COSO adalah adanya penilaian risiko pada sistem
pengendalian intern menurut COSO sebagai salah satu unsur yang harus dianalisis. Selain itu,
pada COSO peran manusia sebagai pelaku fungsi dalam suatu organisasi menjadi penting karena
dibutuhkan tidak hanya kompetensi saja namun juga integritas dan etika yang diperlukan untuk
mendapatkan lingkungan pengendalian organisasi yang menunjang untuk pencapaian tujuan
organisasi.

Sistem pengendalian intern ini perlu diketahui oleh seluruh komponen organisasi pemerintahan
karena sistem ini merupakan sistem yang terintegrasi dan merupakan tanggung jawab bersama
untuk mewujudkan tujuan organisasi. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai unsur
pengendalian intern menurut COSO.

Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian adalah kondisi yang dibangun dan diciptakan dalam suatu organisasi
yang akan mempengaruhi efektivitas pengendalian. Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu adanya penegakan integritas dan etika seluruh anggota organisasi, komitmen
pimpinan manajemen atas kompetensi, kepemimpinan manajemen yang kondusif, pembentukan
struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewewnang dan tanggung
jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber
daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan yang efektif dan hubungan kerja yang baik
dengan pihak ekstern.

Dalam lingkup organisasi pemerintahan maka lingkungan pengendalian terkait dengan integritas,
etika, dan kompetensi pegawai, kepemimpinan manajemen, serta pengawasan intern yang
dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Pegawai diharapkan tidak hanya memiliki pengetahuan, pendidikan, pengalaman dan
keterampilan sesuai dengan fungsi kerjanya, namun juga memiliki integritas dan etika yang
tinggi. Penyebab terjadinya kecurangan adalah karena lemahnya integritas dan etika dari pegawai
pemerintah. Motivasi ekonomi menjadi hal yang paling berat yang harus dihadapi oleh
organisasi pemerintahan, karena masih terbatasnya standar pendapatan untuk pegawai
pemerintahan jika dibandingkan dengan pegawai perusahaan swasta atau BUMN, terutama bagi
pegawai pelaksana. Penegakan etika dan integritas ini sebaiknya dinyatakan dalam bentuk
peraturan tertulis seperti kode etik dan peraturan kepegawaian. Sehingga nantinya pegawai dapat
melakukan hal tersebut dalam kegiatan pekerjaan sehari-hari dan membentuk budaya kerja yang
baik. Sanksi dan penghargaan merupakan salah satu sarana agar pegawai dapat terus
mengembangkan integritas dalam kegiatan pekerjaannya.

Kepemimpinan mengandung arti keteladanan, sehingga dibutuhkan pemimpin yang menjadi


teladan bagi pegawai yang dipimpinnya, terutama dalam hal penegakan integritas dan etika.
Pemimpin dalam pemerintahan juga harus mendukung penetapan kompetensi pegawainya
sehingga tidak terjadi penilaian yang subjektif dalam penentuan posisi pegawai sesuai fungsi dan
tanggung jawab. Penetapan key performance indicator (KPI) atau sasaran pekerjaan setiap
pegawai menjadi penting untuk menilai prestasi kerja pegawai. Selain itu, pemimpin
memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan pengetahuan serta
keterampilan dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan pegawai. Dan yang terutama adalah
pemimpin harus dapat menjaga agar lingkungan kerja tetap kondusif sehingga setiap pegawai
mau dan mampu bekerja dengan baik agar tujuan organisasi dapat terwujud.
Pengawasan intern diperlukan untuk memberikan peringatan dini, meningkatkan efektivitas
pengelolaan risiko, serta nenelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas
dan fungsi pemerintah. Sehingga kinerja yang baik dari aparat pengawasan intern pemerintah
dapat memberikan keyakinan yang memadai bagi masyarakat.

Penilaian risiko
Risiko merupakan hal-hal yang berpotensi menghambat tercapainya tujuan. Identifikasi terhadap
risiko (risk identification) diperlukan untuk mengetahui potensi-potensi kejadian yang dapat
menghambat dan menghalangi terwujudnya tujuan organisasi. Setelah dilakukan identifikasi
maka dilakukan analisis terhadap risiko meliputi analisis secara kuantitatif (quantitative risk
analysis) dan kualitatif (qualitative risk analysis). Analisis risiko akan menentukan dampak
kejadian, serta merupakan input untuk mendapatkan cara mengelola risiko tersebut. Kemudian
dilakukan pengelolaan risiko (risk management) yaitu dengan alternatif sebagai berikut :
- memindahkan risiko seperti penggunaan asuransi jiwa oleh pegawai,
- mentolerir risiko misalnya menggunakan peralatan yang ada karena keterbatasan sumber daya
peralatan,
- menghilangkan risiko misalnya dengan mengubah jenis pekerjaan karena pekerjaan tersebut
tidak dapat dilakukan atau risikonya terlalu besar.

Penilaian terhadap risiko merupakan hal yang baru dikembangkan. Bidang usaha perbankan
merupakan salah satu bidang pekerjaan yang sudah memiliki berbagai ketentuan mengenai
manajemen risiko ini. Sedangkan untuk bidang usaha konstruksi dan infrastruktur masih dalam
tahap pengembangan dan analisis risiko.

Hal yang terutama dalam penilaian risiko ini adalah adanya kesadaran (awareness) pegawai dan
pimpinan instansi pemerintahan bahwa setiap kegiatan pekerjaan, terutama kegiatan pokok
pekerjaan, memiliki risiko yang harus dikelola. Pengelolaan akan tergantung pada tingkat risiko
yang dihadapi.

Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko, menetapkan dan
melaksanakan kebijakan serta prosedur, serta memastikan bahwa tindakan tersebut telah
dilaksanakan secara efektif.

Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasi risiko dapat dibagi menjadi 2 jenis tindakan
yaitu tindakan preventif dan tindakan mitigasi. Tindakan preventif adalah tindakan yang
dilakukan sebelum kejadian yang berisiko berlangsung, sedangkan tindakan mitigasi adalah
tindakan yang dilakukan setelah kejadian berisiko berlangsung, dalam hal ini tindakan mitigasi
berfungsi untuk mengurangi dampak yang terjadi. Tindakan-tindakan tersebut juga harus
dilakukan evaluasi sehingga dapat dinilai keefektifan serta keefisienan tindakan tersebut.
Umumnya tindakan preventif dapat mengurangi dampak lebih besar dibandingkan tindakan
mitigasi, sehingga dalam organisasi pemerintahan diperlukan tindakan preventif agar tidak
banyak pengeluaran yang diperlukan untuk melakukan tindakan mitigasi.

Penetapan kebijakan dan prosedur di lingkungan organisasi pemerintahan erat kaitannya dengan
perundang-undangan, peraturan, dan ketetapan-ketetapan. Kebijakan seharusnya tidak menabrak
peraturan yang ada. Sedangkan prosedur sudah seharusnya disusun dan ditetapkan hingga ke
struktur terkecil dalam suatu organisasi pemerintahan, misalnya prosedur pekerjaan dalam satu
unit/bagian kerja. Kebijakan dan prosedur ini sudah dalam bentuk tertulis agar setiap pegawai
dapat mengetahui dan melaksanakan setiap kebijakan dan prosedur yang ada.

Beberapa kegiatan pengendalian intern pemerintah meliputi reviu kinerja, pembinaan sumber
daya manusia, pengendalian sistem informasi, pengendalian fisik aset, penetapan ukuran kinerja,
pemisahan fungsi, otorisasi transaksi dan kejadian, pencatatan yang akurat dan tepat waktu,
pembatasan akses terhadap sumber daya, akuntabilitas terhadap sumber daya, dan dokumentasi
atas sistem pengendalian intern.

Informasi dan komunikasi


Informasi adalah data yang sudah diolah yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam
rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. Informasi yang salah dapat menyebabkan
keputusan dan kebijakan yang salah pula. Hal ini juga berlaku untuk organisasi pemerintahan.
Kesalahan informasi dapat terjadi saat melakukan pengambilan data, analisis data dan
kesimpulan data menjadi informasi serta pengelolaan informasi. Unit pengumpul dan pengolah
data serta pengelola informasi merupakan unit yang sentral dalam unsur pengendalian informasi
yang berkualitas. Informasi berkualitas sendiri harus memenuhi beberapa syarat yaitu informasi
harus sesuai kebutuhan, tepat waktu, mutakhir, akurat, dan dapat diakses dengan mudah oleh
pihak-pihak yang terkait.

Informasi yang berkualitas tentunya harus dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait.
Penyampaian informasi yang tidak baik dapat mengakibatkan kesalahan interpretasi penerima
informasi. Dalam suatu instansi pemerintahan harus dibentuk unit khusus yang menangani
penyampaian informasi, atau ditunjuk pejabat yang berwenang untuk melakukan penyampaian
informasi tersebut.

Unsur pengendalian terhadap informasi dan komunikasi menjadi penting karena berkembangnya
ilmu dan teknologi. Teknologi informasi dapat menjadikan pengendalian intern pemerintah lebih
efektif dan efisien, namun di sisi lain menuntut adanya pengembangan terhadap pengetahuan dan
keterampilan pegawai akan teknologi informasi.

Pemantauan Pengendalian Intern


Pemantauan (monitoring) adalah tindakan pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan
manajemen dan pegawai lain yang ditunjuk dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas
sebagai penilai terhadap kualitas dan efektivitas sistem pengendalian intern. Pemantauan dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu pemantauan berkelanjutan (on going monitoring), evaluasi yang
terpisah (separate evaluation), dan tindak lanjut atas temuan audit.

Pemantauan berkelanjutan merupakan bahasa lain dari supervisi oleh atasan langsung.
Pemantauan ini dapt dilakukan setiap saat, dapat menggunakan sarana laporan pekerjaan harian
(daily activity), mingguan, atau laporan bulanan. Pemantauan meliputi berbagai aspek kegiatan
pekerjaan sesuai kebijakan dan prosedur yang ada. Pelaksanaan terhadap prosedur yang telah
ditetapkan diharapkan dapat mengurangi penyimpangan kegiatan pekerjaan.

Evaluasi terpisah adalah penilaian secara periodik atas kinerja organisasi dengan standar
pengukuran yang sudah disepakati sebelumnya.
Peranan pemantauan (monitoring) pengendalian internal memiliki peran yang penting dalam
seluruh komponen pengendalian internal. Setiap komponen pengendalian internal akan
mendapatkan pemantauan dan pengawasan. Di sinilah peran dari tim khusus pengawasan intern
atau yang dikenal dengan tim audit.

Kesimpulan
Sistem pengendalian intern merupakan salah satu fungsi manajemen suatu organisasi yang harus
dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai. Saat ini sistem
pengendalian intern yang digunakan adalah berdasarkan definisi dari COSO yang mencakup 5
unsur yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan
komunikasi, serta pemantauan. Kelima unsur tersebut merupakan syarat-syarat suatu manajemen
organisasi yang berlaku. Dalam sistem pengendalian intern pemerintah pun persyaratan di atas
diperlukan, sehingga tercipta manajemen publik yang mampu memberikan pelayanan kepada
publik/masyarakatnya dengan efektif, efisien dan ekonomis, serta taat pada peraturan,
perundangan dan ketentuan-ketentuan lainnya.

Analisa dan Cara Mengatasi Fraud

Analisa dan Cara Mengatasi Fraud

Definisi dan Jenis-jenis Fraud


Definisi Pengawasan Intern yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah seluruh proses
kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang
memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan kepemerintahan yang
baik. Pada PP Pasal 2 ayat 1 tercantum bahwa pengendalian penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan dilakukan untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan dan akuntabel. Maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal
pemerintah memiliki tujuan untuk mencapai pengelolaan keuangan baik di pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Kegagalan pemerintah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan dapat


diakibatkan oleh beberapa hal antara lain penyimpangan kebijakan dan penyimpangan yang
diakibatkan oleh kecurangan (fraud). Penyimpangan kebijakan dilakukan oleh manajemen
puncak terutama untuk mencapai tujuan tertentu, dengan cara membuat kebijakan yang tidak
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan penyimpangan kecurangan (fraud) dapat
dilakukan baik oleh manajemen puncak maupun pegawai lainnya dengan untuk mendapatkan
keuntungan, dengan cara melakukan tindakan-tindakan kriminal seperti korupsi, kolusi,
penipuan, dan lain sebagainya.

Bagaimana cara mengatasi fraud adalah tugas bersama dari suatu organisasi pemerintahan dan
sistem pengawasan internalnya. Pengenalan akan kecurangan dan dampaknya menjadi hal yang
penting untuk diketahui seluaruh staf pegawai hingga manajemen puncak.

Sebagai perbandingan, pada suatu perusahaan di bidang manufaktur, perusahaan tersebut


mengalami kerugian akibat kecurangan pegawai mencapai Rp. 100 juta/tahun. Jika keuntungan
rata-rata perusahaan tersebut adalah 10% dari penjualan maka perusahaan tersebut harus
kehilangan keuntungan dari penjualan sebesar Rp. 1.000 juta/tahun. Bayangkan penjualan
perusahaan tersebut menjadi tidak berguna akibat adanya kerugian akibat kecurangan.

Demikian juga dengan kerugian atau kebocoran keuangan negara yang terjadi akibat adanya
fraud. Hal ini dapat berakibat pada alokasi dana yang hilang yang telah dikumpulkan dari
berbagai pendapatan negara terutama pajak yang telah didapatkan dari masyarakat. Dengan rata-
rata setiap penduduk membayar pajak sekitar 15%-20% dari penghasilannya maka dapat
dibayangkan kerugian negara berdampak pula pada pendapatan penduduk yang harus
ditingkatkan pemerintah. Padahal untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dibutuhkan
sarana dan prasarana yang disiapkan oleh pemerintah yang didanai dari pajak di atas. Dan yang
lebih utama adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan menjadi berkurang,
termasuk pula investasi dari luar negeri berkurang, sehingga kondisi makro keuangan pemerintah
menjadi terganggu pula.

Kesadaran untuk melakukan tindakan anti fraud dapat diawali dengan memberikan pengertian
yang lebih tentang kerugian dan dampak fraud. Setelah itu, seiring dengan kesadaran yang
meningkat, maka diupayakan untuk menghilangkan penyebab fraud. Kemudian melakukan
tindakan hukuman dan penghargaan untuk lebih mempercepat peningkatan kesadaran dan
budaya kerja tanpa fraud.

Penyebab terjadinya fraud adalah motivasi, sarana dan kesempatan sebagai berikut:
- Motivasi : adalah mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan atau suaru organisasi.
Alasan pribadi seperti masalah keuangan dapat menjadi motivasi untuk melakukan kecurangan.
Untuk suatu organisasi, fraud pun dapat dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau untuk
mendapatkan apresiasi yang positif walaupun pekerjaan yang dilakukan tidak baik, misalnya
kolusi antara kontraktor/konsultan dengan panitia pengadaan barang/jasa,
- Sarana : mencakup seluruh media yang dapat digunakan untuk melakukan kecurangan,
misalnya dokumen kontrak/lelang yang diatur, transaksi keuangan dilakukan secara tunai dan
tidak menggunakan pencatatan yang baik, dan lain sebagainya.
- Kesempatan : karena kurangnya pengawasan internal dan pemahaman tentang aturan dapat
menjadi ruang terjadinya kecurangan.

Menurut Robert Cockerall (auditor Ernst & Young) dalam makalahnya "Forensic Accounting
fundamental : Introduction to the investigations" dinyatakan bahwa lingkungan profil fraud
mencakup beberapa hal yaitu motivasi, kesempatan, tujuan/objek fraud, indikator, metode dan
konsekuensi fraud. Motivasi dan kesempatan memiliki pengertian yang sama dengan definisi
sebelumnya. Tujuan/objek fraud adalah sarana yang digunakan untuk mencapai motivasi
kecurangan di atas. Indikator fraud mengandung pengertian adanya gejala-gejala yang merujuk
kepada pembuktian kecurangan. Metode fraud adalah cara-cara yang dilakukan untuk melakukan
kecurangan. Sedangkan konsekuensi fraud adalah dampak kecurangan yang terjadi pada
organisasi tersebut. Pada organisasi pemerintahan khususnya pada lingkup kegiatan pekerjaan
umum maka dapat diberikan contoh sebagai berikut :
Seorang pengawas proyek memiliki motivasi kecurangan adalah karena kesulitan keuangan
keluarga. Pegawai tersebut menggunakan kesempatan sebagai seorang pengawas proyek sesuai
kewenangannya. Objek yang sesuai dengan kewenangannya sebagai pengawas adalah laporan
pengawasan pekerjaan. Caranya adalah dengan melakukan manipulasi data yaitu menyetujui
progress pekerjaan walaupun tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan disertai
permintaan dana kepada pihak kontraktor. Indikasi yang didapatkan adalah perbedaan spesifikasi
pekerjaan. Konsekuensi dari perbuatan pegawai tersebut kepada organisasi proyek adalah
ketidaksesuaian mutu pekerjaan.

Berikut ini adalah jenis fraud berdasarkan subjek atau pelaku, sebagai berikut :
-employee fraud (kecurangan pegawai) : kecurangan yang dilakukan oleh pegawai dalam suatu
organisasi kerja,
-management fraud (kecurangan manajemen) : kecurangan yang dilakukan oleh pihak
manajemen dengan menggunakan laporan keuangan/transaksi keuangan sebagai sarana fraud,
biasanya dilakukan untuk mencurangi pemegang kepentingan (stakeholders) yang terkait
organisasinya.
-customer fraud : kecurangan yang dilakukan oleh konsumen/pelanggan, misalnya kecurangan
oleh pihak kontraktor/konsultan terhadap satuan kerja proyek.
-e-commerce fraud (kecurangan melalui internet) : kecurangan yang dilakukan akibat adanya
transaksi melalui internet (misalnya pengadaan lelang melalui internet).

Cara Mengatasi Fraud


Fraud harus dapat dikontrol dan dijaga, sehingga tidak semakin berkembang dan merugikan
organisasi pemerintahan tersebut. Cara mengontrol dan menjaga agar tidak terjadi fraud adalah
sebagai berikut :
-mengendalikan suasana kerja yang baik di lingkungan kerja, antara lain dengan menanamkan
etika kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja/pegawai.
-menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud dengan cara sistem pengawasan internal
yang ketat,
Mengendalikan suasana kerja yang baik adalah merupakan tanggung jawab pimpinan disertai
kerja sama dengan anggota organisasi tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan salah satu
unsur yang harus diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan kondusif untuk
penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui beberapa cara yaitu
penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif,
pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dan
hubungan kerja yang baik dengan instansi pemeritah terkait. Hal tersebut tercantum dalam PP
No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Pengawasan internal yang ketat diharapkan mampu mengidentifikasikan dan meredam gejala
fraud. Bentuk pengawasan internal yang ketat adalah dengan audit kinerja, audit investigatif dan
audit laporan keuangan sesuai Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (PERMEN
PAN No. PER/05/M.PAN/03/2008) dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).

Audit kinerja merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi terhadap pengelolaan
keuangan negara, dalam hal ini adalah penyusunan/pelaksanaan anggaran; penerimaan,
penyaluran dan penggunaan dana; serta pengelolaan aset dan kewajiban, dan pelaksanaan tugas
dan fungsi auditi yang terdiri atas aspek ekonomis, efisiensi dan efektivitas.

Audit dengan tujuan tertentu adalah audit untuk pemeriksaan khusus meliputi audit investigatif,
audit mutu pengawasan internal, dan hal lain di luar bidang pengelolaan keuangan negara. Dalam
menangani permasalahan fraud maka audit investigatif digunakan untuk membuktikan kebenaran
indikasi terjadinya perbuatan kecurangan yang meruigkan negara dan atau potensi negara. Dalam
pelaksanaan pemeriksaan khusus investigatif maka terungkaplah seluruh fakta dan proses
terhadap indikasi fraud yang bertetnangan dengan peraturan. Namun pengungkapan bukti
menjadi kendala terutama jika perbuatan kecurangan dilakukan secara melembaga, sehingga
dibutuhkan cara pengungkapan fakta disertai bukti yang cukup. Berbagai cara investigasi
dilakukan antara lain dengan wawancara langsung dengan auditi, pemeriksaan dokumen,
masukan/input dari whistle blower (saksi pemberi informasi), dan teknik interogasi yang tepat.
Investigasi terhadap fraud dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut menemukan indikasi
awal bahwa telah terjadi fraud, biasanya identifikasi terhadap indikasi ini dilakukan oleh auditor
yang telah berpengalaman, dengan melihat gejala dan bukti-bukti awal. Kemudian dilakukan
investigasi untuk membuktikan prediksi dan hipotesis tersebut. Pedoman pelaksanaan
pemeriksaan khusus, meliputi pula di dalamnya mengenai audit investigasi, di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum sendiri sudah ditetapkan melalui PERMEN PU No. 8 tahun 2008.

Sedangkan audit atas laporan keuangan adalah audit yang bertujuan memberikan opini atas
kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum
Pemberian opini didasarkan atas hasil pengelolaan aset negara serta penggunaan keuangan
negara yang baik dan sesuai kenyataan. Audit atas laporan keuangan dapat menjadi input bagi
proses audit investigatif, terutama dalam hal mengidentifikasikan indikasi terjadinya fraud yang
dilakukan oleh manajemen puncak dan atau dilakukan secara melembaga.

Cara menemukan indikasi fraud dengan menggunakan audit laporan keuangan disebut dengan
sistem akuntansi forensik (forensic accounting). Sistem ini dapat mengungkap fakta terjadinya
kecurangan dengan mengungkap transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan pada laporan
keuangan dan mengembangkan hasil temuan tersebut menjadi sebuah alat bukti.

Perkembangan terhadap sistem akuntansi forensik ini diharapkan mampu mengatasi kerugian
dan kebocoran keuangan negara. Sistem ini awalnya berkembang semenjak kasus perusahaan-
perusahaan swasta raksasa dunia yang ternyata melakukan kecurangan laporan keuangan. Kasus
perusahaan WorldCom dan Enron Corp., merupakan kasus kebangkrutan terbesar yang terkait
dengan kecurangan manajemen puncak dengan menggunakan laporan keuangan sebagai
media/sarana fraud. WorldCom mengalami kerugian akibat fraud sebesar USD 102 Milyar dan
Enron Corp mengalami kerugian sebesar USD 63 Milyar. Setelah kasus tersebut, sisrtem
akuntansi forensik pun dikembangkan, tidak hanya oleh perusahaan swasta. Sistem ini pun dapat
dikembangkan untuk mendeteksi adanya kecurangan dan penyalahgunaan keuangan negara.

Kata forensik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cabang ilmu kedokteran yg
berhubungan dng penerapan fakta-fakta medis pd masalah-masalah hukum, atau ilmu bedah yg
berkaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yg ada kaitannya dng kehakiman dan
peradilan. Istilah forensik sendiri pada Bahasa Indonesia cenderung masih jarang digunakan dan
hanya digunakan untuk ilmu medis dan pembuktian hukum. Sementara menurut Bologna and
Linquist definisi akuntansi forensik adalah sbb :
"Forensic and investigative accounting is the application of financial skills and an investigative
mentality to unresolved issues, conducted within the context of the rules of evidence. As a
discipline, it encompasses financial expertise, fraud knowledge, and a sound knowledge and
understanding of business reality and the working of the legal system. Its development has been
primarily achieved through on-the-job training as well as experience with investigating officers
and legal counsel."
atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
"Akuntansi forensik dan investigasi adalah aplikasi keahlian keuangan dan mentalitas
penyelidikan untuk menyelesaikan isu yang sesuai dengan konteks peraturan pembuktian.
Sebagai suatu disiplin ilmu, hal tersebut membutuhkan keahlian keuangan, pengetahuan akan
fraud, dan pengetahuan serta pengertian tentang bisnis (sistem) riil dan hukum. Hal tersebut
dapat berkembang melalui kerja praktek dan pengalaman dengan masalah investigasi dan
hukum."

Hal yang membedakan antara pemeriksaan laporan keuangan biasa dengan sistem akuntansi
forensik ini adalah pada besarnya material yang mempengaruhinya. Umumnya untuk audit
laporan keuangan biasa, material yang berpengaruh adalah jenis pendapatan dan pengeluaran
yang bernominnal besar, sedangkan yang kecil kadang diabaikan dalam penentuan indikasi
kecurangan. Pada akuntansi forensik, indikasi kecurangan tidak berdasarkan pada nominal
transaksi yang besar, namun melihat pada jenis pendapatan dan pengeluaran yang mencurigakan.
Pemeriksaan akuntansi forensik tidak dapat dipisahkan dari proses investigasi. Karena untuk
mengungkap hal yang kecil namun mencurigakan menjadi suatu alat bukti dibutuhkan usaha
yang tidak mudah, sehingga proses audit laporan keuangan akan disertai pula oleh proses
penyelidikan terhadap hal tersebut.

Selain menggunakan sistem audit yang ada, penggunaan sistem informasi juga dapat dilakukan
untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya fraud. Penggunaan sistem informasi ini membutuhkan
pengetahuan statistik dan pengelolaan data sehingga kecenderungan terjadinya fraud dapat
diatasi. Sistem informasi ini merupakan jembatan penghubung antara pengalaman dan
pengetahuan terhadap audit dan fraud. Kurangnya pengalaman auditor dapat diatasi dengan
sistem informasi atau data base yang baik, selain peningkatan kompetensi melalui pendidikan
dan pelatihan.

Dengan adanya data historis yang cukup mengenai fraud maka diharapkan dapat diketahui
motivasi, kesempatan, objek, indikasi, metode dan konsekuensi kecurangan, atau dengan kata
lain didapatkan profil fraud/kecurangan yang kemungkinan dapat terjadi kembali.

Contohnya dari data yang telah dikumpulkan maka didapatkan profil kecurangan sebagai berikut
motivasi kecurangan pegawai adalah memperkaya diri, kesempatan kecurangan adalah melalui
proses lelang, objek kecurangan yaitu paket pengadaan barang/jasa, metode kecurangan adalah
dengan pemecahan paket pengadaan agar proses pengadaan dilakukan dengan penunjukan
langsung atau pelelangan terbatas. Indikasi kecurangan adalah adanya perubahan nilai dan
kegiatan proyek. Sementara konsekuensi yang diterima organisasi adalah ketidakpercayaan pihak
penyedia jasa lain kepada panitia pengadaan barang/jasa.

Dengan penggunaan data base maka proses deteksi pada kecurangan menjadi lebih cepat. Proses
deteksi kecurangan yang biasanya diawali dengan audit kinerja secara umum kemudian baru
ditemukan adanya indikasi kecurangan, berkembang lagi menjadi investigasi dan terakhir
menemukan bukti, kini prosesnya dapat lebih cepat, yaitu menemukan kemungkinan kecurangan
yang dapat terjadi berdasarkan data base, untuk kemudian di-evaluasi apakah kemungkinan
tersebut terjadi atau tidak pada kegiatan yang di-audit.

Penggunaan sistem informasi hanya merupakan cara deteksi awal, untuk kemudian proses
investigasi dilakukan sesuai teknik audit investigasi.

Kesimpulan
Fraud adalah bentuk kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun
lembaga/organisasi. Kecurangan yang bersifat lembaga lebih kompleks dibandingkan dengan
kecurangan yang dilakukan oleh pribadi. Kecurangan/fraud mengakibatkan kerugian yang besar.
Dalam pemerintahan, kerugian yang diterima bukan hanya kehilangan atau kebocoran uang
negara, namun juga berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
serta menurunnya tingkat investasi. Cara mengatasi fraud terbagi atas 3 tindakan yaitu tindakan
preventif, tindakan deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan preventif merupakan tanggung
jawab bersama antara manajemen puncak dengan stafnya, untuk menciptakan dan
mengembangkan budaya kerja yang beretika dan lingkungan kerja yang baik. Tindakan deteksi
adalah cara mengidentifikasi kecurangan yang terjadi. Metode yang digunakan dalam deteksi
atas fraud dibagi atas metode konvensional dan metode sistem informasi. Metode konvensional
adalah dengan cara menemukan indikasi setelah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh
terlebih dahulu. Salah satu cara menemukan indikasi kecurangan, terutama yang dilakukan
secara lembaga, adalah dengan menggunakan sistem Akuntansi forensik, yaitu dengan cara
memeriksa transaksi yang mencurigakan pada laporan keuangan, baik nominal yang besar
maupun yang kecil. Sementara metode sistem informasi adalah dengan cara melakukan
perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi, meliputi motivasi, kesempatan, objek fraud,
metode fraud, indikasi fraud dan konsekuensi yang diterima organisasi. Tindakan investigasi
adalah proses penyelidikan sehingga didapatkan pembuktian yang cukup. Tindakan-tindakan
pengawasan tersebut adalah cara untuk mengatasi kecurangan sehingga kehilangan keuangan
negara dapat terus ditekan dan pada akhirnya tercapai tujuan untuk menghilangkan kebocoran
dan kerugian negara.

Referensi :
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 2008, 2008
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, Permen PAN No.
PER/05/M.PAN/03/2008, 2008
Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum,
Permen PU No.08/PRT/M/2008, 2008
Forensic Accounting: Public Acceptance towards Occurrence of Fraud Detection, Adrian
Nicholas Koh, Lawrence Arokiasamy, Cristal Lee Ah Suat, KBU International College,
Malaysia, 2009
Forensic accounting fundamentals: introduction to investigations, Robert Cockerall, Ernst &
Young, 2007
New Frontiers: Training Forensic Accountants Within The Accounting Program, Vinita
Ramaswamy, University of St. Thomas, Houston, 2007
Strategic Fraud Detection: A Technology-Based Model, Conan C. Albrecht, W. Steve Albrecht

Anda mungkin juga menyukai